Askep Sirosis Hati Acc Mantul
Askep Sirosis Hati Acc Mantul
‘SIROSIS HATI’
Dosen Pengampu: Yesiana Dwi Wahyu Werdhani S. Kep., Ns., M. Kep
NAMA:
Devi Kristianti Wijaya 9103017001
Maria Iriani Perada 9103017009
Valentine Pretty Chandra 9103017010
Boy Sakti Sibarani 9103017020
Maria Serafina Kwure 9103017047
Dina Lorenza 9103017006
Manuel 9103017066
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2020
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan
pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis.
Di Negara maju, hepatitis C kronis dan konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan
penyebab paling umum dari sirosis. Secara lengkap, sirosis ditandai dengan fibrosis jaringan
dan konversi hati yang normal menjadi nodul struktural yang abnormal. Akibatnya, bentuk
hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan
terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal (Pinzani
et al., 2011).
Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat akibat alkoholik sedangkan di
Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C. Patogenesis sirosis hepatis
menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel stelata dalam mengatur
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar
faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel
yang membentuk kolagen. Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahanbahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis
hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini, diharapkan dapat
memperpanjang status kompensasi dalam jangka panjang dan mencegah timbulnya
komplikasi (Riley et al., 2009).
Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan
belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka kesakitan dan kematian
akibat sirosis hati. Data WHO (2008) menunjukkan pada tahun 2006 sekitar 170 juta umat
manusia menderita sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi
manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-4 juta. The
Journal for Nurse Practitioners mengatakan bahwa di Amerika Serikat, penyakit hati kronis
adalah penyebab kematian ke dua belas. Sekitar 5,5 juta orang di Amerika Serikat memiliki
sirosis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari sirosis hati?
2. Apa etiologi dari sirosis hati?
3. Apa manifestasi klinis dari sirosis hati?
4. Apa patofisiologi dari sirosis hati?
5. Apa klasifikasi dari sirosis hati?
6. Apa komplikasi dari sirosis hati?
7. Apa pemeriksaan penunjang dari sirosis hati?
8. Apa penatalaksanaan dari sirosis hati?
9. Apa dampak psikososial pada pasien dengan sirosis hati?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari sirosis hati.
2. Untuk mengetahui etiologi dari sirosis hati.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sirosis hati.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari sirosis hati
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari sirosis hati.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari sirosis hati.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari sirosis hati
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari sirosis hati
9. Untuk mengetahui dampak psikososial dari pasien dengan sirosis hati.
1.4 Manfaat
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi dari sirosis hati
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang etiologi dari sirosis hati
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang manifestasi klinis dari sirosis hati
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang patofisiologi dari sirosis hati
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang klasifikasi dari sirosis hati
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang komplikasi dari sirosis hati
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dari sirosis hati
8. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang penatalaksanaan dari sirosis hati
9. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang dampak psikososial dari pasien dengan sirosis
hati
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare,
2001).
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang tidak
berkaitan dengan vaskulatur normal (Sylvia A Price& Lorraine Wilson, 2002)
1.2 Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di
bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada
kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme,di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh
fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar
dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus,
dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan
dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari
lambung dan usus, yang kaya akan epatic seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang
larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan
oksigen.
Sumber : Leanerhelp Image Liver
Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar berikut
1.8 Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain:
1) Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada sirosis hati adalah
perdarahan akibat pecahnya varises epatic i. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah
darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar
berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2) Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak
dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu
kehilangan kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Koma hepatikum primer disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital
terganggu seluruhnya, maka metabolismee tidak dapat berjalan dengan sempurna.
b) Koma hepatikum sekunder ditimbulkan bukan karena kerusakan hati secara langsung,
tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena
obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3) Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita sirosis hepatis lebih besar bila dibandingkan
dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan diantaranya adalah timbulnya hiperemi pada
mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain
adalah timbulnya defisiensi makanan.
4) Karsinoma hepatoseluler
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada sirosis hepatis terutama pada bentuk postnekrotik
adalah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple
kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5) Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah terkena infeksi, termasuk penderita sirosis
hepatis. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah peritonitis bacterial
spontan, bronchopneumonia, pneumonia, TBC paru-paru,glomeluronefritis kronik, pielonefritis,
sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
6) Sindrom hepatorenal
Sindrom inidiakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil
sehinggamenyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkanpenurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal ditegakkanketika
ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum15creatinine lebih dari 1,5
mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/hari, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.
7) Sindrom hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
1.9 Pemeriksaan Penunjang
3) Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk
sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat
permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase
lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular.
Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya
gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa
Menurut smeltzer &Bare (2001) yaitu:
1) Radiologi Dapat dilihat adanya varises epatic i untuk konfirmasi hipertensi portal.
2) Esofagoskopi Dapat menunjukkan adanya varises epatic i.
3) USG
4) Angiografi Untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Skan/ epati hati Mendeteksi epatic ic lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
6) Partografi transhepatik perkutaneus Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
1.10 Pemeriksaan Laboratorium
4) Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada
penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l)
menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen
empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah
menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang dalam
bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena
splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan
terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang
sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin
menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan
sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-
5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang
disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau
lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk
mendeteksi kelainan hati secara dini.
Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1) Darah lengkap Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM dan
anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai
akibat hiperplenisme.
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT
3) Albumin serum menurun
4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia
5) Pemanjangan masa protombin
6) Glukosa serum : hipoglikemi
7) Fibrinogen menurun
8) BUN meningkat
1.11 Penatalaksanaan
Menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur,
istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan
dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein
ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan
sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan
pemberian D penicilamine dan Cochicine.
b. Hemokromatis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi (desferioxamine).
Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a) Asites Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan epatic .
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
sehari. Respons epatic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/
hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan
furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan
dilindungi dengan pemberian albumin.
b) Perdarahan varises epatic i (hematemesis, hematemesis dengan melena atau
melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah
perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas
100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan
pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.
3) Diberikan epatic ic 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali. 15
c) Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada
varises.
4) Pemberian epatic ic campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik.
5) Transplantasi hati.
d) Peritonitis epatic i spontan Diberikan epatic ic pilihan seperti cefotaksim,
amoxicillin, aminoglikosida.
e) Sindrom hepatorenal/ nefropatik epatic Mengatur keseimbangan cairan dan
garam
1.12 Dampak Psikososial
Gejala psikosomatis dari gangguan hati sangat dipengaruhi dari apakah gangguan hati
tersebut bersifat akut atau kronis. Pada gagal hati akut seperti hepatitis fulminan, nekrosis
akibat obat atau kerusakan akut pada penyakit hati kronis, gambaran klinis
tersebutdidominasi oleh tanda-tanda yang jelas dari disfungsi hati. Pasien biasanya
mengalami kuning pada tubuh dengan sirkulasi hiperdinamik, demam, septisemia, dan
mengalami gangguan perdarahan. Gangguan kesadaran pada pasien seperti delirium
menunjukkan adanya ensefalopati hepatikum. Gejala psikologis utama pada penyakit hati
kronis diantaranya adalah depresi, anxietas, insomnia, kelelahan dan gangguan kognitif yang
progresif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Usia : diatas 30 tahun
Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
Pekerjaan : riwayat terpapar toksin
2. Riwayat Kesehatan
Penyakit gangguan metabolisme : DM
Obstruksi kronis ductus coleducus
Gagal jantung kongestif berat dan kronis
Penyakit autoimun
Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
3. Pola Fungsional
Aktivitas/ istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan. Tanda : Letargi, penurunan massa
otot/ tonus.
Sirkulasi Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis, perikarditis,
penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia,
bunyi jantung ekstra, DVJ; vena abdomen distensi.
EliminasiGejala : Flatus.Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali,
asites), penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine
gelap, pekat.
Makanan/ cairanGejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna, mual/ muntah.Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit
kering, turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus,
perdarahan gusi.
Urogenital :
1) Atropi testis
2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)
Integumen :Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
Ekstremitas :Edema, penurunan kekuatan otot
5. Dampak psikososial
Pada pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan serta
perlunya pemenuhan informasi intervensi keperawatan dan pengobatan. Pada pasien
dengan kondisi terminal, pasien dan keluarga membutuhkan dukungan perawat atau ahli
spiritual sesuai dengan keyakinan pasien
Retensi cairan
Asites/edema
MK: Hipervolemi
Data Subyektif : Keluhan badaniah Gangguan
- Mengungkapkan Citra Tubuh
perasaan negative Tubuh menjadi bengkak
tentang perubahan (oedem)
3.4 Intervensi
No Diagnoasa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
1. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera tindakan keperawatan Observasi :
fisiologis dibuktikan selama 7 x 24 jam 1. Identifikasi skala
dengan pasien mengeluh diharapakan tingkat nyeri
nyeri pada abdomen nyeri menurun dengan 2. Identifikasi respon
kuadran kanan atas, P : kriteria hasil : nyeri non verbal
Nyeri ulu hati, Q : 1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi faktor
Ditusuk-tusuk, R : cukup menurun yang memperberat
Abdomen kanan atas, S : 2. Sikap protektif dan memperingan
Skala 6, Bersikap cukup menurun nyeri
protektif (waspada, 3. Frekuensi nadi 4. Identifikasi pengaruh
posisi menghindari cukup membaik nyeri pada kualitas
nyeri), Frekuensi Nadi hidup
meningkat Status kenyamanan 5. Monitor keberhasilan
meningkat dengan terapi komplementer
kriteria hasil : yang sudah diberikan
1. Dukungan Terapeutik :
sosial dari 1. Berikan teknik
keluarga nonfarmakologis
meningkat untuk mengurangi
2. Rileks cukup rasa nyeri
meningkat (akupresure, terapi
3. Keluhan tidak music, aromaterapi,
nyaman cukup teknik imajinasi
menurun terbimbing)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri
3. Fasilitas istirahat dan
tidur
Edukasi :
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
3. Anjurkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Pemberian analgesik
bila perlu
Pemantauan Cairan
Observasi
1. Monitor Berat badan
2. Monitor turgor kulit
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
3 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan Promosi citra tubuh
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi:
selama 2 x 24 jam 1. Identifikasi harapan citra
perubahan struktur/
diharapkan citra tubuh tubuh berdasarkan rahap
bentuk tubuh dibuktikan meningkat dengan perkembangan dengan
dengan mengungkapkan kriteria hasil sebagai 2.Monitor frekuensi
berikut : pernyataan kritik terhadap
perasaan negative
1. Verbalisasi diri sendiri
tentang perubahan tubuh, perasaan Terapeutik
mengungkapkan negative tentang 3. Diskusikan kondisi
perubahan stress yang
kekhawatiran pada
tubuh menurun mempengaruhi citra
penolakan orang lain, 2. Verbalisasi tubuh
fungsi/struktur tubuh kekawatiran Edukasi
berubah. pada 4. Jelaskan kepada
penolakan/reaks keluarga tentang
i orang lain perawatan perubahan
menurun citra tubuh
Manajemen stress
Observasi:
1.identifikasi tingkat stress
2.identifikasi stressor
Terapeutik:
3. Lakukan reduksi
ansietas
4. Berikan kesempatan
untuk menenangkan
diri
5. Berikan waktu
istirahat dan tidur
yang cukup untuk
mengembalikan
energy
Edukasi:
6. Anjurkan
menggunakan teknik
menurunkan stress
yang sesuai untuk
diterapkan di rumah
sakit maupun dengan
situasi lainnya.
7. Ajarkan teknik
menurunkan stress
misal latihan
pernapasan, massase)
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C, dkk. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. Edisi 8. Jakarta.
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2002). Pathophysiology: ClinicalConcepts of
Disease Process. 6th Ed. Mosby.
Sujono, Hadi. (2002). Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Ed ke-7. Bandung.
PB PAPDI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th Ed Jakarta: Interna Publishing. 2014.
Pardede, C.M. (2012), KARAKTERISTIK PENDERITA PERCOBAAN BUNUH DIRI
DENGAN RACUN DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2006-2011. Gizi,
Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi.
Duman, R., Pathophysiology of depression: the concept of synaptic plasticity. European
psychiatry, 2002