Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MODEL & NILAI PROMOSI KESEHATAN UNTUK


PERUBAHAN PERILAKU

Dosen Pengajar :
Heni Purwati, SST., M.Keb

Di Susun Oleh :
1. Risalatus Zainiah A.S (201802016)
2. Rinda Widya E (201802020)
3. Vinka Ayu Rahayu (201802021)
4. Fungky Meta A (201802022)
5. Dea Alfi Sabrina (201802027)

STIKes BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO


DIII KEBIDANAN SEMESTER IV
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta telah memberi kesehatan pada kita semua hingga kita dapat menyelsaikan
tugas pembuatan makalah guna untuk melengkapi tugas mata kuliah kami.

Tak lupa kami ucapkan pula terimakasih kepada dosen pengajar mata kuliah Promosi
Kesehatan yaitu Ibu Heni Purwati,STT., M.Keb yang telah membimbing kami sehingga kami
dapat menyelsaikan makalah ini yang berjudul “Model & Nilai Promosi Kesehatan Untuk
Perubahan Perilaku”

Dalam materi pembelajaran kali ini, kami harap makalah ini dapat membantu dalam
memahami materi tentang Model & Nilai Promosi Kesehatan Untuk Perubahan Perilaku.

Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan maupun wawasan baru untuk rekan rekan
sekalian, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun kekeliruan dalam penyampaian
kami maka kami selaku tim penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih.

Mojokerto, 04 Maret 2020

Kelompok I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. ii

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………... 1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 1
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………….. 1

BAB II : PEMBAHASAN…………………………………………………………. 2

2.1 Teori Hendrik L Blum…………………………………………………. 2


A. Konsep L Blum………………………………………………………. 2
B. Derajat Kesehatan Masyarakat…………………………………….. 5
C. Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat ….. 6
2.2 Teori Perubahan Perilaku Menurut Rogers………………………….. 7
A. Teori Menurut Rogers………………………………………………. 7
B. Dua Tipe Belajar Menurut Rogers…………………………………. 8
C. Asumsi dan Dasar Teori…………………………………………….. 8
D. Detail Teori…………………………………………………………... 9
E. Kedudukan Pengasuhan Dalam Teori……………………………... 11
2.3 Teori Lawrence Green…………………………………………………. 12

BAB III : PENUTUP………………………………………………………………. 14

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 15
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Promosi kesehatan bagian dari upaya kesehatan atau publik secara keseluruhan yang
menekankan pada pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat
itu sendiri. Dalam melakukan promosi kesehatan, pelaku promosi kesehatan haruslah
dapat meyakinkan masyarakat dalam tindak promosinya, sehingga masyarakat mau
diajak berubah dalam berpola perilaku mereka, terutama dalam bidang kesehatan.
Namun, merubah perilaku seseorang bukanlah perkara yang mudah. Ada
beberapa strategi yang harus dilakukan bagi pelaku promosi kesehatan. Menurut H.L
Blum, ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu:
perilaku/gaya hidup, lingkungan, pelayanan kesehatan dan genetik/keturunan. Lalu
menurut Rogers, seseorang akan mengikuti atau menganut perilaku baru melalui
tahapan kesadaran, ketertarikan, menilai, mencoba dan menerima. Sedangkan
menurut Lawrence Green, ada dua faktor pokok yang mempengaruhi kesehatan
seseorang atau masyarakat, yaitu: behavior causes dan non behavior causes.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa model dan nilai promosi kesehatan untuk perubahan perilaku menurut H.L
Blum?
2. Apa model dan nilai promosi kesehatan untuk perubahan perilaku menurut
Rogers?
3. Apa model dan nilai promosi kesehatan untuk perubahan perilaku menurut
Lawrence Green?

1.3 Tujuan
1. Mengerti dan memahami model dan nilai promosi kesehatan untuk perubahan
perilaku menurut H.L. Blum
2. Mengerti dan memahami model dan nilai promosi kesehatan untuk perubahan
perilaku menurut Rogers
3. Mengerti dan memahami model dan nilai promosi kesehatan untuk perubahan
perilaku menurut Lawrence Green
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Teori Hendrik L Blum


Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan.
Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik melainkan juga spiritual
dan sosial dalam bermasyarakat.

H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah
kesehatan. Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style),
faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis
cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling
berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat.
Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor
lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku
masyarakat.

A. Konsep L Blum
Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing-masing faktor
saling keterkaitan berikut penjelasannya :
1. Perilaku masyarakat
Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di
samping itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan,
kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang melekat
pada dirinya.
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan
penting untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Hal ini dikarenakan budaya
hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk
menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program untuk menggerakan masyarakat
menuju satu misi Indonesia Sehat 2010.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan
pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Sebab, apabila
upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya bersifat jangka pendek. Pembinaan dapat
dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh
masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam menyukseskan
program-program kesehatan.

2. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku,
fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik
dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah,
air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial
merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan,
ekonomi, dan sebagainya.
Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik.
Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber
berkembangnya penyakit. Hal ini jelas membahayakan kesehatan masyarakat kita.
Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi
udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga lingkungan
menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran semua pihak.
Puskesmas sendiri memiliki program kesehatan lingkungan dimana berperan
besar dalam mengukur, mengawasi, dan menjaga kesehatan lingkungan
masyarakat. namun dilematisnya di puskesmas jumlah tenaga kesehatan
lingkungan sangat terbatas padahal banyak penyakit yang berasal dari lingkungan
kita seperti diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan sebagainya.

3. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan
dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit,
pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan
pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, tenaga
kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk
mendatangi fasilitas kesehatan dalam memperoleh pelayanan serta program
pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
memerlukan.
Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat
membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan
lainnya untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan
kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang banyak
dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang
kesehatan juga mesti ditingkatkan.
Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat
sangat besar perananya. Sebab di puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang
membutuhkan edukasi dan perawatan primer. Peranan Sarjana Kesehatan
Masyarakat sebagai manager yang memiliki kompetensi di bidang manajemen
kesehatan dibutuhkan dalam menyusun program-program kesehatan. Utamanya
program-program pencegahan penyakit yang bersifat preventif sehingga
masyarakat tidak banyak yang jatuh sakit.
Banyak kejadian kematian yang seharusnya dapat dicegah seperti diare,
demam berdarah, malaria, dan penyakit degeneratif yang berkembang saat ini
seperti jantung koroner, stroke, diabetes militus dan lainnya. penyakit itu dapat
dengan mudah dicegah asalkan masyarakat paham dan melakukan nasehat dalam
menjaga kondisi lingkungan dan kesehatannya.
4. Genetik / Keturunan (Heriditas)
Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada masa
inilah perkembangan otak anak yang menjadi asset kita dimasa mendatang.
Namun masih banyak saja anak Indonesia yang status gizinya kurang bahkan
buruk. Padahal potensi alam Indonesia cukup mendukung. oleh sebab itulah
program penanggulangan kekurangan gizi dan peningkatan status gizi masyarakat
masih tetap diperlukan. Utamanya program Posyandu yang biasanya dilaksanakan
di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka akan terdeteksi secara
dini status gizi masyarakat dan cepat dapat tertangani.
Program pemberian makanan tambahan di posyandu masih perlu terus
dijalankan, terutamanya daerah yang miskin dan tingkat pendidikan
masyarakatnya rendah. Pengukuran berat badan balita sesuai dengan KMS harus
rutin dilakukan. Hal ini untuk mendeteksi secara dini status gizi balita. Bukan saja
pada gizi kurang kondisi obesitas juga perlu dihindari. Bagaimana kualitas
generasi mendatang sangat menentukan kualitas bangsa Indonesia mendatang.

B. Derajat Kesehatan Masyarakat


Menurut Hendrik L.Blum (1974), terdapat empat faktor utama yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu : lingkungan, perilaku manusia,
pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut saling terkait dengan
beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan
mental, sistem budaya, dan populasi sebagai satu kesatuan. Lingkungan mempunyai
pengaruh paling besar terhadap derajat kesehatan masyarakat (Gumilar, 2004).
Selain itu Hendrik L Blum juga menyebutkan 12 indikator yang berhubungan dengan
derajat kesehatan, yaitu :
a. Life spam: yaitu lamanya usia harapan untuk hidup dari masyarakat, atau dapat juga
dipandang sebagai derajat kematian masyarakat yang bukan karena mati tua.
b. Disease or infirmity: yaitu keadaan sakit atau cacat secara fisiologis dan anatomis
dari masyarakat.
c. Discomfort or ilness: yaitu keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan somatik,
kejiwaan maupun sosial dari dirinya.
d. Disability or incapacity: yaitu ketidakmampuan seseorang dalam masyarakat untuk
melakukan pekerjaan dan menjalankan peranan sosialnya karena sakit.
e. Participation in health care: yaitu kemampuan dan kemauan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam menjaga dirinya untuk selalu dalam keadaan sehat.
f. Health behaviour: yaitu perilaku manusia yang nyata dari anggota masyarakat secara
langsung berkaitan dengan masalah kesehatan.
g. Ecologic behaviour: yaitu perilaku masyarakat terhadap lingkungan, spesies lain,
sumber daya alam, dan ekosistem.
h. Social behaviour: yaitu perilaku anggota masyarakat terhadap sesamanya, keluarga,
komunitas dan bangsanya.
i. Interpersonal relationship: yaitu kualitas komunikasi anggota masyarakat terhadap
sesamanya.
j. Reserve or positive health: yaitu daya tahan anggota masyarakat terhadap penyakit
atau kapasitas anggota masyarakat dalam menghadapi tekanan-tekanan somatik,
kejiwaan, dan sosial.
k. External satisfaction: yaitu rasa kepuasan anggota masyarakat terhadap lingkungan
sosialnya meliputi rumah, sekolah, pekerjaan, rekreasi, transportasi.
l. Internal satisfaction: yaitu kepuasan anggota masyarakat terhadap seluruh aspek
kehidupan dirinya sendiri.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat


Menurut Hendrik L. Bloom ada empat faktor yang mempengaruhi status kesehatan
masyakarat yaitu lingkungan , perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Dari bagian
tersebut dapat dilihat bahwa faktor yang paling mempengaruhi derajat kesehatan adalah
faktor lingkungan, kemudian disusul oleh faktor perilaku pelayanan kesehatan dan terakhir
keturunan. Uraian faktor – faktor tersebut adalah :
a. Lingkungan hidup
a. Fisik : sampah, air, udara, perumahan dsb.
b. Sosial : kebudayaan , pendidikan, ekonomi ( interaksi manusia )
c. Biologi : hewan , jasad remik, tetumbuhan.

b. Perilaku
a. Merupakan adat atau kebiasaan dari masyarakat.
b. Sehat tidaknya lingkungan dan keluarga tergantung perilaku
c. Pelayanan kesehatan
Peranan pelayanan kesehatan adalah :
a. Menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan penyakit
pengobatan, dan perawatan kesehatan.
b. Dipengaruhi oleh faktor lokasi atau jarak ke tempat pelayanan kesehatan
sumber daya manusia, informasi kesesuaian program pelayanan kesehatan
dengan kebutuhan masyarakat.
d. Keturunan
Faktor keturunan adalah faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir. Sebagai contoh : diabetes mellitus, asma, epilepsy, retardasi
mental, hipertensi, buta warna dll.
2.2 Teori perubahan perilaku menurut Rogers (1974)
A. Teori Menurut Rogers
1. Awareness (kesadaran), yakni individu menyadari adanya stimulus yang datang
terlebih dahulu.
2. Interest (perhatian/tertarik), individu mulai tertarik dengan adanya stimulus yang
masuk.
3. Evaluation (menilai), individu mulai menimbang-nimbang baik dan buruknya
apabila mengikuti stimulus tersebut.
4. Trial (mencoba) individu mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption (menerima), individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Menurut Roger, seseorang akan mengikuti atau menganut perilaku baru melalui
tahapan sebagai berikut:

1. Sadar (Awareness) : seseorang sadar akan adanya informasi baru. Misalnya


menggosok gigi.
2. Tertarik (Interest) : seseorang mulai tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai manfaat menggosok gigi sehingga orang tersebut mencari informasi
lebih lanjut pada orang lain yang dianggap tahu, membaca atau mendengarkan dari
sumber yang dianggap tahu.
3. Evaluasi (Evaluasion) : pada tahap ini seseorang mulai menilai, apakah akan
memulai menggosok gigi atau tidak, dengan mempertimbangkan berbagai sudut
misalnya, kemampuan membeli sikat gigi, pasta gigi, atau melihat orang lain yang
rajin menggosoki gigi.
4. Mencoba (Trial) : orang tersebut mulai menggosok gigi. Dengan
mempertimbangkan untung ruginya, orang tersebut akan terus mencoba atau
menghentikannya. Misalnya, apabila orang tersebut setelah menggosok gigi
merasa mulutnya nyaman, giginya bersih sehingga menambah rasa percaya diri, ia
kan melanjutkan menggosok gigi secara teratur. Namun, jila menggosok gigi
membuat gigi ngilu kegiatan menggosok gigi tidak akan dilanjutkan atau
diberhentikan sementara.
5. Adopsi (Adopsion) : pada tahap ini, orang yakin dan telah menerima bahwa
informasi baru berupa menggosok gigi memberi keuntungan bagi dirinya sehingga
menggosok gigi menjadi kebutuhan.
B. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun
keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya.
Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang
berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered), teori
yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok
(group centered), dan person to person). Namun istilah person centered yang sering
digunakan untuk teori Rogers.
C. Asumsi dan Prinsip Dasar Teori
1. Kecenderungan formatif : Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik
tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
2. Kecenderungan aktualisasi: Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak
menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual
mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Carl Rogers mengembangkan teorinya dari penelitiannya bersama pasien dan klien di
klinik. Rogers merasa terkesan dengan apa yang ia lihat saat kecenderungan bawaan
individu yang bergerak ke arah pertumbuhan, maturitas, dan perubahan positif. Ia menjadi
yakin bahwa kekuatan dasar yang memotivasi organisme manusia adalah kecenderungan
beraktualisasi – suatu kecenderungan ke arah pemenuhan atau aktualisasi semua kapasitas
organisme.
Organisme yang tumbuh mencari cara untuk memenuhi potensinya di dalam batas-
batas hereditasnya. Seseorang mungkin tidak selalu dengan jelas merasakan tindakan
mana yang menyebabkan pertumbuhan dan tindakan mana yang regresif. Tetapi jika jalan
itu jelas, individu memilih untuk tumbuh ketimbang regresi. Rogers tidak menyangkal
bahwa terdapat kebutuhan lain, sebagian darinya adalah biologis
Peran ahli terapi adalah sebagai papan pantul sementara individu mengeksplorasi dan
menganalisis masalahnya. Pendekatan ini berbeda dari tipe psikoanalitik, di mana ahli
terapi menganalisis pengalaman pasien untuk menentukan masalah dan menyarankan
suatu tindakan pengobatan. Inti dari konsep dalam teori kepribadian Rogers adalah diri
(self).
Diri terdiri dari semua ide, persepsi, dan nilai-nilai yang mengkarakterisasi “saya”
atau “aku” ; ia mencakup kesadaran “apa saya” dan “ apa yang dapat saya lakukan.”
Selanjutnya diri yang dihayati ini mempengaruhi persepsi seseorang tentang dunia dan
perilakunya. Sebagai contohnya, wanita yang merasa dirinya kuat dan kompeten akan
menghayati dan bertindak di dunia dengan cara yang sangat berbeda dari wanita yang
menganggap dirinya lemah dan tidak berguna
D. Detail Teori
Menurut Rogers, individu menilai setiap pengalaman berkaitan dengan konsep diri.
Orang ingin bertindak dalam cara yang konsisten dengan citra-dirinya ; pengalaman dan
perasaan yang tidak konsisten adalah mengancam dirinya dan tidak diterima oleh
kesadaran. Ini pada dasarnya adalah konsep represi freud, walaupun Rogers menganggap
represi tersebut tidak diperlukan atau permanen. (Freud mengatakan bahwa represi tidak
dapat dihindari dan sebagian aspek pengalaman individu selalu tetap berada dibawah
sadar.
Semakin banyak pengalaman yang disangkal oleh seseorang karena tidak konsisten
dengan konsep dirinya, semakin lebar jurang antara dirinya dan realita dan semakin besar
kemungkinan timbulnya ketidakmampuan menyesuaikan diri. Seorang individu yang
konsep dirinya tidak sejalan dengan perasaan dan pengalaman pribadi harus melindungi
dirinya sendiri dari kebenaran karena kebenaran akan menyebabkan kecemasan.
Sebaliknya, orang yang mampu menyesuaikan diri memiliki konsep diri yang konsisten
dengan pikiran, pengalaman, dan perilaku ; diri tidak kaku tetapi fleksibel, dan dapat
berubah saat ia mengasimilasi pengalaman dan ide baru.
Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman
yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini
terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah
kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu
Incongruence dan Congruence.
a. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman
aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
b. Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama
dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati. 
Jadi dua jenis ketidaksesuaian dapat terjadi : satu, antara diri dan pengalaman realita ;
dan yang lain antara diri dan diri ideal. Rogers memiliki beberapa hipotesis tentang
bagaimana ketidaksesuaian itu dapat berkembang.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang
mengalami penghargaan positip tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai
adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung
untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):
1. Keterbukaan pada pengalaman

Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua


pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian
ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.

2. Kehidupan Eksistensial

Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap


pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah
dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.

3. Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri


Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap
pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang
dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan
setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.
4. Perasaan Bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya
paksaan – paksaan atau rintangan – rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan.
Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai
kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada
peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam
kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.
5. Kreativitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka
sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan ciri – ciri
bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai
respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.
(Schultz 1991)
E. Kedudukan Pengasuhan dalam Teori
Rogers mengatakan bahwa orang-konsep diri sering tidak sama persis dengan
kenyataan. Sebagai contoh, seseorang mungkin menganggap dirinya sangat jujur tetapi
sering berbohong kepada atasannya tentang mengapa ia terlambat untuk bekerja. Rogers
menggunakan istilah ketidaksesuaian untuk mengacu pada kesenjangan antara konsep
diri dan realitas. Kesesuaian adalah pertandingan yang cukup akurat antara konsep diri
dan realitas. Menurut Rogers, orangtua mempromosikan ketidaksesuaian jika mereka
memberi anak-anak mereka cinta bersyarat. Jika orang tua menerima anak hanya bila anak
berperilaku dengan cara tertentu. Di sisi lain, jika orang tua menunjukkan kasih tanpa
syarat, anak dapat mengembangkan kongruensi.
Pengasuhan sangat penting kedudukannya dimana orangtua yang memberikan
pengasuhan yang baik dapat memberikan kebutuhan penghargaan positif tanpa syarat
dimana dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut anak akan menjadi fungsional. Ini berarti
mereka merasa dirinya dihargai oleh orangtua dan orang lain walaupun perasaan, sikap,
dan perilakunya kurang dari ideal. Jika orangtua hanya memberikan penghargaan positif
tanpa syarat, menilai anak hanya jika ia bertindak, berpikir, atau berperasaan dengan
benar, anak kemungkinan mengalami distorsi konsep dirinya. Sebagai contohnya,
perasaan kompetisi dan permusuhan kepada adik bayi dan biasanya menghukum tindakan
tersebut. Anak agaknya harus mengintegrasikan pengalaman ini ke dalam konsep diri
mereka.  Mereka mungkin memutuskan bahwa orangtua tidak menyukai mereka dan
demikian merasa ditolak. Atau mereka mungkin menyangkal perasaan mereka dan
memutuskan mereka tidak ingin memukul adik. Tiap sikap itu mengandung distorsi
kebenaran. Alternatif ketiga adalah yang paling mungkin diterima oleh anak-anak, tetapi
dalam melakukannya, mereka menyangkal perasaan yang sesungguhnya diri mereka, yang
kemudian menjadi tidak disadari. Semakin orang didorong untuk menyangkal perasaannya
sendiri dan menerima nilai-nilai orang lain, semakin tidak nyaman perasaan mereka
tentang dirinya sendiri. Rogers menyatakan bahwa pendekatan terbaik bagi orangtua
adalah mengenali perasaan anak sebagai sesuatu yang nyata sambil menjelaskan alasan
mengapa perbuatan memukul tidak dapat diterima.
2.3 Teori Lawrence Green
Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya
perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktro-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas-fasilitas
atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3. Faktro-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan erilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

B = f (PF, EF, RF)


Keterangan :
B = Behavior
PF = Predisposing Factors
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing Factors
F = Fungsi
Disimpulkan bahwa perilaku sesorang atau masyrakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, yang
bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas
kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya
perilaku.
Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di psoyandu dapat
disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi
anaknya (predisposing factors). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari
posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab
lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lainnya disekitarnya
tidak pernah mengimunisasikan anaknya (reinforcing factors).
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perubahan perilaku, menurut H.L Blum terdapat empat faktor utama yang
dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu: lingkungan, perilaku
manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut saling terkait
dengan beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam, keseimbangan ekologi,
kesehatan mental, sistem budaya, dan populasi sebagai satu kesatuan.
Lalu menurut Rogers, seseorang akan mengikuti atau menganut perilaku baru
bila seseorang sadar akan adanya informasi baru, tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut, menilai dan mempertimbangkan, mencoba lalu mulai menerima perubahan
tersebut.
Menurut Lawrence Greeen, Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar
perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor: Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor
pendukung (Enabling factors), faktro-faktor pendorong (renforcing factors).
Daftar Pustaka
Ekasari, M. F, dkk. (2008). Keperawatan Komunitas Upaya Memandirikan Masyarakat
Untuk Hidup Sehat. Jakarta: Trans Info Media.

Effendy, N. (1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Notoatmojo, S. (2007). Promosi Kesehetan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Slamet, J. S. (2002). Kesehatan Lingkungan . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai