Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

AKTIVITAS STOMATA

TANGGAL PRAKTIKUM : Kamis, 27 Februari 2020

DOSEN ASISTENSI : Prof. Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si.

DISUSUN OLEH :

1. Fani Risfandi Cahyanto 081811433061


2. Wahyu Adriansyah 081811433062
3. Abima Setya Ramadhana 081811433070
4. Michael Ronaldi Kusuma 081811433075
5. Nabila Desiana Permatasari 081811433081

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

TAHUN AJARAN 2019/2020


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Transpirasi sebagai salah satu fenomena yang turut menggerakkan kesetimbangan
pergerakan air dari tanah, ke tumbuhan, hingga ke udara atmosfer menyebabkan tingginya
faktor kebutuhan air bagi suatu tumbuhan. Tumbuhan menyerap total kuantitas air jauh
lebih banyak dibandingkan dengan hewan dengan berat yang setara. Kebutuhan air pada
hewan sangat jauh lebih sedikit dikarenakan kebanyakan air yang diserap dalam
disirkulasikan kembali dalam tubuh dalam berbagai macam cairan interstisial maupun
cairan plasma darah. Sedangkan pada tumbuhan, nyaris 99% dari total air yang diserap
oleh akar dilepaskan ke udara bebas dalam bentuk uap air melalui peristiwa transpirasi
(Evert, 2013). Seperti yang dikutip dari Ferry, 1959, menunjukkan bahwa jagung (Zea
mays) sebagai salah satu jenis tumbuhan ladang kehilangan rata-rata sebanyak 206 L air
untuk setiap musim tanam. Bahkan jumlah itu pun masih sedikit jika dibandingkan dengan
jumlah total air yang lepas melalui transpirasi pada tumbuhan pohon di hutan musim
gugur, yakni sebanyak 200 L hingga 400 L.

Terjadinya kehilangan air dalam jumlah besar melalui transpirasi pada tumbuhan
merupakan konsekuensi dari dua aktivitas vital yang penting untuk dilakukan oleh
tumbuhan, yakni fotosintesis dan transportasi jarak jauh air dan zat hara melalui xylem.
Untuk mendapatkan jumlah energi maksimum dari cahaya, tumbuhan memerlukan suatu
luasan area daun yang luas untuk menangkap lebih banyak energi cahaya, namun hal ini
tentunya juga menciptakan luasan area terjadinya transpirasi yang luas (Evert, 2013).
Kebutuhan CO2 dari udara bebas sebagai bahan utama asimilasi oleh fotosintesis juga
mempengaruhi laju transpirasi. Hal tersebut dapat dijabarkan dengan diketahuinya dua
jalur terjadinya transpirasi, yakni transpirasi kutikula dan transpirasi stomata, dimana
transpirasi umumnya terjadi melalui jalur stomata (Mauseth, 2017).

Stoma (jamak: stomata) merupakan struktur pori yang ditemukan pada epidermis
dari daun dan terkadang beberapa organ lainnya, dimana stoma berperan dalam
memfasilitasi terjadinya pertukaran gas yang dibutuhkan oleh tumbuhan terutama untuk
proses respirasi dan fotosintesis. Transpirasi stomata terjadi dalam dua tahapan. Mula-mula
terjadi evaporasi air dari permukaan-permukaan dinding sel yang membatasi rongga-
rongga interseluler dalam jaringan mesofil daun. Uap air hasil evaporasi tersebut kemudian
berdifusi dari rongga interseluler jaringan mesofil menuju udara bebas atmosfer melalui
stomata. Sehingga, bagi suatu molekul CO2 untuk masuk ke dalam sel-sel jaringan daun,
yang dilakukan secara difusi, harus larut dalam larutan. Hal ini dikarenakan membran
plasma sel tumbuhan nyaris impermeabel terhadap wujud gas CO2. Sehingga gas CO2 yang
masuk harus mengalami kontak dengan permukaan dinding sel jaringan mesofil daun yang
relatif lembab dan masih basah, namun seperti yang telah dibahas sebelumnya, setiap kali
air pada permukaan terpapar dengan udara bebas yang belum tersaturasi akan mengalami
evaporasi (atau evapotranspirasi pada daun tumbuhan). Sehingga pengambilan CO2 untuk
fotosintesis serta hilangnya air melalui transpirasi merupakan 2 hal yang tak terpisahkan
bagi tumbuhan (Taiz, 2010), dimana keduanya diregulasi oleh aktivitas membuka dan
menutupnya pori stomata yang dibahas pada topik praktikum kali ini.

