Anda di halaman 1dari 8

PROBLEMATIKA REKAYASA BUDIDAYA TANAMAN

LAPORAN OBSESVASI SISTEM TANAM KOMODITAS


CABAI

Disusun Oleh:

1. Muhammad Bayu Prasetyo (20180210057)


2. Latifah Azhar. (20180210071)
3. Nadimah Tsania Mahsa (20180210092)
4. Ahmad Arya Mudawy (20180210099)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019
I. PENDAHULUAN
A. Hasil Observasi
.

B. Identifikasi Masalah

C. Waktu dan Tempat

Waktu : Kamis, 5 Desember 2019

Tempat : Tlogo, Geblagan, Tamantirto Kec. Kasihan, Bantul, Daerah

Istimewa Yogyakarta

Komoditas : Tanaman Cabai

Narasumber : Ibu Tukilah

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Tanaman Cabai

Cabai merupakan tanaman holtikultura yang cukup penting dan


banyak dibudidayakan, terutama di pulau jawa. Cabai termasuk
tanaman semusim (annual) berbentuk perdu, berdiri tegak dengan
batang berkayu, dan banyak memiliki cabang. Tinggi tanaman dewasa
antara 65‐120 cm. lebar mahkota tanaman 50‐90 cm (Setiadi, 2006)
Tanaman cabai mudah dikenali, yaitu tanaman yang berupa
perdu yang berkayu yang tumbuh tegak mempunyai tinggi 50‐90 cm,
dan batang cabai sedikit mengandung zat kayu, terutama yang dekat
dengan permukaan tanah, tanaman cabai adalah tanaman yang
memproduksi buah yang mempunyai gizi yang cukup tinggi. Tanaman
cabai selain sebagai sayuran juga dapat digunakan sebagai tanaman
obat (Setiadi, 2006).
Klasifikasi tanaman cabai menurut Wiryanta (2006) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio :Spermatophyta
SubDivisio :Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia :Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum frutencens L

B. Syarat Tumbuh

Tanaman cabai rawit sebagai tanaman hortikultura membutuhkan Syarat


pertumbuhan dalam kondisi tertentu agar bisa tumbuh subur dan berbuah rimbun.
Menurut Wahyudi (2011), syarat tumbuh yang harus dipenuhi ketika
membudidayakan cabai rawit adalah :

1. Tipe tanah

Cabai rawit tumbuh baik di tanah bertekstur lempung, lempung berpasir,


dan lempung berdebu. Namun, cabai ini masih bisa tumbuh baik pada tekstur
tanah yang agak berat,seperti lempung berliat. Beberapa kultivar cabai rawit lokal
bahkan bisa tumbuh dengan baik pada tekstur tanah yang lebih berat lagi, seperti
tekstur liat berpasir atau liat berdebu.
2. Ketinggian tempat penanaman

Karena sifat adaptasinya paling luas diantara jenis cabai, maka sebagian
besar cabai rawit bisa ditanam di dataran rendah hingga dataran tinggi. Namun,
cabai rawit yang ditanam di dataran tinggi akan mengalami umur panen dan masa
panen yang lebih lama, tetapi hasil panennya masih relatif sama dibandingkan
dengan jika kultivar yang sama ditanam didataran rendah.

3. pH tanah optimum

Cabai rawit menghendaki tingkat kemasaman tanah optimal, yaitu tanah


dengan nilai pH 5,5 – 6,5. Jika pH tanah kurang dari 5,5, tanah harus diberi kapur
pertanian. Pada pH rendah, ketersediaan beberapa zat makanan tanaman sulit
diserap oleh akar tanaman, sehingga terjadi kekurangan beberapa unsur makanan
yang ahirnya akan menurunkan produktivitas tanaman. Menurut Tjandra (2011),
derajat keasaman tanah atau pH tanah nertal berkisar 6-7.

C. Sistem Pertanian Perkarangan

Pemanfaatan lahan perkotaan untuk pertanian perkotaan


(urban agriculture) menjadi salah satu bentuk aksi untuk mendukung
tercapainya Ketahanan Pangan Nasional. Konsep Lanskap Produktif di area
perkotaan merupakan kajian yang mendalami bentuk dan model pertanian
perkotaan dengan penataannya, sehingga tidak hanya dapat produktif dalam
mendukung kesediaan pangan namun juga memiliki fungsi lanskap perkotaan,
seperti fungsi biodiversitas, keindahan, keamanan, kenyamanan, kesehatan,
dan ameliorasi iklim kota. Di wilayah perkotaan pekarangan merupakan
bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota privat. Salah satu fenomena
RTH akibat perkembangan pembangunan yang cepat di Yogyakarta adalah
menyempitnya lahan pekarangan yang merupakan dari ruang terbuka hijau
privat sehingga fungsi pekarangan tidak lagi optimal. Banyak dijumpai
terbatasnya lahan pekarangan, hanya diisi dengan tanaman hias saja. Berbagai
fungsi pekarangan di perkotaan juga perlu ditingkatkan tidak hanya sebagai
suplai pangan keluarga namun sebagai suplai oksigen, peneduh, area resapan
air hujan dan estetika. Lahan pekarangan dapat memberikan manfaat yang
sangat besar dalam menunjang kebutuhan gizi keluarga disamping sekaligus
untuk keindahan (estetika) bila dikelola secara optimal dan terencana.

Lahan pekarangan dapat dikembangkan sebagai areal program


Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), baik di tingkat rumah tangga,
komunitas, dusun/lingkungan, desa/kelurahan, kecamatan, mapun
kota/kabupaten. Lahan pekarangan yang selama ini selalu dimanfaatkan
sebagai apotik hidup dengan menanami tanaman obat keluarga (TOGA) dan
gizi hidup dengan menanam berbagai buah-buahan dan sayuran dapat
dikembangkan ke dalam bentuk pertanian terpadu. Pemanfaatan lahan
pekarangan untuk pemeliharaan berbagai komoditi secara bersama-sama
(kombinasi) atau berurutan antara tanaman pohon (hutan) dengan komoditi
pertanian (tanaman, ternak, dan atau ikan/kolam) secara optimal merupakan
sebuah sistem pertanian terpadu tidak hanya memberikan hasil nyata
(tangible) produk pertanian dan kehutanan, namun sekaligus berperan dalam
pelestarian lingkungan berupa kesejukan, kesegran, keindahan, biodiversitas,
dan bahkan membantu memitigasi gas rumah kaca (produk intangible) di
kawasan pemukiman secara berkelanjutan.

Ketahanan pangan di perkotaan dapat direalisasikan dengan


berbagai kegiatan pertanian kota. Setyawan, B. & Rahmi, D.W (2004)
telah menjelaskan dari aspek sosial bahwa pertanian kota mempunyai
banyak keuntungan yaitu meningkatkan persediaan pangan, meningkatkan
nutrisi kaum miskin kota, meningkatkan kesehatan masyarakat,
mengurangi pengangguran, meningkatkan solidaritas komunitas,
mengurangi kemungkinan konflik sosial.

III. PEMBAHASAN

A. Analisis Masalah

B. Penyelesaian Masalah

IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Adi. 2018. Gerakan Pemanfaatan Lahan Pekarangan Sempit untuk Tanaman
Pangan.
https://www.kompasiana.com/adiassegaf/5b0840cfcf01b46ac449cc02/gera
kan-pemanfaatan-lahan-pekarangan-sempit-untuk-tanaman-pangan?
page=all. Diakses tanggal 6 Desember 2019.

Ahmad. S dan Siti N.R.I. 2018. Pemanfaatan Area Perkarangan Sebagai Lanskap
Produktif di Permukiman Perkotaan. Tesa Arsitektur Vol. 16. Hal 40 –
48

Setiadi 2006. Setiadi. 2006. Cabai Rawit, Jenis dan Budidaya. Jakarta : Penebar
Swadaya.

Setyawan,B.,Rahmi,D.W, 2004. Ketahanan Pangan, Lapangan Kerjadan


Keberlanjutan Kota: Studi Pertanian Kota di Enam Kota
Indonesia.Warta Penelitian, Edisi Khusus; 34 - 42,Pusat Studi
Lingkungan Hidup. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada.

Tjandra, E., 2011, Panen Cabai Rawit Di Polybag, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta

Wahyudi, E. B., 2009, Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan


Sokaraja Kabupaten Banyumas Tahun 1994 dan 2004, Skripsi Fakultas
Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Wiryanta. 2006. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Tangerang: Agromedia


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai