Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) KANKER

NASOFARING
BAB 1

PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang

            Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan
kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya, banyak orang
yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya hanya seperti gejala flu biasa.
Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk Cina
bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit
putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan
jenis kanker yang diturunkan secara genetik.

Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan
oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau
tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat
ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun penyebaran kanker
ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang
beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter
THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita
kanker ini.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1  Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ca Nasofaring?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca nasofaring

1.3.2 Tujuan Khusus

                 1. Memahami definisi Ca nasofaring.

                 2. Mengetahui penyebab dari Ca nasofaring.

                 3. Mengetahui manifestasi klinis dari Ca nasofaring


                 4. Mengetahui proses terjadinya Ca nasofaring.

                 5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Ca nasofaring.

                 6. Mengetahui penatalaksaan Ca nasofaring

                 7. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca nasofaring

1.4   Manfaat

1.4.1  Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan ca Nasofaring sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah persepsi sensori.

1.4.2        Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang benar sehingga dapat
menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga belakang
hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah
kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas dan leher
merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal
(18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase
rendah.

Pada banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras mongoloid yaitu
penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah
India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring
juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.

2.2 Etiologi

Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin


mencakup banyak tahap.  Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring
adalah:

1. Kerentanan Genetik

Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap Ca


Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena
agrregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gan HLA ( Human luekocyte antigen ) dan
gen pengode enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan
terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring .
Penelitian menunjukkan  bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan
ketidakstabilan , sehingga lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari
lingkungan dan timbul penyakit.

1. Virus EB

Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik  seperti antigen
kapsid virus ( VCA ), antigen membran ( MA ), antigen dini ( EA ), antigen nuklir ( EBNA ) ,
dll. Virus EB  memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring , alasannya adalah :

1.  Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB ( termasuk
VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll ) , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer
geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker
lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor . Selain itu titer antibodi dapat
menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila
penyakitnya rekuren atau memburuk.
2. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi  zat petanda  virus EB seperti DNA virus
dan EBNA.
3. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB,
ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan
inti juga banyak.
4. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan
karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.

1. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat berikut
berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :

1. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring ,


kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih
tinggi dari keluarga di area insiden rendah.
2. 2.          Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses
timbulnya kanker nasofaring .
3. 3.          Golongan nitrosamin :  banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait
dengan kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi
nitrosamin volatil yang berefek mutagenik.

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring  adalah :
1.  Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien
datang berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret  dari
rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole bergesekan dengan
permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek dan
menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat timbul
hemoragi nasal masif.
2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. Ini
disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.
3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah  tumor di resesus faringeus
dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba eustaki, menyebabkan
tekana negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi otitis media transudatif . bagi
pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki dapat meredakan
sementara. Menurunnya kemmpuan pendengaran karena hambatan konduksi,
umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga.
4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu  di regio temporo parietal  atau
oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf kranial atau os
basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iriasi pembuluh darah yang
menyebabkan sefalgia reflektif.
5. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk ke
superior , dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau celah
alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk
foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan area sinus
spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI rudapaksa, manifestasinya berupa
ptosis wajah  bagian atas, paralisis otot mata ( temasuk paralisis saraf abduksi
tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area temporal akibat iritasi meningen
( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa saraf kranial II, disebut
sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.
6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe
kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut
permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri , maka
pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar limfenya
perama kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.
7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati . metastasi
tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas. Manifestasi
metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat, lokasi tetap dan
tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu
terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu
diagnosis. Metastasis hati , paru dapat sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika
dilakukan tindak lanjut rutin dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT
atau USG

2.4 Patofisiologi

            Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini
dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring.
Sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protin tertentu yang berfungsi untuk proses
proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein tersebut dapat
digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B.
EBNA-1 adalah protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV
tersebut mampu aktif dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat
karsinogen yang  menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol,
sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten(EBNA-1). Hal inilah yang memicu
pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.

            Penggolongan Ca Nasofaring :

1.  T1             : Kanker terbatas di rongga nasofaring.


1.  T2            : Kanker menginfiltrasi kavum  nasal, orofaring atau di celah
parafaring  di anterior dari garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus
dan margo posterior  garis tengah foramen  magnum os oksipital ).
2. T3            : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai
basis kranial, fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf
kranial kelompok anterior atau posterior.
3. T4            : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak,
atau kanker mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-
temporal.
4. N0            : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .
5. N1            : Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm,.
6. N2            : Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .
7. N3            : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7 cm
8. M0           : Tak ada metastasis jauh.
9. M1           : Ada metastasis jauh.

Penggolongan stadium klinis, antara lain :

1.  Stadium I             : T1N0M0


2. Stadium II             : T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0
3. Stadium III           : T3N0 -  2M0, T0 – 3N2M0
4. Stadium IVa          : T4N0 – 3M0, T0 – 4N3M0
5. Stadium IVb         :T apapun, N Apapun, M1

2.5  Pemeriksaan Diagnosis

Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut :

1. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.

Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral,
limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial dengan kausa yang tak jelas,
dan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek
atau elektrik.
1. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.

Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai nervus aksesorius
dan arteri vena transvesalis koli apakah terdapat pembesaran.

1. Pemeriksaan saraf kranial

Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin
satu persatu , tapi pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah  dan lidah
kadang perlu diperiksa berulang kali, barulah ditemukan hasil yang positif

1. Pemeriksaan serologi virus EB

Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah VCA-
IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar
dan perubahan antibodi tersebut.  Bagi yang termasuk salah satu kondisi berikut ini dapat
dianggap memilki resiko tinggi kanker nasofaring :

1.  Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80


2. Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator
tersebut positif.
3. Dua dari tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang
tinggi kontinyu atau terus meningkat.

Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa teliti dengan nasofaringoskop
elektrik , bila perlu dilakukan biopsi. Yang perlu ditekankan adalah perubahan serologi virus
Eb dapat menunjukkan reaksi positif  4 – 46 bulan sebelum diagnosis kanker nasofaring
ditegakkan.

1. Diagnosis pencitraan.

1.  Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis, memastikan


luas lesi, penetapan stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona target
terapi, merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan
pemeriksaa tingkat lanjut.
2. Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat
serentak membuat potongan melintang, sagital, koronal, sehingga lebih baik dari pada
CT. MRI selai dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi,
juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan
antara fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga lebih bermanfaat .
3. Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan
metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan rongtsen biasa atau CT, umumnya
lebih dini 4-6 bulan  dibandingkan rongsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi
umumnya tampak sebagai akumulasi radioaktivitas, sebagian kecil tampak sebagai
area defek radioaktivitas. Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun
tidak spesifik . maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi radioaktivitas , harus
memperhatikan riwayat penyakit, menyingkirkan rudapaksa operasi, fruktur,
deformitas degeneratif tulang, pengaruh radio terapi, kemoterapi, dll.
4. PET ( Positron Emission Tomography ) : disebut juga pencitraan biokimia molukelar
metabolik in vivo. Menggunakan pencitraan biologismetabolisme glukosa dari zat
kontras 18-FDG dan pencitraan anatomis dari CT yang dipadukan hingga mendapat
gambar PET-CT . itu memberikan informasi gambaran biologis bagi dokter  klinisi,
membantu penentuan area target biologis kanker nasofaring , meningkatka akurasi
radioterapi, sehingga efektifitas meningkat dan rudapaksa radiasi terhadap jaringan
normal berkurang.

1. Diagnosis histologi

Pada pasien kanker nasofaringn sedapat mungkin diperoleh jaringan dari lesi primer
nasofaring untuk pemeriksaan patologik. Sebelum terapi dimulai harus diperoleh diagnosis
histologi yang jelas. Hanya jika lesi primer tidak dapat memeberikan diagnosis patologik
pasti barulah dipertimbangkan biopsi kelenjar limfe leher.

2.6  Penatalaksanaan

a. Radioterapi

Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila ada
infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi
leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah
penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik
dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi,
vaksin dan antivirus.

b.  Kemoterapi

       Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemoradioterapi


konkomitan. Formula kemoterapi  yang sering dipakai adalah : PF ( DDP + 5FU ), kaboplatin
+5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP +5FU dan DDP gemsitabin , dll.

DDP            : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari sebelum kemoterapi ,
lakukan hidrasi 3 hari )

5FU             : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu intravena.

Ulangi setiap 21 hari atau:

Karboplatin  : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.

5FU             : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu. Ulangi setiap 21
hari.

 
c.  Terapi Biologis

       Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.

d.  Terapi Herbal TCM

       Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi ,


fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu
yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi
sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini
masih dalam penelitian lebih lanjut.

1.  Terapi Rehabiltatif

Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat bervariasi.
Oleh karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas
hidupnya.

1.  Rehabilitas Psikis

Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa pwnyakitnya berpeluang untuk
disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.

1. Rehabilitas Fisik

Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya merasakan kekuatan
fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi
nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat
secara bertahap.

1. Pembedahan

     Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :

1.  Rasidif lokal nasofaring pasca radioterapi , lesi relatif terlokalisasi.


2. 3 bulan pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer nasofaring
1. Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.
2. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma
skuamosa grade I, II, adenokarsinoma.
3. Komplikasi radiasi.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN 
 

3.1 Pengkajian

a. Identitas/ biodata klien

1. Nama                                         
2. Tempat tanggal lahir                 
3. Umur                                         
4. Jenis Kelamin                            
5. Agama                                       
6. Warga Negara                           
7. Bahasa yang digunakan                        

Penanggung Jawab             

1. Nama                                         
2. Alamat                                     

10.  Hubungan dengan klien            

b. Keluhan Utama

            Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, badan merasa
lemas, serta BB turun drastis dalam waktu singkat.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu      

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

g. Keadaan Lingkungan

3.2 Observasi

3.2.1 Keadaan Umum

1. Suhu 
2. Nadi  
3. Tekanan Darah         
4. RR    
5. BB    
6. Tinggi badan 

3.2.2  Pemeriksaan Persistem

B1 (breathing)                 : RR meningkat, sesak nafas, produksi sekret meningkat.


B2 (blood)                         : normal

B3 (brain)                         : Pusing, nyeri, gangguan sensori

B4 (bladder)                      : Normal

B5 (bowel)                        : Disfgia, Nafsu makan turun, BB turun

B6 (bone)                          : Normal

3.3  Diagnosa

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).


2. Gangguan  sensori  persepsi (pendengaran )  berubungan  dengan  gangguan  status 
organ sekunder metastase tumor
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit.

3.4 Intervensi

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).


Tujuan             : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil    :

 Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri


 Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan pengaruh minimal pada
AKS

Intervensi Rasional
Mandiri  

1. Tentukan riwayat nyeri misalnya 1. Informasi memberikan data dasar


lokasi, frekuensi, durasi untuk mengevaluasi
kebutuhan/keefektivan intervensi
  2. Meningkatkan relaksasi dan membantu
memfokuskan kembali perhatian
1. Berikan tindakan  kenyamanan dasar
(reposisi, gosok punggung) dan  
aktivitas hiburan.
2. Dorong  penggunaan ketrampilan 1. Memungkinkan pasien untuk
manajemen nyeri (teknik relaksasi, berpartisipasi secara aktif dan
visualisasi, bimbingan imajinasi) meningkatkan rasa kontrol
musik, sentuhan terapeutik.
3. Evaluasi penghilangan nyeri atau   
control
 
 
 
Kolaborasi
1. Kontrol nyeri maksimum dengan
1. Berikan analgesik sesuai indikasi pengaruh minimum pada AKS
misalnya Morfin, metadon atau
campuran narkotik  

1. Nyeri adalah komplikasi sering dari


kanker, meskipun respon individual
berbeda. Saat perubahan penyakit atau
pengobatan terjadi, penilaian dosis dan
pemberian akan diperlukan

1. Gangguan  sensori  persepsi (pendengaran )  berubungan  dengan  gangguan  status 


organ sekunder metastase tumor

Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.

Kriteria Hasil: mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan.

Intervensi Rasional  
1. Tentukan ketajaman 1.  Mengetahui perubahan dari hal-hal
pendengaran, apakah satu yang merupakan kebiasaan pasien .  
atau dua telinga terlibat .
2. Orientasikan pasien terhadap 2. Lingkungan yang nyaman dapat  
lingkungan. membantu meningkatkan proses
3. Observasi tanda-tanda dan penyembuhan.  
gejala disorientasi.
3. Mengetahui faktor penyebab  
  gangguan persepsi sensori  yang lain
dialami dan dirasakan pasien.  

   
 

1.  Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake makanan yang kurang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.

                        2. Pasien mematuhi dietnya.

                        3. Kadar gula darah dalam batas normal.

                        4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi dan 1.  Untuk mengetahui tentang
kebiasaan makan. keadaan dan kebutuhan nutrisi
pasien sehingga dapat
  diberikan tindakan dan
pengaturan diet yang adekuat.
 
 
 
1.  Kepatuhan terhadap diet
  dapat mencegah komplikasi
terjadinya
1. Anjurkan pasien untuk hipoglikemia/hiperglikemia.
mematuhi diet yang telah
diprogramkan.  

  1.  Mengetahui perkembangan
berat badan pasien (berat
1. Timbang berat badan setiap badan merupakan salah satu
seminggu sekali. indikasi untuk menentukan
diet).
 
 
 
1.  Mengetahui apakah pasien
  telah melaksanakan program
diet yang ditetapkan.
 
 
4. Identifikasi perubahan pola makan.
 

1.  Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.

Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.

2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi
pasien/keluarga tentang pada pasien/keluarga, perawat
penyakit DM dan Ca. perlu mengetahui sejauh mana
Nasofaring informasi atau pengetahuan yang
diketahui pasien/keluarga.
 
 
 
1.  Agar perawat dapat memberikan
1. Kaji latar belakang pendidikan penjelasan dengan menggunakan
pasien. kata-kata dan kalimat yang dapat
dimengerti pasien sesuai tingkat
  pendidikan pasien.

   

  1.  Agar informasi dapat diterima


dengan mudah dan tepat
  sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman.
 
 
1.  Jelaskan tentang proses
penyakit, diet, perawatan dan  
pengobatan pada pasien
dengan bahasa dan kata-kata 4.  Dengan penjelasdan yang ada dan
yang mudah dimengerti. ikut secra langsung dalam tindakan yang
  dilakukan, pasien akan lebih kooperatif
dan cemasnya berkurang.
1. Jelasakan prosedur yang kan
dilakukan, manfaatnya bagi  
pasien dan libatkan pasien
didalamnya. 1.  Gambar-gambar dapat
membantu mengingat penjelasan
  yang telah diberikan.

1. gambar-gambar dalam
memberikan penjelasan (jika
ada / memungkinkan).

5.Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit, pengobatan


penyakit.

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima keadaan dirinya

Kriteria Hasil :

1)                 Menjaga postur yang terbuka

2)                 Menjaga kontak mata

3)                 Komunikasi terbuka

4)                 Menghormati orang lain

5)                 Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok

6)                 Menerima kritik yang konstruktif

7)                 Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social

Intervensi Rasional
1. Kaji 1. Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga
tingkat perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
kecema
san  
yang
dialami 1. Dapat meringankan beban pikiran pasien.
oleh
pasien.  

   

  1. Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga


pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
 
 
 
1. Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien
1.  Beri dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
kesemp
atan  
pada
pasien 1. Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan
untuk kecemasan yang dirasakan pasien.
mengun
gkapkan  
rasa
cemasn 1. Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang
ya. menunggu.

   

1. Gunaka  
n
komuni 1. Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa
kasi cemas
terapeut 1.                                                                                                     
ik.                     ii.         

1.  Beri
informa
si yang
akurat
tentang
proses
penyaki
t dan
anjurka
n pasien
untuk
ikut
serta
dalam
tindaka
n
keperaw
atan.

1.  Berika
n
keyakin
an pada
pasien
bahwa
perawat
, dokter,
dan tim
kesehat
an lain
selalu
berusah
a
member
ikan
pertolon
gan
yang
terbaik
dan
seoptim
al
mungki
n.

1.  Berika
n
kesemp
atan
pada
keluarg
a untuk
menda
mpingi
pasien
secara
berganti
an.

1.  Ciptaka
n
lingkun
gan
yang
tenang
dan
nyaman
.

 DOWNLOAD : WOC KANKER NASOFARING

BAB 4

PENUTUP

4.1       Kesimpulan

            Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang
disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian
atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta
leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun
penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak.
Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter,
terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga
yang menderita kanker ini.

DAFTAR PUSTAKA
 

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical  Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach. 2 nd
Edition : WB Sauders.

Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Lab/UPF
Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT.
Edisi kekempat. FKUI : Jakarta.

Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung,


Tenggorokan. Laboratorium Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya.

BAB II
TINAJUAN TEORITIS

 1.CARSINOMA NASOFARING
A.AnatomiNasofaring.
           Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di
sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring
tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang
dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai
berikut
1.bagian Atas : Basis kranii.
2.bagian Bawah : Palatum mole
3.bagian Belakang : Vertebra servikalis
4.bagian Depan : Koane
5.bagianLateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus
faringeus).Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.

B.Pengertian Carsinoma Nasofaring


        Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring
atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang
paling banyak di THT
        Sebagian besar kien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Didapatkan lebih banyak pada pria dari pada wanita, dengan perbandingan 3 : 1 pada usia
/umur rata-rata30–50th.

C.Etiologi
        Penyebab timbulnya Karsinoma Nasofaring masih belum jelas. Namun banyak yang
berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologik dan eksperimental, ada 5
faktor yang mempengaruhi yakni
1.Faktor Genetik (Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid).
2.Faktor Virus (Virus EIPSTEIN BARR)
3.Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, atau bahan karsinogenik misalnya asap rokok
dll).
4.Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap, alkohol dll.
5.Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.
6.Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
7.Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
8.Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap
industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
9. Radang kronis nasofaring

1.Pembagian Karsinoma Nasofaring


Menurut Histopatologi :
1.Well differentiated epidermoid carcinoma.
A.Keratinizing
B.Non Keratinizing.
2.Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
A.Transitional
B.Lymphoepithelioma.
3.Adenocystic carcinoma

2.Menurut bentuk dan cara tumbuh

 Ulseratif
 Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.
 Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar
(creeping tumor)

3.Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)

A.Tipe WHO 1

          Karsinoma sel skuamosa (KSS) Deferensiasi baik sampai sedang. Sering eksofilik
(tumbuh dipermukaan).

B.Tipe WHO 2
          Karsinoma non keratinisasi (KNK). Paling banyak pariasinya. Menyerupai karsinoma
transisional

C.WHO 3
        Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma
anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”, varian sel spindel. Lebih radiosensitif, prognosis lebih
baik.
4.Klasifikasi TNM
Menurut UICC (1987) pembagian TNM adalah sebagai berikut :
T1 = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring
T2 = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.
T3 = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.
T4 = Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai syaraf otak.
N1 = Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama, mobil, soliter dan berukuran
kurang/sama dengan 3 cm.
N2 = Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama dengan ukuran lebih dari
3 cm tetapi kurang dari 6 cm, atau multipel dengan ukuran besar kurang dari 6 cm, atau
bilateral/kontralateral dengan ukuran terbesar kurang dari 6 cm.
N3 = Metastasis ke kelenjar getah bening ukuran lebih besar dari 6 cm.
M0 = Tidak ada metastasis jauh.
M1 = Didapatkan metastasis jauh.

5.Penentuan Stadium
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1 – 3 N1 M0
Stadium IV T4 N0 – 1 M0
Semua T N2 – 3 M0
Semua T Semua N M1

6.Lokasi :
1Fossa Rosenmulleri.
2Sekitar tuba Eustachius.
3Dinding belakang nasofaring.
4Atap nasofaring.

D.Gejala Klinik
1.Gejala Setempat :
A.Gejala Hidung :
           Pilek dari satu atau kedua lubang hidung yang terus-menerus/kronik. Lendir dapat
bercampur darah atau nanah yang berbau. Epistaksis dapat sedikit atau banyak dan berulang.
Dapat juga hanya berupa riak campur darah. Obstruksio nasi unilateral atau bilateral bila
tumor tumbuh secara eksofilik
B.Gejala Telinga :
1.Kurang, pendengaran.
2.Tinitus
3.OMP.

B.Gejala karena tumbuh dan menyebarnya tumor


Merupakan gejala yang timbul oleh penyebaran tumor secara ekspansif, infiltratif dan
metastasis.
1.Ekspansif
       Ke muka, tumor tumbuh ke depan mengisi nasofaring dan menutuk koane sehingga
timbul gejala obstruksi nasi/hidung buntu.
Ke bawah, tumor mendesak palatum mole sehingga terjadi “bombans palatum mole”
sehingga timbul gangguan menelan/sesak.
2.Infiltratif
       Ke atas Melalui foramen ovale masuk ke endokranium, maka terkena dura dan timbul
sefalgia/sakit kepala hebat, Kemudian akan terkena N VI, timbul diplopia, strabismus. Bila
terkena N V, terjadi Trigeminal neuralgi dengan gejala nyeri kepala hebat pada daerah muka,
sekitar mata, hidung, rahang atas, rahang bawah dan lidah. Bila terkena N III dan IV terjadi
ptosis dan oftalmoplegi. Bila lebih lanjut lagi akan terkena N IX, X, XI dan XII.
         Ke samping Masuk spatium parafaringikum akan menekan N IX dan X : Terjadi Paresis
palatum mole, faring dan laring dengan gejala regurgitasi makan-minum ke kavum nasi,
rinolalia aperta dan suara parau.
Menekan N XI : Gangguan fungsi otot sternokleido mastoideus dan otot trapezius.
Menekan N XII : Terjadi Deviasi lidah ke samping/gangguan menelan
c.Gejala karena metastasis melalui aliran getah bening :
Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah ujung planum mastoid, di belakang
ungulus mandibula, medial dari ujung bagian atas muskulus sternokleidomastoideum, bisa
unilateal dan bilateral. Pembesaran ini di sebut tumor colli.
3. Gejala karena metastasis melalui aliran darah :
Akan terjadi metastasis jauh yaitu paru-paru, ginjal, limpa, tulang dan sebagainya.
Gejala di atas dapat dibedakan antara :
I.Gejala Dini : Merupakan gejala yang dapat timbul waktu tumor masih tumbuh dalam batas-
batas nasofaring, jadi berupa gejala setempat yang disebabkan oleh tumor primer (gejala-
gejala hidung dan gejala-gejala telinga seperti di atas).
II.Gejala Lanjut : Merupakan gejala yang dapat timbul oleh karena tumor telah tumbuh
melewati batas nasofaring, baik berupa metastasis ataupun infiltrasi dari tumor.
Sebagai pedoman :
Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS :
A.Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung.
B.Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan telinga.
C.Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga.
E.Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher.

 Pemeriksaan THT:

 Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.


 Rinoskopia anterior :

1. Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak
sekret.
2. Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret
mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.

 Rinoskopia posterior :

1. Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak
rata dan paskularisasi meningkat.
2. Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.

 Faringoskopi dan laringoskopi :

1. Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat
menghilang.

 X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan


F.Pemeriksaan tambahan
1.Biopsi :
         Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang dicurigai. Dilakukan
dengan anestesi lokal. Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui
rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi posterior. Bila perlu
Biopsi dapat diulang sampai tiga kali. Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis
mencurigakan dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum.
        Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan umum
kurang baik. Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila
terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis.
G.Penatalaksanaan :

 Terapi utama : Radiasi/Radioterapi  ditekankan pada penggunaan megavoltage dan


pengaturan dengan komputer (4000 – 6000 R)
 Terapi tambahan : diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, inferferon,
Sitostatika/Kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus
 Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi
masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai macam kombinasi
dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum
sebagai inti. Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-
fluorouracil sedang dikembangkan di bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah
dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan efirubicin dan cis-
platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan
kesembuhan yang lebih baik.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
1.Aktivitas/istirahat
Gejala :
Kelemahan dan / atau kelelahan.
Perubahan pada pola istirahat / jam tidur karena keringat berlegih, nyeri atau ansietas.
2.Integritas Ego :
Gejala :
Faktor stress (perubahan peran atau keuangan).
Cara mengatasi stress (keyakinan/religius).
Perubahan penampilan.
3.Makanan/cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (Bahan Pengawet)
4.Neurosensori
Gejala : Pusing atau sinkope
5.Pernafasan
Gejala : Pemajanan bahan aditif
6.Interaksi sosial
Gejala : Kelemahan sistem pendukung
7.Pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga

Prioritas Keperawatan
1.Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2.Meningkatkan kenyamanan.
3.Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4.Mencegah komplikasi.
5.Memberi informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan Pemulangan
1.Klien menerima situasi dengan realistis.
2.Nyeri berkurang/terkontrol.
3.Homeostasis dicapai.
4.Komplikasi dicegah/dikurangi
5.Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.

B.Diagnosa Keperawatan
1.Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2.Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur
akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan
dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan
pasien.
4.Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi
akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan
pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
2.Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1.Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3.Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
4.Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta
dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam
melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5.Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu
berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.
6.Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas
pasien.

3.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1.Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan Ca. Nasofaring
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui
sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2.Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan
kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3.Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak
menimbulkan kesalahpahaman.
4.Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien
didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang
dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5.Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada / memungkinkan).
Rasional : Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.

4.Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1.Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3.Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu
indikasi untuk menentukan diet).
4.Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5.Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula
darah dan mencegah komplikasi.

Evaluasi
A.Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan
di tujuan.
B.Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
C.Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan
sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach. 2 nd
Edition : WB Sauders.

Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Lab/UPF
Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya.

Makalah Kuliah THT. Tidak dipublikasikan

Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta


Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi
kekempat. FKUI : Jakarta.

Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorokan.
Laboratorium Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

BAB I
KONSEP DASAR

A.    PENGERTIAN
Kanker harus semakin diwaspadai mengingat jumlah penderitanya yang terus
bertambah. Jenis kanker pun semakin banyak dan hampir semua organ tubuh bisa terkena.
salah satunya adalah kanker lambung. Penyakit ini, memang jumlah penderitanya di
Indonesia masih sangat kecil, tetapi seperti jenis kanker lainnya, kanker lambung sulit untuk
disembuhkan.
Tumor jinak di lambung tidak menimbulkan gejala atau masalah medis. Tetapi
kadang-kadang, beberapa mengalami perdarahan atau berkembang menjadi kanker. Sekitar
99% kanker lambung adalah adenokarsinoma. Kanker lambung lainnya adalah
leiomiosarkoma (kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada
usia lanjut. Kurang dari 25 % kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun. Di
Cina, Jepang, Cili dan Iceland, kanker lambung sering sekali ditemukan. Di AS, lebih sering
terjadi pada orang miskin, orang kulit hitam dan orang yang tinggal di utara. Dan merupakan
penyebab kematian no. 7, yang terjadi pada sekitar 8 dari setiap 100.000 orang ( Rudi
Prasetyo,2008).
Ca lambung merupakan neoplasma maligna yang ditemukan dilambung. Kanker
lambung sering dimulai pada sisi dimana lapisan lambung meradang. Tetapi banyak ahli
yakin bahwa peradangan adalah akibat dari kanker lambung, bukan sebagai penyebab kanker.
( Khaidir Muhaj,2009 ).
Tumor jinak di lambung agaknya tidak menimbulkan gejala atau masalah medis.
Tetapi kadang-kadang, beberapa mengalami perdarahan atau berkembang menjadi kanker.
Sekitar 99% kanker lambung adalah adenokarsinoma. Kanker lambung lainnya adalah
leiomiosarkoma (kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada
usia lanjut. Kurang dari 25 % terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun.
Di Cina, Jepang, Cili dan Iceland, kanker lambung sering sekali ditemukan. Di AS,
lebih sering terjadi pada orang miskin, orang kulit hitam dan orang yang tinggal di utara. Dan
merupakan penyebab kematian no 7, yang terjadi pada sekitar 8 dari setiap 100.000 orang
( Admin,2010 ).
Kanker lambung merupakan neoplasma maligna yang ditemukan di lambung,
biasanya adenokarsinoma, meskipun mungkin merupakan limfoma malignansi. Diketahui
bahwa cancer lambung 2 kali lebih umum terjadi pada pria daripada wanita dan lebih sering
terjadi pada klien yang mengalami anemia pernisiosa.
Meskipun tidak ada faktor etiologi khusus yang dihubungkan dengan ca lambung,
banyak faktor yang tampak berhubungan dengan perkembangan penyakit ini seperti inflamasi
lambung kronik, anemia pernisiosa, ulkus lambung, bakteri Helicobacter Pylori dan faktor
keturunan (Ns Nurhayati, S.Kep ).
Neopasma ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh
terus-menerus secara tak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak
berguna bagi tubuh (Patologi, dr. Achmad Tjarta,2002).
Karsinoma Gaster ialah suatu neoplasma yang terdapat pada Gaster (R. Simadibrata,
2000).

B.     ETIOLOGI
Penyebab dari kanker lambung masih belum diketahui, akan tetapi, sejumlah faktor
dihubungkan dengan penyakit tersebut juga dipercaya bahwa faktor eksogen dalam
lingkungan seperti bahan kimia karsinogen, virus onkogenik mungkin mengambil bagian
penting dalam karsinoma lambung. Karena lambung mempunyai kontak lama dengan
makanan. Ada yang timbul sebagai hubungan dengan konsumsi gram yang meningkat.
Ingesti nitrat dan nitrit dalam diet tinggi protein telah memberikan perkembangan dalam teori
bahwa senyawa karsinogen seperti nitrosamine dan nitrosamide dapat dibentuk oleh gerak
pencernaan.
C.    PATOFISIOLOGI
Beberapa faktor dipercaya menjadi precursor kanker yang mungkin, yaitu polip, anemia
pernisiosa, prostgastrektomi, gastritis artofi kronis dan ulkus lambung tidak mempengaruhi
individu menderita kanker lambung, tetapi kanker lambung mungkin ada bersamaan dengan
ulkus lambung dan tidak ditemukan pada pemeriksaan diagnostik awal.
Tumor mungkin menginfiltrasi dan menyebabkan penyempitan lumen yang paling sering
di antrum. Infiltrsi dapat melebar ke seluruh lambung, menyebabkan kantong tidak dapat
meregang dengan hilangnya lipatan normal dan lumen yang sempit, tetapi hal ini tidak lazim.
Desi polipoid juga mungkin timbul dan menyebabkan sukar untuk membedakan dari polip
benigna dengan X-ray.
Kanker lambung mungkin timbul dari penyebaran tumor superficial yang hanya
melibatkan permukaan mukosa dan menimbulkan keadaan granuler walaupun hal ini jarang.
Kira-kira 75% dari karsinoma ditemukan 1/3 distal lambung, selain itu menginvasi struktur
lokal seperti bagian bawah dari esofagus, pankreas, kolon transversum dan peritonium.
Metastase timbul pada paru, pleura, hati, otak dan lambung.
D.    FAKTOR-FAKTOR RESIKO
Masalah lingkungan dan nutrisi dapat mempengaruhi perkembangan dari kanker
lambung. Makan makanan tinggi nitrat dan nitrit makanan yang telah diasinkan, tidak adanya
makanan segar dan jumlah vit. C, A dan E yang kurang dalam diet, tampaknya meningkatkan
insiden tumor lambung. Perokok dan pengguna alkohol berhubungan dengan perkembangan
dari penyakit ini. Pekerja dalam industri tertentu juga mengalami kejadian kanker lambung
yang tinggi. Pekerjaan ini meliputi pabrik nikel, penambangan batu bara, pengolahan
tambaga dan karet, asbestos. Status ekonomi yang rendah merupakan faktor resiko yang
nyata dan mungkin dapat menjelaskan pengaruh pekerjaan dan makanan. Ras dan usia juga
merupakan faktor resiko.
E.     INTERVENSI KEPERAWATAN
Kesembuhan empiema adalah proses yang panjang. Perawat menolong pasien untuk
mengatasi kondisi dan menginstruksikan latihan bernapas (pernapasan dengan bibir
dirapatkan dan difragmatik), yang membantu untuk memulihkan fungsi pernapasan normal.
Perawat juga memberikan asuhan spesifik terhadap metode drainase cairan pleura seperti
aspirasi jarum, drainase dada tertutup, atau seksi iga dan drainase.
F.     EVALUASI DIAGNOSTIK
Pemeriksaan fisik biasanya tidak membantu, kebanyakan tumor lambung tidak dapat
diraba, asites mungkin muncul bila terdapat metastasis pada hepar. Endoskopi untuk biopsi
dan pencucian sitologis adalah pemeriksaan diagnostik umum. Pemeriksaan sinar-x terhadap
saluran GI atas dengan barium juga dilakukan. Karena metastase sering terjadi sebelum tanda
peringatan ada, pemindai tomografi komputer, pemindai tulang, dan peminda hepar
dilakukan dalam menentukan luasnya metastasis. Tidak dapat makan (dispepsia) lebih dari 4
minggu pada individu berusia lebih dari 40 tahun memerlukan pemeriksaan sinar-x lengkap
terhadap saluran GI.
G.    PENATALAKSANAAN MEDIS UMUM
  Kemoterapi
  Terapi radiasi
  Pembedahan:
a.    Esofagogastrektomi subtotal-untuk tumor yang dapat dioperasi pada lambung proksimal
bagian bawah dari esofagus dianastomosiskan ke duodenum atau jejenum. Pasien sering
dipasang selang dada menyertai prosedur ini karena rongga dada dimasuki.
b.    Gastrektomi total-untuk lesi di bagian bawah tengah lambung. Seluruh lambung diangkat,
dan esofagus dianastomosiskan ke jejenum.
c.    Gastrektomi subtotal-untuk lesi di antrum lambung bila pasien lansia atau cacat. Ini adalah
operasi Billroth I di mana duodenum, lambung distal, pilorus, dan vaskuler dan struktur
penyokong diangkat, dan bagian lambung yang tersisa dijahit ke sisa duodenum.
d.   Gastrektomi subtotal- operasi Billroth II, di mana prosedur lebih radikal daripada operasi
Billroth I. Operasi meliputi pengangkatan antrum, pilorus, duodenum atas, struktur vaskuler
penyokong, dan semua limfatik di sekitarnya. Sisa lambung dijahit dalam bentuk side-to-side
ke jejenum. Puntung duodenum dijahit tutup.
Komplikasi mayor dihubungkan dengan prosedur pembedahan gastrik adalah esofagitis
(disebabkan oleh refluks aspirasi), kebocoran anastomotik, defisiensi vitamin B12, penurunan
berat badan, dan pneumonia. Komplikasi tambahan berkenaan dengan gastrektomi subtotal
adalah sindrom dumping dan steatorea. (Lorenz, 1991)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER LAMBUNG
A.     PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
             1.Riwayat atau adanya faktor resiko
         Aklorhidria atau anemia pernisiosa
         Riwayat ulkus gastrik
             2.Pemeriksaan fisik berdasarkan survei umum (Apendiks F) dapat menunjukkan:
         Keluhan awal dari perasaan tak enak karena rasa penuh dan ketidaknyamanan setelah
makan. Pasien sering menginterpretasikan gejala ini sebagai “kacau lambung” dan
menggunakan obat dan antasida, yang memberi penghilangan sementara.
Bila tumor membesar, pasien mengalami:
         Penurunan berat badan yang disebabkan oleh anoreksia, mual dan muntah.
         Kelelahan dan kelemahan akibat anemia defisiensi nutrisi.
         Disfagia bila tumor terletak di lambung proksimal.
         Nyeri epigastrik yang disebabkan oleh distensi gastrik karena pembesaran tumor.
         Massa epigastrik yang dapat teraba.
             3.Pemeriksaan Diagnostik
         Seri GI atas menunjukkan massa padat
         Acan CT abdomen menunjukkan massa padat
         Pemeriksaan endoskopi memberi visualisasi langsung terhadap lesi dan memungkinkan
pengambilan spesimen untuk biopsi dan pemeriksaan sitologi
         JDL menunjukkan anemia.
             4.Kaji perasaan dan masalah pasien dan orang terdekat tentang penyakit.
             5.Kaji pemahaman pasien dan orang terdekat tentang penyakit, pemeriksaan diagnostik,
dan tindakan.
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien dapat
mencakup yang berikut ini :
1.      Nyeri berhubungan dengan adanya sel epitel abnormal
2.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan syok atau hemoragi.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
4.      Ansietas berhubungan dengan penyakit dan pengobatan yang  diantisipasi.
5.      Berduka diantisipasi dengan  diagnosis kanker.

C.     RENCANA KEPERAWATAN

             1.   D.P 1 : Nyeri berhubungan dengan adanya sel epitel abnormal
Data Penunjang Tujuan
Subyektif : Tidak mengalami atau mengurangi nyeri
Menyatakan nyeri yang ada.
Objektif : Kriteria :
Merintih dan meringis. Melaporkan nyeri berkurang, tak ada
merintih, ekspresi wajah relaks.
INTERVENSI

1. Anjurkan periode istirahat.


2. Tenangkan pasien bahwa anda mengetahui nyeri yang dirasakan adalah nyata dan
bahwa anda akan membantu pasien mengurangi nyeri tersebut.
3. Ajarkan pasien strategi baru untuk meredakan nyeri.
4. Melakukan tindakan kolaboratif untuk mengubah penatalaksanaan nyeri jika
diperlukan.
5. Berikan analgesik untuk meningkatkan peredaran nyeri optimal dalam batas resep
dokter.

             2.   D.P 2 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan syok atau hemoragi.
Data Penunjang Tujuan
Subyektif : Tidak mengalami kekurangan volume
Haus cairan.
Objektif : Kriteria :
Penurunan tekanan darah, penurunan Tidak mengalami hemoragi, tanda vital
tekanan nadi, penurunan turgor kulit, dalam batas normal, memberi tahu
penurunan keluaran urine, kulit membran perawat tentang adanya tanda perdarahan,
mukosa mengering, hematokrit meningkat, dan memberi tahu perawat tentang adanya
suhu tubuh meningkat, frekuensi nadi pusing, peningkatan frekuensi jantung,
meningkat. kekacauan mental, kelelahan yang
berlebihan, dan kulit lembab.
INTERVENSI

1. Pantau terhadap tanda-tanda hemoragi.


2. Observasi aspirasi lambung terhadap bukti adanya darah.
3. Berikan produk darah sesuai program.
4. Kaji klien terhadap tanda-tanda syok.
5. Evaluasi drainase dari balutan dan penampung drainase
6. Evaluasi TD, nadi, dan frekuensi pernapasan.

             3.   D.P 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Data Penunjang Tujuan
Subyektif : Mendapatkan dan mempertahankan status
Keluhan kelelahan menetap nutrisi yang optimal.
Objektif : Kriteria :
Penurunan berat badan tidak berlanjut,
 Penurunan berat badan progresif pemeriksaan kimia serum dalam rentang
 Kemungkinan disfagia normal, keluhan kelelahan berkurang.
 Kelemahan dan anemia
INTERVENSI

1. Pantau :

     Jumlah makanan yang dikonsumsi dalam setiap makan.


     Timbang berat badans setiap dua hari atau setiap minggu.
     Hasil pemeriksaan kimia darah.

2. Berikan diet sering tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral.


3. Jamin lingkungan yang nyaman dan bebas bau saat makan.
4. Berikan antiemetik yang diberikan sedikitnya 30 menit sebelum makan bila mual.
5. Berikan sedikitnya 250 mL cairan setiap hari

             4.   D. P 4 : Ansietas berhubungan dengan penyakit dan pengobatan yang 


diantisipasi.
Data Penunjang Tujuan
Subyektif : Menurunkan ansietas.
Insomnia, takut, berkemih tidak lampias, Kriteria :
khawatir, marah, dan mengekspresikan Pasien dapat mengekspresikan rasa takut,
keluhan karena perubahan kejadian masalah, dan kemungkinan rasa marah
kehidupan. akibat diagnosis dan prognosis dan
Objektif : memfasilitasi. Tampak rileks dan mende-
Gelisah, kesulitan untuk berkonsentrasi, monstrasikan penggunaan mekanis- me
mudah lupa, peningkatan berkeringat, koping efektif dan partisipasi aktif dalam
ketegangan wajah, muka merah, dilatasi aturan pengobatan.
pupil, excitation kardiovaskular.
INTERVENSI

1. Dorong psien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.


2. Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan
perasaan atau menolak untuk bicara.
3. Pertahankan kontak sering dengan pasien. Bicara dengan menyentuh pasien bila tepat.
4. Sadari efek-efek isolasi pada pasien bila diperlukan untuk imunosupresi dan impian
radiasi.
5. Bantu pasien/orang terdekat dalam mengenali dan mengklarifikasi rasa takut untuk
memulai mengembangkan strategi koping unuk menghadapi rasa takut ini.
6. Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis.
7. Izinkan ekspresi marah tanpa konfrontasi dan diekpresikan secara tepat.
8. Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan tenang.

             5.   D.P 5 : Antisipasi berduka berhubungan dengan penerimaan kemungkinan


kematian pasien, perubahan fungsi tubuh.
Data Penunjang Tujuan
Subyektif : Dapat melewati proses berduka dengan
baik.
 Menyangkal tentang potensial Kriteria :
kematian Mengidentifikasi dan mengekspresikan
 Menyangkal perasaan tersedak dan perasaan dengan tepat, melanjutkan
perasaan marah. aktivitas kehidupan normal, dan
mengungkapkan pemahaman tentang
Objektif :
proses mejelang ajal dan perasaan

 Perubahan pada kebiasaan makan, didukung dalam melalui berduka.


pola tidur, tingkat aktivitas, dan
pola komunikasi.

INTERVENSI

1. Dorong mengungkapkan ketakutan, kekhawatiran, pertanyaan mengenai penyakit,


pengobatan, dan implikasinya dimasa mendatang.
2. Berikan dorongan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga dalam keputusan
perawatan dan pengobatan.
3. Sisihkanw aktu untuk periode menangis dan mengekspresikan kesedihan.
4. Identifikasi aspek positif dari situasi.
5. Sadari perasaan sendiri tentang kanker, ancaman kematian. Terima metode apapun
yang dipilih pasien/orang terdekat untuk saling membantu selama proses.
6. Rujuk pada konselor yang tepat sesuai kebutuhan.
7. Rujuk pada program komunitas, bila perlu.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Kerperawatan Medikal Bedah Vol.1.Jakarta :    
EGC

Harnawataj. Kanker Lambung. Available from : http://harnawatiaj.wordpress.com. Akses


pada 03 September 2008

Mansjoer, Arief, dkk. 1999.  Kapita Selekta Kedokteran Ed.3, Cet. 1. Jakarta : Media        
Aesculapius

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8     
Vol.3. EGC : Jakarta.

Tjay, tan Joan dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan,        
dan Efek Sampingnya. Jakarta : Elex Media Komputindo
Xipemia. Makalah Kesehatan Tentang  Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan              
Keganasan Lambung.Available from : http://xipemia.wordpress.com. Akses pada         22
September 2008

ASKEP CA LAMBUNG

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di era serba cepat seperti saat ini tidak sulit bagi setiap orang untuk memenuhi keinginannya
dalam waktu yang relative singkat. Begitu juga dalam hal memilih makanan, hampir sebagian
masyarakat lebih memilih mengkonsumsi makanan cepat saji yang mereka sendiri tidak tahu
bahan apa saja yang digunakan untuk mengolah makanan tersebut dibandingkan mengolah
bahan makanan sendiri dirumah. Dengan alasan lebih mudah dan efisien. Namun dibalik rasa
nikmat yang dirasakan, mereka tidak tahu bahaya apa yang akan terjadi jika mereka
mengkonsumsi makanan tersebut dalam jangka panjang. Berbagai penyakit bisa saja mereka
derita akibat mengkonsumsi makanan cepat saji yang menjadi pilihan mereka. Salah satu
penyakit yang mungkin timbul akibat mengkonsumsi berbagai makanan cepat saji dalam
jangka panjang adalah kanker. Sebagian manusia terkadang mengabaikan suatu gejala
penyakit yang timbul dalam dirinya, sehingga penyakit tersebut baru diketahui ketika telah
mencapai stadium lanjut. Salah satu contoh kanker akibat kebiasaan buruk ini adalah kanker
lambung dimana kanker lambung ini merupakan suatu bentuk neoplasma maligna
gastrointestinal.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas timbul permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar penyakit Ca Lambung?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan untuk penyakit Ca lambung?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Ca lambung.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan untuk penyakit Ca lambung.

1.4 METODE
1. Metode kajian pustaka
2. Metode penelusuran

BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


Kanker Lambung ( Ca Lambung )

2.1 DEFINISI
Kanker lambung atau kanker lambung merupakan bentuk neoplasma maligna gastrointestinal.

Karsinoma lambung merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling sering terjadi dan
menyebabkan sekitar 2,6% dari semua kematian akibat kanker (Cancer Facts and Figures,
1991)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Kanker lambung terus berkurang di Amerika Serikat. Namun, ini masih menjadi masalah
serius dengan jumlah 14.700 kematian setiap tahunnya, kebanyakan pada individu dengan
usia lebih dari 40 tahun dan kadang-kadang pada individu yang lebih muda. Kebanyakan
kanker lambung terjadi pada kurvatura kecil atau antrum lambung dan adenokarsinoma.
Insiden kanker lambung lebih banyak di Jepang, yang telah menyababkan diadakannya
skriningmassa untuk diagnosis awal di negara ini. Diet tampaknya menjadi faktor yang
signifikan. Diet tinggi makanan asap dan kurang buah-buahan dan sayuran dapat
meningkatkan resiko terhadap kanker lambung. Faktor lain yang berhubungan dengan insiden
kanker lambung mencakup inflamasi lambung, anemia pernisiosa, aklorhidria ( tidak adanya
asam hidroklorida ), ulkus lambung, bakteri H. pylori, dan keturunan.

2.3 ETIOLOGI
Penyebab dari kanker lambung masih belum diketahui, akan tetapi sejumlah faktor
dihubungkan dengan penyakit tsb. Juga dipercaya bahwa faktor eksogen dalam lingkungan
seperti bahan kimia karsinogen, virus onkogenik mungkin mengambil bagian penting dalam
karsinoma lambung. Karena lambung mempunyai kontak yang lama dengan makanan, bahan-
bahan makanan sudah dikaitkan. Ada yang timbul sebagai hubungan dengan konsumsi gram
yang meningkat. Ingesti nitrat dan nitrit dalam diet tinggi protein telah memberikan
perkembangan dalam teori bahwa senyawa karsinogen seperti nitrosamine dan nitrosamide
dapat dibentuk oleh gerak pencernaan.
Penurunan kanker lambung di USA pada decade lalu dipercaya sebagai hasil pendinginn
yang meningkat yang mnyebabkan terjadinya bermacam-macam makanan segar termasuk
susu, sayuran, buah, juice, daging sapi dan ikan, dengan penurunan konsumsi makanan yang
diawetkan, garam, rokok, dan makanan pedas. Jadi dipercaya bawha pendinginan dan vit C
(dalam buah segar dan sayuran) dapat menghambat nitrokarsinogen.
Faktor genetik mungkin memainkan peranan dalam perkembangan kanker lambung.
Frekuensi lebih besar timbul pada individu dengan gol.darah A. Riwayat keluarga
meningkatkan resiko individu tetapi minimal, hanya 4% dari organ dengan karsinoma
lambung mempunyai riwayat keluarga.

2.4 FAKTOR PREDISPOSISI


Adapun faktor predisposisi dari kanker lambung ini yaitu :
1. Faktor genetik, karena kanker lambung lebih sering terjadi pada orang bergolongan darah
A dari pada golongan darah lainnya.
2. Lingkungan, karena kanker lambung sangat sering terjadi di Jepang, Thailand, Finlandia,
Irlandia, dan Kolombia.
3. Kebiasaan makan makanan yang mengandung bahan karsinogenik seperti daging asap,
makanan yang diasamkan, dan tinggi nitrat.
4. Perokok dan pengguna alkohol
5. Pekerja dalam industri tertentu
6. Status ekonomi yang rendah.

2.5 PATOFISIOLOGIS
Beberapa faktor dipercaya menjadi pemicu kanker yang mungkin yaitu polip, anemia
pernisiosa, prostgastrektomi, gastritis atrofi kronis dan ulkus lambung. Diyakini bahwa ulkus
lambung tidak mempengaruhi individu menderita kanker lambung, tetapi kanker lambung
mungkin ada bersamaan dengan ulkus lambung dan tidak ditemukan pada pemeriksaan
diagnostic awal.
Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang muncul paling sering sebagai massa irregular
dengan penonjolan ulserasi sentral yang dalam ke lumen dan menyerang lumen dinding
lambung. Tumor mungkin menginfiltrasi dan menyebabkan penyempitan lumen yang paling
sering di antrum. Infiltrasi dapat melebar keseluruh lambung, menyebabakan kantong tidak
dapat meregang dengan hilangnya lipatan normal dan lumen yang sempit, tetapi hal ini tidak
lazim. Desi polipoid juga mungkin timbul dan menyebabkan sukar untuk membedakan dari
polip benigna pada X-ray.
Kanker lambung mungkin timbul sebagai penyebaran tumor superficial yang hanya
melibatkan prmukaan mukosa dan menimbulkan keadaan granuler walupun hal ini jarang.
Kira-kira 75% dari karsinom ditemukan pada 1/3 distal lambung, selain itu menginvasi
struktur lokal seperti bag.bawah dari esophagus, pancreas, kolon transversum dan
peritoneum. Metastase timbul pada paru, pleura, hati, otak dan lambung.

2.6 KLASIFIKASI
Ada 3 bentuk umum karsinoma atau kanker lambung, yaitu :
1. Karsinoma ulseratif merupakan jenis yang paling sering dijumpai dan harus dibedakan dari
ulkus peptikum jinak.
2. Karsinoma polipoid, tampak seperti kembang kol yang menonjol ke dalam lumen dan
dapat berasal dari polip adenomatosa
3. Karsinoma infiltratif, dapat menembus seluruh ketebalan dinding lambung dan dapat
menyebabkan terbentuknya ” lambbung botol kulit ” (linitis plastica ) yan tidak lentur.

2.7 TANDA DAN GEJALA


Pada tahap awal kanker lambung, gejala mungkin tidak ada. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa gejala awal, seperti nyeri yang hilang dengan antasida, dapat
menyerupai gejala pada pasien ulkus benigna. Gejala penyakit progresif dapat meliputi:
1. Biasanya nonspesifik (tidak khas)
2. Rasa tidak enak/nyaman pada perut (abdominal discomfort)
3. Nausea (perasaan/sensasi sebelum muntah)
4. Vomiting (muntah)
5. Anorexia (kehilangan selera makan)
6. Berat badan menurun (weight loss)
7. Perdarahan (hemorrhage)

2.8 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dapat membantu diagnosis seperti penurunan berat badan, anemia, teraba
massa di epigastrium, jika telah metastasisi ke hati akan terba hati yang irreguler, dan
terkadang terba kelenjar limfe klavikula.

2.9 PEMERIKASAAN PENUNJANG


•Endoskopi untuk biopsi dan pencucian sitologis adalah pemeriksaan diagnostik umum.
•Pemeriksaan sinar-X terhadap saluran GI atas dengan barium, karena metastase sering
terjadi sebelum tanda peringatan ada
•Pemindai tomografi komputer, pemindai tulang, dan pemindai hepar dilakukan dalam
menentukan luasnya metastasis.

2.10 PROGNOSIS
Prognosisnya buruk, kebanyakan pasien telah mengalami metastase pada waktu
didiagnosis.
Faktor-faktor yang memperburuk penyakit ini antara lain:
1. Keterlibatan lesser curvature dari lambung
2. Ukuran tumor yang besar
3. Stadium lanjut (advanced stage)

Catatan:
1. Kanker Lambung Ganas (malignant gastric cancer) kedua yang paling banyak
dijumpai setelah adenocarcinoma.
2. Hanya meliputi 5% dari semua kanker lambung (gastric tumors).
3. Risiko lebih tinggi 5X pada HIV (Human Immunodeficiency Virus)
4. Rasio pria:wanita = 1,7 : 1. Berarti lebih banyak dialami oleh pria.

2.11 TERAPI/ TINDAKAN PENANGANAN


1. Radiasi → efek kurang berhasil
2. Kemoterapi → kurang berhasil
Obat kemoterapi yang sering digunakan mencakup kombinasi 5-fluorourasil (5FU),
Adriamycin, dan mitomycin-C.
3. Pembedahan
a. Gasterktomi sub total → Ca Menyebar ke luar lambung
b. Esofago Jeyusutomy (gastrektomi total)

2.12 PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan yang berhasil menangani karsinoma lambung kecuali mengangkat
tumornya. Bila tumor dapat diangkat ketika masih terlokalisasi di lambung, pasien dapat
sembuh. Bila tumor telah menyebar ke area lain yang dapat dieksisi secara bedah,
penyembuhan tidak dapat dipengaruhi. Pada kebanyakan pasien ini, paliasi efektif untuk
mencegah gejala seperti obstruksi, dapat diperoleh dengan reseksi tumor.
Bila gasterktomi subtotal radikal dilakukan, puntung lambung dianastomosiskan pada
jejunum, seperti pada gastrektomi untuk ulkus. Bila gastrektomi total dilakukan kontinuitas
gastrointestinal diperbaiki dengan anastomosis diantara ujung esofagus dan jejunum. Bila ada
metastasis pada organ vital lian, seperti hepar, pembedahan dilakukan terutama untuk tujuan
paliatif dan bukan radikal. Pembedahan paliatif dilakukan untuk menghilangkan gejala
obstruksi atau disfagia.
Untuk pasien yang menjalani pembedahan namun tidak menunjukkan perbaikan, pengobatan
dengan kemoterapi dapat memberikan kontrol lanjut terhadap penyakit atau paliasi. Radiasi
digunakan untuk paliasi pada kanker lambung.

II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Perawat mendapatkan riwayat diet dari pasien yang memfokuskan pada isu seperti masukan
tinggi makanan asap atau diasinkan dan masukan buah dan sayuran yang rendah. Apakah
pasien mengalami penurunan BB, jika ya seberapa banyak.
Apakah pasien perokok? Jika ya seberapa banyak sehari dan berapa lam? Apakah pasien
mengeluhkan ketidaknyamanan lambung selama atau setelah merokok? Apakah pasien
minum alcohol? Jika ya seberapa banyak? Perawat menanyakan pada pasien bila ada riwayat
kleuarga ttg kanker. Bila demikian anggota keluarga dekat atau langsung atau kerabat jauh
yang terkena? Apakah status perkawinan pasien? Adakah seseorang yang dapat memberikan
dukungan emosional? Selama pemeriksaan fisik ini dimungkinkan untuk melakukan palpasi
massa. Perawat harus mengobservasi adanya ansites. Organ diperiksa untuk nyeri tekan atau
massa. Nyeri biasanya gejala yang lambat.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal
2.Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
3.Berduka b/d diagnosisi Ca
4.Ansietas b/d penyakit dan pengobatan yang diantisipasi
5.Kekurangan volume cairan b/d syok/hemoragi
6.Resiko infeksi b/d insisi bedah.

3. INTERVENSI
Dx1. Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri berkurang , terkontrol.
Kriteria hasil :
-Pasien tidak tampak meringi
-Skala nyeri 0 ( tidak nyeri)
-Pasien tampak lebih rileks
Intervensi :
- Kaji karakteristik nyeri dan ketidaknyamanan; lokasi, kualitas frekuensi, durasi,dsb.
R: memberikan dasar untuk mengkaji perubahan tingkat nyeri dan mengevaluasi intervensi.
- Tenangkan pasien bahwa anda mengetahui bahwa nyeri yang dirasakan adalah nyata dan
bahwa anda kan membantu pasien dalam mengurangi nyeri tsb.
R: Rasa takut dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri.
- Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk meningkatkan peredaran nyeri optimal dalam
batas resep dokter.
R: Cenderung lebih efektif ketika diberikan dini pada siklus nyeri.
- Ajarkan pasien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamnan dengan distraksi,
imajinasi, relaksasi.
R: Meningkatkan strategi pereda nyeri alternative secara tepat.

Dx2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien akan mempertahankan masukan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme
- Nafsu makan meningkat
- Tidak terjadi penurunan berat badan
Intervensi Keperawatan :
- Ajarkan pasien hal-hal sbb : hindari pandangan, bau, bunyi-bunyi yang tidak menyenangkan
didalam lingkungan selama waktu makan.
R: anoreksia dapat distimulasi atau ditingkatkan dengan stimuli noksius.
- Sarankan makan yang disukai dan yang ditoleransi dengan baik oleh pasien, lebih baik lagi
makanan dengan kandungan tinggi kalori/protein. Hormati kesukaan makanan berdasarkan
etnik.
R: makanan kesukaan yang dioleransi dengan baik dan tinggi kandungan kalori serta
proteinnya akan mempertahankan status nutrisi selama periode kebutuhan metabolic yang
meningkat.
- Berikan dorongan masukan cairan yang adekuat, tetapi batasi cairan pada waktu makan.
R: tingkat cairan diperlukan untuk menghilangkan produk sampah dan mencegah dehidrasi.
- Meningkatkan kadar cairan bersama makanan dapat mengarah pada keadaan kenyang.
Pertimbangkan makanan dingin, jika diinginkan.
R: makanan dingin tinggi kandungan protein sering lebih dapat ditoleransi dengan baik dan
tidak berbau dibanding makanan yang panas.
- Kolaboratif pemberian diet cair komersial dengan cara pemberian makan enteral melalui
selang, diet makanan elemental/makanan yang diblender melalui selang makan silastik sesuai
indikasi.
R: pemberian makanan melalui selang mungkin diperlukan pada pasien yang sangat lemah
yang sistem gastrointestinalnya masih berfungsi.

Dx3. Berduka b/d diagnosisi Ca.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan klien dapat melewati proses berduka dengan
baik.
Kriteria hasil:
- Klien sanggup menerima keadaannya
- Tidak menutup diri
- Mengkomunikasikan perasaannya dengan baik

Intervensi :
- Dorong pengungkapan ketakutan, kekhawatiran, pertanyaan mengenai penyakit, pengobatan
dan implikasinya dimasa mendatang.
R: dasar pengetahuan yang akurat dan meningkat akan mengurangi ansietas dan meluruskan
miskonsepsi.
- Berikan dorongan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga dalam keputusan perawatan dan
pengobatan.
R: partisipasi aktif akan mempertahankan kemandirian dan control pasien.
- Kunjungi keluarga untuk menetapkan dan memelihara hubungan dan kedekatan fisik.
R: meningkatkan rasa saling percaya dan keamanan serta mengurangi perasaan takut.
- Berikan dorongan ventilasi perasan-perasaan negative, termasuk marah yang meluap-
meluap, didalam batasan yang dapat diterima.
R: untuk ekspresi emosional tanpa kehilangan harga diri.
- Sisihkan waktu untuk periode menangis dan mengekspresikan kesedihan.
R: perasaan ini diperlukan untuk terjadinya perpisahan dan kerenggangan.

Dx4. Ansietas b/d penyakit dan pengobatan yang diantisipasi.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan ansietas klien menurun.
Kriteria hasil :
- Klien lebih rileks
- Nadi normal
- Tidak terjadi peningkatan respirasi
Intervensi :
- Berikan lingkungan yang rileks dan tidak mengancam.
R: pasien dapat mengekspresikan rasa takut, masalah, dan kemungkinan rasa marah akibat
diagnosisi dan prognosisi.
- Berikan dorongan partisipasi aktif dari pasien dan keluarganya dalam keputusan perawatan
dan pengobatan.
R: untuk mempertahankan kemandirian dan kontrol pasien.
- Anjurkan pasien mendiskusikan perasaan pribadi dengan orang pendukung misalnya
rohaniawan bila diinginkan.
R: menfasilitasi proses berduka dan perawatan spiritual.

Dx.5. Kekurangan volume cairan b/d syok/hemoragi.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan kebutuhan cairan klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien tidak tampak lemah
- Turgor kulit baik
- Tidak terjadi penurunan berat badan secara mendadak
Intervensi :
- Pantau terhadap tanda-tanda hemoragi:
Observasi aspirasi lambung terhadap bukti adanya darah
Observasi garis jahitan terhadap adanya perdarahan
Berikan produk darah sesuai program
R: penurunan vol darah sikulasi dapat menimbulkan syok hipovolemik.
- Kaji klien tehadap tanda-tanda syok
Evaluasi drainase dari balutan dan penampung drainase
Evaluasi tekanan darah, nadi dan frekuensi pernapasan
Berikan produk darah sesuai program
R: menurunnya volume sirkulasi darah dapat menimbulkan syok hipovolemik.

Dx6. Risiko infeksi b/d insisi bedah


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan tidak terjadi gejala infeksi.
Kriteria hasil :
- Tidak timbul kemerahan
- Tidak adanya pembengkakan
- Tidak timbul nyeri
- Tidak ada peningkatan suhu
- Tidak kehilangan fungsi

Intervensi :
- Kaji luka terhadap tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, bengkak, demam, nyeri
tekan, dan kehilangan fungsi.
R: luka harus bersih, karena jika keadaan luka kotor akan lebih rentan terjadi infeksi.
- Kaji abdomen terhadap tanda peritonitis, nyeri tekan, kekakuan, distensi.
R: peritonitis dapat terjadi sekunder akibat bedah lambung.
- Kolaborasi pemberian antibiotic profilaktik sesuai program.
R: antibiotic sering diberikan pada klien setelah bedah abdomen untuk mencegah infeksi.

4. EVALUASI
Dx1.Mencapai peredaan gangguan rasa nyaman.
a. Melaporkan peredaan rasa nyeri (skala nyeri 0)
b. Pasien tidak tampak meringis
c. Pasien tampak lebih rileks

Dx2.Kebutuhan nutrisi tercukupi.


a. Klien akan mempertahankan masukan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme
b. Nafsu makan meningkat
c. Tidak terjadi penurunan berat badan
Dx3.Memperlihatkan peningkatan sikap untuk menerima keadaan diri.
a. Klien sanggup menerima keadaannya
b. Tidak menutup diri
c. Mengkomunikasikan perasaannya dengan baik

Dx4.Mencapai penurunan ansietas.


a. Klien terlihat lebih rileks
b. Nadi normal (60-100 x/mnt untuk dewasa)
c. Respirasi normal(12-20 x/mnt)

Dx5.Kebutuhan cairan terpenuhi.


a. Klien tidak tampak lemah
b. Turgor kulit baik
c. Tidak terjadi penurunan berat badan secara mendadak

Dx6.Tidak ada gejala infeksi.


a. Tidak timbul kemerahan
b. Tidak adanya pembengkakan
c. Tidak timbul nyeri
d. Tidak ada peningkatan suhu
e. Tidak kehilangan fungsi

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi kanker lambung adalah bentuk neoplasma maligna dalam gastrointestinal.
Penyebab dari kanker lambung masih belum diketahui.
Kanker lambung dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
1. Karsinoma ulseratif merupakan jenis yang paling sering dijumpai dan harus dibedakan dari
ulkus peptikum jinak.
2. Karsinoma polipoid, tampak seperti kembang kol yang menonjol ke dalam lumen dan
dapat berasal dari polip adenomatosa
3. Karsinoma infiltratif, dapat menembus seluruh ketebalan dinding lambung dan dapat
menyebabkan terbentuknya ” lambbung botol kulit ” (linitis plastica ) yan tidak lentur.
Tidak ada pengobatan yang berhasil menangani karsinoma lambung kecuali mengangkat
tumornya. Bila tumor dapat diangkat ketika masih terlokalisasi di lambung, pasien dapat
sembuh. Bila tumor telah menyebar ke area lain yang dapat dieksisi secara bedah,
penyembuhan tidak dapat dipengaruhi. Pada kebanyakan pasien ini, paliasi efektif untuk
mencegah gejala seperti obstruksi, dapat diperoleh dengan reseksi tumor.

DAFTAR PUSTAKA

Nanda,,Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2005-2006,Nanda


International,Philadelphia,2005.
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine, M. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Vol 2 Edisi 6. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddath. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai