Anda di halaman 1dari 24

KEHIDUPAN MANUSIA PRA-AKSARA INDONESIA

1. Kehidupan Awal Manusia Indonesia


a. Kehidupan Masyarakat Berburu dan Mengumpulkan Makanan
1). Lingkungan Alam Kehidupan
Kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan ini sangat sederhana.
Kehidupan mereka tak ubahnya seperti kelompok hewan, karena tergantung pada apa yang
disediakan oleh alam. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia tinggal di
alam terbuka seperti hutan, di tepi sungai, di gunung, di goa dan di lembah-lembah.
Disamping itu, lingkungan alam kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan belum stabil dan masih liar. Binatang buas menjadi penghalang bagi manusia untuk
melaksanakan kehidupannya.
Dengan keadaan alam yang sangat berbahaya itu, manusia dalam melakukan
perjalanannya cenderung melalui atau menyusuri tepi-tepi sungai. Dalam perjalanan
menyusuri sungai inilah timbul pikiran mereka untuk membuat rakit-rakit. Bahkan pada masa
selanjutnya mereka dapat menciptakan perahu sebagai sarana perjalanan untuk melalui
sungai.

2). Kehidupan sosial


Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah mengenal
kehidupan kelmpok. Jumlah anggota dalam tiap kelompok sekitar 10 – 15 orang. Mereka
hidup selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Perpindahan yang mereka
lakukan itu semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka hanya
mengandalkan apa yang mereka temukan dalam hutan. Dan setelah persediaan dalam hutan
habis, mereka harus mencari tempat yang baru untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kehidupan yang dijalaninya itu terus berulang-ulang dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
Hubungan antara anggota kelompoknya sangat erat. Mereka bekerja secara bersama-
sama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompok dari seranga
kelompok lain atau serangan binatang buas. Meskipun dalam kehidupan yang masih
sederhana, mereka telah mengenal adanya pembagian tugas kerja. Kaum laki-laki biasanya
bertugas untuk berburu dan kaum perempuan bertugas untuk memelihara anak serta
mengumpulkan buah-buahan dari hutan Masing-masing kelompok memiliki pemimpin yang
sangat ditaati dan sangat dihormati oleh anggota kelompoknya.

125
Dengan demikian, pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah terlihat
adanya tanda-tanda kehidupan sosial dalam suatu kelompok masyarakat, walaupun
tingkatannya masih sangat sederhana.
3). Kehidupan Budaya
Pada kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan, manusia lebih
senang memilih goa-goa sebagai tempat tinggalnya. Dari sini mereka mulai tumbuh dan
berkembang. Mereka mulai membuat alat-alat berburu, alat pemotong, alat pengeruk tanah
dan alat-alat lainnya. Para ahli menafsirkan bahwa, pembuat alat-alat tersebut adalah jenis
manusia Pithecantthropus dan kebudayaannya disebut dengan tradisi paleolitikum (batu tua).
Alat-alat tersebut banyak ditemukan di daerah Kali Baksoka, daerah kabupaten Pacitan (Jawa
Timur). Kebudayaan itu lebihb dikenal dengan sebutan kebudayaan Pacitan.
Penelitian terhadap kebudayaan Pacitan dilakukan oleh H.R. von Heekern, Besuki dan
R.P. Soejono (1953 – 1954). Budaya Pacitan ini dikenal sebagai tingkat perkembangan
budaya batu terawal di Indonesia dan terbanyak jumlahnya. Penemuan sejenis juga pernah
terdapat di daerah Jampang Kulon (Sukabumi) yang diteliti oleh D. Erdbrink. Disamping itu,
penelitian di daerah Gombong, Perigi, dan Tambang Sawah (Bengkulu) dilakukan oleh J.H.
Houbalt. Jenis-jenis budaya Pacitan ini juuga berhasil ditemukan oleh para ahli di berbagai
daerah di Indonesia seperti Lahat dan kalianda (Sumatera Selatan), Sembiran dan trunyan
(Bali), Wangkla dan Maumere (Flores), Timor Timur, Awang Bangkal (Kalimantan Timur),
Cabbenge (Sulawesi Selatan).
Benda-benda hasil kebudayaan dari zaman berburu dan mengumpulkan makanan
diantaranya sebagai berikut.
Kapak Perimbas, kapak ini tidak memiliki tangkai dan duigunakan dengan cara
menggenggam. Pebnelitian terhadap kapak ini dilakukan di daerah Punung (Kabupaten
Pacitan) oleh Von Koenigswald (1935). Sedangkan para ahli lain juga mengadakan penelitian
pada daerah-daerah lainnya di seluruh wilayah Indonesia., sehingga kapak perimbas tidak
hanya ditemukan di Pacitan saja, tetapi juga pada daerah-daerah lainnya seperti Sukabumi,
Ciamis, Gombong, Bengkulu, Lahat (Sumatera), Bali, Flores dan Timor. Para ahkli sejarah
mengambil suatu kesimpulan bahwa alat-alat itu berasal dari lapisan yang sama dengan
Pithecanthropus erectus dan diperkirakan juga bahwa Pithecanthropus erectus inilah
pembuatnya. Tempat penemuan kapak perimbas di luar wilayah Indonesia seperti Pakistan,
Myanmar (Burma), Malaysia, Cina, Thailand, Filipina dan Vietnam.

Kapak Penetak, kapak ini mwemiliki bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas.
Kapak penetak ini bentuknya lebih besar dari kapak perimbas dan cara pembuatannya masih

126
kasar. Kapak ini berfungsi untuk membelah kayu, pohon, bambu, atau disesuaikan dengan
kebutuhannya. Kapak penetak ini ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Kapak Genggam, kapak ini memiliki bentuk hampir sama dengan kapak perimbas dan
kapak penetak.tetapi bentuknya jauh lebih kecil. Pembuatan kapak genggam masih sangat
sederhana dan belum diasah. Kapak ini juga ditemyukan hampir diseluruh wilayah Indonesia.
Cara pemakaiannya digenggam pada ujung yang lebih kecil.

Pahat Genggam, memiliki bentuk yang lebih kecil dari kapak genggam. Para ahli
menafsirkan bahwa pahat genggam mempunyai fungsi untuk menggemburkan tanah. Alat ini
digunakan untuk mencari ubi-ubian yang dapat dimakan.

Alat Serpih, alat ini memiliki bentuk sangat sederhana dan berdasarkan bentuknya alat-alat
itu digunakan sebagai pisau, gurdi dan alat penusuk. Dengan alat itu, manusia purba
mengupas, memotong dan menggali makanan. Alat serpih itu juga ditemukan oleh Von
Koenigswald (1934) di daerah Sangiran (kabupaten Surakarta). Tempat-tempat penemuan
lainnya di Indonesia yaitu Cabbenge (Sulawesi Selatan) Maumere (Flores) Timor. Alat-alat
serpih sangat kecil dan berukuran antara 10 – 20 cm serta banyak ditemukan pada goa-goa
tempat tinggal mereka pada waktu itu. Pada umumnya goa-goa tidak tergenggu keadaannya,
maka apa yang ditinggalkan oleh manusia purba masih dapat ditemukan dalam keadaan yang
sama seperti pada waktu ditinggalkan oleh penghuninya. Oleh karena itu, goa-goa menjadi
sasaran para ahli untuk penelitian.

Alat-alat dari Tulang, alat-alat ini dibuat dari tulabng-tulang binatang buruan. Alat-alat
yang dapat dibuat dari binatang buruan diantaranya seperti pisau, belati, mata tombak, mata
panah dan lain-lain. Peralatan dari tulang itu banyak ditemukan di daerah Ngandong.

4). Kehidupan Ekonomi Masyarakat


Pada masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan, manusia bekerja
bersama-sama dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam suatu kelompok
biasanya beranggotakan antara 10 – 15 orang. Dengan anggota kelompok yang masih sedikit
itu, mereka dapat dengan mudah untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup dari apa
yang telah tersedia di dalam hutan. Bahkan ketika persediaan yang ada di dalam hutan habis,
mereka pindah untuk menemukan daerah yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan
hidupnya.

127
5). Kehidupan Kepercayaan Masyarakat
Penemuan kuburan dari masa berburu dan mengumpulkan makanan menunjukkan
bahwa masyarakat pada masa itu sudah memiliki anggapan tertentu dan memberikan
penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Dengan sistem penguburan yang
dilakukan oleh manusia purba terhadap anggota masyarakatnya yang meninggal,
menyebabkan tingkatb kehidupan manusia pada waktu itu sudah tinggi dari tingkat mahluk
hidup lainnya.
Pada masa itu, manusia sudah dapaty mempergunakan akal pikirannya, walaupun
terbatas pada hal-hal tertentu saja. Tetapi dengan adanya pelaksanaan penguburan terhadap
orang yang meninggal, telah menjadi salah satu indikasi awal munculnya kepercayaan
manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Dengan penguburan
terhadap orang yang meninggal, maka konsep kepercayaan tentang adanya hubungan antara
orang yang sudah meninggal dengan orang yang masih hidup sudah diyakini.
UJI KOMPETENSI
Cobalah diskusikan masalah-masalah dibawah ini.
1. Bagaimana pendapatmu terhadap keadaan alam pada masa kehidupan masyarakat
berburu dan mengumpulkan makanan ?
2. Mengapa jumlah kelompok masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan sekitar
10 – 15 orang ?
3. Bagaimana bentuk kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat berburu dan
mengumpulkan makanan ?
4. Apakah masyarakat berburu sudahj mengenal sistem perekonomian ?

Berilah penjelasan singkat kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan.


Keadaan Alam Kehidupan Sosial Kehidupan Budaya Kehidupan Kepercayaan
……………………. ……………………. ……………………. …………………….
……………………. ……………………. ……………………. …………………….
……………………. ……………………. ……………………. …………………….
……………………. ……………………. ……………………. …………………….
……………………. ……………………. ……………………. …………………….
……………………. ……………………. ……………………. …………………….

b. Kehidupan Masyarakat Beternak dan Bercocok Tanam


128
1). Lingkungan Alam Kehidupan
Kemampuan berpikir manusia untuk mempertahankan kehidupannya mulai
berkembang. Hal ini mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok manusia dalam jumlah
yang lebih banyak serta menetap di suatu tempat. Munculnya bentuk kehidupan semacam itu
berawal dari upaya manusia untuk menyiapkan persediaan bahan makanan yang cukup dalam
suatu masa.tertentu dan tidak perlu mengembara lagi untuk mencari makanan. Dalam
kehidupan menetap itu manusia mulai hidup dari hasil bercocok tanak dengan menanam
jenis-jenis tanaman yang semula tumbuh liar untuk dapat memenuhi kebuituhan hidupnya.
Disamping itu, mereka mulaui menjinakkan hewan-hewan yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya seperti kuda, anjing, kerbau, sapid an babi. Dari pola kehidupan bercocok tanam
ini, manusia sudah dapat menguasai alam lingkungan beserta isinya.
Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali dikenal oleh manusia adalah berhuma.
Berhuma adalah teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanamnya,
setelah tanah tidak subur mereka pindah dan mencari bagian hutan yang lainnya. Kemudian
mereka mengulang pekerjaan membuka hutan dan demikian pula seterusnya. Namun dalam
perkembangan berikutnya, manusia mulai memikirkan kembali untuk hidup menetap dalam
waktu yang cukup lama. Bahkan hal ini dapat berlangsung dari generasi ke generasi
berikutnya. Oleh karena itu, manusia mulai menerapkan kehidupan bercocok tanam pada
tanah-tanah persawahan.
Kehidupan menetap telah dipilih oleh manusia pada masa lampau itu merupakan titik
awal dari perkembangan kehidupan manusia untuk mencaopai kemajuan. Walaupun
kemajuan-kemajuan yang mereka capai setahap demi setahap, tetapi dengan kehidupan
menetap itu akal pikiran manusia sudah berkembang dan mengerti akan perubahan-perubahan
hidup yang terjadi.

2). Kehidupan Sosial


Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan yang
cukup pesat. Masyarakatnya sudah memiliki tempat tinggal yang tetap. Mereka memilih
tempat tinggal pada suatu tempat tertentu. Hal ini dimaksudkan agar hubungan antara
manusia di dalam kelompok masyarakatnya semakin erat. Eratnya hubungan antar manusia
di dalam kelompok masyarakatnya itu, merupakan cermin bahwa manusia tidak dapat hidup
sendiri tanpa anggota kelompok masyarakat yang lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia
adalah mahluk sosial. Manusia selalu bergantung dengan manusia yang lainnya, karena
masing-masing manusia dapat saling melengkapi, saling membantu danm saling berinteraksi
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.

129
Kehidupann sosial yang dilaksanakan oleh manusia pada masa bercocok tanam ini
terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan bergotong-royong. Setiap pekerjaan yang
dilakukan oleh masyarakat bersangkutan selalu dilakukan dengan cara bergotong-royong,
diantaranya bekerja di sawah, merambah hutan untuk tanah perkebunan, membangun rumah
sebagai tempat tinggal, dan lain-lain.
Cara hidup bergotong royong itu merupakan salah salah satu ciri kehidupan
masyarakat bersifat agraris. Hingga sekarang, terutama pada masyarakat-masyarakat di
daerah pedesaan atau pegunungan, budaya hidup bergotong royong itu masih dipertahankan.
Walaupun sebagian besar orang menyadari bahwa kehidupan bergotong royong dapat
mempererat hubungan diantara anggota-anggota masyarakat, namun bukan berarti bahwa
seluruh anggota masyarakatnya tunduk pada kesepakatan itu. Terdapat juga beberapa orang
yang tidak mau melaksanakan kehidupan bergotong royong. Mereka ini biasanya mendeapat
sanksi dari anggota-anggota masyarakat yang lainnya. Sanksi itu lebih banyak bersifat sanksi
moral. Misalnya, hanya sedikit orang yang bersedia membantunya pada saat ia membutuhkan
bantuan orang lain untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Atau bahkan mungkin mereka
dikucilkan dari pergaulan masyarakat bersangkutan.
Dalam perkembangannya, pola hidup menetap membuat hubungan sosial masyarakat
terjalin dan terorganisir dengan lebih baik. Dalam perkumpulan masyarakat yang masih
sederhana biasanya terdapat seoranhg pemimpin yang disebut dengan Kepala Suku. Sosok
Kepala Suku merupakan orang yang sangat dipercaya dan di taati untuk memimpin sebuah
kelompok masyarakat.

3). Kehidupan Ekonomi


Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan hidup masyarakat semakin
bertambah, namun tidak ada satu anggota masyarakat pun yang dapat memenuhi seluruh
kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, mereka menjalin hubungan yang lebih erat lagi dengan
sesama anggota masyarakatnya, bahkan mereka juga menjalin hubungan dengan masyarakat
yang berada di luar daerah tempat tinggalnya.. Misalnya, masyarakat yang berada di sekitar
daerah pegunungan menjalin hubungan dengan masyarakat yang terletak di daerah pantai.
Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pegunungan membutuhkan hasil yang diperoleh
dari tepi pantai seperti garam, ikan laut dan lain-lain. Sedangkan masyarakat yang berada di
daerah pantai membgutuhkan hasil-hasil yang didatangkan dari daerah pegunungan seperti
berbagai macam hasil bumi, yaitu beras, buah-buahan, sayur-sayuran dan lain-lain. Dengan
kenyataan seperti ini maka, dalam rangka memenuhi kebutuhannya masing-masing perlu
diadakan pertukaran barang dengan barang (sistem barter). Pertukaran barang dengan barang

130
ini menjadi awal munculnya sistem perdagangan atau sistem perekonomian dalam
masyarakat.
Semakin berkembangnya kehidupan masyarakat, telah mendorong sistem
perdagangan atau sistem perekonomian menjadi bertambah maju. Bahkan untuk
memperlancar kegiatan perdagangan, dibutuhkan suatu tempat khusus yang dapat dijadikan
sebagai tempat pertemuan antara pedagang dengan pembeli. Tempat itu dikenal dengan
sebutan pasar. Melalui pasar inilah masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya.
Dalam perkembangannya, pola dan bentuk perdagangan serta pasar terus mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.

4). Sistem Kepercayaan Masyarakat


Perkembangan sistem kepercayaan masyarakat pada masa kehidupan bercocok tanam
dan menetap merupakan kelanjutan kepercayaan yang muncul pada masa kehidupan berburu
dan mengumpulkan makanan. Pada masa kehidupan bercocok tanam, kepercayaan
masyarakat semakin bertambah, bahkan mereka juga telah mempunyai konsep tentang apa
yang terjadi dengan seorang yang telah meninggal. Mereka percaya bahwa orang yang telah
meninggal, rohnya pergi kesuatu tempat yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, atau roh
yang meninggal itu tetap berada di sekitar tempat tinggalnya, sehingga sewaktu-waktu dapat
dipanggil untuk dimintai bantuannya dalam kasus tertentu seperti menanggulangi wabah
penyakit atau mengusir pasukan-pasukan musuh yang ingin menyerang wilayah tempat
tinggalnya.
Sementara itu, inti kepercayaan ini berkembang dari zaman ke zaman. Penghormatan
dan pemujaan kepada roh nenek moyang merupakan suatu kepercayaan yang berkembang di
seluruh dunia. Di Indonesia kepercayaan terhadap roh nenek moyang terlihat melalui
peninggalan-peninggalan tugu batu atau bangunan-bangunan megalitikum. Bangunan-
bangunan megalitikum itu banyak ditemukan pada tempat-tempat yang lebih tinggi yaitu di
puncak bukit, di lereng gunung atau atau tempat-tempat yang lebih tinggi dari dataran
disekitarnya. Hal ini muncul Dario anggapan masyarakat bahwa roh-roh tersebut berada pada
suatu tempat yang lebih tinggi.
Untuk menelusuri kepercvayaan masyarakat Indonesia dari masa kehidupan
masyarakat bercocok tanam, para ahli mengadakan penelitian pada berbagai bangunan
megalitikum atau kuburan manusia yang berasal dari masa itu. Dari hasil penelitian itu, para
ahli sejarah berhasil mendapat gambaran mengenai berbagai kebiasaan yang berhubungan
dengan kepercayaan masyarakat pada masa itu, bahkan hingga sekarang ini kita masih dapat
melihat upacara-upacara tradisi megalitikum dari beberapa suku bangsa di Indonesia.

131
Berdasarkan kepercayaan itu, seorang kepala suku memiliki kekuasaan dan tanggung
jawab penuh terhadap kelompok sukunya. Seorang kepala suku dapat mengatur dan
melindungi kelompok sukunya dari segala bentuk ancaman, seperti ancaman binatang buas,
ancaman dari kelompok lainnya, ancaman dari wabah penyakit dan lain sebagainya. Seorang
kepala suku diperkenankan mengambil suatu keputusan-keputusan tanpa melalui
perundingan-perundingan yang modern seperti pada masyarakat kita sekarang, karena mereka
beranggapan bahwa roh nenek moyang selalu mengawasi kelompok masyarakatnya.

5). Kehidupan Budaya


Perkembangan kebudayaan pada masa bercocok tanam semakin bertambah pesat,
karena manusia mulai dapat mengembangkan dirinya untuk menciptakan kebudayaan yang
lebih baik. Peninggalan-peninggalan kebudayaan manusia pada masa kehidupan bercocok
tanam semakin banyak dan beragam, baik yang terbuat dari tanah liat, batu maupun tulang.
Hasil-hasil kebudayaan masyarakat pada masa kehidupan bercocok tanam adalah
sebagai berikut :
Beliung Persegi, beliung persegi merupakan hasil kebudayaan manusia dari masa kehidupan
masyarakat bercocok tanam. Benda-benda kebudayaan ini diduga adalah benda-benda
upacara. Di wilayah Indonesia, beliung persegi ditemukan dalam jumlah yang sangat besar,
dengan daerah-daerah yang menjadi tempat penemuannya diantaranya Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan lain sebagainya. Sedangkan penemuan di luar
wilayah Indonesia seperti di Semenanjung Malaya dan daerah Asia tenggara lainnya.

Kapak Lonjong,Kapak lonjong dengan garis penampangnya memperlihatkan seluruh bidang


yang berbentuk lonjong. Kapak ini ada yang berukuran besar dan ada yang berukuran kecil.
Pada umumnya kapak lonjong terbuat dari batu kali yang berwarna kehitam-hitaman. Cara
pembuatannya adalah dengan diupam sampai halus. Namun sampai saat sekarang belum
berhasil ditemukan oleh para ahli jenis kapak lonjong yang terbuat dari batu indah dan batu
semi permata. Kapak lonjong ini ditemukan oleh para ahli sejarah di daeram Maluku, Papua
dan sebagian daerah Sulawesi Utara. Sedangkan di luar wilayah Indonesia, kapak lonjong
ditemukan di kepulauan Filipina, Taiwan dan Cina.

Mata Panah, mata panah merupakan salah satu dari perlengkapan berburu maupun
menangkap ikan. Mata panah untuk menangkap ikan berbeda dengan mata panah untuk
berburu. Mata panah untuk menangkap ikan dibuat bergerigi seperti mata gergaji dan
umumnya dibuat dari tulang. Sisa-sisa mata panah dari kehidupan masyarakat bercocok

132
tanam berhasil ditemukan di dalam goa-goa yang ada dipinggir sungai. Kemungkinan juga
ada mata panah yang dibuat dari kayu seperti yang masih digunakan oleh penduduk asli
Papua.

Gerabah, Gerabah terbuat dari tanah liat yang dibakar. Alat-alat itu digunakan sebagai
tempat untuk menyimpan benda-benda perhiasan. Gerabah dihias dengan beraneka ragam
hiasan. Menghias gerabah lebih mudah dibandingkan dengan menghias benda-benda lainnya.
Sehingga gerabah selalu menjadi alat untuk mencurahkan rasa seni, baik melalui hiasan
maupun pemberian bentuk. Gerabah hampir ditemukan disetiap rumah tangga diseluruh
Indonesia. Para ahli sejarah sangat memperhatikan temuan-temuan gerabah, karena berbagai
bentuk hiasan dapat memberi petunjuk tentang keadaan dan kehidupan dari masyarakat yang
menghasilkannya.

Perhiasan, Pada kehidupan masyarakat bercocok tanam telah dikenal berbagai bentuk
perhiasan. Bahan dasar pembuatan perhiasan diambil dari bahan-bahan yang ada disekitar
lingkungan alam tempat tinggalnya. Bahan-bahan yang digunakan untuk mem buat perhiasan
seperti tanah liat, batu kalsedon, yaspur dan agat. Dari bahan-bahan itu masyarakat membuat
berbagai bentuk perhiasan yang diinginkan seperti kalung, gelang dan lain-lain. Namun
demikian, sangat sulit untuk dapat menemukan perhiasan yang terbuat dari tanah liat, karena
perhiasan-perhiasan dari tanah liat itu telah menyatu dengan tanah.

Disamping kebudayaan-kebudayaan yang telah berhasil ditemukan oleh para ahli itu,
juga berkembang kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar atau kebudayaan
megalitikum. Bangtunan-bangunan megalitikum itu dibangun berdasarkan kepercayan
adanya hubungan antara alam fana dengan alam baka. Wujud bangunan megalitikum itu
diantaranya :
 Menhir adalah tugu batu tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Menhir
ditemukan pada daerah-daerah seperti Sumatera, Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
 Dolmen adalah meja batu tempat untuk meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada
roh nenek moyang.
 Sarkopagus adalah peti jenazah yang terbuat dari batu bulat (batu tunggal). Sarkopagus
berhasil ditemukan di daerah Bali, Jawa Timur dan lain sebagainya.
 Kubur Batu adalahpetio jenazah yang terbuat dari batu pipih. Kubur batu ini berhasil
ditemukan di daerah Kuningan (Jawa Barat), Ende (Nusa Tenggara Timur)

133
 Punden Berundak-undak adalah bangunan suci tempat pemujaan terhadap roh nenek
moyang yang dibuat dalam bentuk bertingkat-tingkat. Bangunan ini ditemukan di daerah
Lebak Si Beduk (Banten Selatan), Purungraharjo (Lampung) dan lain sebagainya.
 Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga berhasil ditemukan
di daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
 Arca adalah patung yang mengambil wujud manusia seperti tokoh masyarakat atau
seorang kepala suku, atau juga mengambil wujud hewan. Arca ini berhasil ditemukan di
daerah Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
UJI KOMPETENSI
Cobalah diskusikan masalah-masalah dibawah ini.
1. Mengapa kehidupan bercocok tanam yang pertama dikenal manusia adalah berhuma ?
2. Bagaimana perkembangan kehidupan sosial masyarakat pada masa kehidupan bercocok
tanam ?
3. Bagaimana bentuk sistem perekonomian yang dikenal masyarakat pada masa
kehidupan bercocok tanam ?
4. Jelaskan perkembangan kehidupan kepercayaan masyarakat pada masa bercocok tanam
?
5. Apa tujuan membuatan benda-benda kebudayaan pada masa kehidupan bercocok tanam
?

Berilah pendapatmu tentang fungsi dari benda-benda kebudayaan manusia pada masa
bercocok tanam.
No Jenis Kebudayaan Penjelasan
1 Kapak Lonjong …………………………………………………..
…………………………………………………..
2 Gerabah …………………………………………………..
…………………………………………………..
3 Menhir …………………………………………………..
…………………………………………………..
4 Sarkopagus …………………………………………………..
…………………………………………………..
5 Punden Berundak-undak …………………………………………………..
…………………………………………………..

134
c. Perkembangan Tekbnologi Masyarakat Awal Indonesia
1). Keadaan Alam Lingkungan Kehidupan Manusia
Dalam kehidupan menetap, manusia sudah menghasilkan sendiri kebutuhan-
kebutuhan hidupnya, walaupun tidak seluruhnya. Namun demikian, dalam kehidupan
menetap pola piker manusia terus berkembang dan semakin bertambah maju. Manusia mulai
memikirkan berbagai hal untuk dapat melengkapi kehidupannya. Pada masa ini manusia telah
mengenal teknologi, meskipun teknologi itu masih terbatas pada upaya untuk memenuhi
peralatan-peralatan sederhana yang dibutuhkandalam aktivitas kehidupannya. Pengenalan
teknologi dalam kehidupan manusia pada masa itu terlihat jelas pada teknik pembuatan
tempat tinggal atau peralatan-peralatan yang mereka gunakan untukmembantu upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ketika manusia mulai mengenal logam, maka pola piker manusia juga semakin
bertambah maju. Manusia telah dapat menggunakan peralatan-peralatan yang terbuat dari
logam, seperti peralatan rumah tangga, peralatan pertanian, berburu, berkebun dan lain-lain.
Tetapi dengan meluasnya penggunaan peralatan yang terbuat dari logam, tidak berarti setiap
manusia dapat membuat peralatan-peralatan dari logam tersebut, karena pembuatan
peralatan-peralatan dari logam ini memerlukan seorang ahli. Orang yang ahli di dalam
membuat peralatan dari logam itu disebut dengan undagi dan tempat pembuatan alat-alat
disebut dengan perundagian. Dalam perkembangan teknologi awal ini, masyarakat Indonesia
juga mulai mengenal benda-benda atau peralatan-peralatan yang berasal dari logam, berupa
logam campuran yang disebut dengan logam perunggu. Logam perunggu ini merupakan
logam campuran antara logam tembaga dengan timah. Hal ini dibuktikan dengan penemuan
benda-benda yang berasal dari perunggu di beberapa wilayah di Indonesia.
Benda-benda yag terbuat dari perunggu ini ada yang dibuat di wilayah Indonesia oleh
masyarakat Indonesia sendiri, terbukti dengan penemuan alat-alat cetak untuk membuat
berbagai perkakas. Bahkan cara pembuatan benda-benda dari perunggu yang dilakukan oleh
masyarakat Indonesia menggunakan cara-cara yang sangat sederhana seperti alat cetak dari
batu atau dari tanah liat. Alat cetak dari tanah liat ini terlebih dulu dibentuk dengan lilin
sesuai dengan barang yang akan dibuat, kemudian dibalut dengan tanah liat. Selanjutnya
tanah liat dibakar hingga lilin mencair. Setelah cetakan tersebut terbentuk, maka dituangkan
logam cair ke dalamnya. Saat logam beku dan benda yang diinginkan terbentuk, maka tanah
liat itu kemudian dilepaskan.

135
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seiring dengan mulainya dikenal logam,
pola piker dan teknologi manusia juga berkembang. Dalam hal ini manusia mulai
memanfaatkan alat-alat dari logam untuk membantu upaya memenuhi kebutuhanhidupnya.

2). Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat


Kehidupan pada masa masyarakat telah mengenal logam disebut dengan masa
perundagian. Masa perundagian sangat penting artinya dalam perkembangan sejarah
Indonesia, karena pada masa ini terjalin hubungan dengan daerah-daerah di sekitar kepulauan
Indonesia. Hubungan ini terjadi karena bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat alat-
alat dari logam tersedia secara terbatas di tempat tertentu, dan untuk mendapatkannya
dilakukan dengan sistem tukar-menukar.
Masa perundagian juga menjadi dasar bertumbuh kembangnya kerajaan-kerajaan di
Indonesia seperti kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram dan ketrajaan-kerajan
lainnya. Peninggalan-peninggalan masa perundagian menunjukkan kekayaan dan
keanekaragaman budaya bangsa Indonesia. Berbagai macam bentuk benda yang memiliki
nilai seni dan benda-benda upacara menunjukkan masyarakat pada masa itu sudah memiliki
selera yang tinggi dan sudah hidup teratur serta makmur.
Kemakmuran masyarakat diketahui melalui perkembangan teknik pertanian. Mereka
sudah mengenal berbagai bentuk alat-alat pertanian seperti pisau, bajak, cangkul, dan
sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat pada masa itu sudah mengenal sistem
bercocok tanam di sawah. Daerah-daerah yang sudah mengenal persawahan sudah tentu
masyarakatnya lebih mampu menyediakan bahan pangan dalam jumlah yang cukup dan
teratur. Berbeda dengan masyarakat di daerah huma dan perladangan yang bergantung pada
cuaca dan kesuburan tanah.
Masyarakat persawahan terus berkembang, karena mereka hidup menetap dan adanya
persediaan bahan pangan yang cukup. Mereka juga sudah mengenal perdagangan yang dapat
meningkatkan hidup mereka maupun masyarakat lainnya. Pada masa ini kegiatan
perdagangan atau perekonomian masyarakat terus meningkat dengan pesat. Aktivitas
perdagangan dan perekonomian terjalin tidak hanya terbatas pada masyarakat dari suatu
daerah yang sama, tetapi telah meluas sampai kepada masyarakat dari daerah yang lebih jauh.
Kegiatan perdagangan ini membuktikan bahwa masyarakat dalam suatu daerah belum dapat
memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya sendiri, sehingga perlu memperolehnya dari
masyarakat pada daerah-daerah lainnya. Kegiatan perdagangan dan perekonomian ini
kemudian menjadi dasar perkembangan perdagangan bangsa Indonesia pada masa
selanjutnya.

136
3). Kehidupan Budaya Masyarakat
Peninggalan-peninggalan budaya masyarakat Indonesia yang berasal dari benda-
benda logam merupakan kekayaan dan keanekaragaman budaya yang telah tumbuh dan
berkembang pada masa itu. Benda-benda peninggalan bangsa Indonesia yang terbuat dari
logam diantaranya :
Nekara Perunggu
Nekara merupakan sebuah benda kebudayaan yang terbuat dari perunggu. Bentuknya
seperti sebuah dandang yang tertelungkup. Nekara berfungsi sebagai pelengkap upacara
untuk memohon turunnya hujan dan sebagai gendering perang. Untuk upacara memohon
turunnya hujan, nekara itu dipukul-pukul dengan sekuat tenaga oleh sekelompok masyarakat,
begitu pula untuk gendering perang, nekara juga dipukul dengan sekuat-kuatnya. Semakin
kuat pukulan pada nekara, maka semakin bersemangat para prajurit untuk berperang, dan
sebaliknya semakin lemah pukulan pada nekara, maka semangat perang semakin menurun.
Nekara dihias beraneka ragam dengan pola binatang, pola geometri, pola tumbuh-
tumbuhan dan lain sebagainya. Namun ada pula nekara yang tidak memiliki hiasan. Nekara
banyak ditemukan pada daerah Indonesia timur, yaitu Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Selayar,
Papua. Nekara yang ditemukan di daerah Bali sampai sekarang masih disimpan di Pura
Penataran Sasih, deswa Pejeng, Gianyar. Nekara tersebut bergaris tengah 160 cm dasn tinggi
198 cm. Rakyat setempat menyebut nekara itu dengan nama “Bulan Pejeng”. Nekara itu
sampai sekarang masioh dipuja oleh masyarakat. Oleh karena itu, tidak setiap waktu orang
dapat melihatnya, karena nekara itu dianggap suci oleh masyarakat setempat.
Nekara terbesar di Asia tenggara berhasil ditemukan di Pulau Selayar (Sulawesi
Selatan). Nekara terkecil disebut dengan moko. Moko sering dianggap kramat dan bahkan
dijadikan sebagai mas kawin pada tradisi upacara perkawinan di daerah Nusa Tenggara.
Hiasan yang terdapat pada moko tidak jauh berbeda dengan hiasan yang terdapat pada
nekara.

Kapak Perunggu
Bentuk kapak perunggu beraneka ragam, ada yang berbentuk pahat, jantung dan
tembilang. Pola hiasannya berupa gambar mata dan pola geometri. Tipe kapak dari Pulau
Rote merupakan jenis kapak yang sangat indah bentuknya dan di Indonesia hanya ditemukan
tiga buah. Dua buah disimpan di Museum Pusat Jakarta, sedangkan satu lagi terbakar saat
dipamerkan di Paris pada tahun 1931.

137
Bejana Perunggu
Bejana perunggu bentuknya mirip gitar Spanyol, tetapi tanpa tangkai. Pola hiasannya
adalah hiasan anyaman dan menyerupai huruf “J”. Hingga saat sekarang di Indonesia berhasil
ditemukan dua buah oleh para ahli, yaitu di daerah Madura dan Sumatera.

Arca Perunggu
Bentuk arca atau patung beraneka ragam, seperti menggambarkan orang sedang
menari, naik kuda dan memegang busur panah. Daerah-daerah tempat penemuan arca seperti
di daerah Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor dan palembang.

Perhiasan
Perhiasan yang terbuat dari perunggu, emas dan besi banyak ditemukan di wilayah
Indonesia. Biasanya perhiasan ditemukan sebagai bekal kubur. Bentuk perhiasan beraneka
ragam dan digunakan sebagai gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul dan lain
sebagainya. Benda-benda itu banyak ditemukan di daerah Bogor, Bali dan Malang.
Benda-benda perhiasan dari besi banyak ditemukan bersamaan dengan benda-benda
dari perunggu. Tempat penemuan benda-benda dari besi antara lain Gunung Kidul
(Yogyakata), Bogor, Besuki dan Punung (Jawa Timur). Manik-manik yang ditemukan di
wilayah Indonesia memiliki bermacam-macam bentuk dan biasanya digunakan sebagai
perhiasan atau bekal kubur. Bentuknya ada silinder, bulat, segi enam dan oval. Tempat
penemuannya antara lain Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, Bone dan lain
sebagainya.

d. Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia


1). Kepercayaan terhadap Roh Nenek Moyang
Perkembangan sistem kepercayaan pada masyarakat Indonesia berawal dari
kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan. Masyarakat pada masa berburu
dan mengumpulkan makanan selalu hidup berpindah-pindah untuk mencari tempat tinggal
yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, dalam perkembangannya mereka mulai
berdiam lama (tinggal) pada suatu tempat, biasanya pada goa-goa, baik di tepi pantai maupun
pada daerah pedalaman. Pada goa-goa itu ditemukan sisa-sisa budaya mereka berupa alat-alat
kehidupan. Kadang-kadang juga ditemukan tulang belulang manusia yang telah dikubur di
goa-goa tersebut. Dari hasil penemuan itu dapat diketahui bahwa pada masa itu orang sudah
mengenal penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal.

138
Orang mulai memiliki suatun pandangan, bahwa hidup tidak berhenti setelah orang itu
meninggal. Orang meninggal dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih baik. Orang yang
sudah meninggal masih dapat dihubungi oleh orang yang masih hidup di dunia ini dan begitu
pula sebaliknya. Bahkan, apabila orang yang meninggal itu merupakan orang yang
berpengaruh , maka diusahakan agar selalu ada hubungan untuk dimintai nasehat atau
perlindungan, bila ada kesulitan dalam kehidupan di dunia. Inti kepercayaan terhadap roh
nenek moyang terus berkembang dari zaman ke zaman dan secara umum dilakukan oleh
setiap masyarakat di dunia.
Namun orang mulai berpikir bahwa orang yang meninggal berbeda dengan orang
yang masih hidup. Pada orang yang meninggal, ada sesuatu yang pergi, sesuatu itulah yang
kemudian disebut dengan roh.. Penguburan kerangka manusia di dalam goa-goa merupakan
wujud penghormatan kepada orang yang meninggal, penghormatan kepada orang yang telah
pergi atau penghormatan kepada roh.
Berdasarkan hasil peninggalan budaya sejak masa bercocok tanam berupa bangunan-
bangunan megalitikum dengan fungsinya sebagai tempat-tempat pemujaan dan penghormatan
kepada roh nenek moyang, maka diketahui bahwa masyarakat pada masa itu sudah
menghormati orang yang sudah meninggal. Disamping itu, ditemukan pula bekal kubur.
Pemberian bekal kubur itu dimaksudkan sebagai bekal untuk menuju kea lam lain. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, masyarakat
Indonesia telah memberikan penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang.

2). Kepercayaan Bersifat Animisme


Setelah berkembangnya kepercayaan masyarakat terhadap roh nenek moyang,
kemudian muncul kepercayaan yang bersifat animisme. Animisme merupakan suatu
kepercayaan masyarakat terhadap suatu benda yang dianggap memiliki roh atau jiwa.
Awal munculnya kepercayaan yang bersifat animisme ini didasari oleh berbagi
pengalaman dari masyarakat yang bersangkutan. Misalnya pada daerah disekitar tempat
tinggalnya terdapat sebuah batu besar. Masyarakat yang melewatui batu besar itu baik siang
maupun malam mendengar keganjilan-keganjilan seperti suara minta tolong, memanggil-
manggil namanya dan sebagainya. Tetapi dilihat mereka tidak menemukan adanya orang
yang dimaksudkan. Peristiwa ini kemudian terus berkembang, hingga masyarakat menjadi
percaya bahwa batu besar yang dimaksudkan itu mempunyai roh atau jiwa.
Disamping itu, muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat terhadap benda-benda
pusaka yang dipandang memiliki roh atau jiwa. Misalnya sebilah keris, tombak, atau benda-
benda pusaka lainnya. Masyarakat banyak yang percaya bahwa sebilah keris pusaka memiliki

139
roh atau jiwa, sehingga benda-benda seperti itu dianggap dapat memberi petunjuk tentang
berbagai hal yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Kepercayaan seperti ini masih terus berkembang dalam kehidupan masyarakat hingga
sekarang ini. Bahkan bukan hanya pada daerah-daerah pedesaan, melainkan juga berkembang
dan dipercaya oleh masyarakat yang berada di daerah perkotaan.
Selain benda-benda tersebut diatas, terdapat banyak hal yang dipercaya oleh
masyarakat yang dipandanhg memiliki roh atau jiwa, antara lain bangunan gedung tua,
bangunan candi, pohon besar, dan lain sebagainya.

3). Kepercayaan Bersifat Dinamisme


Dinamisme merupakan suatu kepercayaan yang menyatakan bahwa setiap benda
memiliki kekuatan gaib. Sejak berkembangnya kepercayaan terhadap roh nenek moyang pada
masa kehidupan masyarakat bercocok tanam, maka berkembang pula kepercayaan yang
bersifat dinamisme. Perkembangan kepercayaan dinamisme ini juga didasari oleh suatu
pengalaman dari masyarakat bersangkutan. Pengalaman-pengalaman it uterus berkembang
secara turun-temurun dari generasi ke generasi hingga sekarang ini. Misalnya sebuah batu
cincin dipandang mempunyai kekuatan untuk melemahkan lawan, sehingga apabila batu
cincin itu dipakai, maka lawan-lawannya tidak akan sanggup menghadapinya.
Selain itu terdapat pula benda pusaka seperti keris atau tombak yang dipandang
memiliki kekuatan gaib untuk memohon turunnya hujan, apabila keris itu ditancapkan dengan
ujungnya menghadap ke atas akan dapat menurunkan hujan. Kepercayaan seperti ini
mengalami perkembangan, bahkan hingga sekarang ini masih tetap dipercaya oleh sebagian
masyarakat.

4). Kepercayaan Bersifat Monoisme


Kepercayaan monoisme itu adalah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman dari masyarakat. Melalui
pengalaman itu, pola piker manusia berkembang. Manusia mulai memikirkan terhadap apa-
apa yang dialaminya, kemudian mempertanyakan siapakah yang menghidupkan dan
mematikan manusia, siapakah yang menghidupkan tumbuh-tumbuhan, siapakah yang
menciptakan binatang-binatang, siapakah yang menciptakan bintang-bintang, bulan dan
matahari. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini terus dipikirkan oleh manusia, sehingga muncul
suatu kesimpulan bahwa di luar dirinya ada suatu kekuatan yang maha besar dan yang tidak
tertandingi oleh kekuatan manusia. Kekuatan itu adalah kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa.

140
Manusia percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta beserta
isinya. Oleh karena itu, manusia wajib melestarikan alam semesta agar dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya atau menjaga keseimbangan alam semesta agar dapat menjadi tumpuan
hidup manusia.

Uji Kompetensi
Cobalah diskusikan masalah-masalah dibawah ini !
1. Mengapa perkembangan teknologi masyarakat pada masa itu masih terbatas pada
pada upaya memenuhi peralatan yang diperlukannya ?
2. Bagaimana perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada masa
perkembangan teknologi tersebut ?
3. Mengapa pertama kali munculnya sistem kepercayaan dalam kehidupan manusia
adalah kepercayaan terhadap roh nenek moyang ?
4. Bagaimana pendapatmu terhadap kepercayaan masyarakat pada masa itu yang
bersifdat animoisme dan dinamisme ?

Berilah penjelasan terhadap peranan dan fungsi dari kebudayaan dibawah ini.
No Kebudayaan Penjelasan
1 Nekara ………………………………………………….
………………………………………………….
2 Moko ………………………………………………….
………………………………………………….
3 Bejana Perunggu ………………………………………………….
………………………………………………….
4 Kapak Corong ………………………………………………….
………………………………………………….
5 Arca Perunggu ………………………………………………….
………………………………………………….

2. Hubungan Kebudayaan Bacson-Hoabinh, Dongson dan Sahuynh pada Masyarakat


Awal di Indoensia
a. Perkembangan Budaya Bacson-Hoabinh
Istilah Bacson-Hoabinh ini dipergunakan sejak tahun 1920-an, yaitu untuk
menunjukkan suatu tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan cirri-ciri di pangkas
pada satu sisi atau dua sisi permukaannya. Daerah tempat penemuan dari peninggalan
kebudayaan Bacson-Hopabiunh ditemukan di seluruh wilayah Asia tenggara, hingga
141
Myanmar (Burma) di barat dan ke utara hingga provinsi-=provinsi selatan China Selatan
dari kurun waktu antara 18000 dan 3000 tahun yang lalu. Namun poembuatan kebudayaan
Bacson-Hoabinh masih terus berlangsung di beberapa kawasan, sampai masa yang lebih
baru.
Ciri-ciri khas alat batu dari kebudayaan Bacsoin-Hoabinh adalah penyerpihan pada
satu atau dua sisi permukaan batu kali ya ng berukuran lebih kurang satu kepalan, dan sering
kali seluruh tepiannya menjadi bagian yang tajam. Hasil penyerpihan itu menunjukkan
beberapa bentuk seperti lonjong, segi empat, segi tiga dan beberapa diantaranya ada yang
mempyngai bentuk berpinggang. Menurut C.F. Gorman, penemuan alat-alat dari batu paling
banyak ditemukan dalam penggalian di pegunungan batu kapur di daerah Vietnam bagian
utara, yaitu daerah Bacson pegunungan Hoabinh.
Disamping alat-alat dari batu yang berhasil ditemukan, juga ditemukan alat-alat
serpih, batu giling dari berbagai ukuran,. Alat-alat dari tulang dan sisa-sisa tulang belulang
manusia yang dikuburkan dalam posisi terlipat serta ditaburi zat warna merah.
Sementara itu, di daerah Vietnam ditermukan tempat-tempat pembuatan alat-alat dari
batu, sejenis dengan alat-alat dari batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh. Bahkan di Gua
Xom Trai ditemukan alat-alat dari batu yang sudah diasah pada sisi yang tajam. Alat-alat batu
dari Gua Xom Trai itu diperkirakan berasal dari 18000 tahun yang lalu. Kemudian dalam
perkembangannya, alat-alat dari batu tersebar dan berhasil ditemukan amper diseluruh
daerah Asia Tenggara baik daratan maupun kepulauan termasuk Indonesia.
Di kepuilauan Indonesia, alat-alat batu dari kebudayaan bacson-Hoabinh dapat
ditemukan pada beberapa daerah seperti daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan,
Sulawesi sampai ke Papua (Irian Jaya). Di daerah Sumatera, alat-alat batu sejenis kebudayaan
Bacson Hoabinh berhasil ditemukan di daerah Lokh Seumawe dan Medan. Benda-benda itu
berhasil ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang yang berdiameter sampai 100 meter dan
kedalaman 10 meter. Lapisan kerang tersebut diselang-selingi dengan tanah dan abu.
Di daerah Jawa, alat-alat kebudayaan batui sejenis dengan kebudayaan Bacson
Hoabinh di temukan di daerah Lembah Sungai Bengawan Solo. Penemuan alat-alat dari batu
itu, ketika dilakukan penggalian untuk menemukan fosil-fosil (tulang belulang) manusia
purba. Peralatan batu yang berhasil ditemukan memiliki usia jauh lebih tua dari peralatan
batu yang ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang di Sumatera. Hal ini terlihat dari cara
pembuatannya. Peralatan batu yang berhasil ditemukan di daerah Lembah Sungai Bengawan
Solo (Jawa) dibuat dengan cara yang sangat sederhana dan belum diserpih atau diasah. Batu
kali yang dibelah langsung digunakan dengan cara menggenggam. Bahkan menurut Von
Koenigswald (1945 – 1941), peralatan dari batu itu digunakan oleh manusia purba Indonesia

142
sejenis Pithecanbthropus Erectus. Berdasarkan penelitiannya,. Peralatan-peralatan dari batu
itu berasal dari daerah Bacson-Hoabinh.
Di daerah Cabbenge (Sulawesi Selatan) juga ditemukan alat-alat batu yang berasal
dari Kala Pleistosen dan Holosen. Penggalian dalam upaya untuk menemukan alat-alat dari
batu juga dilakukan di daerah pedalaman sekitar Maros. Dari beberapa tempat penggalian,
berhasil menemukan alat-alat dari batu termasuk alat serpih berpunggung dan mikrolit yang
dikenal dengan sebutan Toalian. Alat batu Toalian dioperkirakan berasal dari 7000 tahun
yang lalu. Perkembangan peralatan batu dari Maros ini diperkirakan kemunculannya
bertuimpang tindih dengan munculnya tembikar di kawasan tersebut.
Disamping daerah-daerah tersebut diatas, peralatan batu kebudayaan Bacson-Hoabinh
juga berhasil ditemukan pada daerah-daerah seperti daerah pedalaman Semenanjung
Minahasa (Sulawesi Utara dan sekarang termasuk provinsi Gorontalo), Flores, Maluku Utara
dan daerah-daerah lain di Indonesia.

b. Perkembangan Budaya Dong Son


Pembuatan benda-benda perunggu di daerah Vietnam Utara di mulai sekitar tahun
2500 SM dan dihubungkan dengan tahap-tahapo budaya Dong Dau dan Go Mun. Apabila
dibandingkan dengan daerah Muangthai Tengah dan Muangthai Timur Laut, daerah Vietnam
memilkiki bukti paling awal tentang pembuatan perunggu di Asia Tenggara. Nasmun perlu
diketahui bahwa benda-benda perunggu telah ada sebelum tahun 500 SM, terdiri dari kapak
coronbg (corong merupakan pangkal yang berongga untuk memasukkan tangkai atau
pegangannya), ujung tombak, sabit bercorong, ujung tombak bertangkai, mata panah dan
benda-benda kecil lainnya seperti pisau, kail, gelang dan lain-lain.
Penemuan benda-benda dari kebudayaan Dong Son sangat penting karena benda-
benda logam yang ditemukan di wilayah Indonesia pada umumnya bercorak Dong Son. Dan
bukan mendapat pengaruh budaya logam dari India maupun China. Budaya perunggu
bergaya Dong Son tersebar luar di wilayah Asia tenggara termasuk kepulauan Indonesia. Hal
ini terlihat dari persamaan corak hiasan dan bahan-bahan yang dipergunakannya. Misalnya
Nekara menunjukkan pengaruh yang sangat kuat dari tempat-tempat pembuatan benda-benda
perunggu di daerah Dong Son, Vietnam Utara. Nekara dari tipe Heger I memiliki kesamaan
dengan nekara yang paling bagus dan tertua di Vietnam. Nekara itu memiliki lajur hiasan
yang disusun mendatar bergamnbar manusia, hewan dan pola geometris. Hiasan seperti itu
ditemukan hamper pada semua nekara tipe ini dan juga termasuk pada nekara-nekara yang
ditemukan di wilayah Indonesia.

143
Benda-benda perunggu lainnya yang berhasil ditemukan di daerah Dong Son serta
beberapa kuburan seperti di daerah Vie Khe, Lang Ca, Lang Vac mencakup alat-alat rumah
tangga seperti mangkuk dan ember kecil, miniature nekara dan genta, kapak corong, cangkul
bercorong, mata panah atau mata tombak bertangkai atai bercorong, belati dengan bentuk
antrofomorfis, gelang, timang, ikat pinggang dan banyak benda-benda lainnya. Satu nekara
yang sangat besar berhasil di gali di daerah Co Loa. Nekara tersebut berisi 96 mata bajak
perunggu bercorong. Dari penemuan itu terdapat alat-alat dari besi, walaupun jumlahnya
sangat sedikit.
Dari penemuan benda-benda budaya Dong Son itu, diketahui cara pembuatannya
dengan menggunaklan teknik cetak lilin hilasng yaitu dengan membuat bventuk benda dari
lilin, kemudian lkilin itu dibalut dengan tanah liat dan dibakar hingga terdapat lubang pada
tanah liat tersebut. Selanjutnya pada cetakan tanah liat itu dituangkan cairan logam dan
setelah dingin tanah liat dipecahkan, maka terwujudlah benda yang diinginkannya.
Budaya Dong Son sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan budaya
perunggu di Indonesia. Bahkan tidak kurang dari 56 nekara yang berhasilk ditemukan di
beberapa wilayah Indonesia dan terbanyak nekara ditemukan di daerah pulau Sumatera,
Jawa dan Maluku Selatan. Beberapa contoh nekara yang penting ditemukan di wilayah
Indonesia, seperti nekara Makalaman dari pulau Sangeang dekat Sumbawa. Nekara ini berisi
hiasan gambar orang-orang berpoakaian seragam mneyerupai pakaian dinasti Han (China)
atau Kushan (India Utara) atau Satavahana (India Tengah). Nekara dari kepulauan Kei
(Maluku) memliki hiasan lajur mendatar, berisi gambar kijang dan adegan perburuan macan.
Nekara dari pulau Selayar (Sulawesi Selatan) berisi hiasan gambar gajah dan burung merak.
Seluruh hiasan-hiasan pada nekara diperkirakan tidak dikenal oleh penduduk dariu pulau-
pulau di wilayah Indonesia bagian timur tempat nekara itu ditemukan.
Berdasarkan penemuan itu, para ahli menyimpulkan bahwa tidak mungkin nekara-
nekara itu dibuat oleh masyarakat pada daerah-daerah tempat penemuannya. Oleh karena itu,
dari sudfut gaya dan kandungan timahnya yang cukup tinggi maka nekara-nekara yang
ditemukan di daerah Indonesia diperkirakan dibuat di daerah China. Namun, Van Heine
Geldern (1947) yang meneliti nekara menyatakan bahwa nekara yang ditemukan di daerah
Sangeang diperkiraakan dicetak di daerah Funan yang telah terpengaruh oleh budaya
Inmdias pada tahun 250 M.
Pengamatan yang menarik dari Berner Kempers menunjukkan bahwa semua nekara
yang ditemukan di sebelah timur Bali mempunyai empat patung katakj pada bagian bidang
pukulnya. Selain itu pola-pola hiasnya yang tidak begitu terpadu antara lain dapat dilihat dari
gambar berupa prajurit dan motif perahu yang banyak ditemukan pada nekara-nekara tertua

144
di Vietnam. Berners Kempers memberikan gambaran cara nekara tipe Heger I dicetak secara
utuh. Awalnya lembaran lilin ditempelkan pada inti tanah liat (menyerupai bentuk nekara
dan berfungsi sebagai cetakan bagian dalam), lalu dihias dengan cap-cap dari tanah liat atau
batu yang berpola hias perahu dan iringan-iringan manusia. Untuk menambahkan hiasan yang
lebih naturalistic seperti gambar rumah, lembaran lilin itu langsung ditambah goresan gambar
yang dikehendakinya. Kemudian lembaran lilin yang telah dihias itu ditutup dengan tanah liat
yang berfungsi sebagai cetakan bagian luar, setelah terlebih dulu diberi paku-paku penjaga
jarak. Setelah itu dibakar dan lilin meleleh keluar, kemudian rongga yang ditinggalkan lilin
tersebut diisi dengan cairan logam.
Penyebaran nekara-nekara tipe Heger I terutama pada daerah-daerah Sum,atera, Jawa,
Bali, Nuisa Tenggara, Maluku Selatan dan daerah-daerah lainnya. Selain nekara di wilayah
Indonesia juga ditemukan benda-benda perunggu lainnya seperti patung-patung, peralatan
rumah tangga, peralatan bertani maupun perhiasan-perhiasan.

c. Perkembangan Budaya Sa Huynh


Budaya Sa Huynh di Vietnam bagian selatan di dukung oleh suatu kelompok
penduduk yang berbahasa Austronesia (Cham) yang diperkirakan berasal dari daerah-daerah
di kepoulauan Indonesia. Tampaknya mereka telah menduduki kawasan ini dari daerah
Semenanjung Malaya atau Kalimantan. Munculnya pemukiman ini dapat dilacak dari
keberadaan budaya Sa Huynh itu sendiri.
Para pakar arkeologi Vietnam menyatakan bahwa hasil-hasil penemuan benda-benda
arkeologi di duga menjadi bukti cikal bakal budaya ini. Sebelum adanya budaya Sa Huynh
atau budaya turunannya langsung, daerah Vietnam bagian selatan sepenuhnya didiami oleh
bangsa yang berbahasa Austronesia. Orang-orang Cham pernah mengembangkan peradaban
yang dipengaruhi oleh budaya India, Champa. Kemudian mereka dikalahkan oleh ekspansi
penduduk Vietnam sekarang, sehingga penduduk Chjam hanya sebagai kelompok minoritas
hingga sekarang ini.
Dari sudut pandang Indonesia, keberadaan orang-orang Cham dekat pusat-pusat
penemuan benda-benda logam di Vietnam Utara pada akhir masa prasejarah mempunyai arti
yang amat penting, karena mereka adalah kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa
Austronesia dan mempunyai kedekatan kebangsaan dengan masyarakat yang tinggal di
kepulauan Indonesia. Namun, hubungan-hubungan langsung dengan pusat-pusat pembuatan
benda-benda perunggu di daerah Dong Son sangat terbatas. Hal ini terbukti dengan
penemuan tujuh buah nekara tipe Heger I di daerah selatan Vietnam dari 130 nekara yang
berhasil ditemukan hingga menjelang tahun 1990.

145
Dengan demikian, benda-benda perunggu yang tersebar sampai ke wilayah Indonesia
melalui jalur-jalur antara lain :
1). Melalui jalur darat : yaitu Muangthai dan Malaysia terus ke kepulauan Indonesia.
2). Melalui jalur l;aut : yaitu dengan menyeberangi lautan dan terus tersebar di daerah
kepulauan Indoensia.

Kebudayaan Sa Huynh yang diketahui hingga saat sekarang kebanyakan berasal dari
penemuan kubur tempayan (jenazah dimasukkan ke dalam tempayan besar) dan penguburan
ini adalah adat klebiasaan yang mungkin di bawa oleh orang-orang Cham pertama ke
kepulauan Indonesia. Secara umum penguburan dalam tempayan bukan khgas budaya Dong
Son atau budaya lain yang sezaman di daratan Asia Tenggara dan di duga merupakan
pengaruh yang bersumber dari kebudayaan Cham.
Penemuan-penemuan budaya Sa Huynh adalah pada daerah-daerah pantai, mulai dari
Vietnam Tengah ke selatan sampai ke deltan lembah Sungai Mekong. Kebudayaan dalam
bentuk tempayan kubur yang ditemukan di Sa Huynh termasuk tembikar-tembikar yang
berhasiol ditemukan itu memiliki hiasan garis dan bidang-bidang yang diisi dengan tera
tepian kerang. Kebudayaan Sa Huynh ini memiliki banyak persamaan dengan tempayan
kubur yang ditemukan di wilayah laut Sulawesi. Hal ini diperkuat dengan adanya kemiripan
bentuk anting-anting batu bertonjolan (disebut Lingling-O) dan sejenis anting-anmting yang
khas atau bandul kalkung dengan kedua ujungnya berhias kepala hewan (kemungkkionan
kijang) yang ditemukan pada sejumlah tempat di Muangthai, Vietnam, Palawan dan Serawak.
Kebudayaan Sa Huynh yang berhasil ditemukan meliputi berbagai alat yang
bertangkai corong seperti sekop, tembilang dan kapak. Namun ada pula yang tidak bercorong
seperti sabit, pisau bertangkai,. Kumparan tenun, cioncinm, gerlang bentuk spiral dan lain
sebagainya. Sementara itu, teknologi pembuatan peralatan-peralatan besi yang diperkenalkan
ke daerah Sa Huynh diperkirakan berasal. Dari daerah China.
Peralatan dari besi lebih banyak diopakai dalam kebudayaan Sa Huynh adalah dari
kebudayaan Dong Son. Benda-benda perunggu yang berhasil ditemukan di daerah Sa Huynh
berupa berbagai perhiasan, gelang, lonceng danm bejana-bejana kecil. Juga ditemukan
beberapa manik-manik emas yang langka dan kawat perak. Selain itu ditemukan pula manic-
manik kaca dari batu agate bergarius dan berbagai manik-manik Carnelian (bundar,.
Berbentuk ceruitu). Dengan demikian, kebudayaan Sa Huynh diperkirakan berlkangsung
antara tahun 600 SM sampai dengan tahun Masehi.

146
UJI KOMPETENSI
Cobalah diskusikan masalah-masalah dibawah ini.
1. Mengapa kebudayaan dariu batu disebut dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh ?
2. Mengapa kebudayaan logam diwilkayah Indonesia mendapat pengaruh dari
kebudayaan Dong Son ? Bagaimana pendapatmu tentang hal itu ?
3. Bagaimana pendapatmu terhadap kesamaan antara nekara tipe Heger I dengan nekara
yang berhasil ditemukan di Vietnam ?

Berilah penjelasan singkat tentang perkembangan kebudayaan dibawah ini.


Bacson Hoabinh Dong Son Sa Huynh
……………………………. ……………………………. …………………………….
. . .
……………………………. ……………………………. …………………………….
. . .
……………………………. ……………………………. …………………………….
. . .
……………………………. ……………………………. …………………………….
. . .
……………………………. ……………………………. …………………………….
. . .
……………………………. ……………………………. …………………………….
. . .
……………………………. ……………………………. …………………………….
. . .

RANGKUMAN

Manusia purba (prehistoric people) merupakan jenis manusia yang hidup jauh
sebelum manusia mengenalara (tulisan). Penemuan jenis-jennis manusia purba ini berawal
dari penemuan fosil-fosil manusia purba yang berhasil ditemukan diberbagai daerah di
muka bumi ini. Fosil manusia purba berhasil ditemukan diberbagai daerah seperti di daerah
Indonesia, di daerah China, di daerah Afrika, di daerah Eropa seperti di Perancis, Jerman
dan Inggris. Fosil manusia purba yang berhasil ditemukan itu bersamaan dengan alat-alat
kebudayaannya, sehingga manusia purba telah memiliki tingkat kehidupan untuk
memenuhi seluruh kebutuhannya.
Kehidupan masyarakat Indonesia berawal dari kehidupan berburu dan
147
mengumpulkan makanan. Pada masa ini manusia hanya mengandalkan apa yang telah
tersedia di dalam hutan./ Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari
10 – 15 orang. Kerbudayaan yang mereka miliki seperti kapak perimbas, kapak penetak,
kapak genggam, alat-alat dari tulang dan lain sebagainya. Masyarakat pada masa berburu
dan mengumpulkan makanan telah mengenal kepercayaan yang dibuktikan dengan adanya
upaya penguburan orang yang telah meninggal.
Pada masa beternak dan bercocok tanam, kehidupan masyarakat semakin
bertambah maju, karena mereka telah dapat mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Bahkan mereka telah memiliki tempat tinggal untuk menetap. Kelom,pok
mereka semakin bertambah besar dan pola hidup bergotong-royong menjadi inti dari
kehidupan social masyarakatnya. Pada masa ini mereka telah mengenal system
perekonomian, walaupun dilakukan melalui pertukaran barang dengan barang (barter).
Kepercxayaan masyarakatnya semakin berkembang,. Bahkan mereka telah mengenal
kepercayaan yang bersaifat animism, dinamisme dan monoisme. Kebudayaannya masih
terbuat dari batu sepertoi beliung persegi, kapak lonjong, mata panah dari batu, gerabah
dan lain sebagainya. Mereka juga telah mengenal perhiasan yang terbuat dari batu.
Perkembangan teknologi dalam kehidupan masyarakat Indonesia diawali dengan
penemuan logam yang dipergunakan untuk membuat berbagai bentuk peralatran dan
perhiasan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun, pada masa itu tidak semua anggota
masyarakat dapat membuat benda-benda dari logam, melainkan hanya beberapa orang
yang memiliki keahlian untuk membuatnya. Orang yang ahli itu dikenal dengan sebutan
Undagi dan tempat pembuatannya disebut dengan Perundagian. Oleh karena itu, pada
masa ini masyarakat telah mengalami perkembangan yang cuikup maju. Hasil kebudayaan
yang berasal dari logam seperti nekara, kapak perunggu, bejana perunggu, arca perunggu,
perhiasan dari perunggu dan lain sebagainya.
Perkembangan kebudayaan Bacson-Hoabinh, Dong Son dan Sa-Huynh di Indonesia
cukup pesat. Alat-alat kebudayaan tersebut tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia.
Namun, beberapa ahli menyatakan bahwa kebudayaan yang berkembang di Indonesia itu
berasal dari daerah Bacson pegunungan Hoabinh, daerah Dong Son dan juga daerah Sa-
Huynh. Tetapi juga terdapat beberapa ahli yang menyatakan bahwa kebudauyaan tersebut
berasal dari wilayah Indonesia dan kemudian tersebar ke beberapa daerah di daratan Asia.

148

Anda mungkin juga menyukai