Draft Cuyyy (Kamu Pasti Bisa)
Draft Cuyyy (Kamu Pasti Bisa)
USULAN PENELITIAN
Oleh:
SYIFA TSALITSU MUTTAHAROH
240210160020
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2020
ii
LEMBAR PENGESAHAN
NPM : 240210160020
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat
Universitas Padjadjaran.
bimbingan, bantuan, dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini
1. Dr. Ir. Een Sukarminah, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
sarana.
iii
5. Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran yang
6. Gemilang Lara Utama S, S.Pt., M.I.L. selaku dosen wali yang telah
7. Kedua orangtua bapak dan mamah serta kakak-kakak atas dukungan, do’a,
9. Teman satu penelitian Syifa Hilmi L, Sampurna Bakti, Eris Kuniasari, Vika
semangat kepada penulis serta kepada seluruh pihak yang telah membantu
Atas semua perhatian dari segala pihak yang telah membantu penulis
dalam menyusun penelitian ini, Penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga.
Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan untuk
kemajuan penulis dimasa yang akan datang. Semoga penelitian ini dapat
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI............................................................................................................6
DAFTAR TABEL....................................................................................................7
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................8
I. PENDAHULUAN............................................................................................9
2.1 Sorgum....................................................................................................12
3.2 Hipotesis..................................................................................................39
4.2.1 BahanPercobaan...............................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................46
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
toleran terhadap kekeringan, tahan terhadap hama penyakit dan dapat tumbuh
dengan baik pada lahan marginal, akan tetapi pemanfaatan sorgum di Indonesia
hingga saat ini masih sangat rendah, dan sebagian besar sorgum hanya
Karena biji sorgum memiliki kandungan gizi yang baik, seperti karbohidrat,
protein, lemak, mineral, dan vitamin, serta tidak mengandung gluten seperti yang
terhadap gluten seperti autisme, peyakit seliak, dan sebagainya (Mardawati et al,
2010). Maka dari itu biji sorgum dapat diolah menjadi tepung sorgum, karena
tepung sorgum memiliki kandungan pati yang cukup tinggi yaitu sekitar 80,42%
(Suarni, 2004), serta sorgum memiliki kandungan protein yang hampir mirip
Pengolahan tepung sorgum dari biji sorgum putih sudah banyak dilakukan,
sedangkan pengolahan tepung sorgum dari biji sorgum merah belum banyak
dilakukan. Perbedaan dari kedua jenis sorgum tersebut terletak dari kadar
1
2
taninnya. umumnya biji yang berwarna merah sampai cokelat mengandung tanin
kandungan tanin pada biji sorgum menurun drastis namun protein ikut terbawa
akibat bagian endosperma yang dekat dengan aleuron banyak yang terkikis
(Suarni, 2004). Menurut Aghnia (2015), pati sorgum memiliki derajat putih yang
lebih rendah dan viskositas puncak yang lebih rendah. Oleh karena itu diperlukan
molekul baik secara fisik, kimia dan biologis (Hakiim dan Sistihapsari, 2011).
glukosa pada bahan melalui proses hidrolisis sehingga memodifikasi bentuk pati
karena ragi instan sering digunakan dan mudah didapatkan secara komersil serta
2012).
3
pangan terutama pada komponen pati. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai fermentasi secara spontan maupun tidak spontan dengan
penggunaan ragi roti pada tepung sorgum merah untuk mengetahui karakteristik
sebagai berikut :
kultivar lokal bandung yang difermentasi secara spontan dan tidak spontan
dan fungsional tepung sorgum merah kultivar lokal bandung yang difermentasi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan lama fermentasi yang
bagi kalangan umum mengenai sifat dan karakteristik kimia dan fungsional tepung
sorgum merah Kultivar Lokal Bandung yang difermentasi spontan dan tidak
II.1 Sorgum
gizi pada sorgum sangat bersaing dengan beras dan jagung (Simanjutak, Purba
dan Irmansyah, 2016). Sorgum yang umum digunakan dan ditanam di Indonesia
adalah sorgum biji (grain sorghum), sorgum manis (sweet sorghum) dan
umum klasifikasi sorgum menurut Sennang dan Nurfaida (2012). adalah Kingdom
tunggang dan perakaran terdiri atas akar lateral. Sistem perakaran sorgum terdiri
atas akar-akar primer pada dasar buku pertama pangkal batang, akar sekunder dan
akar tunjang yang terdiri atas akar koronal (akar pada pangkal batang yang
tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar yang tumbuh di permukaan tanah).
Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder dua kali lebih banyak dari
jagung. Ruang tempat tumbuh akar lateral mencapai kedalaman 1,3-1,8 m, dengan
5
6
Malai
Batang
Sorgum dapat tumbuh pada daerah tropis atau subtropis, dari dataran
rendah sampai 800 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum pertumbuhan
sorgum berkisar antara 23-30°C dengan kelembapan relatif 20-40%. Sorgum tidak
adaptasinya yang luas, toleran terhadap kekeringan, produktivitas tinggi, dan lebih
tahan terhadap hama dan penyakit dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya
(Andriani dan Isnaini, 2013). Secara fisiologis, permukaan daun sorgum yang
mengandung lapisan lilin dan sistem perakaran yang ekstensif, fibrous, dan dalam
cenderung membuat tanaman lebih efisien dalam absorpsi dan pemanfaatan air
berikut :
Sorgum biji mempunyai bentuk butir biji relative besar dan terpisah dari
sekamnya serta mempunyai warna butiran putih, kuning, merah, dan merah muda.
Sorgum manis memiliki biji yang lebih kecil dari jenis sorgum biji, dan
berwarna putih dan cokelat. Kadar taninnya cukup tinggi sehingga daya cernanya
rendah. Jenis sorgum ini biasanya dimanfaatkan sebagai makanan ternak atau
Sorgum sapu mempunyai biji kecil yang tertutupi oleh glumae. Bentuk biji
cembung dan berwarna cokelat. Jenis sorgum ini dimanfaatkan sebagai bahan
baku untuk industri sapu, meliputi antara lain varietas Kaoliang dan Technicum
Jav.
Sorgum rumput mempunyai biji yang tertutup oleh glumae, bentuk biji
cembung memanjang dan runcing serta warna biji bervariasi dari kuning gelap,
rumput dimanfaatkan sebagai makanan ternak antara lain dikenal sebagai Sudan
Biji sorgum terdari atas tiga lapisan utama yakni perikap (6%),
endosperma (84%) dan lembaga (10%). Biji sorgum mempunyai warna yang
berbeda yang dipengaruhi oleh ketebalan perikarp, ada tidaknya pigmen testa serta
8
warna endosperm. Warna biji sorgum antara lain putih, putih kecoklatan, merah
dan coklat, merupakan salah satu kriteria yang menentukan kegunaannya (Rooney
dan Murty, 1982 dalam Mardawati et al., 2010). Umumnya biji sorgum berbentuk
bulat dengan ukuran 4 x 2,5 x 3,5 mm. Berat biji bervariasi antara 8-50 mg, rata-
rata 28 mg. Berdasarkan ukurannya, sorgum dibagi atas sorgum biji kecil (8-10
mg), biji sedang (1224 mg), dan biji besar (25-35 mg) (Suarni dan Firmansyah,
2013). Biji sorgum terdiri atas tiga bagian utama, yaitu lapisan luar (coat),
endosperm dan lembaga. Berikut ini merupakan gambar struktur biji sorgum
sebagai berikut :
a. Perikarp
Perikarp adalah lapisan kulit biji yang mengelilingi endosperma dan terdiri
atas tiga bagian yaitu epikarp, mesokarp, dan endokarp. Epikarp tersusun atas dua
hingga tiga lapis sel memanjang berbentuk segiempat dan umumnya dilapisi lilin
tidak tembus cahaya tetapi ada pula yang tembus cahaya (translucent). Ketebalan
dari sel-sel melintang (cross-cells) dan sel-sel tabung (tube-cells) dengan panjang
200 µm dan lebar 5 µm yang tersusun parallel sepanjang biji (Serna-Saldivar dan
sorgum mengandung asam fenolat atau fenol dan flavonoida, sedangkan hanya
Asam fenolat adalah turunan dari asam benzoat dan asam sinamat. Senyawa
sedangkan tanin adalah polimer yang terdiri dari unit 5-7-flavan-3-ol (katekin)
yang dihubungkan satu sama lain oleh ikatan kovalen (Gous, 1989 dikutip Turner,
2004).
Menurut Duodo et al., (2002) dikutip Kebakile (2008) senyawa tanin dapat
berdasarkan kandungan dan struktur tanin, biji sorgum dibedakan menjadi sorgum
tipe I tidak memiliki tanin pada testa (< 0,25%), tipe II memiliki tanin pada testa
(0,5-1,5%), dan tipe III memiliki tanin pada testa dan perikarp (0,5-6%). Sorgum
tipe II memiliki tanin yang hanya dapat diekstrak dengan asam methanol (Hahn et
b. Endosperma
pati dan protein ditemukan di dalam endosperm. Endosperma terdiri dari jaringan
Jaringan aleuron, yang terletak tepat di bawah kulit biji atau testa, merupakan
penutup luar dan terdiri dari satu lapisan sel berbentuk segi-empat. Jaringan ini
berada di bawah jaringan testa serta mengandung protein, fitin, mineral, vitamin
larut air, dan enzim otolitik, namun tidak mengandung granula pati. Jaringan
peripheral terdiri dari 2-6 lapis sel berukuran kecil yang mengandung granula pati
berdiameter 2 µm-30 µm. Granula pati tersebut terperangkap secara kuat dalam
suatu matriks protein yang terdiri dari glutein (protein larut alkali) dan prolamin
(protein larut alkohol) (Rooney dan Sullins, 1977 dikutip Puppala, 2003).
bawah jaringan peripheral. Corneous endosperm terdiri dari protein dan pati.
(chalky) dan tidak tembus cahaya serta tersusun atas granula pati berbentuk bulat
(spherical) dan tidak terikat pada matriks protein. Floury endosperm memiliki
susunan granula pati yang longgar dengan rongga udara di antara granula-granula
pati (Rooney dan Sullins, 1977 dikutip Puppala, 2003). Perbandingan corneous
tekstur yang lebih keras dan karena itu diklasifikasikan ke dalam hard/corneous
c. Lembaga
Lembaga biji sorgum terdiri dari bakal embrio (embryonic axis) dan
skutelum. Lembaga terikat kuat pada kariopsis oleh lapisan semen dan ikatan
silang antara skutelum dan endosperm serta sukar dihilangkan dengan proses
tetapi pada semua jenis sorgum ukuran lembaga selalu sama dengan ukuran
endosperma (Mudjisihono dan Suprapto, 1987). Poros embrio terdiri dari bakal
akar (radicle) dan bakal batang (plumule). Pada saat berkecambah, radikel (akar
primer) tumbuh lebih awal diikuti kemudian oleh hipokotil yang melindungi
utama yaitu minyak, protein, enzim, dan mineral yang dibutuhkan untuk
berbeda pada setiap bagian. Perbedaan komposisi kimia dan kadar fitokimia pada
biji atau buah sangat dipengaruhi oleh tingkat ketuaan atau kematangan, kondisi
tanah, kondisi lingkungan dan cara pengolahan (Chludil et al. 2008). Komposisi
12
kimia sorgum bervariasi yang diperngaruhi oleh varietas, tanah dan lingkungan
Nutrisi dasar sorgum tidak jauh berbeda dengan serealia lainnya. Secara
umum kadar protein sorgum lebih tinggi dari jagung, beras pecah kulit, dan
jawawut, tetapi lebih rendah dibanding gandum. Kadar lemak sorgum lebih tinggi
dibanding beras pecah kulit, gandum, jawawut, dan lebih rendah dibanding
jagung. Namun sorgum mempunyai kekurangan sebagai bahan pangan yaitu biji
sorgum mengandung zat antinutrisi, yaitu senyawa tanin yang menyebabkan rasa
dan komponen mineral (19,36%). Komposisi nutrisi bagian biji sorgum dapat
yang akan digunakan. (Suarni dan Firmansyah, 2013). Berikut ini merupakan
Jenis Sorgum
Kultivar
Zat Gizi
Genotip 1.1 Genotip B100 Lokal
Bandung
Kadar Air (% b/b) 13,83 11,13 12,76
Kadar Abu (% b/k) 1,43 1,37 1,40
Kadar Protein (% b/k) 12,57 14,71 14,04
Kadar Lemak (% b/k) 3,67 2,77 3,28
Kadar Serat Kasar (% b/k) 3,20 3,54 4,09
Kadar Karbohidrat (% b/k) 82,34 81,15 81,28
Kadar Tanin (% b/k) 0,22 0,28 0,5
Sumber: Mardawati et al., (2010)
a. Karbohidrat
Kadar pati sorgum berkisar antara 56-73% dengan rata-rata 69,5%. Pati
sorgum terdiri atas amilosa (20-30%) dan amilopektin (70-80%), bergantung pada
faktor genetik dan lingkungan (Suarni dan Firmansyah, 2013). Berdasarkan kadar
dan jenis ketan (waxy sorghum). Jenis non-waxy sorghum mengandung amilosa
1%-2%. Granula pati biji sorgum memiliki diameter antara 6 µm-24 µm dan suhu
yaitu serat kasar dan serat pangan masing-masing berkisar antara 6,5%-7,9% dan
1,1%-1,23%. Serat kasar tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia
serat kasar yang dikandungnya (Rooney dan Saldivar, 1995 dikutip Kebakile,
2008).
b. Protein
14
dari berat biji keseluruhan. Sebagian besar terdiri dari prolamin/kafirin dan
glutilun yang terkandung dalam endosprema, lembag, dan perikarp yang besarnya
berturut-turut sebesar 80%, 16%, dan 3% (Rooney dan Saldivar, 1995 dikutip
Kebakile, 2008). Kandungan protein biji sorgum dipengaruhi oleh faktor generik
dan lingkungan (Hermawan, 2014). Protein biji sorgum terdiri dari 4 fraksi yaitu
prolamin (larut dalam alkohol), glutelin (larut dalam alkali), albumin (larut dalam
air), dan globulin (protein larut dalam garam). Prolamin terdapat dalam protein-
bodies, glutelin terdapat pada matriks protein, sedangkan albumin dan globulin
pada varietas dan lokasi pertanaman. Mutu protein suatu bahan pangan
amino leusin (1,31-1,39%) yang lebih tinggi dibanding terigu (0,88%) namun
kadar lisin tepung sorgum hanya 0,16%, jauh lebih rendah dibanding terigu 0,38%
(Suarni, 2012). Asam amino yang terkandung dalam biji sorgum sangat
memengaruhi mutu protein. Protein lembaga memiliki mutu protein yang lebih
terdiri dari 4,1% lisin, 3,4% threonine, 1,5% metionon, dan 1,0% sistein.
Endosperma mengandung asam amino lisin 1,1%, threonine 2,8%, metionin 1,0%,
c. Lemak
antara 2,77%-3,67%. Susunan lemak dari bagian-bagian biji adalah biji utuh
3,6%, sekam 4,9%, endosperma 0,63%, dan lembaga 18,9% dari berat biji
(Mardawati et al., 2010). Lemak sorgum terdiri atas tiga fraksi, yaitu fraksi netral
d. Vitamin
kadar tiamin, riboflavin dan niasin di dalam sorgum sebanding dengan jagung.
Kadar niasin tertinggi ialah 9,16 mg/100g sorgum. Sorgum etiopia dengan kadar
asam amino Lisin yang tinggi mengandung niasin 10,5 – 11,5mg/100g, sedangkan
secara umum kadar niasin sorgum hanya berkisar antara 2,9-4,9mg/100g. Selain
e. Mineral
Sorgum kaya akan zat besi, yaitu 5,4mg/100g atau paling tinggi
dibandingkan dengan serealia lain, dan beras mengandung zat besi paling rendah
(26mg/100g). Selain itu sorgum juga mengandung P, Mg, Zn, Cu, Mn, Mo dan
Cr berturut-turut sebesar 352; 171; 2,5; 0,44; 1,15; 0,06 dan 0,017 mg/100g biji
(Widowati, 2010).
16
mejadi tepung. Pembuatan tepung terdiri dari 7 tahap, yaitu pembeersihan biji,
metode, yaitu metode kering dan metode basah. Perbedaan antara metode kering
dan metode basah adalah adanya conditioning pada metode basah yang tidak ada
pada metode kering. Penyosohan yang dilakukan pada penelitian ini adalah
penyosohan kering.
pericarp namun bagian dalam tetap terjaga (Mudjisihono dan Suprapto, 1987).
cara penyosohan dan peralatan yang digunakan (Mc Neil dan Mantroos, 2003).
sorgum dengan alat serta biji dengan menggunakan alu atau lumping. Rendemen
penyosohan berkisar anatar 70-80% (Lubi dan Thahir, 1994). Pada penyosohan
alkalis terjadi pelunakkan jaringan perikarp oleh larutan basa kuat, sehingga
perikarp dapat mudah dipisahkan dari bijinya tanpa terjadi kerusakan biji (Lazaro
sorgum, serta gesekan antara biji dengan biji tanpa diberi air. Kulit biji aka
tergesek dan terlepas dengan serpihan-serpihan kecil dalam bentuk dedak dan
karbondioksida (CO2) (Mudjajanto dan Yulianti, 2004 dikutip Lestari, 2010). Ragi
optimum pada kondisi lingkungan dengan pH optimum 4-5, suhu 28-30 oC, dan
Irawan, 2012). Menurut Santoni (2008), suhu optimal fermentasi ragi pada
pembuatan ragi berkisar pada suhu 25-35oC dan menurun pada suhu sekitar 43oC.
Ragi akan mati pada suhu 55-56oC. Fermentasi yeast akan sangat melambat pada
Sel khamir pada ragi berbentuk silindris, dengan ukuran sel 5-20 mikron,
dan biasanya 5-10 kali lebih besar dari ukuran bakteri. Khamir ini bersifat non-
fermentasi seperti pembuatan roti dan alkohol (Buckle er al., 2007 dikuti Irawan,
2012).
Menurut US. Wheat Assosiates (1983) dikutip Lestari (2010), ragi terdiri
dari sejumlah kecil enzim termasuk invertase, maltase dan zymase. Ragi
18
mempunyai kemampuan memfermentasi gula menjadi gas CO2 dan alkohol. Gas
CO2 akan menyebabkan roti mengembang dan alkohol akan hilang selama proses
dan amilase yang bekerja dalam pemecahan lemak dan amilum dari substrat,
Bahan organik yang mengalami penurunan selama fermentasi adalah pati dan
pertumbuhan khamir (Umiyasih dan Anggraeny, 2008). Hal ini juga dikatakan
amilase.
sifat fisik, kimia, dan fungsional yang menjadi khas suatu bahan (Mahindru,
2000). Sifat kimia pada tepung meliputi: kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar
a. Kadar Air
Kadar air adalah presentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering
(dry basis). Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada
19
bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dam citarasa
pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran
dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan
mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan
terjadi perubahan pada bahan pangan. Kadar air setiap bahan berbeda tergantung
pada kelembaban suatu bahan. Semakin lembab tekstur suatu bahan, maka akan
2004).
b. Kadar Abu
yang terdapat pada suatu bahan pangan (Astuti, 2012). Abu adalah zat anorganik
sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya
tergantung pada macan bahan. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat berupa dua macan garam yaitu
mallat,oksalat, asetat, dan pektat. Garam anorganik antara lain dalam bentuk
garam fosfat, karbonat, khlorida, sulfat dan nitrat (Sudarmadji, 2003). Penentuan
mudah menguap (komponen anorganik atau garam mineral) yang tetap tinggal
pada pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Semakin rendah kadar abu
suatu bahan, maka semakin tinggi kemurniannya. Tinggi rendahnya kadar abu
suatu bahan antara lain disebabkan oleh kandungan mineral yang berbeda pada
20
sumber bahan baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada
c. Kadar Lemak
Kadar lemak dalam suatu bahan pangan sangat penting diketahui agar
konsumsi makanan yang mengandung lemak ini tidak berlebihan dan tidak
merupakan bagian dari lipid yang mengadung asam lemak jenuh bersifat padat.
Lemak merupakan senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam
air tetapi larut dalam pelarut organik non-polar seperti dietil eter, kloroform,
benzene, hexane dan hidrokarbon lainnya. Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak
jenuh dan lemak tidak jenuh. Lemak jenuh terdapat pada pangan hewani
(Makfoeld, 2002.)
sebab pada waktu mengekstraksi lemak, akan terekstaksi pula zat-zat yang larut
dalam lemak seperti sterol, phospholipid, asam lemak bebas, pigmen karotenoid,
khlorofil, dan lain-lain. Pelarut yang digunakan harus bebas dari air agar bahan-
bahan yang larut dalam air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan
keaktifan pelarut tersebut menjadi berkurang. Pelarut ini seperti dietil eter,
hexane, benzene, dan lain-lain. Ada dua kelompok umum untuk mengektraksi
d. Kadar Protein
21
al., 1987). Kadar protein dalam suatu makanan dapat dianalisa dengan
Metode kjeldahl dapat dibedakan menjadi cara mikro, semi-mikro dan makro.
Perbedaan dari ketiga cara tersebut adalah pada sampel, alat dan bahan yang
didapatkan tidak hanya berasal dari protein saja, karena jumlah kandungan
senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan
jumlah N total ini mewakili jumlah protein yang ada, sehingga disebut kadar
protin kasar. Analisa protein total kjeldahl terdiri atas tiga tahapan yaitu
e. Kadar Tanin
karena itu secara umum tanin dianggap sebagai anti-nutrisi yang merugikan.
Ikatan antara tanin dan protein sangat kuat sehingga protein tidak mampu
adanya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, dan ikatan kovalen antara kedua
diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan salah satu volume tepat zat yang
larutan baku atau larutan standar (DepKes RI, 1989). Titrasi permanganometri
karena senyawa fenolik dapat bereaksi dengan folin membentuk larutan berwarna
Sifat fungsional pati antara lain dapat dilihat dari bentuk kapasitas
penyerapan air dan minyak, kelarutan dan swelling power. Dalam bentuk aslinya
secara alami pati merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan
dengan bahan cair lain (terutama air) dalam suatu formula makanan, terutama
berhubungan dengan pengolahan adonan (Okeria et al., 1988 dan Giami, 1993
dikutip Alka et al., 2012). WHC juga menunjukkan besar air yang dapat diserap
23
pada proses gelatinisasi. Menurut Alka et al., (2012) pengukuran kapasitas minyak
atau Oil Holding Capacity (OHC) berfungsi untuk mengetahui besar minyak yang
dapat diserap oleh bahan. Hal ini penting pada pembuatan makanan berbasis
penggorengan.
untuk larut dalam air. Kelarutan menunjukkan karakteristik sifat pati setelah
menghasilkan dua fraksi pati yaitu fraksi pati pembentuk gel dan fraksi pati
terlarut. Pengukuran tingkat kelarutan didasarkan pada jumlah fraksi pati yang
kemampuan pati untuk mengembang dalam air. Swelling power yang tinggi
berarti semakin tinggi pula kemampuan pati mengembang dalam air. Nilai
swelling power perlu diketahui untuk memperkirakan ukuran atau volume wadah
yang digunakan dalam proses produksi sehingga jika pati mengalami swelling,
wadah yang digunakan masih bisa menampung pati tersebut (Suriani, 2008).
Modifikasi pati dilakukan untuk mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik
pati secara alami. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan cara memotong struktur
gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg, 1989). Modifikasi dapay dilakukan
untuk memproduksi pati modifikasi yaitu pati resisten yang memiliki kalori
rendah terkait dengan adanya daya tahan cerna selama proses pencernaan (Haynes
ikatan hydrogen dalam molekul pati (Yavuz, 2003 dikuti Amin, 2013).
baik enzim murni maupun mikroorganisme produsen enzim yang dapat merubah
struktur pati pada bahan lewat proses fermentasu. Menurut Robyt (2009), kerja
enzim dalam mengubah struktur pati dikategorikan menjadi 4 macam, yaitu (1)
α(1,6) tranferase. Enzim amylase sendiri dikategorikan oleh Rubyt (2009) menjadi
(Fadlallah et al., 2010). Metode fermentasi secara alami telah dikenal sejak lama
dan diketahui dapat meningkatkan nutrisi pada bahan makanan, baik komponen
2016). Modifikasi pati dengan cara fermentasi memfokuskan pada kerja enzim
mikroorganisme pada saat fermentasi yang mengubah struktur pati dalam bahan.
komposisi nutrient dan komposisi bahan. Ragi termasuk dalam golongan khamir,
yang tumbuh pada rentang pH yang luas dengan pH optimum 4-4.5, sedangkan
bakteri asam laktat tumbuh pada pH rendah (pH<4) dimana pada pH tersebut
Eh negatif. Bakteri asam laktat tumbuh pada situasi anaerobik atau kondisi sedikit
non alkohol tergantung pada nutrient yang tersedia. Faktor eksternal seperti suhu
enzim hidrolisis (seperti amilase atau protease) dapat memecah bahan dan
dan khamir.
bakteri asam laktat dan beberapa jenis khamir. Fermentasi alami buah dan umbi
juga dilakukan oleh bakteri asam laktat. Fermentasi alami pada biji-bijian
dilakukan terutama oleh bakteri asam laktat yang terasosiasi dengan khamir
seperti pada pembuatan koji dan malt dari barley (Wood, 2016).
vitamin dan mineral (Elkhalifa et al., 2005), serta peningkatan daya cerna pati dan
(glukosa dan fruktosa) menjadi etanol dan CO 2 dengan melibatkan enzim yang
dihasilkan pada ragi pada suhu optimum. Proses fermentasi tergantung pada
banyak sedikitnya penambahan khamir dalam bahan. Semakin banyak jumlah ragi
27
yang diberikan berarti semakin banyak jumlah khamir yang terlibat, sehingga
dan amilase yang bekerja dalam pemecahn lemak dan amilum dari substrat
Bahan organik yang mengalami penurunan selama fermentasi tersebut adalah pati
dan lemak kasar karena digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi sebagai
pertumbuhan khamir (Umiyasih dan Anggraeny, 2008). Hal ini juga dikatakan
α amilase.
Contoh dari enzim α-amilase adalah enzim ptialin pada mulut manuasi dan
enzim tersebut yaitu dengan cara masuk ke dalam struktur pati dan bekerja pada
gandum (71.97 gr/100 gr bahan) dan peringkat ketiga setelah padi (79.15 gr/100
mempunyai kandungan gizi dasar yang tidak kalah dibandingkan dengan serealia
lain dan kandungan gizi pada sorgum terdiri atas karbohidrat 70-80%, protein 11-
13%, lemak 2-5%, serat 1-3% dan abu 1-2% (Magness et al., 1971 dikutip
cukup besar, karena kandungan nutrisi pada sorgum lebih tinggi dari pada bahan
pangan lain, sehingga sering digunakan sebagai substitusi bahan pangan untuk
produk olahan, terutama yang berbasis beras maupun terigu. Menurut Colas
(1994) dikutip Suarni (2004) sorgum memiliki kandungan kimia dan gizi yang
mirip dengan gandum dan serealia lainnya, maka sorgum memiliki potensi untuk
putih yang rendah, swelling power yang rendah, viskositas breakdown rendah, dan
viskositas puncak yang rendah. Maka dari itu diperlukan modifikasi untuk
(2011) modifikasi pati dapat dilakukan melalui metode fisik, kimia dan biokimia.
28
29
baik enzim murni maupun mikroorganisme produsen enzim yang dapat merubah
struktur patipada bahan lewat proses fermentasi. Metode fermentasi secara alami
telah dikenal sejak lama dan diketahui dapat meningkatkan nutrisi pada bahan
meningkatkan daya cerna dari komponen nutrisi yang terkandung dalam tepung
terjadi pada sampel tepung sorgum hasil fermentasi dan germinasi dibandingkan
dengan sampel tepung sorgum hasil proses pemanasan basah, sampel hasil
pemanasan kering, dan sampel tepung sorgum hasil ekstruksi. Peningkatan daya
Menurut Towo et al. (2006) proses fermentasi secara alami juga dapat
menurunkan zat anti nutrisi yaitu kadar asam fitat dan komponen fenolik pada
tepung sorgum. Hal ini juga terlihat adanya peningkatan ketersediaan mineral zat
besi dari tepung tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Alka (2012)
sampel setiap 12 jam mengalami peningkatan daya cerna pati (dari 11% pada jam
khamir (ragi) pada proses fermentasi. Dimana khamir tersebut akan memecah
struktur pati secara amilolitik dan merubah struktur pada pati tersebut.
30
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Armanda dan Putri (2016) ragi tape
fermentasi epung sorgum coklat utuh. Dimana semakin tinggi konsentasi ragi
yang digunakan serta semakin lama waktu fermentasi yang dilakukan maka
semakin menurun kadar air, kadar pati, dan kadar taninnya, sedangkan terjadi
peningkatan pada nilai swelling point, kelarutan dan viskositasnya (Armanda dan
Putri, 2016).
mineral dan penurunan kadar air serta kadar pati dengan lama fermentasi optimal
pada jam ke 60 menghasilkan tepung kadar air, lemak, serat, protein, karbohidrat,
dan abu masing-masing sebesar 12.8%, 3.10%, 0.56%, 5.87%, 75.82% dan
ditemukan dalam bir tradisional sorgum dan S. cerevisiae juga digunakan pada
pembuatan burukutu (cuka dari sorgum) dengan waktu fermentasi 48 jam pada
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi selain mikroorganisme yaitu waktu
dan suhu fermentasi. Menurut Elkhalifa (2005) perubahan sifat pati sorgum pada
fermentasi alami terjadi paling stabil pada waktu fermentasi diatas 24 jam.
Fermentasi pada 24 jam awal terjadi fluktuasi terutama pada jam ke-16 terjadi
peningkatan kapasitas emulsifikasi yaitu dari 49% menjadi 52%, lalu kemudian
terjadi penurunan pada jam ke-24 menjadi 51%, sehingga dapat diambil waktu
31
interval jam ke-12, ke-24, ke-36 dan seterusnya. Hal ini juga dilakukan pada
pada sorgum yang optimal pada jam ke-60, dengan lama fermentasi selama 72
jam dan interval pengambilan sampel 12 jam sekali, dan suhu yang digunakan
30oC, dimana suhu tersebut juga digunakan pada penelitian Rayana et al (2013).
dilakukan pada suhu 35-37oC, dimana suhu tersebut juga dilakukan pada
suhu optimal bakteri asam laktat yang menurut El Hidai (1978) merupakan
etanol secara optimalnya adalah 2-4% dari volume larutan, sehingga dalam proses
menurut Winarno dan Fardiaz (1992) apabila konsentrasi ragi yang diberikan
kurang dari kadar optimal akan menurunkan kecepatan fermentasi karena jumlah
massa yang akan menguraikan substrat sedikit dan konsentrasi ragi yang tinggi
dari ragi instant, maka digunakan sebanyak 1 gram ragi instant yang kemudian
sebanyak 1010 sel/ml diperoleh dengan cara melarutkan 1 gram ragi instant
pengayakan.
menggunakan ragi roti 1% pada beberapa tingkatan waktu yaitu fermentasi pada
III.2 Hipotesis
sebagai berikut : “modifikasi tepung sorgum merah Kultivar Lokal Bandung yang
difermentasi secara spontan dan tidak spontan menggunakan ragi roti pada
tingkatan waktu tertentu akan berpegaruh nyata pada karakteristik kimia dan
IV.2.1 BahanPercobaan
Bahan baku yang digunakan dalam percobaan ini adalah tepung sorgum
merah Kultivar Lokal Bandung, akuades, ragi, larutan etanol 95% larutan NaOH 1
N, larutan iod, larutan amilosa, asam asetat, buffer fosfat pH 6,9, reagen 3,5
Perlatan yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi atas alat percobaan
dan alat analisis. Alat percobaan yang digunakan yaitu disc mill, inkubator, batang
pengaduk, labu erlenmeyer, baskom, loyang, timbangan, oven kabinet, dan ayakan
80 mesh. Alat analisis yang digunakan yaitu spatula,pipet tetes, pipet volume,
gelas ukur, beaker glass, labu ukur, pH meter, waterbath, tabung sentrifuse,
analitik, tanur, oven kabinet, Rapid Visco Analyzer (RVA), Table Electron
33
34
bentuk grafik dimana sumbu y berupa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
berikut.
spontan (TSR)
1. Pencampuran Bahan
(w/v) untuk menaikkan kadar air bahan pada wadah plastik bertutup.
Wadah plastik tidak ditutup rapat agar udara dapat masuk, kemudian
3. Fermentasi
Fermentasi dilakukan pada suhu 35± 2oC dan diambil sampel setiap 12 jam
sekali pada jam fermentasi ke-0, ke-12, ke-24, ke-36, ke-48 dan ke-60
4. Pengeringan
Tepung yang sudah difermentasi lalu dikeringkan pada suhu 50oC selama
mencapai kadar air maksimal 13% atau memiliki ciri-ciri tidak menempel
pada loyang.
halus.
Pencampuran
Fermentasi
(T= 35 ± 2oC, t= 60 jam)
Pengeringan
(T= 50 ± 2oC, t= 12 menit)
Penggilingan
Pengayakan 80 mesh
Fermentasi
(T= 35 ± 2oC, t= 60 jam)
Pengeringan
(T= 50 ± 2oC, t= 12 menit)
Penggilingan
Pengayakan 80 mesh
Tepung fermentasi
menggunakan ragi roti (TSR)
1. Sifat Kimia
2. Sifat Fungsional
Amin, Nur Azizah. 2013. Pengaruh Suhu Fosforilasi Terhadap Sifat Fisikokimia
Pati Tapioka Termodifikasi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Andriani, Aviv dan Muzdalifah Isnaini. 2013. Morfologi dan Fase Pertumbuhan
Sorgum. Dalam: Sumarno, D. S. Damardjati, M.Syam & Hermanto,
Penyunt. Sorgum: Inovasi Teknologi dan Pengembangan. IAARD Press,
Jakarta, pp. 47-68.
Correia, I., Nunes, A., Barros, A. S. and Delgadillo, I. 2010. Comparison of The
Effect Induced bu Different Processing Methods on Sorghum Proteins.
Journal of Cereal Science, Volume 51, pp. 146-151.
Gunawan, S., Widjaja, T., Zullaikah, S., Ernawati, L., Istianah, N., Aparamarta,
H. W. and Prasetyoko, D. 2015. Effect of Fermenting Cassava with
Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cerevisiae, and Rhizopus oryzae
on The Chemical Composition of Their Flour. International Food Research
Journal 22(3), pp. 1280-1287.
Rayana, M., Chairul & Hafidawati, 2013. Variasi Pengadukan dan Waktu Pada
Pembuatan Bioetanol dari Pati Sorgum dengan Proses Sakarifikasi dan
Fermentasi Serentak (SSF). Pp. 1-8.
Suarni. 2009. Potensi Tepung Jagung dan Sorgum sebagai Substitusi Terigu
dalam Produk Olahan. Jurnal Litbang Pertanian, pp 188-189.
Wurzbug, O. B. 1989. Modified Starch : Properties and Uses. Crc press, Florida.