Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata filsafat merupakan bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu Philos yang
berarti cinta dan Shofos yang artinya bijak atau benar. Filsafat mempunyai sifat yang mendasar ,
mendalam, menyeluruh, radikal, dan kritis. Menurut Karl Jaspers, filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki dan menetukan tujuan terakhir serta makna terdalam dari realita manusia. Menurut
Hasbullah Bakri, Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang mendalam mengenai
Ketuhanan alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu
seharusnya.

Kata philosophos diciptakan untuk menekankan sesuatu. Pemikir-pemikir Yunani


Pythagoras (582-496 SM) dan Plato (428-348 SM) mengejek para sofis (sophistes) yang
berpendapat bahwa mereka tahu jawaban untuk semua pertanyaan. Kata Pythagoras: hanya
Tuhan mempunyai hikmat yang sungguh-sungguh. Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia
yaitu “mencari hikmat”, “mencintai pengetahuan” (Harry,2008).

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, diperlukan kreativitas para ilmuwan dan


pemikiran kritis mengenai suatu permasalahan. Salah satu kegiatan keilmuan yang membutuhkan
kreativitas ilmuwan adalah kegiatan penelitian. Penelitian merupakan suatu proses yang panjang
yang berawal dari minat atau rasa ingin tahu terhadap suatu fenomena tertentu dan selanjutnya
berkembang menjadi gagasan, teori, konseptualitasi, pemilihan metode yang sesuai, dan
seterusnya. Minat dapat timbul dan berkembang oleh rangsangan bacaan, diskusi, seminar,
pengamatan atau campuran dari semuanya (Masri,2013)

Berpikir ilmiah adalah berpikir yang logis dan empiris (Hillway,). Berpikir ilmiah adalah
menggunakan akal budi untuk mempertimbangan, memutuskan, mengembangkan, dan
sebagainya secara ilmu pengetahuan berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan atau
menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran
yang tersusun secara sistematis berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada.

1
Pola pikir ilmiah merupakan kerangka berfikir ilmiah yang bertujuan untuk menemukan gagasan
dan jawaban ilmiah dari setiap permasalahan yang mungkin terjadi dalam suatu penelitian.
Suatu penelitian ilmiah harus didasari oleh pola pikir ilmiah, hal ini bertujuan agar
penelitian tersebut memiliki dasar atau landasan yang kuat sehingga nantinya dapat menjawab
semua permasalahan dan proses penemuan dalam penelitian tersebut. Hal ini yang menjadi
landasan dari penulisan makalah yaitu memberikan gambaran mengenai objek-objek dalam ilmu
dan alur pola pikir ilmiah terhadap perkembangan ilmu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana objek material dan objek formal dalam ilmu?


2. Bagaimanakah peran alur pikir ilmiah terhadap keberagaman ilmu?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui objek material dan objek formal dalam ilmu.


2. Mengetahui peran alur pikir ilmiah terhadap keberagaman ilmu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Objek Material dan Objek Formal dalam Ilmu


Menurut Susanto (2011), objek yang dipikirkan oleh seorang filosof akan menentukan isi
suatu filsafat. Pengertian dari objek sendiri ialah sesuatu bahan yang dikaji pada suatu penelitian
dalam pengetahuan. Bisa dibilang, objek adalah sasaran atau tujuan utama dari penyelidikan
keilmuan. Objek yang dikaji bukanlah hanya sesuatu yang sudah ada, namun bias juga sesuatu
yang mungkin ada. Hal ini dikarenakan, manusia memiliki akal yang aktif sehingga ia punya
kecenderungan untuk berpikir sesuatu di alam semesta, terhadap segala yang ada dan yang
mungkin ada (Salam, 2005). Objek dalam ilmu dibagi menjadi dua, yakni objek formal dan
materil.
Objek materiil dalam filsafat ilmu ialah pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan tersebut
disusun dengan metode ilmiah tertentu secara sistematis. Oleh karena itu, pengetahuan dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Menurut Poedjawijatna (1980), objek materiil filsafat
mencakup segala sesuatu dari keseluruhan ilmu yang menyelidiki sesuatu. Teori tersebut
didukung oleh Mohammad Noor (1981) yang menyatakan bahwa objek filsafat itu dibedakan atas
objek materiil dan non materiil. Objek materiil mencakup segala sesuatu yang ada dan mungkin
ada, baik materiil konkret dan fisik (empiris). Sedangkan objek non materiil meliputi hal-hal yang
abstrak, dan psikis, termasuk juga abstrak logis, meta fisika konsepsional, spiritual, nilai-nilai dan
sebagainya.Bisa dibilang, lapangan kerja dari filsafat sangat luas karena mencakup apa yang
diketahui oleh manusia dan apa yang ingin diketahui oleh manusia. Hal-hal yang memicu
aktifnya akal manusia itu bias berupa hal fisik (ada dalam kenyataan dan dalam pikiran ataupun
kemungkinan) atau psikis (kepercayaan, norma, nilai, dan lain-lain).Untuk memperoleh
pengetahuan, dibutuhkan batasan-batasan jenis objek atau sisi pengkajian suatu objek materiil.
Hal ini dikarenakan, objek materiil mengandung data kuantitif yang berganda serta data kualitatif
yang bertingkat, mulai dari yang konkret hingga abstrak. Misalkan, objek materiil yang dikaji
adalah seorang anak, maka data kuantitatifnya bias meliputi umur, suku, ciri, dll. Sedangkan data
kualitatifnya bias meliputi sikap individu tersebut.
Pada 1981, Anshori menyatakan bahwa objek material filsafat pada garis besarnya dapat
dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu hakekat tuhan, hakekat alam, dan hakekat manusia.Maka
dari itu ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat
3
tentang akhirat (teologi). Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu
yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan. Segala
sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu ada yang bersifat umum (ilmu yang menyelidiki tentang
hal yang ada pada umumnya) dan ada yang bersifat khusus (terbagi lagi menjadi dua yaitu ada
secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan
alamat aukosmologi).

Objek formal yaitu sifat penelitian, penyelidikan yang mendalam. Kata mendalam berarti
ingin tahu tentang objek yang tidak empiris. Menurut Lasiyo dan Yuwono (1985), objek formal
adalah sudut pandang yang menyeluruh, umum, sehingga dapat mencapai hakikat dari objek
materiilnya. Jadi objek formal filsafat ini membahas objek materiilnya sampai ke hakikat atau
esensi dari yang dibahasnya. Objek formal merupakan sudut pandang atau cara memandang
terhadap objek materiil, termasuk prinsip-prinsip yang digunakan, dalam artian objek formal
filsafat bersifat mengasaskan atau berprinsip maka filsafat itu mengonstatir prinsip-prinsip
kebenaran dan ketidak-benaran.

Melihat objek ilmu tersebut, maka keberadaan filsafat sesungguhnya sudah dekat dengan
kita, bahkan setiap saat kita terlibat dalam tindakan berfilsafat itu sendiri, hanya saja selama ini
keberadaannya belum kita sadari. Peran objek formal hanya menjelaskan pentingnya arti, posisi
dan fungsi objek di dalam imu penegetahuan. Selanjutnya, ia menentukan jenis ilmu pengetahuan
yang tergolong studi ilmu apa, dan tergolong sifat ilmu yang kualitatif ataukah kuantitatif. Hal ini
berarti bahwa dengan objek formal ruang lingkup ilmu pengetahuan bisa ditentukan.

Jadi, objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu
disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkret ataupun yang abstrak, sedangkan
objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh
hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.Objek material filsafat ilmu itu bersifat
universal, yaitu segala sesuatu yang ada dan realistis, sedangkan objek formal filsafat ilmu
(pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Objek material mempelajari secara
langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya
dengan realisasi praktis yang sebenarnya. Sedangkan objek formal filsafat ilmu menyelidiki

4
segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti objek material itu secara
hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam.

2.2 Peran Alur Berpikir Ilmiah terhadap Proses Perkembangan Ilmu

2.2.1 Berpikir Ilmiah

Menurut Anita Taylor, et al., berpikir merupakan proses penarikan kesimpulan. Sedangkan
menggunakan menurut Poesporodjo, berpikir adalah sesuatu aktifitas yang banyak seluk beluknya,
berlibat- libat, mencakup berbagai unsure dan langkah- langkah. Jadi berpikir merupakan proses
tertentu yang dilakukan akal budi dalam memahami, mempertimbangkan, menganalisa, meneliti,
menerangkan, dan memikirkan sesuatu dengan jalan tertentu atau langkah- langkah tertentu sehingga
sampai pada sebuah kesimpulan yang benar.

