Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

TRAUMA ABDOMEN

Kelompok 4
Maria Stefi 9103017004
Berlianda Satuadi 9103017005
Maria Theresia O 9103017007
Maria Iriani Perada 9103017009
Nico Renaldy Putra 9103017016
Maria Anitha Farneubun 9103017034
Maria Serafina Kwure 9103017047
Solfince Titing 9103017056
Wahyu Setiyo Heru 9103017057
Sri Susan Benedikta 9103017060
Artha U 91030160

Fakultas Keperawatan
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Surabaya
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam
rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis
maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat
dan tepat akan menyebabkan pasien/ korban dapat tetap bertahan hidup untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut. Adapun yang disebut sebagai penderita
gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera karena berada
dalam keadaan yang mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang
cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan
dalam pemberian pertolongan korban harus diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat
darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal. Salah satu kasus
gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien berada dalam ancaman
kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara
anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaan.
Selain trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan salah
satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun saluran cerna
bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien
bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan
kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat, cermat dan tepat sehingga hal-
hal tersebut dapat kita hindari. Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun.
Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Istilah trauma  abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat
kegawatan dirongga abdomen  yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagian
keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segerea yang sering beri
tiindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau
strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi
rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Keputusan untuk
melakukan  tindakan beda harus segara diambil karena setiap kelambatan akan
menyebabkan penyulit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ketepatan
diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada
data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada trauma abdomen
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
mengetahui dan pemehami penanganan kegawatdaruratan pada trauma abdomen
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Pengertian Trauma Abdomen.
2. Mengetahui Etiologi Trauma Abdomen.
3. Mengetahui Patofisiologi Trauma Abdomen.
4. Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma Abdomen.
5. Mengetahui Penatalaksanaan Trauma Abdomen
6. Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara diafragma
atas dan panggul bawah
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan/ benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati,
pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh–
pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
[ CITATION She18 \l 1033 ]
2.2 etiologi
Dua mekanisme trauma yang paling sering terjadi yang berhubungan dengan trauma
abdomen adalah trauma tumpul dan trauma penetrasi [ CITATION She18 \l 1033 ] dan setiap
mekanisme cedera menyebabkan kerusakan yang berbeda.
1. Trauma Tumpul
Trauma tumpul abdomen terjadi ketika terdapat energy yang mengenai dinding abdomen,
tidak menyebabkan luka terbuka, biasanya disebabkan oleh tabrakan kendaraan bermotor,
olahraga, jatuh dan penganiayaan fisik
2. Trauma Penetrasi
Trauma penetrasi terjadi ketika suatu objek seperti peluru, pisau atau fragmen proyektil,
menembus dinding abdomen dan masuk pada cavum abdomen.
2.3 patofisiologi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi Kontusio dinding abdomen
tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan
darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor. Pada trauma tumpul
abdomen, cedera organ intra abdomen yang didapatkan umumnya merupakan organ
solid, terutama limpa dan hati dimana kedua organ ini dapat menyebabkan perdarahan
intra abdomen. Sedangkan untuk organ berongga cukup jarang terjadi, dan seringnya
dihubungkan dengan seat-belt atau deselerasi kecepatan tinggi (Iga et al., 2010). Pasien
yang mengalami trauma dengan energi yang tinggi akan mengalami goncangan fisik yang
berat sehingga menyebabkan cedera organ. (Mehta, Babu and Venugopal, 2014).
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Baik trauma penetrasi maupun trauma non penetrasi dapat memberikan efek yang bermacam-
macam pada abdomen, yaitu :
1. Pendarahan
Perdarahan merupakan komplikasi terbesar pada pasien trauma. Perdarahan yang
menimbulkan gangguan sirkulasi secara klinis dikenal dengan syok. Secara
patofisiologis, syok merupakan gangguan hemodinamik yang menyebabkan tidak
adekuatnya hantaran oksigen dan perfusi jaringan. Gangguan hemodinamik tersebut
dapat berupa penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama di arteri, berkurangnya darah
balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung. Terjadinya
penurunan hebat volume intravaskuler dapat terjadi akibat perdarahan intra-abdomen
maupun perdarah di tempat lain seperti, rongga toraks, pelvis, dan ekstremitas. Kejadian
ini menyebabkan darah yang balik ke jantung berkurang dan curah jantungpun menurun.
Penurunan hebat curah jantung menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi jaringan tidak
optimal dan akhirnya menyebabkan syok. Pada tahap awal dengan perdarahan kurang
dari 10%, gejala klinis dapat belum terlihat karena adanya mekanisme kompensasi sisitim
kardiovaskuler dan saraf otonom. Baru pada kehilangan darah mulai 15% gejala dan
tanda klinis mulai terlihat berupa peningkatan frekuensi nafas, jantung atau nadi
(takikardi), pengisian nadi yang lemah, penurunan tekanan nadi, kulit pucat dan dingin,
pengisian kapiler yang lambat dan produksi urin berkurang.
2. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen secara menyeluruh merupakan tanda yang penting kemungkinan
peritonitis akbat iritasi peritoneum, baik oleh darah maupun isi usus. Kecenderungan
untuk menggerakan dinding abdomen (voluntary guarding) dapat menyulitkan
pemeriksaan abdomen. Sebaliknya defans muscular (involuntary guarding) adalah tanda
yang penting dari iritasi peritoneum. Palpasi menentukan adanya nyeri tekan superfisial,
nyeri tekan dalam, atau nyeri lepas. Nyeri lepas terjadi ketika tangan yang menyentuh
perut dilepaskan tiba - tiba, dan biasanya menandakan peritonitis yang timbul akibat
adanya darah atau isi usus yang mengiritasi peritonium (Rostas et al., 2015). Adanya
darah atau cairan usus dalam rongga peritoneum akan memberikan tanda-tanda
rangsangan peritoneum berupa nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan
(rigidity) dinding abdomen. Kekakuan dinding abdomen dapat pula diakibatkan oleh
hematomaa pada dinding abdomen. Adanya darah dalam rongga abdomen dapat
ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan udara bebas ditentukan dengan pekak hati
yang beranjak atau menghilang. Trauma abdomen disertai ranggsangan peritoneum dapat
memberikan gejala berupa nyeri pada daerah bahu terutama yang sebelah kiri. Gejala ini
dikenal sebagai referred pain yang dapat membantu menegakkan diagnosis (Rostas et al.,
2015).
Fraktur pelvis
Fraktur pelvis dapat menimbulkan cedera yang berat dan sering terjadi terkait dengan
cedera intraabdominal mayor dan pendarahan dari lokasi fraktur. Pasien dengan fraktur
pelvis memiliki insidensi yang tinggi terjadinya cedera abdomen. Cedera organ intra-
abdomen berbanding lurus dengan tingkat keparahan fraktur pelvis. Cedera kandung
kemih dan uretra sering terjadi sesuai tingkat keparahan fraktur pelvis (Rostas et al.,
2015).
2.4. manifestasi klinis
Berdasarkan 9 regio abdomen
1. limpa : nyeri tekan pada kuadran kiri atas, nyeri yang menyebar
ke bahu kiri (tanda kehr), nyeri lepas dan kaku
( tanda iritasi peritoneum )
2. hati : nyeri pada kuadran kanan atas, spasme otot, bising usus
berkurang,
3. lambung : terdapat darah pada drainase NGT, udara bebas dibawah
diafragma pada radiografi abdomen
4. pankreas : peritoneal lavage negative, nyeri epigastrik, distensi
abdomen,
5. ginjal : hematuria, ekimosis, nyeri tekan pada panggul atau
abdomen
6. kandung kemih : nyeri pada pelvis bagian bawah, ketidakmampuan untuk
mengosongkan kandung kemih, distensi abdomen,
rupture kandung kemih
7. uretra : adanya darah pada meatus uretra, prostat mengapung pada
pemeriksaan colok dubur, hematuria, pembangkakan
skrotum, nyeri pelvis, spasme dinding abdomen,
nyeri lepas
8. instestinum : bising usus hipoaktif, nyeri abdomen, spasme abdominal,
lavage peritoneal positif

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


1. Tes Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium di awal kejadian trauma hanya sedikit memberi arti kecuali
digunakan sebagai data dasar dalam monitor perkembangan klinik selanjutnya. Sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan secara serial, seperti misalnya serial haematocrit dan
hemoglobin untuk monitor kehilangan darah, amylase untuk monitor adanya trauma
pancreas.
a. Complete Blood Count (CBC), menilai penurunan hemoglobin (Hb), hematokrit
(Hct) dan platelet (PLT). Tingkat hematokrit kurang dari 30% meningkatkan
kemungkinan cedera intra-abdomen lebih banyak daripada hematokrit
b. Blood Urea Nitrogen (BUN), dan serum kreatinin mungkin meningkat menandakan
adanya disfungsi ginjal. Hematuria (25-50 RBC/hpf) diprediksi empat kali lipat
peningkatan risiko cedera intra-abdomen.
c. Kadar elektrolit dalam serum mungkin menunjukkan abnormalitas.
d. Analisa gas darah, yang mengidentifikasi adanya asidosis metabolik. Beberapa
penelitian menunjukkan defisit basa (< -6 mEq/L) adalah prediktif pada cedera intra-
abdomen.
2. Focused Assesment with Sonography for Trauma (FAST)
FAST merupakan pemeriksaan cepat . pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi
cairan bebas di intraperitoneal atau pericardial pada kasus trauma. Pemeriksaan FAST
sangat sensitive dan dapat mendeteksi volume cairan 100-200 mL. sayangnya
pemneriksaan ini tidak dapat menegkaji area retroperitoneum, atau cororectal secara
adekuat dan tidak terlalu sensitive untuk mengevaluasi organ solid dan kerusakan
visceral. Indikasi pemeriksaan FAST adalah :
7. Ditemukan trauma abdomen penetrasi atau tumpul
8. Setiap pasien dengan mekanisme cedera risiko tinggi trauma tumpul
3. CT scan Abdomen
CT abdomen adalah pemeriksaan yang cepat dan akurat untuk mengevaluasi banyak
trauma intra abdominal dengan sensitivitas yang tinggi untuk mengetahui lesi pada organ
solid, cedera visceral, dan pendarahan intraperitoneal.
Indikasi pemeriksaan CT Abdomen yaitu :
a. Pasien dengan trauma abdomen berat atau temuan fisik yang mendukung
b. Pasien dnegan hemodinamik stabil dengan temuan cairan intraperitoneal pada
FAST
c. Pasien dengan mekanisme injuri risiko tinggi trauma abdomen
4. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
DPL tidak dapat mengakses retroperitoneum, DPL tidak diindikasikan untuk cedera
penetrasi, luka pada kondisi tersebut membutuhkan pembedahan eksplorasi.
Indikasi pemeriksaan DPL yaitu :
a. pengkajian cepat pada pasien multitrauma yang membutuhkan pembedahan segera
karena cedera kepala berat atau dada yang mempunyai kemungkinan trauma
abdomen.
b. Temuan trauma tumpul abdomen pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil
dengan hasil pemeriksaan FAST yang masih samar
c. Pasien dnegan hemodinamik stabil yang memungkinkan mendapat tanda-tanda
trauma tumpul abdomen dari pemeriksaan CTscan pada pasien dimana CT scan tidak
tersedia.

2.6 penatalaksanaan
1. Penanganan Prehospital
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
b.Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut
dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien.
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g. Kirim ke rumah sakit. 
2. Hospital
Tindakan pertama yang dilakukan saat berhadapan dengan pasien trauma dengan sebab
apapun adalah melakukan primary survey untuk menyelamatkan pasien dari ancaman
kematian. Semua tindakan pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dalam memastikan
kondisi airway, breathing, dan circulation. Tanda vital yang diperiksa saat pasien trauma
datang ke ruang gawat darurat menjadi petunjuk tingkat cedera yang terjadi (Mehta, Babu
and Venugopal, 2014).
Penanganan dari keadaan klien dengan trauma abdomen sebenarnya sama dengan prinsip
penanganan kegawatdaruratan, dimana yang pertama perlu dilakukan primary survey.
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlukaan,
tanda-tanda vital dan mekanisme trauma pada penderita yang terluka parah terapi diberikan
berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita harus dinilai secara cepat dan efisien.
Pengelolaan primary survery yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan
akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC –nya trauma dan berusaha untuk
mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan
berikut: A: Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control) B:
Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation control) C: Circulation
dengan control perdarahan (bleeding control) D: Disability : status neurologis (tingkat
kesadaran/GCS, Respon Pupil) E: Exposure/environmental control: buka baju penderita
tetapi cegah hipotermia Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus
dikenali dan resusitnya dilakukan saat itu juga. Penyajian primary survey di atas dalam
bentuk berurutan (sekuensial), sesuai prioritas dan agar lebih jelas, namun dalam praktek hal-
hal di atas sering dilakukan berbarengan (simultan). Tindakan keperawatan yang dilakukan
tentu mengacu pada ABCDE. Yakinkan airway dan breathing clear. Kaji circulation dan
control perdarahan dimana nadi biasanya lemah, kecil, dan cepat . Tekanan darah sistolik dan
diastole menunjukkan adanya tanda syok hipovolemik, hitung MAP, CRT lebih dari 3 detik
maka perlu segera pasang intra venous line berikan cairan kristaloid Ringer Laktat untuk
dewasa pemberian awal 2 liter, dan pada anak 20cc/kgg, bila pada anak sulit pemasangan
intra venous line bisa dilakukan pemberian cairan melalui akses intra oseus tetapi ini
dilakukan pada anak yang umurnya kurang dari 6 tahun. Setelah pemberian cairan pertama
lihat tanda-tanda vital. Bila sudah pasti ada perdarahan maka kehilangan 1 cc darah harus
diganti dengan
cairan kristaloid 3 cc atau bila kehilangan darah 1 cc maka diganti dengan darah 1 cc
(sejumlah perdarahan). Setelah itu kaji disability dengan menilai tingkat kesadaran klien baik
dengan menilai menggunakan skala AVPU: Alert (klien sadar), Verbal (klien berespon
dengan dipanggil namanya), Pain (klien baru berespon dengan menggunakan rangsang nyeri)
dan Unrespon (klien tidak berespon baik dengan verbal ataupun dengan rangsang nyeri).
Eksposure dan environment control buka pakaian klien lihat adanya jejas, perdarahan dan
bila ada perdarahan perlu segera ditangani bisa dengan balut tekan atau segera untuk masuk
ke kamar operasi untuk dilakukan laparotomy eksplorasi. Secondary survey dari kasus ini
dilakukan kembali pengkajian secara head to toe, dan observasi hemodinamik klien setiap 15
– 30 menit sekali meliputi tanda-tanda vital (TD,Nadi, Respirasi), selanjutnya bila stabil dan
membaik bisa dilanjutkan dengan observasi setiap 1 jam sekali. Pasang cateter untuk menilai
output cairan, terapi cairan yang diberikan dan tentu saja hal penting lainnya adalah untuk
melihat adanya perdarahan pada urine. Pasien dipuasakan dan dipasang NGT (Nasogastrik
tube) utnuk membersihkan perdarahan saluran cerna, meminimalkan resiko mual dan
aspirasi, serta bila tidak ada kontra indikasi dapat dilakukan lavage. Observasi tstus mental,
vomitus, nausea, rigid/kaku/, bising usus, urin output setiap 15 – 30 menit sekali. Catat dan
laporkan segera bila terjadi perubahan secra cepat seperti tanda-tanda peritonitis dan
perdarahan.
Jelaskan keadaan penyakit dan prosedur perawatan pada pasien bila memungkinkan atau
kepada penanggung jawab pasien hal ini dimungkinkan untuk meminimalkan tingkat
kecemasan klien dan keluarga. Kolaborasi pemasangan Central Venous Pressure (CVP)
untuk melihat status hidrasi klien, pemberian antibiotika, analgesic dan tindakan pemeriksaan
yang diperlukan untuk mendukung pada diagnosis seperti laboratorium (AGD, hematology,
PT,APTT, hitung jenis leukosit dll), pemeriksaan radiology dan bila perlu kolaborasikan
setelah pasti untuk tindakan operasi laparatomi eksplorasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.4 Pengkajian
usia : segala umur
Jenis kelamin : laki atau perempuan
Keluhan utama : nyeri hebat pada bagian perut
Riwayat penyakit sekarang: kontusio abdomen, penurunan kesadaran, sesak nafas

Pemeriksaan fisik
B1: RR meningkat, retraksi intercostalis, spo2 menurun, asidosis respiratorik
B2: cvp menurun, hipotensi, takikardia, CRT >3detik,
B3: penurunan kesadaran, reflek pupil menurun, nyeri abdomen, peningkatan suhu tubuh,
kontusio abdomen
B4: bun kreatinin meningkat, oliguria
B5: turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, konsentrasi urin meningkat, kontusio
abdomen, terdapat luka tusukan
B6: kelemahan, skala kekuatan otot menurun

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan HB : penurunan jumlah hemoglobin
Pemeriksaan hematokrit : terjadi penurunan hematokrit
Pemeriksaan bun kreatinin : terjadi peningkatan bun kreatinin
Pemeriksaan EKG : sinus takikardia
Pemeriksaan cairan dan elektrolit: terjadi penurunan kadar kalium dan natrium
Pemeriksaan wbc : peningkatan wbc
Diagnostic peritoneal lavage : terdapat darah pada rongga abdomen
Pemeriksaan BGA : terdapat asidosis respiratorik
Pemeriksaan CKMB ` : terjadi peningkatan kadar kreatin kinase
Pemeriksaan troponin T dan I : terjadi peningkatan protein yng dikeluarkan otot jantung
Analisa data Etiologi Problem
Ds: Pola nafas tidak efektif
Do: retraksi intecostalis
RR meningkat
HR meningkat
Spo2 menurun
HB: penurun jumlah
hemoglobin
Hematokrit : menurun
Diagnostic peritoneal lavage:
terdapat darah pada rongga
abdomen
Ds: Gangguan pertukaran gas
Do: retraksi intercostalis
RR meningkat
HR meningkat
Spo2 menurun
BGA : asidosis respiratorik
HB: penurun jumlah
hemoglobin
Hematokrit : menurun
Diagnostic peritoneal lavage:
terdapat darah pada rongga
abdomen

Ds: Penurunan curah jantung


Do: cvp menurun
Hipotensi
Takikardia
CRT >3detik
HB: penurun jumlah
hemoglobin
Hematokrit : menurun
Diagnostic peritoneal lavage:
terdapat darah pada rongga
abdomen
Pemeriksaan EKG: sinus
takikardia
Ckmb meningkat
Troponin I dan t meningkat

Ds: Perfusi perifer tidak efektif


Do:
CRT > 3 detik
Spo2 menurun
HB: penurun jumlah
hemoglobin
Hematokrit : menurun
Diagnostic peritoneal lavage:
terdapat darah pada rongga
abdomen
Pemeriksaan EKG: sinus
takikardia

Ds: Resiko syok


Do:
cvp menurun
Hipotensi
Takikardia
HB: penurun jumlah
hemoglobin
Hematokrit : menurun
Diagnostic peritoneal lavage:
terdapat darah pada rongga
abdomen

Ds: Resiko perfusi serebral tidak


do: efektif
penurunan gcs
reflexs pupil menurun
HB: penurun jumlah
hemoglobin
Hematokrit : menurun
Diagnostic peritoneal lavage:
terdapat darah pada rongga
abdomen
Pemeriksaan EKG: sinus
takikardia

Ds: nyeri pada abdomen Nyeri akut


Do:
Kontusio abdomen
Terdapat luka tusukan

Ds: Hipetermi
Do: Suhu tubuh meningkat
HR: meningkat
Pemeriksaan wbc :
peningkatan wbc
Terdapat luka tusukan
abdomen

Ds: Resiko perfusi renal tidak


Do: efektif
Oliguria
Bun kreatinin meningkat
HB: penurun jumlah
hemoglobin
Hematokrit : menurun
Diagnostic peritoneal lavage:
terdapat darah pada rongga
abdomen
EKG : sinus takikardia
Ds: Hipovolemia
Do:
turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering,
konsentrasi urin meningkat,
kontusio abdomen
terdapat luka tusukan
Pemeriksaan cairan dan
elektrolit: terjadi penurunan
kadar kalium dan natrium
Ds: Intoleran aktivitas
Skala kekuatan otot menurun
EKG: sinus takikardia
HB: penurun jumlah
hemoglobin
Hematokrit : menurun
Diagnostic peritoneal lavage:
terdapat darah pada rongga
abdomen
EKG : sinus takikardia

Diagnosa Keperawatan
1. penurunan curah jantung berhubungan preload dan afterload dengan cvp menurun Hipotensi
Takikardia CRT >3detik HB: penurun jumlah hemoglobin Hematokrit : menurun Diagnostic
peritoneal lavage: terdapat darah pada rongga abdomen Pemeriksaan EKG: sinus takikardia,
ckmb meningkat, troponin t dan I meningkat
2. resiko syok tidak efektif berhubungan dengan perdarahan intra abdomen
3. gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perdarahan intra abdomen dibuktikan dengan
retraksi intecostalis, Hipotensi, RR meningkat, HR meningkat, Spo2 menurun, HB: penurun
jumlah hemoglobin Hematokrit : menurun Diagnostic peritoneal lavage: terdapat darah pada
rongga abdomen Pemeriksaan
4. hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan dengan turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, konsentrasi urin meningkat, kontusio abdomen, terdapat
luka tusukan, Pemeriksaan cairan dan elektrolit: terjadi penurunan kadar kalium dan natrium

5. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan perdarahan intra abdomen
6. Resiko perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan perdarahan intra abdomen
7. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hb dibuktikan dengan
CRT > 3 detik Spo2 menurun HB: penurun jumlah hemoglobin Hematokrit : menurun, ckmb
meningkat, troponin t dan I meningkat Diagnostic peritoneal lavage: terdapat darah pada rongga
abdomen Pemeriksaan EKG: sinus takikardia
8. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perdarahan intra abdomen dibuktikan dengan :
retraksi intecostalis RR meningkat HR meningkat Spo2 menurun HB: penurun jumlah
hemoglobin Hematokrit : menurun Diagnostic peritoneal lavage: terdapat darah pada rongga
abdomen
9. Hipetermi berhubungan dengan respon trauma dibuktikan dengan Suhu tubuh meningkat
HR: meningkat Pemeriksaan wbc : peningkatan wbc Terdapat luka tusukan abdomen
10. nyeri akut bpada abdomen berhubungan kompresi abdomen dibuktikan dengan Kontusio
abdomen Terdapat luka tusukan
11. Intoleran aktivitas berhubungan penurunan konsentrasi hb dibuktikan dengan Skala kekuatan
otot menurun EKG: sinus takikardia HB: penurun jumlah hemoglobin Hematokrit : menurun
Diagnostic peritoneal lavage: terdapat darah pada rongga abdomen EKG : sinus takikardia

Intervensi keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung 1. mengetahui tekanan
jantung berhubungan tindakan selama 1x60 Observasi vena central
preload dan afterload menit curah jantung 1. observasi cvp 2. mengetahui tekanan
dengan cvp menurun dapat teratasi dengan 2. observasi TD darah
Hipotensi kriteria hasil 3. observasi HB dan 3. mengetahui kadar
Takikardia CRT 1. Cvp membaik(5- HR hb dan hr
>3detik HB: penurun 10cmh20) 4. observasi 4. mengetahui kadar
jumlah hemoglobin 2. TD: membaik( 110- hematokrit hematokrit
Hematokrit : menurun 129/79-89mmhg) 5. observasi 5. mengetahui adanya
Diagnostic peritoneal 3. HR: membaik(60-100) diagnostic peritoneal darah dalam abdomen
lavage: terdapat darah 4.HB: membaik (12- lavage 6. mengetahui irama
pada rongga abdomen 18g/dl) 6. obsevasi ekg jantung
Pemeriksaan EKG: sin 5. hematokrit: membaik 7. observasi ckmb dan 7.mengetahui kadar
us takikardia, ckmb (38-54%) troponin I,T kreatinin kinase dan
meningkat, troponin t 6. Diagnostic peritoneal Terapeutik protein
dan I meningkat lavage: membaik ( tidak 8. posisikan fowler 8. jantung dapat
terdapat darah pada dengan kaki ke bawah terkompensasi darah
rongga abdomen 9. edukasi darah
7. EKG: membaik(sinus Jelaskan penyabab 9. mengetahui
rhytm) penurunan curah penyebab penurun
8. ckmb: membaik jantung curah jantung
(<2,9ng/ml) 10. kolaborasi dengan 10. menperbaikan
9. troponin dokter dalam tindakan irama jantung,
t:membaik(<0,1ng/ml) pembedahan, memenuhi kebutuhan
10. troponin antiaritmia, transfuse darah, membersihkan
i:membaik(<0,4n/ml) darah dan pemberian darah dari rongga
obat anti fibrinolitik abdomen dan
penjahitan luka

Resiko syok Setelah dilakukan Pencegahan syok 1. mengetahui tekanan


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. observasi cvp centra vena pressure
perdarahan intra selama 1x60 menit 2. observasi TD, HR 2. mengetahui adanya
abdomen tingkat syok menurun 3. observasi HB dan perdarahan
dengan kriteria hasil hematokrit 3.mengetahui kadar
1. cvp : membaik( 2- 4. observasi hematokrit
6mmhg) diagnostic peritoneal 4. mengatahui adanya
TD: membaik(110- lavage perdarahan pada
129/79-89mmhg) Terapeutik rongga abdomen
3. HR: membaik( 60- 5.berikan oksigen 5. untuk memenuhi
100x/menit) dengan bvm kebutuhan oksigen
4. HB: membaik (12- Edukasi 6. mengetahui
18g/dl) 6. jelaskan penyebab penyabab syok
5. hematokrit: membaik resiko syok 7. memenuhi
(38-54%) Kolaborasi kebutuhan darah,
6. Diagnostic peritoneal 7. kolaborasi dengan membersihkan
lavage: menurun ( tidak dokter dalam perdarahan,
terdapat darah pada transfuse darah, memenuhi kebutuhan
rongga abdomen tindakan pembedahan, oksigen HB: penurun
pemasangan ventilator jumlah hemoglobin
dan ETT , pemberian Hematokrit : menurun
obat antifibrinolitik Diagnostic peritoneal
lavage: terdapat darah
pada rongga abdomen,
sebagai medikasi
bleeding control

Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan respirasi 1. mengetahui


gas berhubungan tindakan selama 1x60 1. obsevasi frekuensi frekuensi nafas
dengan perdarahan menit pola nafas nafas 2. mengetahui
intra abdomen membaik dengan kriteria 2. observasi frekuensi frekeunsi HR
dibuktikan dengan hasil HR 3. mengetahui adanya
retraksi intecostalis, 1 retraksi intercostalis: 3. obeservasi penggunaan otot
Hipotensi, RR menurun penggunaan otot bantu nafas
meningkat, HR 2 TD: membaik(110- bantu nafas 4. mengetahui kadar
meningkat, Spo2 129/79-89mmhg) 4. Observasi spo2 spo2
menurun, HB: 3. HR: membaik( 60- 5. observasi BGA 5.mengetahui gas
penurun jumlah 100x/menit) Terapeutik darah
hemoglobin, 4. spo2: membaik(98- 6. berikan oksigen 6. mengurangi sesak
Hematokrit : menurun, 100x/menit) dengan BVM nafas dan memenuhi
Diagnostic peritoneal 5. HB: membaik (12- Edukasi kadar o2
lavage: terdapat darah 18g/dl) 7. jelaskan penyabab 7. keluarga
pada rongga abdomen, 6. hematokrit: membaik pola nafas tidak mengetahui penyabab
(38-54%) efektif pola nafas tidak
7. Diagnostic peritoneal Manajeman efektif
lavage: menurun ( tidak perdarahan 8. mengetahui kadar
terdapat darah pada 8. observasi hb dan hb dan hematokrit
rongga abdomen hematokrit 9. mengetahui adanya
9. observasi darah dalam rongga
diagnostic peritoneal periotoneal
lavage 10. meningkatkan
Terapeutik suplai darah ke organ
10. tinggikan dan mengurangi
extremitas yang perdarahan
mengalami 11. menghentikan
perdarahan perdarahan
11. lakukan 12. mengetahui tanda
penekanan atau balut tanda perdarahan
tekan 13. menjangkau lokasi
Edukasi rongga abdomen
12. jelaskan tanda membersihkan
tanda perdarahan perderahan intra
13. kolaborasi dengan abdomen memenuhi
dokter dalam tindakan kebutuhan darah,
pembadahan, tranfusi membantu memenuhi
darah, dan kebutuhan dokter
pemasangan ETT dan
ventilator
Daftar Pustaka

Sheehy. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. Jakarta: Elsevier.


Thygerson, Alton. 2011. Pertolongan Pertama Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Kozar RA, Feliciano DV, Moore EE, Moore FA, Cocanour CS, West MA, Davis JW, McIntyre
RC Jr. Western Trauma Association/critical decisions in trauma: operative management of adult
blunt hepatic trauma. J Trauma. 2011 Jul;71(1):1-5. PMID: 21818009

Anda mungkin juga menyukai