Stomata dapat ditemukan pada generasi sporofit dari semua tumbuhan darat kecuali
pada Marchantiophyta. Stomata dapat ditemukan pada organ apapun dari suatu tumbuhan
yang terletak di atas tanah meskipun jumlahnya paling banyak ditemukan pada daun. Pada
permukaan batang juga ditemukan struktur yang analog terhadap stomata yakni lentisel
yang juga berperan dalam pertukaran gas. Pada tumbuhan berpembuluh, jumlah, ukuran,
distribusi, serta bentuk dan struktur stomata sangat beragam bahkan antar daun dalam satu
spesies (Salisbury, 1995).

Jumlah stomata diukur dalam ukuran densitas stomata, yakni jumlah stomata per
mm2. Beberapa contoh rasio densitas stomata antara epidermis abaksial daun dengan
epidermis adaksial daun yaitu pada gandum (Avena sativa) berjumlah 45/50, pada jagung
(Zea mays) berjumlah 108/98, pada tembakau (Nicotiana tabacum) berjumlah 190/50, pada
black oak (Quercus velutina) berjumlah 405/0, dan pada basswood (Tilia americana)
berjumlah 891/0 (Evert, 2013). Pada Magnoliopsida umumnya memiliki jumlah stomata
lebih banyak pada permukaan bawah daun (epidermis abaksial) dibandingkan permukaan
atas daunnya (epidermis adaksial). Sedangkan pada Liliopsida cenderung memiliki rasio
jumlah yang sama antara epidermis adaksial dengan epidermis abaksial daunnya. Pada
tumbuhan akuatik, stomata hanya ditemukan pada epidermis adaksial daun, sedangkan
pada kebanyakan spesies pohon hanya memiliki stomata pada epidermis abaksial daun.
Daun dengan stomata pada kedua sisi daunnya disebut amfistomatik, sedangkan pada daun
dengan stomata hanya pada sisi bawah daunnya disebut hipostomatik, lalu pada daun
dengan stomata hanya pada sisi atas daunnya disebut epistomatik atau hiperstomatik.
Ukuran stomata bervariasi untuk tiap spesiesnya, berkisar antara 10 – 80 µm untuk
panjangnya dan antara 5 – 50 µm untuk lebarnya (Weyers, 1990).

Struktur stomata (stomatal complex) terdiri atas pori stomata, dua unit sel pengawal
atau sel penjaga (guard cells) yang bentuknya dapat berbeda antar taksa tumbuhan
(berbentuk ginjal atau reniformis pada kelas Magnoliopsida dan Gymnospermae
kebanyakan ataupun berbentuk halter atau dumbbell pada famili Gramineae dan beberapa
spesies Liliopsida), rongga substomata (rongga yang berhubungan langsung sistem rongga
interseluler jaringan mesofil daun), dan beberapa sel epidermis terdiferensiasi yang disebut
sel tetangga (subsidiary cells) yang jumlahnya dapat bervariasi antar spesies (Taiz, 2010).
Meskipun total luas dari bukaan pori stomata hanya menyusun rata-rata sekitar 1% dari
total luas permukaan daun, namun fakta bahwa 90-95% air yang hilang melalui
evapotranspirasi terjadi melalui stomata menunjukkan betapa pentingnya stomata dalam
mengatur laju transpirasi pada tumbuhan.

Aktivitas membuka dan menutupnya pori stomata diatur oleh bentuk dan ukuran
dari sel pengawal yang juga ditentukan oleh keadaan tekanan turgornya. Oleh sebab itu, sel
pengawal dapat dianggap sebagai katup hidraulik multisensor dimana perubahan tekanan
turgor-yang kemudian mempengaruhi aktivitas membuka-menutupnya stomata
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain intensitas cahaya dan panjang gelombang
cahaya, temperatur, kelembapan relatif, konsentrasi CO2 intraselular, serta tekanan
fisiologis dari dalam (seperti pengaruh hormon, potensial osmotik sel-sel di sekitar sel
pengawal, ataupun ketersediaan air dan influks zat hara) (Taiz, 2010).

Proses membuka dan menutupnya pori stomata tidak lepas dari ultrastruktur dan
bentuk sel pengawal stomata itu sendiri. Pada sel pengawal baik yang berbentuk reniformis
maupun halter terdapat penebalan sepanjang dinding sel ventral (dekat bagian pori
stomata) relatif terhadap dinding sel dorsal yang lebih tipis sehingga dinding sel dorsal
yang lebih tipis mampu meregang lebih jauh dibandingkan dinding sel ventral yang lebih
tebal dan rigid. Susunan mikrofibril selulosa (salah satu komponen penyusun dan penguat
dinding sel tumbuhan) secara radial (melingkar keluar dari arah pori stomata) pada dinding
sel kedua sel pengawal disebut juga miselasi radial (radial micellation), memungkinkan sel
pengawal untuk memanjang saat tekanan turgor sel naik namun menghambat
pengembangan/ekspansi sel pengawal secara lateral. Adanya dua hambatan tersebut
ditambah dengan kedua ujung sel pengawal saling menyatu menyebabkan sel pengawal
yang “membengkok keluar” saat keadaan turgid sehingga pori stomata terbuka (Bidlack,
2018).

Dikarenakan perubahan bentuk tersebut bergantung pada tekanan turgor sel


pengawal, maka terdapat mekanisme yang mengatur potensial osmotik pada sel pengawal
untuk meregulasi tekanan turgor pada sel pengawal. Pada kondisi normal dimana air
tersedia melimpah, faktor cahaya merupakan faktor dominan yang mempengaruhi
mekanisme osmoregulasi pada stomata (pada saat kondisi kekeringan atau kemarau,
jaringan daun menghasilkan hormon ABA atau asam absisat yang menyebabkan
menutupnya stomata secara berkepanjangan untuk mencegah transpirasi berlebih, saat
keadaan sudah normal kembali, hormon auksin akan menyebabkan terbukanya kembali
stomata). Stomata membuka di pagi hari seiring tingkat intensitas cahaya yang mengenai
permukaan daun meningkat dan menutup seiring menurunnya intensitas cahaya.
Membukanya stomata terjadi ketika solut (zat terlarut) terakumulasi secara aktif dalam sel
pengawal. Akumulasi solut dalam jumlah banyak (dan menurunnya potensial air dari
protoplasma sel pengawal) menyebabkan terjadinya endosmosis berlebih air dari sel sekitar
sel pengawal ke dalam sel pengawal, menyebabkan kenaikan tekanan turgor yang relatif
lebih tinggi dibandingkan sel-sel epidermis daun lainnya, serta perubahan bentuk sel
pengawal sehingga pori stomata membuka. Menutupnya stomata terjadi dengan proses
kebalikannya dimana konsentrasi solut dalam sel pengawal menurun dan air keluar dari sel
pengawal, menyebabkan sel pengawal tidak turgid lagi dan pori stomata menutup (Evert,
2013).

Mekanisme transpor aktif solut dalam sel pengawal melibatkan beberapa rangkaian
mekanisme sensor dan zat osmoticum (zat solut yang aktif secara osmotik). Zat-zat
osmoticum yang diakumulasi saat pembukaan stomata antara lain ion K + dan ion Cl- yang
diserap melalui kompleks channel H+ATPase yang digerakkan oleh gradien konsentrasi H+,
sukrosa serta ion malat2- yang disintesis dari hidrolisis pati (amilum) yang disimpan dalam
sel pengawal. Channel H+ATPase diaktivasi oleh adanya respon dari fotoreseptor
phototropin (lebih sensitif terhadap cahaya biru) dan pigmen zeaxanthin. Adanya kenaikan
konsentrasi zat osmoticum tersebut saat pagi hari selaras dengan membukanya stomata atau
kenaikan daya hantar atau konduktansi stomata (stomatal conductance), yaitu suatu ukuran
yang mengukur besar pembukaan dan penutupan pori stomata (Bidlack, 2018).
Pada beberapa spesies, kenaikan kadar CO2 juga menyebabkan menutupnya
stomata, begitu pula kenaikan suhu yang lebih tinggi dari 30 – 35°C menyebabkan
penutupan stomata. Namun, menutupnya stomata akibat suhu tinggi dapat dicegah apabila
tumbuhan diletakkan pada udara tanpa CO2. Hal ini menunjukkan bahwa faktor suhu
bekerja dengan mempengaruhi konsentrasi CO2 dalam jaringan daun. Kenaikan suhu
menyebabkan peningkatan laju respirasi dan kenaikan konsentrasi CO 2 interseluler dalam
daun sehingga menyebabkan penutupan stomata. Kebanyakan jenis tanaman sukulen yang
bersifat xerophyte (yang memiliki jalur fotosintesis CAM) membuka stomatanya hanya
saat malam hari dimana kemudian mereka menyerap CO 2 untuk kemudian disimpan dalam
bentuk senyawa organik sebelum nantinya saat siang hari disaat stomata mereka menutup
dan tidak dapat mengambil CO2, senyawa organik yang disimpan tadi diubah kembali
menjadi CO2 untuk digunakan dalam fotosintesis. Adaptasi demikian tentunya sangat
menguntungkan bagi tumbuhan sukulen xerophytic yang hidup di tempat kering dan panas.
Pada praktikum kali ini berfokus pada hubungan antara tekanan turgor dengan membuka
dan menutupnya stomata (Males, 2017).

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana pengaruh turgor terhadap membuka dan menutupnya stomata ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh turgor terhadap membuka dan menutupnya stomata
2.
BAB II

METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Alat dan bahan


2.1.1 Alat
1. Mikroskop cahaya
2. Gelas objek dan gelas penutup
3. Pipet
4. Silet
5. Kertas saring

2.1.2 Bahan
1. Larutan sukrosa 0%, 10%, 20%, 30%
2. Daun Rhoeo discolor

2.2 Cara kerja


1. Buatlah sayatan tipis epidermis bawah daun Rhoeo discolor dan letakkan pada
gelas objek, tetesi air dan selanjutnya tutup dengan gelas penutup.
2. Amati di bawah mikroskop bagaimana keadaan atau bentuk stomatanya. Gambar di
kertas dan deskripsikan keadaanya secara ringkas.
3. Ganti reagen air dengan larutan sukrosa 10%, 20%, 30% dengan cara meneteskan
pada satu sisi gelas penutup dan menghisapnya dengan kertas saring pada sisi yang
lain.
4. Coba perhatikan stomatanya, amati perubahan yang terjadi dibandingkan dengan
keadaan awal. Gambar di kertas dan deskripsikan dengan ringkas.
5. Hitung jumlah stomata yang membuka dan hitung persentasenya.
6. Masukkan data ke dalam tabel.
7. Data kelompok dimasukkan ke dalam tabel data kelompok dan dihitung rerata.
8. Laporan dibuat berdasarkan data kelompok dan dibandingkan dengan data kelas.
BAB III
Korelasi Rasio Membuka Stomata Terhadap
Konsentrasi Sukrosa HASIL DAN
1
0.9
f(x) = − 1.92 x + 0.92
Rasio Membuka Stomata

0.8 R² = 0.99
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35%
Konsentrasi Larutan Sukrosa

PEMBAHASAN
3.1 Hasil pengamatan
Tabel 1. Data kelompok pengamatan rasio stomata membuka

Rasio stomata membuka pada ulangan ke-


Konsentrasi
Rerata Persentase
Sukrosa 1 2 3

0%1 1 1 1 100%
10%
0,75 0,43 0,9 0,69 69%
20%
0,62 0,63 0,5 0,58 58%
30%
0,5 0,4 0,75 0,55 55%
Standar Deviasi 0,206 20,6%
Tabel 2. Data kelas pengamatan rasio stomata membuka

Konsentrasi Rasio stomata membuka pada kelompok ke- Rerata Persentase


Sukrosa
1 2 3 4 5
0% 0,87 1 1 1 0,86 0,946 94,6%
10% 0,74 0,73 0,85 0,69 0,45 0,692 69,2%
20% 0,60 0,6 0,49 0,58 0,36 0,526 52,6%
30% 0,28 0,44 0,26 0,55 0,28 0,362 36,2%
Standar Deviasi 0,249 24,9%
3.2 Pembahasan

Stomata adalah lubang-lubang kecil yang dikelilingi oleh dua sel epidermis
khusus yang disebut sel penutup dan terdapat pada permukaan daun, biasanya stomata
disebut juga dengan mulut daun. Stomata ini berfungsi sebagai alat pernafasan bagi
tumbuhan, sebagai jalan masuknya CO2 dari udara pada proses fotosintesis serta sebagai
jalan untuk penguapan (transpirasi). Tanpa stomata tumbuhan tidak akan bisa hidup,
karena itu stomata sangat berpengaruh penting terhadap kehidupan suatu tumbuh-
tumbuhan .
Stomata akan membuka jika tekanan turgor kedua sel penjaga meningkat.
Peningkatan tekanan turgor sel penjaga disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel
penjaga tersebut. Pergerakan air dari satu sel ke sel lainnya akan selalu dari sel yang
mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel ke potensi air lebih rendah. Tinggi rendahnya
potensi air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang terlarut  di dalam cairan sel
tersebut. Semakin banyak bahan yang terlarut maka potensi osmotic sel akan semakin
rendah. Dengan demikian, jika tekanan turgor sel tersebut tetap, maka secara keseluruhan
potensi air sel akan menurun. Untuk memacu agar air masuk ke sel penjaga, maka jumlah
bahan yang terlarut di dalam sel tersebut harus ditingkatkan.
Dalam topik kali ini dillakukan pengamatan dan pembuktian adanya pengaruh
tekanan turgor terhadap membuka dan menutupnya stomata, dimana digunakan sampel
epidermis abaksial daun Rhoeo discolor. Epidermis daun Rhoeo discolor ini selanjutnya
diberi larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda-beda, yakni 0%, 10%, 20% dan
30%, kemudian diamati di bawah mikroskop.
Pada pengamatan pertama yakni pemberian larutan sukrosa 0% atau air biasa,
stomata pada epidermis bawah daun Rhoeo discolor dalam keadaan terbuka dengan celah
yang cukup lebar. Hal ini terjadi karena potensial osmotik air lebih besar dari pada
sitoplasma sel penjaga, sehingga air masuk ke dalam sel dan menyebabkan tekanan turgor
dalam sel penjaga meningkat. Peningkatan tekanan turgor menyebabkan sel penjaga
‘menggembung’ dan tertarik melengkung saling menjauhi sehingga terbentuk celah
(stomata membuka). Didapatkan data rasio membuka stomata dengan nilai 1 untuk data
kelompok dan nilai 0,946 untuk data kelas yang relatif tidak jauh berbeda.
Pada pemberian larutan sukrosa 10% keadaan stomata tidak terlalu berbeda.
Stomata masih dalam keadaan membuka tetapi celah stomata (porus) tidak selebar saat
perlakuan air biasa. Hal ini disebabkan sebagian cairan sel penjaga keluar akibat perbedaan
potensial osmosis air di dalam sel yang lebih besar daripada di luar sel. Namun perbedaan
ini tidak terlalu jauh sehingga tidak sampai menyebabkan sel stomata menutup. Didapatkan
data rasio membuka stomata dengan nilai 0,69 untuk data kelompok dan nilai 0,692 untuk
data kelas yang relatif tidak jauh berbeda.
Kemudian, larutan sukrosa diganti dengan larutan sukrosa 20%. Pada pengamatan
di bawah mikroskop celah stomata tampak semakin sempit, dikarenakan semakin banyak
air yang hilang dari sel penjaga melalui peristiwa osmosis. Hal ini diakibatkan oleh
perbedaan potensial osmosis air yang semakin besar antara sel penjaga dengan lingkungan
di luar sel. Keluarnya air dari sel penjaga menyebabkan tekanan turgor berkurang dan sel
penjaga ‘mengecil’ sehingga celah antar dua sel penjaga menyempit. Didapatkan data rasio
membuka stomata dengan nilai 0,58 untuk data kelompok dan nilai 0,526 untuk data kelas
yang relatif tidak jauh berbeda.
Dengan pemberian larutan sukrosa 30% celah stomata rata-rata tampak tertutup, hal
ini dikarenakan air yang keluar dari sel panjaga jauh lebih besar dari percobaan
sebelumnya. Hampir seluruh air dari sel penjaga keluar dari sel karena sukrosa bersifat
hipertonis. Sehingga sel penjaga saling berhimpitan satu sama lain sehingga celah stomata
tertutup. Didapatkan data rasio membuka stomata dengan nilai 0,55 untuk data kelompok
dan nilai 0,326 untuk data kelas dimana terdapat perbedaan yang relatif jauh, dapat
dikarenakan adanya sampel dengan larutan sukrosa yang tercampus ataupun faktor sayatan
sampel yang sudah terdehidrasi terlalu lama di udara terbuka.
Larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda juga dapat berpengaruh terhadap
jumlah stomata yang membuka dan menutup. Larutan sukrosa ini bersifat hipertonis
terhadap sitoplasma sel penjaga sehingga osmosis akan terjadi dari dalam sel menuju ke
luar sel. Hal ini menyebabkan tekanan turgor sel penjaga menurun dan membuat celah
stomata menyempit sampai menutup. Hubungan yang dapat disimpulkan dari data dan
grafik antara konsentrasi larutan sukrosa dengan jumlah stomata yang menutup atau rasio
stomata yang membuka adalah, semakin besar konsentrasi larutan sukrosa semakin banyak
jumlah stomata yang menutup atau semakin kecil rasio stomata yang membuka. Dari hasil
kedua data baik data kelompok maupun data kelas juga didapatkan nilai standar deviasi
untuk setiap ulangannya sebesar 20,6% untuk data kelompok, sedangkan untuk data kelas
sebesar 24,9% dimana nilai tersebut mengindikasikan masih tingginya tingkat kerancuan
atau penyimpangan sehingga data yang diambil relatif masih belum konsisten dan perlu
pengulangan yang lebih banyak agar data lebih valid dan akurat. Penyimpangan dapat
diakibatkan faktor praktikan yang kurang cermat ataupun kesalahan dan perbedaan-
perbedaan dalam melakukan prosedur yang ada.
 Diskusi
1. Mengapa daun Rhoeo discolor yang digunakan bagian epidermis bawah ?
Jawab :

Karena daun Rhoeo discolor sebagai tumbuhan darat memiliki jumlah stomata yang
lebih banyak di epidermis bagian bawah. Hal ini menunjukkan adaptasi dari tumbuhan
darat untuk mengurangi laju transpirasi yang terjadi. Pada daun Rhoeo discolor juga
terdapat pigmen antosianin sehingga bila ada perubahan pada protoplasma sel dapat
diketahui dengan mudah.

2. Penggantian air dengan larutan sukrosa atau sebaliknya dapat mempengaruhi


perubahan apa saja pada stomata ? Mengapa?
Jawab :

Penggantian air dengan larutan sukrosa maupun sebaliknya dapat mempengaruhi


lebar pembukaan pori stomata dan keadaan sel penjaga dari stomata. Bentuk stomata yang
diberi air berbeda dengan bentuk stomata yang diberi larutan sukrosa. Pada air, ukuran sel
pengawal menggembung dengan celah yang lebar. Hal ini disebabkan karena adanya
peningkatan turgor sel dan keadaan sel pengawal menjadi turgid. Stomata akan membuka
jika tekanan turgor kedua sel pengawal meningkat. Peningkatan tekanan turgor sel
pengawal disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel pengawal. Sedangkan pada larutan
sukrosa ukuran sel pengawal mengecil akibat volumenya berkurang dengan celah yang
lebih sempit. Hal tersebut dikarenakan larutan sukrosa bersifat hipertonis daripada cairan
sel pengawal, sehingga menyebabkan terjadinya peristiwa osmosis keluarnya air dari
dalam sel pengawal dan tekanan turgor dalam sel pengawal menurun sehingga
menyebabkan celah stomata menutup.
3. Bagaimana hubungan aktivitas stomata dengan tekanan turgor dan keadaan
lingkungan ?
Jawab :
Hubungan antara aktivitas stomata dengan tekanan turgor adalah jika tekanan
turgor tinggi dengan suhu dan kelembapan yang rendah maka stomata akan membuka.
Sedangkan jika tekanan turgor rendah dengan suhu dan kelembapan yang tinggi maka
stomata akan menutup.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari kedua percobaan pengukuran transpirasi yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

 Tekanan turgor mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata dimana sel


pengawal dalam keadaan turgid atau tekanan turgor tinggi menyebabkan membukanya
stomata sedangkan seiring penurunan tekanan turgor sel pengawal, yang pada
praktikum diakibatkan seri larutan sukrosa yang lebih hipertonis dibandingkan
protoplasma sel pengawal, menyebabkan mengecilnya pembukaan pori stomata. Pada
larutan sukrosa 30% didapati rasio stomata yang membuka hanya 36,2% dimana
kebanyakan sudah menutup akibat larutan yang hipertonis.

4.2 Saran
1. Diperlukan ketelitian dan kecermatan praktikan dalam bekerja menyiapkan preparat
yang akan diamati pada mikroskop pada praktikum dan dalam menghitung jumlah
stomata yang membuka memperlukan ketelitian dan kecermatan yang tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Bidlack, James E. & Shelley H. Jansky. 2018. Stern's Introductory Plant Biology 14th
Edition. New York: McGraw-Hill

Evert, Ray F. & Susan Eichhorn. 2013. Raven Biology of Plants 8th Edition. New York:
W. H. Freeman and Company

Ferry, J. F. 1959. Fundamentals of Plant Physiology. New York: Macmillan


Publishing Company.

Males, Jamie & Howard Griffiths. 2017. Stomatal Biology of CAM Plants. Journal of
Plant Physiology. Vol. 174, pp. 550 - 560.

Mauseth, James D. 2017. Botany An Introduction to Plant Biology 6th Edition.


Massachusettes: Jones & Bartlett Learning

Salisbury, F.B., Cleon, W.R. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung : Penerbit ITB.

Taiz, Lincoln & Eduardo Zeiger. 2010. Plant Physiology 5th Edition. Sunderland: Sinauer
Associates Inc.
Weyers, J. D. B. & H. Meidner. 1990. Methods in Stomatal Research. United Kingdom:
Longman Group Ltd.
LAMPIRAN

Pada perlakuan sukrosa 10% dan 20%

Pada perlakuan sukrosa 30%

Anda mungkin juga menyukai