Anda di halaman 1dari 25

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

RMK PERTEMUAN KE-6


CORPORATE ETHICAL GOVERNANCE &
ACCOUNTABILITY

OLEH:
KELOMPOK 2
1. Ni Made Ayu Nirmalasari Putri Erawan (1881621008/09)
2. Cokorda Istri Eka Pratiwi (1881621009/10)
3. Ni Made Ayu Maya Puspita (1881621015/16)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
Pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya menaruh harapan besar
terhadap bisnis, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mereka melakukannya. Pada saat yang sama, lingkungan tempat bisnis
beroperasi semakin kompleks sehingga hal tersebut menjadi tantangan etika bagi mereka.
Jika mereka sampai melakukan tindakan yang melanggar etika, maka hal tersebut dapat
menimbulkan risiko yang besar dan akan berpengaruh buruk bagi reputasi dan pencapaian
tujuan perusahaan secara keseluruhan. Jadi, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan
yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan pemegang saham
dan semua pemangku kepentingan lainnya.

Kerangka Tata Kelola dan Akuntabilitas Modern untuk Pemegang Saham dan Para
Pemangku Kepentingan Lainnya.
Kasus pelanggaran etika yang berujung pada kegagalan bisnis, audit, dan tata kelola
perusahaan berskala besar seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah
mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di Amerika.
Hal ini merupakan suatu bencana besar di lingkungan bisnis, dan telah menjadi pemicu
harapan baru dalam tata kelola dan akuntabilitas perusahaan. Menyikapi hal tersebut, para
politisi Amerika menciptakan kerangka tata kelola dan akuntabilitas baru yang dikenal
dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX) yang bertujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan
investor dan memfokuskan kembali tata kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi
terhadap kewajiban fidusia mereka, yakni tanggung jawab terhadap kepentingan pemegang
saham dan para pemangku kepentingan lainnya.

Perusahaan bertanggung jawab secara hukum kepada pemegang saham dan secara
strategis kepada pemangku kepentingan tambahan yang dapat secara signifikan
mempengaruhi pencapaian objektifnya. Dalam proses tata kelola berorientasi pada
akuntabilitas-pemangku kepentingan (Stakeholder-Accountability Oriented Governance
Process (SAOG), Dewan Direksi harus mempertimbangkan semua kepentingan stakeholder.
Dewan Direksi memastikan bahwa tindakan perusahaan berpedoman pada visi perusahaan,
misi, strategi, kebijakan, kode etik, praktik, sesuai mekanisme, dan pengaturan umpan balik.
Jika tidak, perusahaan dapat kehilangan dukungan dari satu atau lebih stakeholder. Pedoman
yang tepat diperkuat oleh mekanisme umpan balik harus diberikan kepada manajemen dan
diperkuat oleh budaya perusahaan yang etis. Jika tidak, manajemen dapat bertindak
seenaknya karena tidak ada pedoman yang membatasi serta umpan balik.
Umpan balik dari perusahaan contohnya:
 Dewan Direksi mungkin akan diperingatkan oleh beberapa agen jika muncul perilaku
manajemen yang dipertanyakan
 Pemegang saham biasanya memilih auditor eksternal untuk memberikan pendapat
ahli tentang apakah laporan keuangan yang disiapkan manajemen telah menyajikan
secara wajar dan sesuai dengan IFRS/GAAP
 Auditor eksternal diminta untuk bertemu dengan Komite Audit dari dewan dan
mendiskusikan laporan keuangan dan internal kontrol perusahaan
 Auditor internal berperan untuk menilai apakah kebijakan perusahaan telah bersifat
komprehensif dan terus ditaati
 Pengacara perusahaan akan diharapkan untuk membuat dewan direksi menyadari
masalah jika manajemen tidak merespons dengan tepat ketika menceritakan
kejanggalan yang ada
 Ethics Officer harus melapor kepada Dewan Komite Audit dan menjadi saluran yang
dilalui oleh whistle-blowers
Ancaman Bagi Tata Kelola dan Akuntabilitas yang Baik
Dalam menanggapi ancaman-ancaman yang terkait dengan tata kelola dan akuntabilitas yang
baik, maka suatu pedoman yang jelas sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan
mengatasi ancaman-ancaman tersebut. Tiga ancaman yang signifikan meliputi:

- Salah mengartikan tujuan dan kewajiban fidusia.


Personel dapat salah memahami tujuan perusahaan adalah menjadi yang paling
menguntungkan, sehingga mengambil tindakan yang membawa keuntungan jangka
pendek. Hal tersebut dapat diakibatkan karena kurangnya bimbingan yang tepat dan/atau
kurangnya mekanisme kepatuhan.
Misalnya pada kasus Enron, banyak direksi dan karyawannya percaya bahwa tujuan
perusahaan terpenuhi dengan baik oleh tindakan-tindakan yang membawa keuntungan
jangka pendek, sehingga perusahaan melakukan manipulasi untuk memperoleh
keuntungan tersebut yang ternyata berujung pada kehancuran perusahan tersebut.
- Kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko etika.
Seiring dengan meningkatnya kompleksitas, volatilitas, dan risiko yang melekat pada
kepentingan dan operasi perusahaan, maka risiko harus dapat diidentifikasi, dinilai, dan
dikelola dengan hati-hati. Prinsipnya yaitu, risiko etika terjadi ketika terdapat
kemungkinan harapan stakeholder tidak terpenuhi. Menemukan dan memperbaikinya
adalah sangat penting untuk menghindari krisis atau kehilangan dukungan dari para
pemangku kepentingan. Hal itu dapat dilakukan dengan menetapkan tanggung jawab,
mengembangkan proses tahunan, dan tinjauan dari dewan organisasi.
- Konflik Kepentingan
Seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari
konflik kepentingan. Konflik kepentingan terjadi ketika penilaian independen seseorang
menjadi goyah, atau ada kemungkinan goyah dalam membuat keputusan terkait dengan
kepentingan terbaik lainnya yang bergantung pada penilaian tersebut. Hal ini bisa saja
terjadi karena karyawan dan pimpinan perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung memiliki kepentingan pribadi dalam mengambil suatu keputusan yang
seharusnya diambil secara objektif, bebas dari keragu-raguan, dan demi kepentingan
terbaik dari perusahaan. Konflik kepentingan ini lebih dari sekedar bias, dimana dapat
diukur dan disesuaikan. Jadi karena ketidakjelasan sifat dan besarnya pegaruh, perhatian
harus benar-benar diberikan pada setiap kecenderungan yang menuju kepada bias.

Manajemen untuk Menghindari dan Meminimalkan Konsekuensi


1. Penghindaran
 Pendekatan yang dianjurkan jika konflik kepentingan tampak dapat dihindari
 Memastikan bahwa semua karyawan menyadari keberadaan dan konsekuensi
mereka melalui kode etik dan pelatihan terkait
2. Pengungkapan atas para stakeholder yang mengandalkan keputusan
 Menurut teori agensi, shareholder berharap dan ingin para manajer dan
karyawan nonmanajerial berperilaku sesuai dengan tujuan yang ditetapkan untuk
perusahaan
3. Manajemen konflik atas stakeholder

Elemen Kunci dari Tata Kelola Perusahaan dan Akuntabilitas


 Mengembangkan, Menerapkan, dan Mengelola Budaya Perusahaan Secara Etis
Direksi, pemilik, manajemen senior, dan karyawan semuanya harus memahami bahwa
suatu organisasi akan lebih bernilai jika mempertimbangkan kepentingan seluruh
pemangku kepentingannya, tidak hanya pemegang saham, dan dalam membuat
keputusan mempertimbangkan nilai-nilai etika yang tepat. Direksi dan para eksekutif
harus cermat dalam mengatur bisnis dan risiko etika perusahaannya. Mereka harus
memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Oleh
karena itu, dibutuhkan pengembangan kode etik sehingga dapat menciptakan
pemahaman yang tepat mengenai perilaku-perilaku etis, memperkuat perilaku-
perilaku tersebut, dan memastikan bahwa nilai-nilai yang mendasarinya melekat pada
strategi dan operasi perusahaan. Hal-hal seperti konflik kepentingan, pelecehan
seksual, dan hal-hal serupa lainnya harus segera diatasi dengan pengawasan yang
memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan tetap sejalan dengan harapan saat
ini.
 Kode Etik Perusahaan
Kode etik dalam tingkah laku bisnis di perusahaan merupakan implementasi salah
satu prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Kode etik dapat didefinisikan sebagai
mekanisme struktural perusahaan yang digunakan sebagai tanda komitmen mereka
terhadap prinsip-prinsip etika. Mekanisme tersebut dipandang sebagai suatu cara yang
efektif untuk mendukung kebiasaan etika dalam menjalankan bisnis. Kode etik
menuntut karyawan dan pimpinan perusahaan untuk melakukan praktik-praktik etika
bisnis terbaik dalam semua hal yang dilakukan atas nama perusahaan. Jika prinsip
tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan, maka seluruh karyawan dan
pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran kode etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat dikategorikan
sebagai pelanggaran hukum.
 Etika Kepemimpinan
Salah satu unsur penting dari tata kelola dan akuntabilitas perusahaan adalah “tone at
the top” dan peran pimpinan dalam membangun, membina, melaksanakan, dan
memantau budaya perusahaan yang diharapkan. Jika para pemimpin senior atau junior
hanya bersuara untuk menyatakan nilai-nilai yang diinginkan di dalam perusahaan,
maka karyawan akan mempertimbangkan hal tersebut sebagai suatu yang tidak patut
diperhatikan. Meskipun budaya formal organisasi menetapkan nilai tersebut, namun
jika tidak didukung oleh budaya informal maka hal tersebut hanya akan diangap
sebagai suatu ocehan atau istilah lainnya “window dressing”.

Kewajiban Direksi dan Pekerja


Tata kelola etika dan akuntabilitas perusahaan bukan hanya sekedar bisnis yang bagus,
namun merupakan suatu hukum. SOX Seksi 404 mengharuskan perusahaan meneliti
efektivitas sistem pengendalian internal mereka terkait dengan pelaporan keuangan. CEO,
CFO, dan auditor harus melaporkan dan menyatakan efektivitas tersebut. Pendekatan COSO
terkait dengan sistem pengendalian internal menjelaskan bagaimana cara suatu perusahaan
mencapai tujuannnya melalui 4 dimensi, yaitu strategi, operasi, pelaporan, dan kepatuhan.
Melalui 4 dimensi tersebut, kerangka manajemen etika melibatkan 8 unsur yang saling terkait
mengenai cara manajemen menjalankan perusahaan dan bagaimana mereka terintegrasi
dengan proses manajemen yang meliputi lingkungan internal, penetapan tujuan, identifikasi
kejadian, penilaian risiko, tanggapan terhadap risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan
komunikasi, dan pemantauan (monitoring).
Etika dan budaya etis perusahaan memainkan peran penting dalam penetapan
pengendalian lingkungan, dan juga dalam menciptakan manajemen risiko etika yang efektif
yang berorientasi pada sistem pengendalian internal dan perilaku yang dihasilkan. Oleh
karena itu, hal tersebut dapat menentukan “tone at the top”, kode etik, kepedulian pegawai,
tekanan untuk memperoleh tujuan yang tidak realistis, kesediaan manajemen untuk
mengabaikan pengendalian, kepatuhan dalam penilaian kinerja, pemantauan terhadap
efektivitas pengendalian internal, program “whistle-blowing”, dan tindakan perbaikan dalam
menanggapi pelanggaran kode etik.

Tolak Ukur Akuntabilitas Publik


Salah satu perkembangan terkini yang perlu dipertimbangkan oleh dewan direksi dan
manajemen ketika mengembangkan nilai-nilai, kebijakan, dan prinsip-prinsip yang mendasari
budaya perusahaan dan tindakan karyawan mereka adalah gelombang baru dalam
pengawasan pemangku kepentingan dan kebutuhan untuk transparansi dan akuntabilitas
publik. Jika direksi mampu mengenali dan mempersiapkan perusahaan mereka di era baru
dimana akan berhadapan dengan akuntabilitas para pemangku kepentingan yang efektif dan
juga sistem tata kelola yang beretika, mereka tidak hanya akan mengurangi risiko, tapi juga
akan menghasilkan keuntungan kompetitif dari perlanggan, karyawan, mitra, lingkungan, dan
para stakeholder lainnya yang tentunya menarik bagi pemegang saham. Intinya, direksi,
eksekutif, dan akuntan profesional harus fokus sepenuhnya terhadap pengembangan dan
pemeliharaan budaya integritas jika mereka ingin memuaskan harapan seluruh pemangku
kepentingannya.
KASUS SPYING ON HP DIRECTORS

Pada bulan Januari 2006, direktur Hewlett-Packard (HP), Patricia Dunn,


membentuk timinvestigasi yang terdiri dari ahli elektronik dan pengamanan data untuk
menyelidiki kebocorantentang strategi jangka panjang perusahaan yang menjadi
rahasia perusahaan. Pada bulanSeptember 2006, media memberitakan adanya penyadapan
dari tim investigasi terhadap dewandan beberapa wartawan. Mereka melakukan penyadapan
terhadap telpon dewan dan 9 wartawantermasuk reporter CNET, New York Times dan Wall
Street Journal. Penyadapan yang tidak etisdan melanggar hukum dilakukan dengan
pretexting. Patricia Dunn menyatakan dia tidakmengetahui metode yang dipakai tim
investigasi untuk mencari sumber kebocoran, namunmengundurkan diri setelah scandal
tersebut terbongkar. Sepuluh hari sebelumnya. GeorgeKeyworth, direktur yang
bertanggung jawab terhadap kebocoran, mengundurkan diri dari HPsetelah menjadi direktur
selama 21 tahun di perusahaan tersebut.
Profile Perusahaan:

HP didirikan tahun 1939 dan beroperasi lebih dari 170 negara. Penjualan terbesar
adalahkomputer personal, dan menyediakan produk dan jasa yang beragam seperi
foto digital,entertaimen digital, penghitungan, printer. Sebagai tambahan HP menyediakan
infrastruktur danpenyediaan superkomputer yang sangat kuat yang mengendalikan
berbagai peralatan. HPtermasuk dalam jajaran perusahaan IT besar dengan total
pendapatan pada kuartal keempat 2007yang berakhir 31 Desember 2007 sebesar $ 107,7 juta.
HP menduduki rangking ke 14 dari daftar500 perusaan terbesar menurut the Forbes. Kantor
pusat perusahaan di di Palo Alto California.

Kebocoran informasi rahasia dan investigasi HP

Patricia Dunn bergabung dengan HP tahun 1998 dan pada bulan Februari 2005 menjadi
direktur.Sebelumnya dia menjadi direktur perusahaan investasi Barclay Global. Pada Januari
2006, diweb CNET memberitakan tentang strategi jangka panjang HP yang dikutip dari
sumber orangdalam perusahaan yang tidak disebutkan namanya. Informasi yang
diberitakan merupakaninformasi yang hanya diketahui para dewan. Menindak lanjuti dari
artiket CNET, Patricia Dunndibantu dengan pegawai yang menangani security data dan
penasihat mengotorisasi tim ahlisecurity dan elektronic yang independen untuk menyelidiki
sumber kebocoran. Target daripenyelidikan adalah komunikasi para manajer perusahaan
yaitu telepon dan email bukan hanyaaccount perusahaan tetapi juga account pribadi.Tim
penyelidik tidak mendengarkan percakapan di telpon secara langsung. Mereka
menyelidikisiapa yang ditelpon atau menelpon. Penyelidikan menggunakan taktik yang
beragam dari yangkontroversial sampai yang melanggar hukum. Termasuk dalam
taktik ini menggunakanpenyelidik swasta yang berkedok sebagai dewan HP dan kemudian
menipu operator telpon untukmendapatkan data percakapan para direktur. Hal yang sama
dilakukan terhadap 9 wartawan.Teknik ini dikenal dengan pretexting.

Pengunduran diri Tom Perkins


Tim akhirnya menemukan yang membocorkan adalah George Keyworth, yang
merupakandirektur terlama di HP. Pada surat pengunduran dirinya, George
menyampaikan alasanmembocorkan informasi ke CNET:
Seperti diketahu saya adalah sumber yang membocorkan artikel di CNETpada bulan Januari
2006. Saya sering diminta oleh manajer komunikasi HP untuk berbicara dengan reporter
untuk memberi prespektif dari anggotadewan komisaris yang lebih dari sekedar sejarah
perusahaan. Pernyataansaya selalu di apresiasi oleh pegawai senior perusahaan yang
membantuperusahaan-yang menjadi tujuan saya. Saya percaya pernyataan saya yangsaya
berikan pada wartawan CNET adalah yang terbaik bagi perusahaandan tidak mengungkapkan
rahasia atau merusak informasi.
Setelah pengunduran diri George Keyworth, Tom Perkins salah satu direktur, kapitalis
venturadari lembah Silicon dan teman dari pendiri HP, memprotes adanya penyelidikan
internal secararahasia, yang menurutnya ilegal, tidak etis dan menilai Dunn salah
menempatkan prioritas.Perkin adalah sekretaris dewan dan komite tata kelola yang tidak
memperoleh informasi dariDunn tentang penyelidikan dari Dunn, walaupun dia
mengetahui bahwab Dunn berniatmenyelidiki kasus tersebut. Setelah dewan menyetujui
pengunduran diri Keyworth, Perkin jugamengumumkan untuk mengundurkan diri yang
diumumkan oleh perusahaan keesok harinyatanpa disebutkan alasannya. HP melaporkan
pengunduran Perkin ke SEC empat hari kemudianjuga tidak menyebutkan alasannya.
Pada awal bulan Agustus, setelah HP menolahpermohonannya untuk mengambil
langkah, Perkin secara formal meminta SEC untukmemerintahkan HP
mempublikasikan surat pengunduran dirinya. Pada awal bulan september HPmemberikan
pada SEC, dan pada saat itu Perkin membeberkan pada media. Pada tanggal 21September
2006, Mark Hund, pengganti Keyword dalam press realease menyatakan: Yangdimulai untuk
mencegah kebocoran informasi rahasia dari ruang dewan berakhir dengan arahyang tidak
diantisipasi. Sehari kemudian Patricia Dunn mengundurkan diri. Dalam
suratpengunduran dirinya dia menyatakan:
“Saya mengundurkan diri atas permintaan dewan. Pembeberan informasi yangrahasia
merupakan pelanggaran yang serius terhadap perusahaan. Sayamengambil langkah
yang semestinya dengan bantuan pegawai yang menanganisecurity. Saya tidak memilih orang
yang menangani penyelidikan, yang dilakukansetelah konsultasi dengan anggota dewan.
Saya menerima bahwa sayabertanggung jawab untuk mencari siapa yang membocorkan,
tetapi saya tidakmenyarankan metode spesifik yang dipakai dalam investigasi. Saya
sendirimenjadi subyek yang diselidiki. Catatan telpon saya juga diselidiki
bersamadengan catatan telpon yang lainnya. Namun disayangkan, orang yang
diandalkanuntuk melakukan investigasi ini menghancurkan saya dan perusahaan.”
Seminggu kemudian, pada tanggal 28 September, Komite energi dan perdagangan di
Amerika melakukan penyelidikan. Ann Baskin, general councel, mengundurkan diri
dan tidak maumemberi kesaksian sesuai dengan amandemen ke 5 dalam proses
penyelidikan kriminal. Dalamdengar pendapat, Dunn dan Hurd membeberkan apa yang
dilakukan dalam penyelidikan internal.Dunn bersaksi bahwa dia tidak pernah menyetujui
penggunaan taktik yang dipertanyakan, diamengatakan bahwa dia tidak sadar sampai dengan
akhir Juni atau juli 2006, bahwa pretextingdapat menyebabkan seseorang memalsukan
identitas untuk dapat memperoleh catatan telpon.Pada bulan Oktober 2006 kejaksaan
California mengajukan dakwaan kriminal pada perusahaan,Patricia Dunn dan pegawai Hp
yang terlibat dalam penyelidikan. HP membayar denda $14,5 jutadan berjanji untuk
memperbaiki pelaksanaan tata kelola di perusahaan. Pada bulan Juni 2007Hakim
memutuskan Patria Dunn dan pegawai yang terlibat dinyatakan tidak bersalah.
Pada saat yang sama wartawan yang catatan teleponnya juga diselidiki, juga mengajukan
tuntutan.Dua tahun kemudian HP setuju melakukan penyelesaian dengan wartawan dari New
York Timesdan Business Week. Jumlah yang dibayarkan tidak disebutkan. Dan
hasil pembayaran didonasikan untuk sosial.

Keterangan:

Pretexting adalah suatu teknik untuk membuat dan menggunakan skenario yang
diciptakan(sebuah dalih) yang melibatkan korban yang ditargetkan dengan cara
meningkatkankemungkinan korban membocorkan informasinya. Pretexting bisa disebut
sebagai kebohonganyang terencana dimana telah diadakan riset data sebelumnya untuk
mendapatkan data-data akuratyang dapat meyakinkan target bahwa kita adalah pihak yang
terautorifikasi.

Pertanyaan dan jawaban:

1. Haruskan dewan direksi diijinkan melakukan penyelidikan mengenai kelemahan


dalamsistem pengendalian perusahaan?
Jawaban : Sesuai dengan fungsi dan struktur perusahaan yang memiliki
wewenang untuk melakukan penyelidikan sistem pengendalian internal adalah
komite audit dari perusahaan tersebut, namun mengenai apakah dewan direksi
berhak untuk memulai penyelidikan mengenai kelemahan dalam sistem
pengendalian internal sebuah perusahaan. Menurut kami, direksi memiliki
tanggung jawab untuk membuat dan memelihara Sistem Pengendalian Intern yang
efektif serta memastikan bahwa sistem tersebut berjalan baik sesuai dengan tujuan
pengendalian intern yang ditetapkan oleh Perusahaan. Sebagai pelaksana tertinggi fungsi
pengelolaan, maka Direksi berhak dan berwenang untuk melaksanakan fungsi
pengawasan. Namun, seharusnya Dewan Direksi dibantu oleh Komite Audit, yang secara
efektif dapat melaksanakan proses pengawasan terhadap perusahaan serta memberikan
nasihat dan laporan kepada Direksi mengenai tingkat prosedur pengendalian intern dalam
suatu perusahaan, sehingga dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, serta
membantu meningkatkan efektivitas, akuntabilitas, transparansi dan obyektivitas
dalam pengelolaan Perusahaan.
2. Apakah strategi pretexting dapat diterima dalam arti untuk memperoleh informasi
yangcritical yang memperkuat sistem pengendalian intern? Berikut adalah saran hukum
yangdiperoleh pada subjek oleh HP:
Komite tersebut telah disarankan oleh pengacara luarkomite bahwa penggunaan
dalih pada saat penyelidikan itu tidak secara umum melanggarhukum (kecuali yang
terkait dengan lembaga keuangan), tapi nasihat tersebut tidak dapatmemastikan
bahwa teknik yang digunakan oleh perusahaan konsultan luar dan pihakyang
ditahan oleh perusahaan yang memenuhi aturan hukum yang berlaku.
Jawaban:
Pretexting merupakan cara memperoleh informasi dengan menipu pemilik
informasitersebut. Dalam kasus ini, apakah strategi pretexting dapat diterima,
karena hal inidilakukan untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai siapa
pelaku sebenarnyadari kebocoran informasi jangka panjang perusahaan? Menurut
kami,pretexting dalamkasus ini dapat diterima karena tujuan awal Dunn adalah
menyelidiki kasus bocornyainformasi jangka panjang HP ke publik. Namun, pretexting
ini dalam praktiknya menjadiillegal, tidak etis dan melanggar hukum karena:
a. Penyelidikan menggunakan taktik yang beragam dari yang kontroversial sampai yang
melanggar hukum.
b. Perkin sebagai sekretaris dewan dan komite tata kelola yang tidak
memperolehinformasi dari Dunn tentang penyelidikan tersebut.Karena dalam
praktiknya menggunakan penipuan yang berkedok sebagai dewan HP,tanpa
diketahui oleh pihak yang seharusnya berwenang atau bertanggungjawab dalam
halini, sebaiknya tindakan seperti ini harus didiskusikan terlebih dahulu
kepada salahseorang pejabat yang berwenang yang bertanggung jawab atas
sistem internalperusahaan, karena akan sangat berisiko mengemban tanggungjawab
sebesar ini tanpaadanya dukungan dari pihak yang mempunyai wewenang. Setelah
diketahui pelakunyadan apa penyebab kebocoran terjadi maka manajemen mampu
mengambil tindakan lebihlanjut untuk melakukan perbaikan sistem internal agar
dikemudian hari tidak akan ada lagikebocoran informasi dari orang dalam perusahaan.

3. Apakah alasan pengundurunan diri dari dewan direktur selalu diumumkan ke publik?
Jawaban: Pada perusahaan Go Public alasan pengundurunan diri dari dewan direktur
seharusnyaselalu diumumkan ke publik. Hal ini dilakukan karena publik memiliki
hak untukmengetahui informasi apapun yang ada dan terjadi dalam perusahaan, khususnya
bagiinvestor maupun kreditur, pergantian direksi merupakan salah satu informasi
pentingdalam bursa saham yang mana itu nantinya akan menyebabkan adanya sentimen
positifmaupun negatif bagi investor yang merupakan pertimbangan pengambilan
keputusaninvestasi, dimana ini juga sesuai dengan prinsip full disclosure untuk menjaga
danmelindungi kepentingan publik. Dan pergantian direksi juga akan menentukan
arahperusahaan kedepannya, tujuan yang ingin dicapai karena beda pemimpin beda pula cara
untuk mencapai tujuan dan hal tersebut tentunyta akan sangat mempengaruhi
kondisiperusahaan
ETIKA BISNIS
REVIEW ARTIKEL NASIONAL & INTERNASIONAL
PERTEMUAN KE-6

OLEH:
KELOMPOK 2
1. Ni Made Ayu Nirmalasari Putri Erawan
(1881621008/09)
2. Cokorda Istri Eka Pratiwi (1881621009/10)
3. Ni Made Ayu Maya Puspita (1881621015/16)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
REVIEW ARTIKEL NASIONAL
Judul Artikel : Pengaruh Tata Kelola Perusahaan dan Penghindaran Pajak Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia
Penulis : Juoro Larastomo, Halim Dedy Perdana, Hanung Triatmoko, Eko Arief
Sudaryono
Publikasi : Dipublikasi oleh Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6, No. 1, pp 63-74,
2016

1. General Review
1.1 Pendahuluan
Salah satu motivasi earning management adalah meminimalkan pajak. Perusahaan
menganggap pajak sebagai beban. Manajemen melakukan earning management dengan
tujuan untuk meminimalkan beban pajaknya. Perusahaan dalam melakukan perencanaan
pajak cenderung memilih cara aman dengan menghindari pajak secara legal, yaitu melakukan
tax avoidance. Earning management dan tax avoidance yang merupakan penyimpangan
dapat dicegah dengan adanya pengawasan dan pengelolaan perusahaan yang baik atau good
corporate governance. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tax avoidance
dan corporate governance terhadap earning management pada perusahaan manufaktur di
Indonesia. Perusahaan manufaktur yang memiliki aset tetap yang besar dipandang peneliti
dapat menjadi celah dilakukannya earning management melalui praktik tax avoidance.
Penelitian terdahulu mayoritas berfokus pada earning management dengan corporate
governance atau dengan pajak yang terfokus pada tax aggressiveness, tax sheltering maupun
tax secara umum. Namun, penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh antara tax
avoidance dan corporate governance terhadap earning management. Earning management
menarik untuk diteliti karena terdapat beberapa kasus earning management di Indonesia
maupun luar negeri. Harian Rakyat Merdeka (2013) mengutip pernyataan Wakil Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Hasan Basri, yang menyatakan bahwa sering ditemukannya
kecurangan perhitungan akuntansi dalam laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Kecurangan tersebut dilakukan dengan cara melaporkan laba yang diterima lebih
besar dari laba yang sebenarnya. Tujuannya tentu saja untuk melambungkan laba perusahaan
supaya manajemen mendapatkan bonus besar. Liputan 6 (2015) melalui situsnya
memberitakan pengunduran diri Chief Executive Officer (CEO) Toshiba Corp Hisao yaitu
Tanaka dan para pejabat senior karena terlibat dalam skandal akuntansi terbesar di Jepang
dalam beberapa tahun terakhir.
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan fenomena yang terjadi, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh tax avoidance dan corporate governance terhadap earning management pada
perusahaan manufaktur di Indonesia.

1.3 Tinjauan Literatur


Beberapa tinjauan literatur yang berdasarkan penelitian-peneitian terdahulu, sebagai
berikut.
1) Tata Kelola Perusahaan
Tata kelola yang baik yaitu prinsip-prinsi yang mendasari suatu proses dan
mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika.
Penerapan prinsip tata kelola yang baik dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan nilai
ekonomi jangka panjang bagi para investor dan pemangku kepentingan. Terdapat 5 prinsip
tata kelola perusahaan yakni, transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian,
dan kewajaran.
2) Penghindaran Pajak
Penghindaran pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak
sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. penghindaran pajak (tax
avoidance) selalu diartikan sebagai kegiatan yang legal (misalnya meminimalkan beban pajak
tanpa melawan ketentuan perpajakan) dan penyelundupan pajak (tax evasion/tax fraud)
diartikan sebagai kegiatan yang ilegal (misalnya meminimalkan beban pajak dengan
memanipulasi pembukuan). Penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak, khususnya
badan dalam bentuk tax avoidance, memang dimungkinkan atau dalam hal ini tidak
bertentangan dengan undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, karena dianggap
praktek-praktek yang berhubungan dengan tax avoidance lebih kepada pemanfaatan lubang-
lubang atau celah-celah atau bisa juga kekosongan-kekosongan dalam undang-undang
perpajakan. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak tidak bisa berbuat apa-apa –
melakukan penuntutan secara hukum, meskipun praktek tax avoidance ini akan
mempengaruhi penerimaan negara dari sektor pajak. Praktek tax avoidance ini sebenarnya
suatu dilema bagi pemerintah, karena wajib pajak melakukan pengurangan jumlah pajak yang
harus dibayar, tetapi dilakukan dengan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.

3) Manajemen Laba
Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi laba
sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) Nomor 2
merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang
menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Hal tersebut membuat pihak manajemen
berusaha untuk melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak
eksternal.

1.4 Skema Penelitian

(-) H1
Ukuran Dewan
Komisaris Earning Manajemen
(-) H2 diterima
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen (-) H3 Earning Manajemen
Ukuran Komite ditolak
Audit (-) H4
Kepemilikan
Manajerial

Gambar 1.1 Skema Penelitian


Keterangan :
H1: Ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap earning manajemen diterima
H2: Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap earning
manajemen diterima
H3: Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap earning manajemen ditolak
H4 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap earning manajemen ditolak

1.5 Metodelogi Penelitian


1.5.1 Sumber Data
Data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang mana biasanya berupa data
dokumentasi dan arsip-arsip resmi. Dalam penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah
pengambilan data melalui Bursa Efek Indonesia (BEI)..
1.5.2 Jenis dan Desain Penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
purposive sampling. Data dalam penelitian ini dapat terkumpul dengan cara pengambilan data
melalui www.idx.co.id.
1.5.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) selama periode 2010 hingga 2014. Sampel dalam penelitian ini
ditentukan dengan metode purposive sampling yang menggunakan teknik pengambilan
sampel menggunakan kriteria tertentu. Kriteria dalam penelitian ini adalah pertama,
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2010
sampai dengan 2014; kedua, ketersediaan data ; ketiga, tidak mengalami kerugian; keempat,
tidak menggunakan mata uang asing dalam pelaporan keuangannya.
1.5.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan terdiri dari :
1) Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Manajemen laba
terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu dalam laporan
keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga
menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh
perusahaan atau untuk memengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-
angka akuntansi yang dilaporakan dalam laporan keuangan.
2) Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah tata kelola perusahaan dan
penghindaran pajak.
1.5.5 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
mengakses www.idx.co.id.

1.5.6 Alat Analisis


Alat pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis regeresi linier
berganda.

1.6 Hasil dan Pembahasan


Pada penelitian ini setelah dilakukannya pengujian terhadap hipotesis yang
dirumuskan, maka didapatkanlah hasil, sebagai berikut..
1) Hipotesis pertama penelitian ini yang menyatakan ukuran dewan komisaris berpengaruh
negatif terhadap earning management diterima. Hasil tersebut membuktikan bahwa
keberadaan dewan komisaris pada perusahaan dapat meminimalkan kemungkinan
dilakukannya earning management. Dewan komisaris merupakan puncak dari sistem
pengelolaan internal suatu perusahaan. Peran utama dewan komisaris adalah melakukan
pengawasan terhadap kinerja perusahaan dan manajemen. Oleh karena itu, Keberadaan
dewan komisaris diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat
manajemen laba.
2) Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen
berpengaruh negatif terhadap earning management diterima. Semakin banyak anggota
komisaris independen maka proses pengawasan yang dilakukan dewan ini semakin
berkualitas karena semakin banyaknya pihak independen yang menuntut adanya
transparansi dalam pelaporan keuangan perusahaan.
3) Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa ukuran komite audit berpengaruh negatif
terhadap earning management ditolak. Berdasarkan hasil penelitian ini, komite audit
belum mampu berperan dalam mengurangi praktik earning management di perusahaan
yang dijadikan obyek penelitian. Kondisi tersebut kemungkinan besar terjadi karena
pembentukan komite audit oleh perusahaan hanya untuk memenuhi regulasi saja bukan
untuk menjalankan good corporate governance.
4) Hipotesis keempat penelitian ini yang meyatakan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif terhadap earning management ditolak. Kepemilikan manajerial yang
relatif kecil belum mampu mengatasi konflik kepentingan antara pemilik dengan manajer
sehingga praktik earning management belum dapat ditekan.
5) Hipotesis kelima yang menyatakan tax avoidance berpengaruh positif terhadap earning
management diterima. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ETR berpengaruh negatif
terhadap earning management. Semakin besar nilai ETR berarti semakin rendah tingkat
penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil nilai ETR
berarti semakin tinggi tingkat penghindaran pajak. Oleh karena itu, apabila ETR
berpengaruh negatif terhadap earning management, maka tax avoidance berpengaruh
positif terhadap earning management.

1.7 Kesimpulan
Pada penelitian telah menemukan beberapa bukti empiris terkait dengan hipotesis
yang dirumuskan. Adapun kesimpulan dari pengujian yang dilakukan, sebagai berikut.
1) Secara simultan dewan komisaris, komisaris independen, komite audit, kepemilikan
manajerial, dan tax avoidance berpengaruh terhadap earning management.
2) Secara parsial, dewan komisaris dan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
earning management.
3) Secara parsial variabel kepemilikan manajerial dan tax avoidance berpengaruh positif
terhadap earning management.
4) Secara parsial komite audit tidak berpengaruh terhadap earning managemen.t
1.8 Keterbatasan dan Arah untuk Penelitian Masa Depan
1.8.1 Keterbatasan Penelitian
1) Penggunaan ETR untuk mengukur penghindaran pajak mengeliminasi perusahaan yang
mengalami kerugian selama periode penelitian yang mengakibatkan terbatasnya sampel.
2) Penelitian ini tidak membandingkan kelompok perusahaan dengan persentase kepemilikan
manajerial yang tinggi dan rendah sehingga perbedaan persentase kepemilikan manajerial
sangat ekstrim.
3) Penelitian ini juga tidak membandingkan antara perusahaan dengan kepemilikan
manajerial dengan perusahaan yang tidak terdapat kepemilikan manajerial di dalamnya
sehingga tidak dapat melihat pengaruh kepemilikan manajerial dengan lebih jelas.

1.8.2 Arah untuk Penelitian Masa Depan


1) Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan Book Tax Difference sebagai proksi
penghindaran pajak karena dapat lebih detail dalam mengukur penghindaran pajak dan
tidak mempermasalahkan terjadinya kerugian pada perusahaan.
2) Penelitian selanjutnya juga disarankan pengelompokkan perusahaan dengan persentase
kepemilikan manajerial rendah dan tinggi juga perlu dilakukan.
3) Saran untuk penelitian selanjutnya juga dapat membandingkan perusahaan yang terdapat
kepemilikan manajerial dan perusahaan yang tidak terdapat kepemilikan manajerial di
dalamnya.

2. Critical Review
2.1 Strong Points
a. Dilihat dari sisi penulisan
1) Bahasa yang digunakan cukup mudah dipahami, sehingga pembaca tidak kesulitan
dalam memahami isi dari artikel tersebut.
2) Penulisan jurnal sudah menyajikan abstrak.
3) Bagian abstrak sudah ditulis dengan jelas dan sudah mencakup materi yang dibahas
dalam artikel tersebut, sehingga pembaca lebih mudah memahami permasalahan yang
akan dibahas.
4) Latar belakang telah dipaparkan sesuai dengan judul dari artikel ini.
5) Peneliti telah memenuhi aturan dengan tidak mencantumkan gelar akademik.
6) Pencantuman referensi sudah diurut berdasarkan abjad sehingga memudahkan
pembaca untuk memahami pencantuman referensi.

b. Dilihat dari sisi materi/isi


1) Dalam artikel peneliti sudah terdapat ringkasan analisis dan pembahasan, saran,
keterbatasan, implikasi yang diperoleh dari penelitian ini, arahan untuk penelitian
selanjutnya serta kesimpulan yang dibuat.
2) Dalam artikel ini sudah memberi penjelasan mengenai cara untuk mengolah data pada
metodologi penelitian sehingga pembaca dapat memahami dan mengerti pengujian
apa yang digunakan untuk pengolahan data.

2.2 Weakness Points


a. Dilihat dari sisi penulisan
1) Dalam penulisan referensi jurnal yang mendukung penelitian ini masih terdapat
keterbatasan seperti tidak terdapatnya volume, nomor dan halaman pada beberapa
jurnal tersebut.

b. Dilihat dari sisi materi/isi


1) Peneliti kurang menjelaskan secara rinci alasan atau latar belakang memilih
auditor yang bekerja pada KAP di Makassar Propinsi Sulawesi Selatan sebagai
responden dalam penelitian.
2) Jurnal ini tidak menjelaskan grand theory dan teori pendukung yang digunakan
sebagai tinjauan literatur atau kajian pustaka dalam penelitian ini.
3) Referensi jurnal dalam penelitian ini masih menggunakan tahun – tahun lawas
atau dengan kata lain penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini
masih menggunakan dibawah 5 tahun terakhir, contohnya: penelitian yang
dilakukan oleh Chen, S., et.al. (2010), Dhaliwal, D. et.al. (2003) dan Uppal, J.S.
(2005).
REVIEW ARTIKEL INTERNASIONAL
Judul Artikel : The Role of Ethics in Corporate Governance
Penulis : Zaleha Othman, Rashidah Abdul Rahman, dan Faridahwati Mohd.
Shamsudin
Publikasi : Dipublikasikan oleh Jurnal Pengurusan 35 (2012), pp.13-20

1. General Review
1) Pendahuluan
Peran etika menjadi konteks sistem tata kelola perusahaan yang dewasa ini
beberapa penelitian telah mengeksplorasi dengan melihat keadaan saat ini yang tata
kelola perusahaan umumnya bersifat legalistik dalam arti bahwa kode, pedoman, dan
peraturan diberlakukan untuk mengawasi tata kelola perusahaan khususnya Kode Etik
Malaysia tentang Tata Kelola Perusahaan (MCCG) yang berfokus pada memastikan
perusahaan mematuhi aturan tata kelola perusahaan, pedoman, dan regulasi.
Pembaruan terbaru dari kode, seperti Sarbanes Oxley Act (SOX) 2002 dan revisi
MCCG 2007 menunjukkan adanya indikasi memaksakan kepatuhan sebagai cara dan
sarana untuk memperbaiki sistem pemerintahan, seperti halnya SOX 2002 yang
menetapkan langkah-langkah terkait larangan layanan non-audit oleh auditor luar dan
pelaksanaan kode etik direksi untuk memperkuat kekuatan komite audit. MCCG 2007
yang direvisi menetapkan aturan tentang kualifikasi dewan, peran komite, fungsi audit
internal (IAF), dan peran komite audit untuk meningkatkan praktik tata kelola
perusahaan di antara perusahaan publik di Malaysia. Dengan kata lain, perbaikan yang
dibuat untuk aturan dan peraturan tata kelola perusahaan menunjukkan hanya
modifikasi struktural dari sistem. Hal itu disebabkan karena pembangunan sistem tata
kelola perusahaan terutama dibuat dengan memfokuskan pada proses dan struktur
hukum untuk memastikan kepatuhan, aspek moral diperdebatkan oleh banyak orang
untuk tidak hadir atau terbatas. Keterbatasan ini, menurut Arjoon (2005) misalnya,
tidak memadai untuk mendukung lingkup sekarang tata kelola perusahaan untuk
memotivasi perilaku perusahaan yang baik.
2) Tujuan Penelitian
Berdasarkan fenomena yang terjadi, maka penelitian ini bertujuan untuk untuk
menetapkan dasar eksplorasi lebih lanjut dari tata kelola perusahaan dari perspektif
perilaku dengan memindahkan agenda penelitian menuju lingkup yang lebih luas
dalam pemeriksaan masalah tata kelola perusahaan.
3) Tinjauan Literatur
Beberapa tinjauan literatur untuk tata kelola perusahaan yang berdasarkan
teori dan penelitian-peneitian terdahulu, yaitu teori agensi yang menjadi teori utama
dalam menekankan manfaat finansial sebagai fokus utama tujuan perusahaan.
Kemudian, teori-teori pemerintahan, seperti teori stakeholder dan teori penatagunaan
menyatakan bahwa tujuan pemerintahan adalah untuk memaksimalkan kekayaan
pemegang saham, dan menjaga kepentingan para pemangku kepentingan lainnya.
Secara umum, teori-teori awal ini memposisikan kontribusi akademik terhadap satu
perspektif tata kelola, yaitu, generasi kekayaan melalui maksimalisasi keuntungan.
Akibatnya, kerangka kerja tata kelola perusahaan dikembangkan dan dipahami
sebagai sistem struktur dan proses untuk mencapai keuntungan ekonomi, yaitu,
keuntungan finansial.
Keinginan manajer untuk menarik perhatian investor terkait dengan
keuntungan finansial, maka perusahaan perlu melaporkan kepatuhan yang tinggi
terhadap aturan dan peraturan tata kelola. Bukti empiris berkenaan dengan tata kelola
menunjukkan bahwa kode, aturan dan peraturan digunakan sebagai indikator untuk
mengevaluasi kepatuhan perusahaan (Webb 2007; Valenti 2008). Adapun indikator
khusus, seperti struktur dewan, audit, dewan direksi, dualitas CEO, peran investor
institusi, struktur kepemilikan dan peran komite audit yang diidentifikasi sebagai
langkah-langkah untuk mengevaluasi kepatuhan tata kelola perusahaan. Sebagai
contoh, Valenti (2008) menemukan efek yang signifikan dari SOX 2002 pada praktik
tata kelola perusahaan, yang diukur dengan independensi dewan, komite audit, dan
keragaman gender.
Penelitian oleh Valenti juga mengungkapkan bahwa tata kelola perusahaan
meningkat setelah penerapan SOX 2002. Hal ini berarti bahwa kepatuhan terhadap
SOX Act 2002 berdampak pada praktik tata kelola yang positif. Bauwhede (2009)
meneliti efek kepatuhan pada praktik tata kelola perusahaan dan kinerja operasi
perusahaan-perusahaan Eropa, diukur dengan return on assets (ROA). Penelitian ini
dapat mendukung hipotesis bahwa kepatuhan yang lebih besar mengarah pada kinerja
operasi yang lebih besar dan sejalan dengan hasil penelitian oleh Saad (2010)
menunjukkan pandangan positif pada kepatuhan dan ekonomi, yaitu, struktur pasar.

4) Objek Penelitian
Artikel The Role of Ethics in Corporate Governance ini menggunakan objek
penelitian yaitu didasarkan pada posisi, peran dan relevansi individu dalam sistem tata
kelola perusahaan di Malaysia untuk meneliti etika dan tata kelola perusahaan.

5) Metodelogi Penelitian
Sumber data primer diperoleh dengan menggunakan pertanyaan penelitian
yang diajukan dengan pendekatan kualitatif karena penelitian ini bertujuan untuk
memahami bagaimana etika ditafsirkan dalam konteks tata kelola perusahaan,
pendekatan kualitatif dianggap tepat. Pendekatan ini paling sesuai untuk mempelajari
upaya untuk memberikan eksplorasi mendalam tentang ide-ide yang berkaitan dengan
etika dan tata kelola perusahaan. Pemilihan ahli dan proses pengumpulan data
dirancang secara tepat sesuai dengan persyaratan permintaan kualitatif. Adapun untuk
pengumpulan data, kredibilitas data didukung oleh pemilihan responden secara
menyeluruh, membandingkan tanggapan antara sampel, penggunaan beberapa teknik
wawancara dan dokumen, ketelitian dalam proses analisis, penggunaan kutipan, kata-
kata terkait ke teori yang muncul, anggota periksa dan periksa rekan.
Pemilihan responden dilakukan dengan teknik wawancara pada posisi, peran
dan relevansi individu dalam sistem tata kelola perusahaan di Malaysia, sebagaimana
dibenarkan oleh hasil bola salju dan Liew (2007) menyarankan untuk kerangka
sampel. Pemilihan ahli didasarkan pada temuan Liew (2007), yang mengidentifikasi
individu-individu terkemuka, seperti politisi, anggota Institut Akuntan Malaysia,
Institut Pemerintahan Korporasi Malaysia, Institut Sekretaris Chartered Malaysia,
pengacara perusahaan dan perusahaan penasihat pemerintahan, sebagai ahli dalam tata
kelola perusahaan di Malaysia. Teknik analisis yang digunakan adalah snowballing
yang dilakukan, penelitian ini mengkonfirmasi daftar ahli yang disediakan oleh Liew
(2007). Para ahli termasuk satu mantan pemimpin, 5 presiden badan profesional dan
lembaga terkait tata kelola perusahaan, Direktur Institut Etika Bisnis Malaysia,
Direktur Institut Integritas Malaysia, dua akademisi, satu konsultan tata kelola
perusahaan, Direktur Pengembangan Perusahaan dan Kebijakan Publik, Komisi
Perusahaan Malaysia, dan satu investor institusional.

6) Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran etika dalam
konteks tata kelola perusahaan ditafsirkan dari tiga perspektif yaitu tata kelola
perusahaan sebagai kode etik, inklusivitas etika dalam pemerintahan, dan etika
sebagai afiliasi tata kelola perusahaan. Temuan seperti ini menunjukkan pandangan
dunia tentang realitas sosial etika dalam konteks Malaysia. Pada dasarnya, ketiga
perspektif berkontribusi pada pemahaman etika dalam mengatur sebuah perusahaan.
Temuan ini memperkenalkan akademisi pada perspektif baru isu-isu tata kelola
perusahaan. Tiga perspektif yang muncul dari temuan berkontribusi pada kebutuhan
untuk merevisi dan mengevaluasi kembali struktur tata kelola perusahaan saat ini.
Mungkin lebih banyak struktur dan proses harus dimasukkan untuk mengintegrasikan
etika dalam model tata kelola perusahaan.

7) Keterbatasan dan Arah untuk Penelitian Masa Depan


Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu bahwa temuan seperti ini
menunjukkan pandangan dunia tentang realitas sosial etika dalam konteks Malaysia.
Pada dasarnya, ketiga perspektif berkontribusi pada pemahaman etika dalam
mengatur sebuah perusahaan. Temuan ini memperkenalkan akademisi pada perspektif
baru isu-isu tata kelola perusahaan. Tiga perspektif yang muncul dari temuan
berkontribusi pada kebutuhan untuk merevisi dan mengevaluasi kembali struktur tata
kelola perusahaan saat ini. Mungkin lebih banyak struktur dan proses harus
dimasukkan untuk mengintegrasikan etika dalam model tata kelola perusahaan. Tiga
perspektif yang muncul menunjukkan spektrum yang berbeda dalam pemahaman tata
kelola perusahaan. Paradigma baru tentang aspek tata kelola ini memperkenalkan para
peneliti pada aspek tata kelola yang baru. Penelitian selanjutnya dapat dengan
mempertimbangkan aspek sosial tata kelola perusahaan di mana ruang lingkup
penelitian tata kelola perusahaan diperluas untuk memasukkan aspek perilaku tata
kelola, bukan hanya aspek struktur.
2. Critical Review
2.1 Strong Points
c. Dilihat dari sisi penulisan
1. Penulisan artikel sudah menyajikan abstrak.
2. Bagian abstrak sudah ditulis dengan jelas dan sudah mencakup materi yang
dibahas dalam artikel.
3. Latar belakang telah dipaparkan sesuai dengan judul dari artikel ini.
4. Peneliti telah memenuhi aturan dengan tidak mencantumkan gelar akademik.
5. Pencantuman referensi sudah diurut berdasarkan abjad sehingga memudahkan
pembaca untuk memahami pencantuman referensi.
d. Dilihat dari sisi materi/isi
1. Temuan dalam penelitian ini sangat berkontribusi terhadap literatur yang ada
untuk menunjukkan bahwa peran etika dalam konteks tata kelola perusahaan
ditafsirkan dari tiga perspektif.
2. Penelitian ini memperkenalkan akademisi pada perspektif baru isu-isu tata kelola
perusahaan.
3. Dalam artikel sudah dijelaskan teori yang digunakan sebagai tinjauan literatur
dalam penelitian ini,
4. Dalam artikel ini sudah memberi penjelasan mengenai cara untuk mengolah data
pada metodologi penelitian sehingga pembaca dapat memahami dan mengerti
pengujian apa yang digunakan untuk pengolahan data.

2.2 Weakness Points


c. Dilihat dari sisi penulisan
1. Artikel terlalu singkat dan kurang menjelaskan penelitian secara keseluruhan.
2. Tanggal publikasi artikel tidak disajikan dengan jelas.
3. Dalam penulisan referensi artikel ini masih terdapat keterbatasan seperti tidak
terdapatnya tanggal pengaksesan referensi yang berasal dari alamat website.
d. Dilihat dari sisi materi/isi
1. Sejauh mana pandangan responden tentang etika dan peran mereka dalam tata
kelola perusahaan dengan pandangan praktisi profesional sehingga perlu
dipastikan di masa yang akan datang.
2. Motif antara praktisi dan profesional dapat berbeda-beda.
3. Literatur review dijelaskan dengan sangat singkat dan kurang dijelaskan secara
rinci.

Anda mungkin juga menyukai