Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

RESPIRASI

TANGGAL PRAKTIKUM : Kamis, 5 Maret 2020

DOSEN ASISTENSI : Prof. Anjar Tri Wibowo, S.Si. M.Sc. Ph.D.

DISUSUN OLEH :

1. Fani Risfandi Cahyanto 081811433061


2. Wahyu Adriansyah 081811433062
3. Abima Setya Ramadhana 081811433070
4. Michael Ronaldi Kusuma 081811433075
5. Nabila Desiana Permatasari 081811433081

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

TAHUN AJARAN 2019/2020


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Respirasi aerobik (membutuhkan O2) merupakan suatu proses vital yang umum
dilakukan oleh semua jenis organisme eukaryota, dan secara garis besar juga dilakukan oleh
kelompok tumbuh-tumbuhan dimana mekanisme proses respirasi yang terjadi kurang lebih
sama dengan yang terjadi pada hewan tingkat tinggi lainnya dan beberapa eukaryota tingkat
rendah. Hanya saja pada respirasi memiliki beberapa aspek yang membedakannya dari
respirasi pada hewan (Evert, 2013). Adapun laju respirasi antar tiap jenis makhluk hidup
berbeda-beda bergantung pada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, jumlah dan jenis produk metabolit yang
dihasilkan, struktur dan jenis-jenis enzim yang menyusun jalur reaksi biokimiawi, serta
struktur dan jenis jaringan. Faktor eksternal meliputi suhu, gas etilen (sebagai hormon pada
tumbuhan), ketersediaan O2 dan CO2 (Mauseth, 2017).

Secara keseluruhan, respirasi aerobik yang dilakukan oleh tumbuhan memang


memiliki laju yang lebih rendah dibandingkan dengan respirasi aerobik pada hewan yang
lebih cepat mengingat hewan merupakan organisme motil yang aktif dibandingkan
tumbuhan yang bersifat menetap dan tidak motil (sessile). Proses respirasi aerobik pada
tumbuhan dominan terjadi pada bagian tumbuhan yang sedang aktif tumbuh dan melakukan
metabolisme, yaitu pada tunas, biji yang berkecambah, ujung meristem, ujung akar, kuncup
bunga, serta pembentukan buah (Salisbury, 1995).

Respirasi aerobik sendiri dapat didefinisikan sebagai proses biologis dimana


senyawa organik yang tereduksi dimobilisasi dan dioksidasi secara bertahap dan terkontrol,
dimana energi bebas yang dihasilkan dalam setiap tahapan reaksi oksidasi senyawa organik
tersebut disimpan/dikonservasi dalam bentuk molekul ATP ataupun molekul pembawa
elektron (electron carrier) seperti NADH dan FADH2. ATP yang dihasilkan kemudian dapat
digunakan untuk menggerakkan berbagai jenis reaksi biokimiawi yang penting bagi
pemeliharaan (maintenance) dan perkembangan (development) tumbuhan. Tumbuhan juga
dapat melakukan respirasi secara anaerobik, yakni pada saat keadaan tidak ada O2 sepert
pada jaringan akar dalam tanah yang tergenang air, ataupun saat difusi O2 menuju jaringan-
jaringan tumbuhan tidak cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan respirasi (Mauseth, 2017).
Glukosa merupakan senyawa organik karbon tereduksi yang paling sering disebut
sebagai substrat untuk respirasi meskipun sebenarnya, pada suatu sel tumbuhan yang aktif,
mendapatkan sumber karbon tereduksinya dari disakarida seperti sukrosa, molekul heksosa
fosfat dan triosa fosfat, fruktan (polimer dari fruktosa), ataupun dari lipid, asam organik, dan
bahkan terkadang dari protein (Bidlack, 2018). Molekul-molekul gula tersebut (sukrosa,
heksosa dan triosa fosfat, fruktan dsb.) biasanya didapatkan dengan menghidrolisis
simpanan amilum/pati yang terdapat pada sel tumbuhan. Dari sudut pandang kimia, respirasi
tumbuhan dapat dinyatakan sebagai oksidasi dari molekul berkarbon 12 yakni sukrosa dan
reduksi dari 12 molekul O2 dengan persamaan sebagai berikut :

C12H22O11 + 13 H2O  12 CO2 + 48 H+ + 48 e-

12 O2 + 48 H+ + 48 e-  24 H2O

Yang kemudian dirangkum dalam persamaan berikut :

C12H22O11 + 12 O2  12 CO2 + 11 H2O

Reaksi ini merupakan kebalikan dari reaksi fotosintesis, yakni suatu reaksi redoks
dimana sukrosa sepenuhnya teroksidasi menjadi CO2 sementara O2 yang berfungsi sebagai
penerima elektron utama direduksi menjadi H2O (Taiz, 2010). Energi bebas standar yang
dilepaskan dari reaksi ini sebesar 5760 kJ (1380 kcal) per mol (342 g) sukrosa yang
dioksidasi. Tentunya pelepasan energi bebas yang sedemikian banyak dilakukan secara
bertahap dan disimpan dalam bentuk molekul ATP untuk menghindari terjadinya kerusakan
pada struktur sel yang melakukan respirasi. Adapun tahapan-tahapan terjadinya respirasi
dibagi menjadi 4 tahapan utama yakni glikolisis, siklus Krebs (siklus asam sitrat), jalur
pentosa fosfat (pentose phosphate pathway), dan fosforilasi oksidatif atau rantai transpor
elektron (Bidlack, 2018).

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana cara membuktikan bahwa respirasi menghasilkan CO2 ?
2. Bagaimana aktivitas respirasi tumbuhan mempengaruhi perubahan suhu ?

1.3 Tujuan
1. Membuktikan bahwa respirasi menghasilkan CO2.
2. Mengetahui perubahan suhu akibat aktivitas respirasi tumbuhan.
BAB II

METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Alat dan bahan


2.1.1 Alat
A. Respirasi aerob
1. Botol plastik
2. Kain kasa
3. Pencatat waktu
4. Pinset
B. Perubahan suhu akibat respirasi
1. Tabung reaksi
2. Thermometer
3. Rak tabung reaksi
4. Pencatat waktu
5. Kertas label
6. Spidol

2.1.2 Bahan
A. Respirasi aerob
1. Kecambah kacang hijau
2. Kapur semen
3. Air
B. Perubahan suhu akibat respirasi
1. Kecambah kacang hijau
2. Kertas aluminium
3. Kapas

2.2 Cara kerja


A. Respirasi aerob
1. Siapkan 2 botol plastik dan isi dengan air sebanyak kurang lebih setengah volume
botol.
2. Masukkan ke dalam setiap botol tersebut kapur semen secukupnya secara hati-hati,
biarkan beberapa saat agar kapur tersebut mengendap di dasar botol dan tidak
terlarut. Botol jangan dikocok-kocok atau digoyang-goyang. Bila terlihat endapan
dan larutan bagian atas tampak bening atau agak bening, maka percobaan siap
dimulai.
3. Ambil kecambah kacang hijau secukupnya (± 20 gram), lalu bungkus kecambah
tersebut dengan kain kasa.
4. Masukkan bungkusan berisi kecambah tersebut ke dalam botol pertama yang telah
diisi air kapur (dengan posisi menggantung di atas air), dan botol ke-2 tanpa
kecambah.
5. Simpan 2 botol tersebut di tempat gelas selama ± 1 jam.
6. Setelah satu jam disimpan di tempat gelap, ambil botol-botol tersebut dan amati
perubahan apa yang terjadi pada larutan air kapur dan kecambah.
B. Perubahan suhu akibat respirasi
1. Siapkan 5 tabung reaksi, beri tanda I, II, III, IV, dan V pada setiap tabung tersebut
dengan menggunakan spidol atau kertas label.
2. Pada masing-masing tabung tersebut diberikan kondisi sebagai berikut :
I. Tabung kosong (kontrol)
II. Diisi kecambah kacang hijau sebanyak ± 1/4 tabung
III. Diisi kecambah kacang hijau sebanyak ± 1/2 tabung
IV. Diisi kecambah kacang hijau sebanyak ± 3/4 tabung
V. Diisi kecambah kacang hijau sebanyak 1 tabung penuh
3. Letakkan tabung-tabung reaksi tersebut pada rak dan pada setiap tabung disisipkan
thermometer (thermometer diposisikan pada suhu yang sama), lalu tutup mulut
tabung dengan kertas aluminium atau kapas dan masih menyisakan sebagian dari
thermometer di luar tabung.
4. Biarkan selama beberapa menit, lalu amati perubahan suhu yang terjadi dengan
kisaran 30 menit selama 2 jam. Catat suhunya dan gambarkan dalam grafik hubungan
antara jumlah kecambah, waktu dan suhu.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil pengamatan
3.1.1 Respirasi aerob
Tabel 1. Hasil pengamatan respirasi aerob menggunakan indikator air kapur

No. Jenis Perlakuan Foto Botol Setelah 1 jam Deskripsi Keadaan

Air dalam botol


Bungkusan kecambah kacang
1. menjadi agak
hijau sebanyak 20 gram
turbid (keruh)

Air dalam botol


2. Tanpa kecambah kacang hijau
tetap jernih

3.1.2 Perubahan suhu akibat respirasi


Tabel 2. Hasil pengamatan perubahan suhu awal

Kisaran Waktu (menit)


Perlakuan 0 menit
Klp. 1 Klp. 2 Klp. 3 Klp. 4 Klp. 5 Rerata
Kosong
31°C 28°C 30°C 29°C 29°C 29,4°C
(I)
1/4 botol
30°C 28°C 30°C 29°C 28°C 29°C
(II)
1/2 botol
28°C 28°C 30°C 29°C 28°C 28,6°C
(III)
3/4 botol
28°C 28°C 30°C 29°C 29°C 28,8°C
(IV)
1 botol
28°C 28°C 30°C 29°C 30°C 29°C
penuh (V)

Tabel 3. Hasil pengamatan perubahan suhu setelah 30 menit

Kisaran Waktu (menit)


Perlakuan 30 menit
Klp. 1 Klp. 2 Klp. 3 Klp. 4 Klp. 5 Rerata
Kosong
31°C 28°C 30°C 29°C 29°C 29,4°C
(I)
1/4 botol
30°C 29°C 30°C 30°C 28°C 29,4°C
(II)
1/2 botol
29°C 29°C 31°C 29°C 28°C 29,2°C
(III)
3/4 botol
29°C 30°C 31°C 31°C 29°C 30°C
(IV)
1 botol
30°C 30°C 30°C 31°C 31°C 30,4°C
penuh (V)

Tabel 4. Hasil pengamatan perubahan suhu setelah 60 menit

Kisaran Waktu (menit)


Perlakuan 60 menit
Klp. 1 Klp. 2 Klp. 3 Klp. 4 Klp. 5 Rerata
Kosong
31°C 28°C 30°C 30°C 29°C 29,6°C
(I)
1/4 botol
30°C 29°C 30°C 31°C 30°C 30°C
(II)
1/2 botol
30°C 29°C 31°C 30°C 29°C 29,8°C
(III)
3/4 botol
30°C 30°C 31°C 32°C 30°C 30,6°C
(IV)
1 botol
31°C 30°C 31°C 32°C 31,5°C 31,1°C
penuh (V)
Grafik 1. Korelasi jumlah kecambah kacang hijau dengan perubahan suhu seiring waktu

Hubungan Jumlah Kecambah x Perubahan Suhu


Seiring Waktu
31,5
31
30,5
Suhu (°C)

30
29,5
29
28,5
28
0 10 20 30 40 50 60 70
Lama Waktu

I II III IV V

3.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan 2 percobaan untuk mengamati dan membuktikan
bahwa respirasi pada tumbuhan menghasilkan CO2 dan panas. Bahan yang digunakan adalah
kecambah kacang hijau yang notabene masih dalam tahap pertumbuhan sehingga aktivitas
respirasi selulernya relatif tinggi. Pada percobaan pertama untuk membuktikan bahwa
respirasi menghasilkan CO2 digunakan air kapur sebagai indikator terbentuknya gas CO2
sebagai salah satu hasil akhir respirasi. Digunakan 2 botol berisi air kapur dengan volume
yang sama lalu salah satu botol diisi bungkusan kecambah kacang hijau sebanyak ± 20 gram
sedangkan pada botol satunya dibiarkan kosong sebagai kontrol negatif. Bungkusan
kecambah kacang hijau diposisikan agar menggantung di dalam botol dan tidak menyentuh
air kapur yang bertujuan agar kecambah kacang hijau tidak terendam atau terkena air yang
dapat menghambat aktivitas respirasinya. Kecambah kacang hijau dibungkus dengan kain
kasa sehingga pertukaran gas masih dapat terjadi melalui pori-pori pada kasa. Kemudian
kedua botol ditutup oleh aluminium foil untuk mencegah keluarnya gas CO2 yang dihasilkan
lalu disimpan di tempat gelap selama ± 1 jam sehingga aktivitas metabolik yang terjadi pada
kecambah kacang hijau hanya respirasi tanpa adanya faktor cahaya yang dapat memacu
aktivitas metabolik lainnya.

Pada botol yang kosong sebagai kontrol negatif tentunya tidak terjadi proses respirasi
dan air kapur tetap jernih dengan kapur mengendap pada dasar botol. Sedangkan pada botol
yang berisi kecambah kacang hijau terjadi perubahan dimana air kapur menjadi turbid
(keruh). Hal ini disebabkan kecambah kacang hijau yang mana sel-sel jaringannya masih
dalam tahap perkembangan menuju maturasi memiliki aktivitas respirasi yang tinggi untuk
menunjang pembelahan dan diferensiasi sel agar tetap tumbuh, sehingga menghasilkan gas
CO2 yang memenuhi bagian udara bebas dalam botol seiring O2 pada udara bebas dalam
botol menurun akibat pemakaian respirasi oleh kecambah kacang hijau. Gas CO2 kemudian
berdifusi dan larut secara perlahan ke dalam badan air kapur dalam botol yang kemudian
bereaksi dengan air kapur dalam botol. Air kapur dalam botol (Ca(OH)2) kemudian bereaksi
dengan CO2 dalam fase terlarut membentuk kalsium karbonat yang menyebabkan perubahan
air kapur menjadi lebih turbid dengan persamaan reaksi :

Ca(OH)2 (aq) + 2 CO2 (aq)  CaCO3 (s) + H2O (l)

Dikutip dari Salisbury (1995), laju respirasi meningkat cepat hingga mencapai
puncaknya selama masa pertumbuhan dan perkembangan, terlebih lagi apabila tumbuhan
tersebut baru saja bergerminasi atau berkecambah dari biji lalu seiring waktu mulai menurun
ketika sel-sel jaringannya mulai menuju tahap dewasa (maturasi).

Kemudian pada percobaan berikutnya yakni untuk mengamati perubahan suhu yang
timbul akibat panas yang dihasilkan oleh respirasi dimana digunakan 5 tabung reaksi besar
dengan perlakuan yang berbeda-beda, yakni pada tabung I dibiarkan kosong sebagai kontrol
negatif, tabung II diisi 1/4 kecambah kacang hijau, tabung III diisi 1/2 kecambah kacang
hijau, tabung IV diisi 3/4 kecambah kacang hijau, dan tabung V diisi penuh kecambah
kacang hijau. Setiap tabung diberi thermometer yang telah disesuaikan sebelumnya agar
memiliki suhu awal yang sama yakni pada kelompok praktikan bersuhu 29°C. Kemudian
tiap tabung ditutup pada bagian mulutnya menggunakan aluminium foil untuk mencegah
panas yang terakumulasi dalam tabung keluar dengan mudah. Kemudian dilakukan
pengamatan terhadap suhu tiap tabung reaksi pada menit ke-30 hingga menit ke-60.

Didapati hasil percobaan menunjukkan bahwa menurut data kelas, pada tabung I
sebagai kontrol negatif tidak terjadi perubahan suhu dan relatif konstan pada suhu 29,4°C
hingga 29,6°C. Adanya perubahan suhu sebesar 0,2°C merupakan pengaruh dari luar (suhu
lingkungan atau ambient temperature). Kemudian pada tabung II didapati rerata suhu mula-
mula 29°C kemudian naik menjadi 29,4 °C pada menit ke-30 lalu naik lagi menjadi 30°C
setelah 1 jam menunjukkan kenaikan sebesar 1°C. Pada tabung III didapati rerata suhu awal
28,6°C kemudian naik menjadi 29,2°C lalu akhirnya menjadi 29,8°C setelah 1 jam,
menunjukkan kenaikan sebesar 1,2°C. Pada tabung IV didapati suhu rerata awal 28,8°C
kemudian naik menjadi 30°C lalu akhirnya menjadi 30,6°C, menunjukkan kenaikan sebesar
1,8°C. Pada tabung V didapati rerata suhu awal 29°C kemudian menjadi 30,4°C lalu
akhirnya menjadi 31,1°C, menunjukkan kenaikan sebesar 2,1°C. Dari data tersebut dan data
yang dibuat grafik menunjukkan suatu pola atau trend kenaikan suhu yang semakin
signifikan selaras dengan makin banyaknya jumlah individu (kecambah kacang hijau) yang
berespirasi sehingga pada tabung V yang diisi penuh oleh kecambah kacang hijau memiliki
laju respirasi yang secara kolektif lebih cepat dibandingkan ketiga tabung lainnya (tidak
termasuk tabung kontrol negatif).

Adapun penyimpangan-penyimpangan atau perbedaan yang mungkin terjadi antar


data kelompok pada praktikum ini dapat disebabkan oleh faktor kualitas kecambah kacang
hijau yang dipakai agak bervariasi (kondisi kecambah utuh atau tidak) antar kelompok
praktikan, penutupan dengan aluminium foil yang kurang rapat, dan penimbangan berat
kecambah kacang hijau yang kurang valid menggunakan neraca Ohauss.

 Diskusi
1. Mengapa proses respirasi dapat mempengaruhi keadaan suhu lingkungan ?
Jawab :

Hal ini dikarenakan meskipun proses respirasi mampu mengkonservasi atau


menyimpan energi bebas hasil oksidasi molekul sukrosa dalam bentuk 36-38 ATP untuk
respirasi aerobik, namun jumlah energi bebas sebenarnya yang terkonversi menjadi bentuk
molekul ATP hanya sekitar 55% dari total energi bebas yang dibebaskan oleh reaksi oksidasi
molekul sukrosa pada respirasi aerobik tumbuhan dimana sisa 45%-nya lepas dalam bentuk
energi kinetik berupa kalor/panas yang kemudian dapat menaikkan suhu lingkungan di
sekitar.

2. Bagaimana mekanisme produk panas dari respirasi ?


Jawab :

C12H22O11 + 12 O2  12 CO2 + 11 H2O; ∆G° = 1380 kkal per mol sukrosa

Dari persamaan tersebut terlihat bahwasanya reaksi oksidasi molekul sukrosa


bersifat eksergonik sehingga dapat berlangsung dengan spontan dan akan menghasilkan
energi bebas sebanyak 1380 kkal dalam bentuk energi kinetik/kalor apabila tidak dikonversi
atau disimpan dalam bentuk molekul ATP melalui 4 tahapan respirasi seluler pada tumbuhan
yang bahkan setelah dikonversi menjadi bentuk molekul ATP, hanya memiliki efisiensi
sebesar ± 55% sehingga sekitar 621 kkal lepas dalam bentuk energi kalor/panas yang
merambat secara konduksi dan konveksi dalam jaringan hidup tumbuhan keluar menuju
lingkungan di sekitar.

3. Mengapa kecambah yang digunakan pada tiap tabung berbeda jumlahnya ? Apakah
hal ini bisa mempengaruhi data hasil pengamatan ?
Jawab :

Jumlah kecambah akan menentukan besarnya aktivitas respirasi. Hal ini disebabkan
karena masing – masing kecambah mengalami respirasi sehingga akumulasi dari hasil
respirasi tersebut akan menghasilkan panas dengan suhu yang berbeda-beda. Semakin
banyak kecambah maka semakin banyak pula energi kalor atau panas yang dikeluarkan oleh
kecambah. Hal ini akan mempengaruhi data hasil pengamatan dengan perubahan suhu yang
semakin meningkat.
4. Apakah fungsi kertas aluminium atau kapas berkaitan dengan perubahan suhu dalam
percobaan ini ?
Jawab :

Kertas aluminium atau kapas berfungsi sebagai penutup tabung reaksi dan botol
untuk menjaga kalor/panas yang dihasilkan dalam peristiwa respirasi. Penutupan boto dan
tabung oleh alumunium foil juga akan mempertahankan gas yang dihasilkan dalam respirasi
sehingga tidak berdifusi keluar. Selain itu, juga mencegah masuknya kontaminan dari luar.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari kedua percobaan pengamatan respirasi yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa :

1. Respirasi menghasilkan karbon dioksida (CO2) yang ditandai dengan keruhnya air
kapur pada botol percobaan pertama yang berisi bungkusan kecambah kacang hijau
karena adanya reaksi antara CO2 dengan air kapur membentuk presipitan kalsium
karbonat (CaCO3).
2. Semakin banyak jumlah individu/organisme (kecambah kacang hijau), maka
semakin banyak aktivitas respirasi yang terjadi sehingga terjadi akumulasi energi
kalor hasil respirasi yang mampu meningkatkan suhu lingkungan disekitarnya.

4.2 Saran
1. Diperlukan ketelitian dan kecermatan praktikan memperhatikan waktu yang berlalu.
2. Sebaiknya praktikan lebih memperhatikan dan memastikan lagi kerapatan aluminium
foil dalam menutup botol dan tabung reaksi serta peletakan bahan percobaan yang
jauh dari cahaya langsung untuk memperoleh hasil data respirasi yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Bidlack, James E. & Shelley H. Jansky. 2018. Stern's Introductory Plant Biology 14th
Edition. New York: McGraw-Hill

Evert, Ray F. & Susan Eichhorn. 2013. Raven Biology of Plants 8th Edition. New York:
W. H. Freeman and Company

Mauseth, James D. 2017. Botany An Introduction to Plant Biology 6th Edition.


Massachusettes: Jones & Bartlett Learning

Salisbury, F.B., Cleon, W.R. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung : Penerbit ITB.

Taiz, Lincoln & Eduardo Zeiger. 2010. Plant Physiology 5th Edition. Sunderland: Sinauer
Associates Inc.
LAMPIRAN

Potret tabung reaksi berisi kecambah kacang hijau yang digunakan dalam
percobaan respirasi menghasilkan panas.

Anda mungkin juga menyukai