Pengertian ilmiah yakni “bersifat ilmu”, secara pengetahuan dan memenuhi syarat kaidah ilmu
pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah berpikir rasional dan berpikir empiris. Suatu proses berpikir
dapat dikatakan ilmiah jika mengandung kebenaran secara objektif karena didukung oleh informasi
yang telah teruji kebenarannya dan disajikan secara mendalam berkat penalaran dan analisa yang
tajam. Tidak semua proses berpikir dapat menghasilkan pengetahuan dan ilmu serta tidak semua
berpikir disebut berpikir ilmiah. Sebab berpikir ilmiah memiliki aturan dan kaidah tersendiri yang
harus diikuti oleh para pemikir dan ilmuwan sehingga proses berpikir mereka bisa dikatakan sebagai
prosuk ilmuwan sehingga proses berpikir mereka bisa dikatakan sebagai produk ilmu pengetahuan
dan bermanfaat bagi manusia.

2.2.2 Proses Memperoleh Pengetahuan

Usaha yang digunakan dalam mencari ilmu pengetahuan disebut juga metode berpikir ilmiah.
Menurut Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani dalam buku Filsafat Umum, mengatakan
bahwa pengetahuan diperoleh dengan tiga cara, yakni gagasan dalam pikiran atau ide, pengalaman,
dan intuisi.suatu ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan ilmiah
dan non-ilmiah.

a. Pendekatan Non-ilmiah
1. Akal sehat

5
Menutut Conant yang dikutip Kerlinger (1973), akal sehat adalah serangkaian konsep dan
bagin konseptual yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan.
2. Intuisi
Intuisi merupakan penilaian terhadap suatu pengetahuan yang cukup cepat dan berjalan
dengan sendirinya. Biasanya didapat dengan cepat dan tanpa disadari.
3. Prasangka
Pengetahuan yang dicapai secara akal sehat biasanya diikuti dengan kepentingan orang
yang melkukannya kemudian membuat orang mengumumkan hal yang khusus menjadi
luas dan menyebabkan akal sehat ini berubah menjadi sebuah prasangka.
4. Penemuan coba- coba
Pengetahuan yang ditemukan dari pendekatan ini bersifat tidak pasti dan tidak terkontrol.
Diawali dari sebuah coba- coba atau dapat dikatakan sebagai prose trial and error.
Dilakukan dengan tanpa kesengajaan dan menghasilkan sebuah pengetahuan dan setiap
cara pemecahan masalahnya tidak selalu sama.
5. Pikiran kritis
Pendekatan pikiran kritis biasanya didapat dari seseorang yang telah mengenyam bangku
pendidikan formal yang tinggi sehingga banyak dipercaya oleh orang lain. Walaupun
begitu, tidak semua pendapat yang dikemukakan sepenuhnya tepat dan pasti. Sebab
terkadang pendapat dapat didasarkan pada pikiran yang logis.
b. Pendekatan Ilmiah
Ilmu pengetahuan berdasar pendekatan imiah diperoleh melalui percobaan yang terstruktur
dan dikontrol oleh data- data empiris. Percobaan ini dibangun di atas teori- teori terdahulu
sehingga ditemukan pembenaran- pembenaran atau perbaikan- perbaikan atas teori
sebelumnya. Pengetahuan yang lahir melalui pendekatan ilmiah ini dapat diuji kembali oleh
siapa saja yang ingin memastikan kebenarannya.

2.2.3 Prosedur atau Metode dalam Memperoleh Pengetahuan Ilmiah

Ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (study), penyelidikan (inquiry),
usaha menemukan (attempt to find) atau pencarian (search). Oleh karena itu pencarian biasanya
dilakukan berulang kali, maka dalam dunia ilmu kini dipergunakan istilah penelitian (research)
untuk aktivitas ilmiah yang paling berbobot guna menemukan pengetahuan baru. Metode ilmiah
merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara

6
teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan pengetahuan yang ada.
Metode yang berkaitan dengan pola prosedural meliputi pengamatan, percobaan, pengukuran,
survei, deduksi, induksi, analisis, dan lain-lain. Berkaitan dengan tata langkah meliputi penentuan
masalah, perumusan hipotesis, pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil.
Dari aktivitas ilmiah dengan metode ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuwan dapatlah dihimpun
sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan yang telah ada, sehingga di
kalangan ilmuwan maupun para filsuf pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah
sesuatu kumpulan pengetahuan yang sistematis.

2.2.4 Peran Alur Berpikir Ilmiah terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Pada uraian sebelumnya telah dibahas pengertian alur berpikir ilmiah dan bagaimana
seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan, maka pada sub-bahasan ini akan dikhususkan
mengenai peran alur berpikir ilmiah dalam menciptakan berbagai macam ilmu. Semua yang
hidup (makhluk hidup) pasti memiliki insting dan tendensi untuk terus melanjutkan
kehidupannya, tidak terkecuali manusia dan binatang. Oleh sebab itu, makhluk hidup dituntut
untuk berpikir sehingga dapat sintas hidup di bumi ini. Pola pikir hewan dan manusia tentunya
berbeda, hewan memiliki pola pikir yang sempit dan tidak berkembang artinya hwan berpikir
hanya sebatas untuk menacari makan, bereproduksi, dan mempertahankan teritori. Sedangkan
manusia memiliki pemikiran yang luas dan komprensif, artinya manusia tidak hanya berpikir
sebatas yang dipikirkan hewan tetapi juga berpikir mengenai alam semesta, bagaimana kehidupan
alam semesta ini berjalan, dan berbagai kemungkian- kemungkinan yang akan terjadi pada alam
semesta di masa depan. Untuk menjawab ribuan pertanyaan dalam mengulik rahasia besar
penciptaan alam semesta ini, manusia mulai menyusuri alu berpikir ilmiah yakni diawali dari
pendekatan non ilmiah seperti misalnya pendekatan akal sehat, intuisi, dan prasangka yang
kebanyakan dilakukan pada periode Yunani kuno dan bangsa Mesir Mesopotamia. Beranjak dari
pendekatan akal sehat, intuisi, dan prasangka, manusia berusaha menyempurnakan alur
berpikirnya dengan melakukan percobaan trial and error dan berpikir kritis dengan tujuan dapat
memperoleh pengetahuan baru, salah satu contohnya penemuan jamur Penicillium sp. sebagai
antibiotik oelh Alexander Fleming. Dari hal yang tidak sengaja akhirnya ditemukan pengetahuan
baru tentang antibiotik dan pengaplikasiannya. Bertambahnya tahun, manusia semakin giat
menyempurnakan ilmu pengetahuan dengan mulai berpikir kritis, logis, dan sistematis dan
melalui pendekatan ilmiah yakni berdasarkan experiment atau percobaan yang terstruktur. Alur
7
beripikir ilmiah dengan mengaplikasikan percobaan- percobaan terstruktur termasuk dalam
periode kontemporer dalam pembagian perkembagan ilmu filsafat. Pada masa kontemporer ini,
ilmu pengetahuan yang dihasilkan semakin mendetail dan kompleks serta tepat sasaran saat
digunakan untuk kesejahterakan umat manusia.

2.2.5 Bentuk Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Alur Berpikir Ilmiah

Berdasarkan alur berpikir ilmiah maka timbul keberagaman dalam ilmu pengetahuan
diantaranya yaitu menurut The Liang Gie (2000) pengetahuan ilmiah mempunyai empat bentuk.
Diantaranya:

1. Deskripsi
Merupakan kumpulan pernyataan bercorak deskriptif dengan memberikan mengenai
bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari fenomena yang
bersangkutan.
2. Preskripsi
Merupakan kumpulan bercorak preskriptif dengan memberikan petunjuk atau ketentuan
mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya
dengan objek sederhana itu.
3. Eksposisi Pola
Merangkum pernyataan yang memaparkan pola dalam sekumpulan sifat, ciri,
kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah.

4. Rekonstruksi Historis
Merangkum pernyataan yang berusaha menggambarkan atau menceritakan dengan
penjelasan atau alasan yang diperlakukan pertumbuhan sesuatu hal pada masa lampau
yang jauh baik secara ilmiah atau karena campur tangan manusia.

2.2.6 Penggolongan Ilmu Pengetahuan

Sebuah kategori penggolongan ilmu yang banyak dikemukakan para ahli ialah pembedaan
segenap pengetahuan ilmiah dalam dua kelas yang saling berlawanan. berikut ini merupakan
penggolongan ilmu-ilmu, yakni sebagai berikut.
a. Ilmu Formal dan Ilmu Nonformal atau Ilmu Formal/Ilmu Non empiris
Nonempiris tidak berarti empiri atau pengalaman indrawi tidak mempunyai peran.
suatu ilmu disebut nonempiris (formal) karena ilmu ini dalam seluruh kegiatannya
8
tidak bermaksud menyelidiki secara sistematis data-data indrawi yang konkret. suatu
ilmu disebut ilmu empiris karena di dalam ilmu ini empiri atau pengalaman indrawi
memainkan peranan sentral/utama.
b. Ilmu Murni dan Ilmu Terapan
Ilmu murni/teoritis adalah ilmu yang bertujuan meraih kebenaran demi kebenaran.
ilmu terapan atau praktis ialah yang bertujuan untuk diaplikasikan atau diambil
manfaatnya.
c. Ilmu Nomotetis dan Idiografis
Nomotis ilmu, yang termasuk ilmu ini adalah ilmu-ilmu alam yang objek
pembahasannya adalah gejala yang dialami terus menerus dan mempunyai hubungan
dengan suatu hukum alam. Ilmu idiografis, yang termasuk dalam ilmu ini adalah ilmu-
ilmu budaya yang objek pembahasannya bersifat individual dan mencoba mengerti
atau memahami objeknya menurut keunikannya.
d. Ilmu Deduktif dan Induktif
Disebut ilmu deduktif karena semua pemecahan, yang dihadapi dalam ilmu ini tidak
didasarkan atas pengalaman indrawi atau empiris, melainkan atas dasar deduksi atau
penjabaran. contoh ilmu deduktif ialah matematika. Suatu ilmu disebut ilmu induktif
apabila penyelesaian masalah-masalah dalam ilmu yang bersangkutan didasarkan atas
pengalaman indrawi atau empiris. yang termasuk ilmu induktif adalah ilmu alam.
e. Naturwissenschaften dan Geisteswussenschaften
Pembedaan antara Natur dan geist diusahakan oleh Wilhelm Dilthey berdasarkan
pembedaan antara ilmu nomotetis dan ideografis yang sudah digarap oleh Wilhelm
Windeldband. Natur adalah ilmu pengetahuan alam dan objek pembahasannya adalah
benda alam atau gejala alam. Geist adalah ilmu budaya dengan objek pembahasannya
adalah produk manusiawi.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hal-hal yang dapat disimpulkan dari pembahasan ialah sebagai berikut :
1. Objek material atau pokok bahasan filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri,
yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Objek formal filsafat
ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan. Secara umum, tujuan filsafat ilmu adalah
untuk sarana pengujian penalaran ilmiah, merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan
metode keilmuan, dan memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
2. Peran alur pikir ilmiah terhadap keberagaman ilmu adalah membuat manusia semakin giat
menyempurnakan ilmu pengetahuan dengan mulai berpikir kritis, logis, dan sistematis
dan melalui pendekatan ilmiah yakni berdasarkan experiment atau percobaan yang
terstruktur.

10
3.2 Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan bagi pembaca maupun kalangan masyarakat,
hendaknya di dalam menjalani kehidupan ini maupun dalam melakukan suatu hal kita
memiliki filsafat dan menggunakan prinsip berfikir ilmiah, agar sesuatu yang kita kerjakan
menemui kebenaran yang nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Endang. 1981. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya : PT Bina Ilmu.

Gie, The liang. 2000. Administrasi Perkantoran Modern. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Hakim, Atang Abdul dan Jain Mubarok. 2007. Metodologi Studi Islam: Edisi Revisi/ Atang Abdul
Hakim dan jain Mubarok. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hamersma, harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta : Kanisius.

Hillway, Tyrus. 1964. Introduction to Research. Boston : Houghton Miffin.

Lasiyo dan Yuwono. 1985. Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta : Liberty.

Mohammad Noor Syam, 1981. Pengantar Tinjauan Pancasila dari Segi Filsafat, Malang:
Laboratorium Pancasila IKIP Malang.

Poedjawijatna. 1980. Logika : Filsafat Berpikir. Jakarta : Mutiara Agung

Poespoprodjo, W. 1999. Logika Ilmu Menalar: Dasar- dasar Berpikir Tertib, logis, Kritis, Analitis,
Dialektis. Jakarta: Pustaka Grafika.
Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta : Bumi Aksara.

11
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Media

Susanto,A. 2011. Filsafat Ilmu. Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologis, dan Akseologis. Jakarta : Bumi Aksara.

Taylor, A. et al. (2006). Anita Taylor,1981 President, National Communication Association. Vol. 6 (3).
DOI: 10.1080/15358590600918680.

12

Anda mungkin juga menyukai