Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STUDI KASUS
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Dasar II

Dosen: Tina Handayani Nasution, Ns., M.Kep


Di Susun Oleh Kelompok 8 :

Andra Gilang Permana (1910913310007)

Dinda Amalia Sayyidi (1910913220010)

Khofifah Erga Salsabila (1910913120002)

Muhammad Fasya Aminullah (1910913210011)

Puteri Romaisha Asy-Syaffa Azra An-Nizar (1910913220027)

Selviana Putri Yolanda (1910913320018)

Susanti (1910913120013)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
DAFTAR ISI

COVER

DAFTAR ISI ........................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................

1.1 Skenario.......................................................................

BAB II PEMBAHASAN .........................................................

2.1 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.........................

2.2 Kewaspadaan Isolasi....................................................

2.3 Prinsip Hand Hygiene...................................................

BAB III PENUTUP.................................................................

3.1 Kesimpulan..................................................................
3.2 Saran...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 SKENARIO

Ny. A usia 25 tahun dirawat di Rumah Sakit dengan penyakit infeksi yang dirawat di
ruangan isolasi. Sesuai delegasi dari dokter, Ners A melakukan tindakan keperawatan
yaitu rawat luka. Saat tindakan, Ners A tidak menggunakan sarung tangan. Sehari-hari
saat bertugas Ners A juga terbiasa tidak mencuci tangan dan menggunakan sarung
tangan saat melakukan tindakan keperawatan dengan alasan terlalu banyak tugas untuk
merawat pasien.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme


patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
(Health Care Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi
yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa
inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga
infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses
pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada untuk
menimbulkan infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi.Kejadian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan, apabila satu
mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau
dihentikan. Enam komponen rantai penularan infeksi, yaitu:

a) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada


manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada tiga faktor
pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: patogenitas, virulensi
dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui agen infeksi dengan
pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi, semakin cepat pula upaya
pencegahan dan penanggulangannya bisa dilaksanakan.

b) Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,


berkembang-biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan
penelitian, reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-
tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya. Dapat juga ditemui
pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas, usus dan
vagina juga merupakan reservoir.

c) Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta
transplasenta.

d) Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport mikroorganisme dari


wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. Ada beberapa metode penularan yaitu: (1)
kontak: langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui vehikulum
(makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya serangga dan binatang
pengerat).

e) Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang
rentan dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau
melalui kulit yang tidak utuh.

f) Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi
kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang
luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan. Faktor lain
yang berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, pola
hidup, pekerjaan dan herediter.

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan


kesehatan sangat penting bila terlebih dahulu petugas dan pengambil kebijakan
memahami konsep dasar penyakit infeksi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdapat yang namanya
kewaspadaan stadar bagi tenaga kesehatan. Kewaspadaan standar merupakan
kewaspadaan yang utama, dirancang untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan
seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah
didiagnosis,diduga terinfeksi atau kolonisasi. Diterapkan untuk mencegah transmisi
silang sebelum pasien di diagnosis, sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium dan
setelah pasien didiagnosis. Oleh sebab itu penting sekali pemahaman dan kepatuhan
petugas tersebut untuk juga menerapkan Kewaspadaan Standar agar tidak terinfeksi.

Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas) komponen


utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu
kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri (APD), dekontaminasi peralatan perawatan
pasien,kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan
kesehatan petugas, penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk dan bersin, praktik
menyuntik yang aman dan praktik lumbal pungsi yang aman.

Dalam kasus bisa kita lihat bahwa Ners A melakukan perawatan kepada Ny A
yang mempunyai penyakit infeksi. Namun, pada proses keperawatan Ners A tidak
menerapkan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi. Yang mana Ners A tidak
melakukan tindakan mencuci tangan dan tidak menggunakan sarung tangan saat
melakukan tindakan. Hal itu tentunya bertentangan dengan prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi menurut peraturan Kemenkes No 27 tahun 2017 yang menyatakan
sebagai berikut:

- Menjaga Kebersihan Tangan


Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol
(alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak kotor. Cuci tangan dengan sabun
biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:

a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan
tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai
sarung tangan. b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area
lainnya yang bersih, walaupun pada pasien yang sama. Indikasi kebersihan tangan:

- Sebelum kontak pasien;


- Sebelum tindakan aseptik;
- Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
- Setelah kontak pasien;
- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

2. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung mata


(goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron,
sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot). Dalam kasus Ners A tidak menggunakan alat
pelingung diri berupa sarung tangan. Terdapat 3 jenis sarung tangan yaitu sarung tangan
bedah (steril) dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan, sarung
tangan pemeriksaan (bersih) dipakai untuk melindungi petugas pemberi pelayanan
kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin, dan sarung tangan
rumah tangga dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan
terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi. Ners A
seharusnya menggunakan sarung tangan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Ketika
Ners A merawat pasien infeksi tanpa menggunakan sarung tangan, besar kemungkinan
risiko penularan dan penyebaran infeksi tersebut terjadi kepada Ners A.

2.2 Kewaspadaan Isolasi

Pada tahun 1987 diperkenalkan sistem pendekatan pencegahan infeksi kepada pasien
dan petugas kesehatan, yaitu Body Substance Isolation (BSI) sebagai alternatif dari
Kewaspadaan Universal.Pendekatan ini difokuskan untuk melindungi pasien dan
petugas kesehatan dari semua cairan lendir dan zat tubuh (sekret dan ekskret) yang
berpotensi terinfeksi, tidak hanya darah.Body Substance Isolation (BSI) ini juga
meliputi: imunisasi perlindungan bagi pasien dan staf fasilitas layanan kesehatan yang
rentan terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara atau butiran lendir (campak,
gondong, cacar air dan rubela), termasuk imunisasi hepatitis B dan toksoid tetanus
untuk petugas, mengkajiulang instruksi bagi siapapun yang akan masuk ke ruang
perawatan pasien terutama pasien dengan infeksi yang ditularkan lewat udara.

Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk

diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis,diduga terinfeksi atau
kolonisasi. Diterapkan untuk mencegah transmisi silang sebelum pasien di diagnosis,
sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien didiagnosis.Tenaga
kesehatan seperti petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuang sampah dan
lainnya juga berisiko besar terinfeksi. Oleh sebab itu penting sekali pemahaman dan
kepatuhan petugas tersebut untuk juga menerapkan Kewaspadaan Standar agar tidak
terinfeksi..

Dalam kasus seperti diatas Ners.A tidak mengunakan sarung tangan saat ingin
melakukan tindakan kepada Ny.A yang sedang dalam masa rawat luka, saat bertugas
kebiasaan Ners.A tidak mencuci tangan dan tidak memakai sarung tangan. Kebiasaan
Ners.A ini akan mendaparkan dampak negatif kepada dirinya sendiri dan orang yang
ada disekitanya.. perilaku Ners.A yang tidak memakai sarung tangan dan tidak mencuci
tangan saat ingin melakukan tindakan keperawatan adalah masalah besar karena tidak
menutup kemungkinan saat Ners.A tidak melakukan tindakan yang benar sebelum
melakukan tindakan keperawatan terjadai penularan infeksi terhadapan dirinya sendiri.

2.3 Prinsip Hand Hygine

Pada skenario disampaikan bahwa ketika Ners A melakukakan tindakan, Ners A


tidak menggunakan sarung tangan dan ketika bertugas Ners A juga terbiasa tidak
mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan saat melakukan tindakan keperawatan
dengan alasan terlalu banyak tugas untuk merawat pasien. Padahal pada skenario
dijelaskan bahwa Ners A merupakan perawat yang akan melakukan perawatan luka
terhadap Ny.A yang dirawat di ruang isolasi karena pasien tersebut terinfeksi suatu
penyakit. Disini Ners A telah melanggar prinsip pencegahan dang pengendalian infeksi
di fasilitas kesehatan karena Ners A tidak melakukan prinsip handhygine saat
melakukan tindakan, hal ini sangat lah salah karena pada tindakan dilapangan yang
sebenarnya prinsip handhygine harus dilakukan dengan menerapkan 5 momen
handhygine dan 6 langkah handhygine. Lima momen tersebut adalah :

1. Sebelum kontak dengan pasien.


2. Sebelum tindakan aseptic.
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien.
4. Setelah kontak dengan pasien.
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien.

Enam langkah handhygine yaitu :

1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua
telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian.
3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih.
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci.
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian.
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan.

Dimana ketika Ners A tidak melakukan lima momen dan enam langkah handhygine,
maka Ners A membiarkan terjadi penularan penyakit terhadap pasien lain maupun
dirinya sendiri karena Ners A tidak melakukan prinsip handhygine yang benar, hal ini
sangatlah berbahaya karena dapat menyebabkan pasien yang dirawat Ners A, pasien
lain hingga dirinya sendiri mengidap penyakit hingga meninggal dunia karena infeksi
penyakit dari kelalaian Ners A sendiri, serta pada Permenkes tahun 2017 pasal 1 ayat 1
dijelaskan bahwa pencegahan dan pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien,
petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan. Dimana
pada Permenkes tahun 2017 juga menjelaskan bahwa dalam setiap tindakan yang akan
dilakukan terutama kontak dengan pasien maka seorang perawat harus menggunakan
APD dan melakukan Hand Hygine untuk melindungi dirinya dari penularan penyakit,
kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan termasuk
lingkungan kerja petugas.

Pada kasus, Ners A menyalahi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa "Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk pencegahan
dan pengalihan infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar
pembuat layanan kesehatan" dan juga disebutkan pada pasal 2 bahwa " Ruang
Peraturan Menteri ini menerbitkan Peraturan PPI di Fasilitas Pelayanan Keschatan
termasuk rumah sakit, puskesmas, klinik, dan praktik mandiri tenaga kesehatan." Dalam
upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sangat
penting bila terlebih dahulu petugas dan pengambil kebijakan memahami konsep dasar
penyakit infeksi.Sebagai petugas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit, Ners A
menyalahi peraturan yang disebutkan pada Pasal 3 ayat 1 yang berbunyi "Setiap
Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus melaksanakan PPI.", ayat 2 bahwa " PPI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penerapan: prinsip
kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi "dan ayat 4 bahwa "Penerapan PPI
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap infeksi terkait pelayanan HAIS
dan infeksi yang bersumber dari masyarakat." Untuk kita ketahui pada pasal 1 ayat 3
disebutkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat dan / atau tempat yang
digunakan untuk mengadakan pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan / atau
masyarakat. Ners A juga menyalahi aturan sesuai dengan pada pasal 6 ayat 1 yang
menyatakan bahwa “Komite atau Tim PPI dibentuk untuk menyelenggarakan tata kelola
PPI yang baik agar mutu pelayanan medis serta keselamatan pasien dan pekerja di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan terjamin dan terlindungi.” Dari pasal tersebut, Ners A
tidak memperhatikan kebersihan dan penularan penyakit akibat tidak menggunakan
sarung tangan saat berkontak langsung dengan pasien serta ttidak melakukan pelayanan
medis dengan baik sehingga dapat membahayakan keselamatan pasien dan untuk
keselamatan Ners A sendiri serta para pekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan tersebut.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertujuan


untuk melindungi pasien, petugas keschatan, pengunjung yang menerima pelayanan
kesehatanserta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus penularan
penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi. Bagi pasien
yang memerlukan isolasi, maka akan diterapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.Kewaspadaan standar
yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk diterapkan secara rutin dalam
perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik
yang telah didiagnosis,diduga terinfeksi atau kolonisasi.Oleh sebab itu penting sekali
pemahaman dan kepatuhan petugas tersebut untuk juga menerapkan Kewaspadaan
Standar agar tidak terinfeksi.Kewaspadaan standar tersebut yang harus di terapkandi
semua fasilitas pelayanan kesehatan, sebagai berikut: Kebersihan tangan dilakukan
dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor
atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs)bila
tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek,
tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun
biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat: a) Bila tangan
tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan tubuh sekresi,
ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai sarung tangan.
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama. Indikasi kebersihan tangan: Sebelum kontak pasien;
Sebelum tindakan aseptik; Setelah kontak darah dan cairan tubuh; Setelah kontak
pasien; Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.Hasil yang ingin dicapai dalam
kebersihan tangan adalah mencegah agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien
dan mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan termasuk lingkungan kerja
petugas.Sedangkan alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di
pakai petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan
infeksius.APD terdiri dari sarung tangan, masker/ Respirator Partikulat, pelindung mata
(goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron,
sandal/sepatu tertutup (Sepatu).Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan
membran mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang
tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.Indikasi penggunaan
APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau membran mukosa
terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi
dari petugas.Ners A menyalahi peraturan akan kewaspadaan standar yaitu tidak mencuci
tangan dan pemakaian alat pelindung diri yaitu tidak menggunakan sarung tangan.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme


patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik. Enam komponen rantai penularan infeksi,
yaitu:

1. Agen infeksi (infectious agent).


2. Reservoir atau wadah tempat/sumber agen.
3. Portal of exit (pintu keluar).
4. Metode Transmisi/Cara Penularan.
5. Portal of entry (pintu masuk)
6. Susceptible host (Pejamu rentan).

Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas) komponen


utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu
kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri (APD), dekontaminasi peralatan perawatan
pasien,kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen,
perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk
dan bersin, praktik menyuntik yang aman dan praktik lumbal pungsi yang aman.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertujuan untuk


melindungi pasien, petugas keschatan, pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan
serta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus penularan penyakit
infeksi melalui kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi.
3.2 Saran

Hendaknya kita mencegah penularan infeksi dari lingkungan rumah sendiri


terutama dari dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-
alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Sering mencuci tangan, rutin membersihkan
dan mensterilkan lantai dan permukaan, jauhi penderita penyakit yang mudah menular
melalui kontak, cegah perkembangbiakan nyamuk demam berdarah dan nyamuk
lainnya, masak dan sajikan makanan dengan aman, dapatkan imunisasi, gunakan
antibiotik dengan bijak, jagalah kebersihan dan kesehatan hewan peliharaan, hindari
kontak dengan binatang liar yang mungkin membawa penyakit berbahaya, makanlah
makanan yang kaya antioksidan dan multivitamin A, C dan E. Berusahalah untuk
menerapkan dan membiasakan pola hidup bersih.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai