Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Amr

1. Pengertian Amr

Amr merupakan lawan dari nahy. Secara bahasa, amr berarti suruhan
atau perintah.
Sayyid Ahmad al-Hasyimi mendefinisikan amr sebagai berikut: amr
adalah mengharapkan tercapainya perbuatan dari mukhattab (orang kedua)
yang datang dari pihak atasan. Menurut ahli ushul amr berarti :

‫اللفظ الدال على طلب الععل على جهة االستعالء‬

“Suatu lafaz atau kata yang menunjukkan permintaan melakukan


perbuatan dari yang berkedudukan lebih tinggi kepada yang berkedudukan
lebih rendah”
Menurut Khalid Abdurrahman, amr ialah kata yang menunjukkan
permintaan melakukan apa yang diperintahkan, dari arah yang lebih tinggi
kepada yang lebih rendah. Yang dimaksud yang lebih tinggi kedudukannya
dalam al-Qur'an adalah Allah SWT sebagai pemberi perintah, sedangkan
yang lebih rendah kedudukannya adalah makhluk Allah sebagai pelaksana
perintah.
Sebagian mereka mendefinisikan: menuntut memperbuat sesuatu
dengan ucapan dari yang lebih tinggi kedudukannya.
Sebagain lagi mendefinisikan: maksud wajhi isti'ala tidak dikaitkan
dengan suatu tempat, mereka berbeda pendapat sebagaimana mereka berbeda
pendapat dalam syarat syarat makna tinggi. Artinya orang yang memerintah
lebih tinggi martabatnya dari orang yang diperintah.
Hakikatnya amr itu adalah dari yang berkedudukan lebih tinggi
kepada yang berkedudukan lebih rendah. Apabila tuntutan atau permintaan
itu berasal dari yang berkedudukan lebih rendah kepada orang yang lebih
tinggi dengan cara merendah dan memohon syafa’at tidaklah dikatakan
dengan amr. Dalam rumusan yang ringkas, amr didefinisikan sebagai:
menuntut perbuatan dari yang atas kepada yang bawah.

1
2. Bentuk-Bentuk Amr

a. Menggunakan fi’il amr, seperti firman Allah SWT:

‫ا‬CDًٔ‫ا َّم ِر ٓئـ‬CDًٔ‫ص ُد ٰقَتِ ِه َّن نِحْ لَةً ۚ فَإِن ِط ْبنَ لَ ُك ْم عَن َش ْى ٍء ِّم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوهُ هَنِ ٓئـ‬ ۟ ُ‫َو َءات‬
َ ‫وا ٱلنِّ َسٓا َء‬
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang
hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa:4)

b. Menggunakan fi’il mudhari’ dengan didahului lamul amr seperti


firman Allah SWT:
ٓ
َ ِ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْٱل ُمن َك ِر ۚ َوأُ ۟و ٰلَئ‬
‫ك هُ ُم‬ ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْٱل َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْٱل َم ْعر‬
َ‫ْٱل ُم ْفلِحُون‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali
Imran:104)

c. Menggunakan bentuk isim fi’il amr, contoh:


۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
َ ‫وا َعلَ ْي ُك ْم أَنفُ َس ُك ْم ۖ اَل يَضُرُّ ُكم َّمن‬
‫ض َّل إِ َذا ٱ ْهتَ َد ْيتُ ْم ۚ إِلَى ٱهَّلل ِ َمرْ ِج ُع ُك ْم َج ِميعًا‬ َ
ُ
َ‫فَيُنَبِّئُ ُكم ِب َما ُكنتُ ْم تَ ْع َملون‬
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang
sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah
mendapat petunjuk. hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka
Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS.
Al-Maidah:105)

d. Menggunakan masdar sebagai pengganti fi’il, seperti:

َ َ‫َوإِ ْذ أَخَ ْذنَا ِمي ٰث‬


‫ق بَنِ ٓى إِس ٰ َْٓر ِءي َل اَل تَ ْعبُ ُدونَ إِاَّل ٱهَّلل َ َوبِ ْٱل ٰ َولِ َدي ِْن ِإحْ َسانًا َو ِذى ْٱلقُرْ بَ ٰى َو ْٱليَ ٰتَ َم ٰى‬
۟ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬
‫وا ٱل َّز َك ٰوةَ ثُ َّم تَ َولَّ ْيتُ ْم إِاَّل قَلِياًل ِّمن ُك ْم َوأَنتُم‬ َّ ‫وا ٱل‬۟ ‫وا لِلنَّاس ُح ْسنًا َوأَقِي ُم‬ ۟ ُ‫َو ْٱلم ٰ َس ِكين َوقُول‬
ِ ِ َ
َ‫ْرضُون‬ ِ ‫ُّمع‬
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah
kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang
miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah

2
shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu,
kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (QS.
Al-Baqarah:83).

e. Menggunakan kalimat berita (khabar) yang mengandung arti perintah


atau permintaan, contoh:

‫ت يَت ََربَّصْ نَ ِبأَنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلَثَةَ قُر ُٓو ٍء‬


ُ َ‫ۚ و ْٱل ُمطَلَّ ٰق‬
َ
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru'. (QS. Al-Baqarah:228)

f. Menggunakan kalimat yang mengandung kata amr, fardhu, kutiba


‘ala yang berarti perintah
۟ ‫ت إلَ ٰ ٓى أَ ْهلِهَا َوإ َذا َح َك ْمتُم بَ ْينَ ٱلنَّاس أَن تَحْ ُك ُم‬ ۟
َ ‫وا بِ ْٱل َع ْد ِل ۚ إِ َّن ٱهَّلل‬ ِ ِ ِ ِ َ‫إِ َّن ٱهَّلل َ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَن تُؤَ ُّدوا ٱأْل َ ٰ َم ٰن‬
‫صيرًا‬ ِ َ‫نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُكم بِ ِٓۦه ۗ إِ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َس ِمي ۢ ًعا ب‬
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat. (QS. An-Nisa:58)

ُ ‫ت أَ ْي ٰ َمنُهُ ْم لِ َك ْياَل يَ ُكونَ َعلَ ْيكَ َح َر ٌج ۗ َو َكانَ ٱهَّلل‬


ْ ‫قَ ْد َعلِ ْمنَا َما فَ َرضْ نَا َعلَ ْي ِه ْم فِ ٓى أَ ْز ٰ َو ِج ِه ْم َو َما َملَ َك‬
‫َغفُورًا َّر ِحي ًما‬

Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada


mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka
miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab:50)

َ‫ب َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬


َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ٱلصِّ يَا ُم َك َما ُكت‬ ۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
َ ِ‫وا ُكت‬ َ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa. (QS. Al-Baqarah:183).

3
3. Gubahan Kata (Uslub) Al-Qur’an dalam Menyatakan Perintah
(Amr)

a. Bentuk perintah secara jelas dengan menggunakan lafadz amara :


۟ ‫ت إلَ ٰ ٓى أَ ْهلِهَا َوإ َذا َح َك ْمتُم بَ ْينَ ٱلنَّاس أَن تَحْ ُك ُم‬ ۟
‫وا بِ ْٱل َع ْد ِل‬ ِ ِ ِ ِ َ‫ۚ إِ َّن ٱهَّلل َ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَن تُ َؤ ُّدوا ٱأْل َ ٰ َم ٰن‬
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS.
An-Nisa: 58)

b. Menerangkan bahwa perbuatan itu telah ditulis atas orang-orang yang


mukallaf

‫ب َعلَ ْي ُك ُم ٱلصِّ يَا ُم‬ ۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬


َ ِ‫وا ُكت‬ َ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa. (QS.
Al-Baqarah:183)

c. Menerangkan bahwa perbuatan itu telah ditetapkan bagi manusia

ِ ‫اس ِحجُّ ْٱلبَ ْي‬


‫ت َم ِن ٱ ْستَطَا َع إِلَ ْي ِه َسبِياًل‬ ِ َّ‫ۚ وهَّلِل ِ َعلَى ٱلن‬
َ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS. Ali
Imran:97)

d. Menerangkan bahwa mukallaf dituntut untuk mengerjakannya

‫ت يَت ََربَّصْ نَ بِأَنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلَثَةَ قُر ُٓو ٍء‬


ُ َ‫َو ْٱل ُمطَلَّ ٰق‬

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga


kali quru’. (Qs. An-Nisa:228)

e. Menerangkan bahwa perbuatan itu baik

‫لُونَكَ ع َِن ْٱليَ ٰتَ َم ٰى ۖ قُلْ إِصْ اَل ٌح لَّهُ ْم خَ ْي ٌر‬Cََٔ‫ۖ ويَسْٔـ‬
َ
Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah:
“Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik”. (QS. Al-
Baqarah:220)

4
4. Kaidah-Kaidah Amr

Kholid Ustman Al-Sabt merumuskan kaidah-kaidah amr tersebut


dalam beberapa kaidah, yaitu:

a. Amr (perintah) itu menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan


kepada selain wajib kecuali dengan qarinah-qarinah tertentu.

Maksud dari kaidah ini, apabila dalam nash al-Qur’an terdapat lafadz
amr atau kalimat berbentuk berita yang mengandung pengertian perintah,
maka perintah tersebut memberi pengertian wajib, atau mengharuskan. Yaitu
menuntut secara tegas dan keras dari objek untuk melakukan perintah itu.

b. Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya.

Ulama berpendapat amr (perintah) terhadap sesuatu maka menjadi


nahy (larangan) untuk lawan dari sesuatu yang diperintahkan tersebut.

c. Perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-


qarinah tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak
segera dilaksanakan.

Contoh amr yang harus segera dilaksanakan karena tidak adanya qarinah:

ِ ‫اس ِحجُّ ْٱلبَ ْي‬


‫ت َم ِن ٱ ْستَطَا َع إِلَ ْي ِه َسبِياًل‬ ِ َّ‫َوهَّلِل ِ َعلَى ٱلن‬
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS. Ali
Imran:97)

d. Jika amr bergandengan dengan syarat atau sifat, maka amr tersebut
menuntut adanya pengulangan

Amr yang dikaitkan dengan syarat dan sifat menghendaki lawan bicara
berulang-ulang untuk melakukan syarat dan sifat tersebut.

e. Amr atau perintah yang datang setelah dilarang hukumnya dikembalikan


kepada kondisi sebelum dilarang)

Apabila lafazh amr datang setelah adanya larangan menurut ahli ilmu
faedahnya adalah kembali kepada hukum sebelum terjadinya larangan.
Apabila sebelum larangan tersebut hukumnya adalah mubah maka perintah
setelah larangan itu hukunya memfaedahkan kepada ibahah.

5
f. Perintah terhadap persoalan yang dibolehkan maka hukumnya ibahah atau
boleh)

Bukanlah merupakan perintah wajib, tetapi hanya merupakan kebolehan


belaka.

5. Amr Yang Keluar dari Makna Asal menjadi Makna Lain Karena
Konteks Kalimat

Amr pada asalnya bermakna perintah. Namun karena situasi dan


kondisi. Susunan kalimat, atau mutakallim dan mukhatab , amr terkadang
tidak lagi bermakna perintah. Inilah yang dimaksud dengan amr yang keluar
dari makna asalnya menjadi makna lain yang diakibatkan oleh situasi,
struktur, konteks kalimat, dan indikasi lainnya. Makna-makna lain yang
dimaksud antara lain:

a. Doa seperti:

‫َوٱنصُرْ نَا َعلَى ْٱلقَوْ ِم ْٱل ٰ َكفِ ِرين‬

Dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.

Uslub perintah di atas dapat dijumpai pada QS. Al-Baqarah: 250, 286;
QS. Ali Imran: 147. Gaya bahasa perintahnya adalah (dan tolonglah kami
terhadap orang-orang kafir). Gaya bahasa perintah tersebut dengan
menggunakan bentuk kata kerja perintah atau fi’il amr. Penuturnya adalah
kaum Muslimin, sedangkan lawan tuturnya adalah Allah SWT, tema yang
menjadi pembicaraan adalah perintah kaum Muslimin kepada Allah SWT
untuk memberi pertolongan kepada mereka. Gaya bahasa perintah tersebut
tidak dimaksudkan sebagai perintah yang sebenarnya, mengingat yang
dinamakan perintah adalah apabila datangnya dari pihak yang lebih tinggi
kedudukannya ke yang lebih rendah. Dalam perintah (dan tolonglah kami
terhadap orang-orang kafir) tersebut, dimaksudkan untuk doa (permohonan),
yaitu permohonan seorang hamba kepada Tuhannya, agar Allah berkenan
memberi pertolongan kepada kaum muslimin.

b. Irsyad (memberi petunjuk)

Secara harfiah al-irsyad berarti memberi petunjuk, memberi nasehat,


atau memberi saran. Maksudnya adalah bahwa bentuk amr yang terdapat di
dalam kalam yang ada tidak dimksudkan sebagai perintah, tetapi cenderung
sebagai saran yang diungkapkan mutakallim dan kepada mukhatab.

‫ۚ ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا إِ َذا تَدَايَنتُم بِ َدي ٍْن إِلَ ٰ ٓى أَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَٱ ْكتُبُوهُ ۚ َو ْليَ ْكتُب بَّ ْينَ ُك ْم َكاتِ ۢبٌ بِ ْٱل َع ْد ِل‬

6
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. (QS.
Al-Baqarah:282)

Segi makna ayat tersebut memberi pengertian bahwa "kegiatan


mencatat perihal utang piutang" adalah "dianjurkan", tetapi hukumnya tidak
sampai kepada "wajib", dikarenakan terkadang urusan utang piutang dapat
juga terselenggara dengan baik meskipun tanpa kegiatan.

c. Bermakna setara (al-Iltimas)

Al-Iltimas artinya kata-kata, ungkapan, kalam yang ditujukan kepada


mukhathab yang setara atau sederajat. Ketika ungkapan yang dipergunakan itu
berbentuk amr, maka amr tersebut tidak dikatakan sebagai perintah, tetapi
disebut dengan iltimas yaitu amr yang disampaikan kepada mukhatab yang
kedudukannya setara dengan mutakallimin.
۟ ‫ٱصْ لَوْ هَا فَٱصْ بر ُٓو ۟ا أَوْ اَل تَصْ بر‬
َ‫ُوا َس َوٓا ٌء َعلَ ْي ُك ْم ۖ إِنَّ َما تُجْ زَ وْ نَ َما ُكنتُ ْم تَ ْع َملُون‬ ِ ِ
Masukklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); Maka baik kamu
bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa
yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Tur:16)

d. Tahdid (mengancam)

at-tahdid artinya ''mengancam" atau menakut-nakuti. contoh:


۟ ُّ‫ضل‬
‫وا فَاَل يَ ْست َِطيعُونَ َسبِياًل‬ َ َ‫ك ٱأْل َ ْمث‬
َ َ‫ال ف‬ ۟ ‫ض َرب‬
َ َ‫ُوا ل‬ َ َ‫ٱنظُرْ َك ْيف‬
Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan
terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi
menemukan jalan (yang benar).

B. Nahy

1. Pengertian Nahy

Secara harfiah nahy berarti larangan. Dalam istilah ushul fiqh, nahi
bermakna “suatu lafazh yang digunakan oleh yang lebih tinggi kedudukannya

7
untuk menuntut kepada yang lebih rendah derajatnya agar meninggalkan suatu
perbuatan”. Dalam balaghah definisi nahi adalah:
Nahi adalah menuntut berhenti melakukan suatu perbuatan oleh pihak
yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah.

Muhammad Cirzin mengutip Khalid Abdurrahman mengartikan nahi


sebagai perkataan yang menunjukkan permintaan berhenti dari suatu perbuatan,
dari orang yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Sedangkan menurut
Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, nahi adalah tuntutan mencegah berbuat yang datang
dari atasan. Ash-Shafahsi mengatakan bahwa sesungguhnya keharusan larangan
adalah meninggalkan yang dilarang sesegera mungkin, dan hal tersebut
merupakan suatu yang terlarang.

2. Redaksi Kalimat Nahy

a. Fi’il nahy

Bentuk nahi hanya satu, yaitu fiil mudhari' yang didahului oleh
huruf la yang disebut la nahi.

ْ ‫ق ۖ نَّحْ نُ نَرْ ُزقُهُ ْم َوإِيَّا ُك ْم ۚ إِ َّن قَ ْتلَهُ ْم َكانَ ِخ‬ ٰ ٰ ۟


‫ا َكبِيرًا‬CDًٔ‫طٔـ‬ ٍ َ‫َواَل تَ ْقتُلُ ٓوا أَوْ لَ َد ُك ْم خَ ْشيَةَ إِ ْمل‬

‫ُوا ٱل ِّزن ٰ َٓى ۖ إِنَّهۥُ َكانَ ٰفَ ِح َشةً َو َسٓا َء َسبِياًل‬


۟ ‫َواَل تَ ْق َرب‬

‫ظلُو ًما فَقَ ْد َج َع ْلنَا لِ َولِيِّ ِهۦ س ُْل ٰطَنًا‬


ْ ‫ق ۗ َو َمن قُتِ َل َم‬
ِّ ‫س ٱلَّتِى َح َّر َم ٱهَّلل ُ إِاَّل بِ ْٱل َح‬ ۟ ُ‫َواَل تَ ْقتُل‬
َ ‫وا ٱلنَّ ْف‬
‫ْرف فِّى ْٱلقَ ْت ِل ۖ إِنَّهۥُ َكانَ َمنصُورًا‬ ِ ‫فَاَل يُس‬

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.


Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. Dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara
zalim, maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
(QS. Al-Isra:31-33)

b. Menggunakan lafal utruk, da' (tinggalkanlah), naha, harrama.

8
َ‫ُك ْٱلبَحْ َر َر ْه ًوا ۖ إِنَّهُ ْم جُن ٌد ُّم ْغ َرقُون‬
ِ ‫َوٱ ْتر‬
Dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah
tentara yang akan ditenggelamkan. (QS. Ad-Dukhan:24)

‫َواَل تُ ِط ِع ْٱل ٰ َكفِ ِرينَ َو ْٱل ُم ٰنَفِقِينَ َو َد ْع أَ َذ ٰىهُ ْم َوت ََو َّكلْ َعلَى ٱهَّلل ِ ۚ َو َكفَ ٰى بِٱهَّلل ِ َو ِكياًل‬

Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang- orang
munafik itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan
bertawakkallah kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pelindung.
(QS. Al-Ahzab:48)
۟ ُ‫ُوا ۚ َوٱتَّق‬
ِ ‫وا ٱهَّلل َ ۖ إِ َّن ٱهَّلل َ َش ِدي ُد ْٱل ِعقَا‬
‫ب‬ ۟ ‫َومٓا َءاتَ ٰى ُك ُم ٱل َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َوما نَهَ ٰى ُك ْم َع ْنهُ فَٱنتَه‬
َ َ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr:7)
۟ ‫ق َوأَن تُ ْشر ُك‬
‫وا‬ ِّ ‫ش َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما َبطَنَ َوٱإْل ِ ْث َم َو ْٱلبَ ْغ َى بِ َغي ِْر ْٱل َح‬ َ ‫قُلْ إِنَّ َما َح َّر َم َرب َِّى ْٱلفَ ٰ َو ِح‬
ِ
َ‫وا َعلَى ٱهَّلل ِ َما اَل تَ ْعلَ ُمون‬۟ ُ‫بٱهَّلل ِ ما لَ ْم يُن َِّزلْ ب ِهۦ س ُْل ٰطَنًا َوأَن تَقُول‬
ِ َ ِ
Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik
yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar
hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan
hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah
apa yang tidak kamu ketahui. (QS. Al-A’raf:33).

3. Kaidah-kaidah nahy

Menurut Khalid bin Utsman as-Sabt ada beberapa kaidah tentang


annahyu diantaranya:

a. Nahi menghendaki atau menunjukkan haram, segera untuk


dilarangnya, kecuali ada qarinah-qarinah tertentu.

Lafazh nahi menghendaki tuntutan larangan secara kekal (dawam) dan


spontan (fauran). Sebab yang di tuntut itu (larangan) tidak dapat
terwujud apabila tuntutan larangan itu bersifat kekal. Maksudnya
bahwa setiap kali jiwa seorang mukallaf mendorongnya untuk

9
melakukan yang terlarang, maka setiap kali itu pula nahi menuntut dia
untuk meninggalkannya. Karena itu, pengulangan larangan termasuk
kaidah yang penitng agar tuntutan dari nahi dapat terwujud.

Demikian juga dengan tuntutan terhadap spontanitas dalam mentaati


larangan. Sebab larangan atas suatu perbuatan adalah berarti
mengharamkan perbatan itu, lantaran ada bahayanya. Karenanya,
larangan itu mesti menuntut spotanitas. Melakukan ketataan atas suatu
larangan secara spontan dan berkesinambungan adalah temasuk hal-hal
yang dituntut oleh nahi.

ٰ ٰ ۟
ٍ َ‫ۖ واَل تَ ْقتُلُ ٓوا أَوْ لَ َد ُكم ِّم ْن إِ ْمل‬
‫ق‬ َ

Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut


kemiskinan. (QS.Al-An'am:151)

b. Jika Allah melarang sesuatu, maka Ia melarang sebagiannya juga. Dan


jika Allah memerintahkan sesuatu, maka Ia memerintahkan secara
keseluruhannya.

‫ير َو َمٓا أُ ِه َّل لِ َغي ِْر ٱهَّلل ِ بِ ِهۦ‬ ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْٱل َم ْيتَةُ َوٱل َّد ُم َولَحْ ُم ْٱل ِخ‬
ِ ‫نز‬ ْ ‫حُرِّ َم‬

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging


hewan) yang disembelih atas nama selain Allah. (QS. Al-Maidah:3)

c. Maksud insya'i menggunakan bentuk khabar lebih jelas


penyampaiannya dari pada menggunakan sighat insya’i itu sendiri.

َ َ‫َوإِ ْذ أَخَ ْذنَا ِمي ٰث‬


َ ‫ق بَنِ ٓى إِس ٰ َْٓر ِءي َل اَل تَ ْعبُ ُدونَ إِاَّل ٱهَّلل‬

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
janganlah kamu menyembah selain Allah. (QS. Al-Baqarah:83)

d. Nahy menghendaki fasad

Segala perkara yang dilarang berarti tidak diperintahkan, dan setiap


yang tidak diprintahkan berarti tertolak.

‫ٱلزن ٰ َٓى‬ ۟ ‫ۖ واَل تَ ْق َرب‬


ِّ ‫ُوا‬ َ

10
Dan janganlah kamu mendekati zina. (QS:Al-Isra':32)

4. Ragam Makna Nahy

Nahi pada asalnya adalah larangan. Namun karena situasi dan kondisi,
karena susunan kalimat, serta karena mutakallimin dan mukhatab, nahi tidak
lagi bermakna larangan, tetapi telah keluar dari makna aslinya. Inilah yang
dimaksud dengan keluarnya nahi dari arti sebenarnya menjadi arti lain karena
situasi atau susunan kalimat. Antaranya :

a. Doa

‫اخ ْذنَٓا إِن نَّ ِسينَٓا أَوْ أَ ْخطَأْنَا‬


ِ َ‫ۚ ربَّنَا اَل تُؤ‬
َ
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
bersalah. (QS. Al-Baqarah:286)

b. Al-Irsyad
۟ ُ‫ل‬Cَٔ‫اَل تَسْٔـ‬
‫وا ع َْن أَ ْشيَٓا َء إِن تُ ْب َد لَ ُك ْم تَس ُْؤ ُك ْم‬ َ
Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika
diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu. (QS. Al-Maidah:101)

c. Bayanul 'aqibah, menerangkan akibat

َ‫يل ٱهَّلل ِ أَ ْم ٰ َو ۢتًا ۚ بَلْ أَحْ يَٓا ٌء ِعن َد َربِّ ِه ْم يُرْ زَ قُون‬ ۟ ُ‫َواَل تَحْ َسبَ َّن ٱلَّ ِذينَ قُتِل‬
ِ ِ‫وا فِى َسب‬
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah
itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat
rezki. (QS. Ali Imran:169)

d. At-Tay'iys, membuat putus asa


۟ ‫ۚ اَل تَ ْعتَ ِذر‬
‫ُوا قَ ْد َكفَرْ تُم بَ ْع َد إِي ٰ َمنِ ُك ْم‬

Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS.
At-Taubah:66)

e. Al-I'tinas, memberikan ketenangan hati

َ‫زَن ۖ إِنَّا ُمنَجُّ وكَ َوأَ ْهلَك‬


ْ ْ‫ف َواَل تَح‬
ْ ‫اَل تَ َخ‬

Janganlah kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya Kami akan
menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu. (QS. Al-Ankabut:33)

11
Larangan dalam al-qur'an mengandung makna dan tujuan yang antara lain
sebagai berikut.

a. Larangan menunjukkan haram


۟ ‫َواَل تَ ْق َرب‬
‫ُوا ٱل ِّزن ٰ َٓى‬
b. Larangan yang menunjukkan makna makruh, seperti dalam sabda Nabi
SAW yang artinya: janganlah kamu salat di kandang unta. (HR.tirmidzi).

c. Larangan yang mengandung perintah melakukan yang sebaiknya, seperti


dalam firman Allah:

ِ ِ‫قَ ْد َكانَ لَ ُك ْم َءايَةٌ فِى فِئَتَي ِْن ْٱلتَقَتَا ۖ فِئَةٌ تُ ٰقَتِ ُل فِى َسب‬
َ ‫يل ٱهَّلل ِ َوأُ ْخ َر ٰى َكافِ َرةٌ َي َروْ نَهُم ِّم ْثلَ ْي ِه ْم َر ْأ‬
ُ ‫ى ْٱل َع ْي ِن ۚ َوٱهَّلل‬
َ ِ‫يُؤَ يِّ ُد بِنَصْ ِر ِهۦ َمن يَ َشٓا ُء ۗ إِ َّن فِى ٰ َذل‬
َ ٰ ‫ك لَ ِعب َْرةً أِّل ُ ۟ولِى ٱأْل َب‬
‫ْص ِر‬

Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah
bertemu (bertempur). segolongan berperang di jalan Allah dan
(segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-
akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan
dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai
mata hati.

12

Anda mungkin juga menyukai