Anda di halaman 1dari 22

SALINAN

KEPALA DESA SAWOO


KECAMATAN SAWOO KABUPATEN PONOROGO

PERATURAN DESA SAWOO


NOMOR 6 TAHUN 2016
TENTANG
PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA SAWOO,

Menimbang : a. bahwa guna mewadahi partisipasi masyarakat Desa


dalam pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan
dan pemberdayaan masyarakat Desa yang mengarah
pada terwujudnya demokratisasi dan transparansi di
tingkat masyarakat Desa serta menciptakan akses agar
masyarakat Desa lebih berperan aktif dalam kegiatan
pembangunan Desa, dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, perlu dibentuk Lembaga
Kemasyarakatan Desa;
b. bahwa guna mewujudkan tatanan kehidupan
bermasyarakat yang demokratis, harmonis, menjunjung
tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia, dan berkeadilan
sosial, berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika,
perlu diatur pembentukan Lembaga Kemasyarakatan
lainnya di Desa;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b, serta dalam rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 18
ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun
2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga
Kemasyarakatan, juncto Pasal 2 ayat (3) Peraturan
Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 4 Tahun 2008
tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa Dan Kelurahan,
serta dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 120 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5495), maka perlu mengatur pembentukan Lembaga
Kemasyarakatan di Desa dalam suatu Peraturan Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang


Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara
21
Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 9);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Tahun 2014
Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5539)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Tahun 2015
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5717);
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007
tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2007
tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat ;
6. Peraturan Menteri Sosial Nomor 77/HUK/2010 tentang
Pedoman Dasar Karang Taruna;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2013
tentang Pemberdayaan Masyarakat melalui Gerakan
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 60);
8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 82/Permentan/
OT.140/8/2013 tentang Pedoman Pembinaan
Kelompoktani dan Gabungan Kelompoktani;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2091);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016
tentang Kewenangan Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1037);
12. Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 4 Tahun
2008 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (Lembaran
Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2008 Nomor 4);
13. Peraturan Bupati Ponorogo Nomor 15 Tahun 2015
tentang Tata Cara Penyusunan Peraturan Desa (Berita
Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 Nomor 15);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DESA SAWOO TENTANG PEMBENTUKAN


LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
21
Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan:
1. Lembaga Kemasyarakatan di Desa adalah lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra
Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat, meliputi
Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan lainnya
di Desa.
2. Lembaga Kemasyarakatan Desa, yang selanjutnya disebut dengan LKD
adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhan, yang pembentukannya difasilitasi oleh Pemerintah dan
merupakan mitra Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat.

3. Lembaga Kemasyarakatan lainnya di Desa adalah lembaga yang


dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan, yang
pembentukannya dapat difasilitasi oleh Pemerintah dan merupakan
mitra Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat.
4. Desa adalah Desa Sawoo Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo.
5. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu Perangkat Desa sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan Desa.
6. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
7. Kepala Desa adalah Pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai
wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah
tangga Desa dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
8. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan
Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
10. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
BPD, tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa Dan
Lembaga Kemasyarakatan Lainnya Di Desa.
11. Badan Permusyawaratan Desa, yang selanjutnya disebut BPD adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan
wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
12. Keputusan Kepala Desa adalah penetapan tertulis Kepala Desa yang
bersifat konkrit, individual dan final, dalam rangka melaksanakan
Peraturan Desa tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa
Dan Lembaga Kemasyarakatan Lainnya Di Desa.
13. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya mengembangkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan
pengetahuan, sikap, ketrampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran,
serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi
masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
14. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang selanjutnya disebut
LPMD adalah lembaga atau wadah yang dibentuk atas prakarsa
masyarakat Desa sebagai mitra Pemerintah Desa dalam menampung
dan mewujudkan aspirasi serta kebutuhan masyarakat Desa dibidang
pembangunan.
21
15. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan
kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

16. Pembangunan Partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan


pembangunan di desa dan kawasan perdesaan yang dikoordinasikan
oleh Kepala Desa dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan,
dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan
perdamaian dan keadilan sosial.
17. Swadaya, partisipasi dan gotong royong adalah membangun dengan
kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa
tenaga, barang yang dinilai dengan uang.
18. Rukun Warga, yang selanjutnya disebut RW adalah lembaga yang
dibentuk melalui musyawarah pengurus RT di wilayah kerjanya yang
ditetapkan oleh Pemerintah Desa.
19. Rukun Tetangga, yang selanjutnya disebut RT adalah lembaga yang
dibentuk melalui musyawarah masyarakat setempat dalam rangka
pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Desa.
20. Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, yang selanjutnya
disebut Gerakan PKK adalah gerakan nasional dalam pembangunan
masyarakat yang tumbuh dari bawah yang pengelolaannya dari, oleh
dan untuk masyarakat, menuju terwujudnya keluarga yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan
berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri, kesetaraan dan
keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan.
21. Program PKK adalah 10 program pokok PKK yang merupakan upaya
pemenuhan kebutuhan dasar untuk terwujudnya pemberdayaan dan
kesejahteraan keluarga.
22. Tim Penggerak PKK Desa, yang selanjutnya disebut TP PKK Desa
adalah fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak
pada jenjang pemerintahan Desa untuk terlaksananya program PKK
yang merupakan mitra kerja Pemerintah Desa, dan organisasi
kemasyarakatan/lembaga kemasyarakatan lainnya.
23. Karang Taruna adalah lembaga kemasyarakatan sebagai wadah dan
sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan
berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh
dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah Desa dan
terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.
24. Gabungan Kelompoktani Desa, yang selanjutnya disebut Gapoktan
Desa adalah kumpulan beberapa kelompoktani yang ada di Desa, yang
bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan
efisiensi usaha.
25. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang selanjutnya disebut
KPMD adalah anggota masyarakat Desa yang memiliki pengetahuan,
kemauan dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat
berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan
partisipatif.

BAB II
PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

Bagian Kesatu
Jenis Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Pasal 2
21
(1) Dengan Peraturan Desa ini dibentuk Lembaga Kemasyarakatan di Desa.
(2) Lembaga Kemasyarakatan di Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari LKD dan Lembaga Kemasyarakatan lainnya di Desa.
(3) Lembaga Kemasyarakatan lainnya di Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), diakui keberadaannya oleh masyarakat Desa.
(4) Bentuk pengakuan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), antara lain meliputi:
a. keberadaannya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Desa;
b. keberadaannya tidak menimbulkan pergunjingan dan keresahan
dikalangan masyarakat Desa; dan
c. keberadaannya tidak menimbulkan pertentangan dan konflik
horizontal di antara sesama warga masyarakat Desa.

Pasal 3
(1) Jenis LKD sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2), terdiri dari:
a. LPMD;
b. RT/RW;
c. TP PKK Desa;
d. Karang Taruna; dan
e. Gapoktan Desa.
(2) Jenis Lembaga Kemasyarakatan lainnya di Desa sebagaimana dimaksud
pada Pasal 2 ayat (2) dan (3), antara lain meliputi:
a. Kelompok Tani yang ada di Desa;
b. Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat atau disingkat
Pokdarkamtibmas Rayon Desa;
c. Takmir Masjid dan Musholla yang ada di Desa;
d. Forum Silaturrahmi Masjid dan Musholla (FOSIMAS) yang ada di Desa;
e. Kelompok-kelompok Pengajian, Sima’an Al-qur’an, Yasinan, Majelis
Taklim, dan sejenisnya yang ada di Desa;
f. Kumpulan Lingkungan yang ada di Desa;
g. Kumpulan/Kelompok/Paguyuban Seni Budaya yang ada di Desa,
seperti:
- Kumpulan Seni Reyog;
- Kumpulan Seni Gajah-gajahan;
- Kumpulan Seni Jaranan Thik;
- Kelompok Seni Hadroh;
- Kelompok Seni Terbangan;
- Kelompok Seni Elekton;
- Kelompok/Paguyuban Seni Langen Tayub;
- Kelompok/Paguyuban Seni Bela Diri;
- Kumpulan/Kelompok/Paguyuban Seni Budaya lainnya yang ada di
Desa;
h. Kelompok-kelompok Usaha Perekonomian dan Koperasi yang dikelola
oleh masyarakat Desa; dan
i. Kumpulan/Kelompok/Paguyuban profesi dan kegiatan masyarakat
lainnya yang ada di Desa.

Bagian Kedua
Mekanisme Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Pasal 4
(1) LKD sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) dibentuk atas prakarsa
masyarakat yang difasilitasi Pemerintah melalui musyawarah dan
mufakat.
21
(2) Lembaga Kemasyarakatan lainnya di Desa sebagaimana dimaksud pada
Pasal 3 ayat (2) dibentuk atas prakarsa masyarakat dan dapat difasilitasi
oleh Pemerintah melalui musyawarah dan mufakat.

(3) Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pemerintah


sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 7, yang memiliki kepanjangan
tangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa.
(4) Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Desa.
(5) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
tidak mencapai mufakat, maka dilakukan pemilihan dengan cara
pemungutan suara.

Pasal 5
(1) Musyawarah sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) adalah
musyawarah yang diselenggarakan oleh masyarakat, dengan terlebih
dahulu memberitahukan secara tertulis kepada Pemerintah Desa.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan musyawarah, dan
sekurang-kurangnya memuat:
a. latar belakang penyelenggaraan musyawarah;
b. maksud dan tujuan musyawarah;
c. peserta musyawarah;
d. panitia penyelenggara musyawarah;
e. waktu dan tempat pelaksanaan musyawarah;
f. narasumber (jika ada narasumber); dan
g. sumber pendanaan penyelenggaraan musyawarah.
(3) Pemerintah Desa memantau pelaksanaan musyawarah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimaksudkan untuk
memastikan bahwa pelaksanaan musyawarah tidak mengarah pada
tujuan makar; terorisme; tindak pidana terhadap keamanan negara;
tindak pidana kejahatan dan kriminal lainnya; merusak sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; mengadu domba
dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, baik dikarenakan
isu suku, agama dan ras (SARA), maupun isu-isu lainnya; serta menghina
atau melecehkan nilai-nilai yang dihormati dan dijunjung tinggi sebagai
norma sosial yang berlaku di Desa.

Bagian Ketiga
Maksud dan Tujuan Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Paragraf 1
Maksud Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Pasal 6
Maksud pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Desa adalah sebagai
wadah partisipasi masyarakat dalam upaya untuk melakukan proses
perubahan sosial ke arah yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat
disegala bidang, serta memperkokoh sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan Bhinneka Tunggal Ika.

Paragraf 2
21
Tujuan Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Pasal 7
Tujuan Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Desa meliputi:
a. membantu Pemerintah Desa dalam usaha memelihara, memperkuat dan
mengembangkan nilai-nilai dan semangat kebangsaan (nasionalisme)
dalam segenap perikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
di Desa, berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika;
b. membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam
memberdayakan masyarakat Desa guna mempercepat peningkatan taraf
hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa, sebagai modal utama dalam
rangka mewujudkan Desa yang kuat, maju, mandiri, dan demokratis,
sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur
dan sejahtera.
c. membantu Pemerintah Desa dalam upaya peningkatan pelayanan publik
bagi warga masyarakat Desa, guna mempercepat perwujudan
kesejahteraan umum;
d. membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam
memberdayakan masyarakat Desa untuk meningkatkan ketahanan sosial
budaya masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial
sebagai bagian dari ketahanan nasional; dan
e. membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam
memberdayakan masyarakat Desa dalam rangka memperkuat masyarakat
Desa sebagai subjek pembangunan.

Bagian Keempat
Tugas, Fungsi, Kewajiban, dan Tujuan Kegiatan
Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Paragraf 1
Tugas dan Fungsi Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Pasal 8
(1) Lembaga Kemasyarakatan di Desa mempunyai tugas membantu
Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan
masyarakat Desa.
(2) Tugas Lembaga Kemasyarakatan di Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. menyusun rencana pembangunan secara partisipatif;
b. melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan
mengembangkan pembangunan secara partisipatif;
c. menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan
swadaya masyarakat; dan
d. menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka
pemberdayaan masyarakat.

Pasal 9
Lembaga Kemasyarakatan di Desa dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8, mempunyai fungsi:
a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
21
b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan Pemerintah kepada
masyarakat;
d. penyusunan rencana, pelaksana, pengendali, pelestarian dan
pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;
e. penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi serta swadaya
gotong royong masyarakat;
f. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; dan
g. pemberdayaan hak politik masyarakat.

Pasal 10
(1) Lembaga Kemasyarakatan di Desa dalam melaksanakan tugas dan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan 9, dibantu oleh KPMD.
(2) KPMD dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Desa, melalui proses
pemilihan calon-calon KPMD.

Paragraf 2
Kewajiban Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Pasal 11
Lembaga Kemasyarakatan di Desa mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia ;
b. menjalin hubungan kemitraan dengan berbagai pihak yang terkait;
c. menaati seluruh peraturan perundang-undangan;
d. menjaga etika dan norma dalam kehidupan bermasyarakat; dan
e. membantu Kepala Desa dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan.

Paragraf 4
Tujuan Kegiatan Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Pasal 12
(1) Kegiatan Lembaga Kemasyarakatan di Desa ditujukan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat Desa melalui:
a. peningkatan pelayanan masyarakat;
b. peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan;
c. pengembangan kemitraan;
d. pemberdayaan masyarakat;
e. pengembangan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakat setempat.
(2) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh
Lembaga Kemasyarakatan melalui sistem manajemen pembangunan Desa
yang partisipatif.

Bagian Kelima
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pengurus Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Paragraf 1
21
Pengangkatan Pengurus Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Pasal 13
(1) Pengurus Lembaga Kemasyarakatan di Desa terdiri dari:
a. Ketua
b. Sekretaris;
c. Bendahara; dan
d. Bidang-bidang atau Seksi-seksi sesuai kebutuhan.
(2) Persyaratan Pengurus Lembaga Kemasyarakatan di Desa adalah:
a. warga Negara Republik Indonesia;
b. penduduk Desa atau penduduk Desa yang berdomisili di lingkungan
yang menjadi cakupan wilayah kerja Lembaga Kemasyarakatan di Desa
seperti pengurus RT, RW, Kumpulan Lingkungan, Takmir
Masjid/Musholla, dan seterusnya;
c. mempunyai kemauan, kemampuan dan kepedulian dalam
pemberdayaan masyarakat sesuai dengan bidang tugas dan fungsi
yang dijalankan masing-masing Lembaga Kemasyarakatan di Desa ;
d. dipilih secara musyawarah-mufakat dalam suatu musyawarah
masyarakat Desa atau musyawarah warga yang berdomisili di
lingkungan yang menjadi cakupan wilayah kerja Lembaga
Kemasyarakatan di Desa seperti pengurus RT, RW, Kumpulan
Lingkungan, Takmir Masjid/Musholla, dan seterusnya; dan
e. dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada huruf d tidak
mencapai mufakat, maka dilakukan pemilihan dengan cara
pemungutan suara.

Pasal 14
(1) Pengurus LKD tidak boleh merangkap jabatan dalam kepengurusan LKD
lainnya baik untuk posisi jabatan kepengurusan yang setara atau tidak.
(2) Pengurus Lembaga Kemasyarakatan lainnya di Desa tidak dilarang untuk
menduduki jabatan kepengurusan dalam suatu LKD, sepanjang tidak
merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tidak
mengakibatkan terganggunya dan/atau terhambatnya kinerja LKD
maupun Lembaga Kemasyarakatan lainnya di Desa dimana pengurus
dimaksud menjabat.
(3) Pengurus Lembaga Kemasyarakatan lainnya di Desa dapat merangkap
jabatan dalam kepengurusan Lembaga Kemasyarakatan lainnya di Desa,
sepanjang tidak mengganggu dan/atau menghambat kinerja Lembaga
Kemasyarakatan lainnya di Desa dimana dia menjabat.

Pasal 15
(1) Susunan kepengurusan LKD ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(2) Berdasarkan Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala Desa mengukuhkan kepengurusan LKD;
(3) Susunan kepengurusan Lembaga Kemasyarakatan lainnya di Desa
dilaporkan kepada Kepala Desa untuk keperluan pendataan administrasi
Pemerintahan Desa, pembinaan Lembaga Kemasyarakatan lainnya di
Desa oleh Kepala Desa, dan/atau keperluan lain berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(4) Kepala Desa dapat mengukuhkan kepengurusan Lembaga
Kemasyarakatan lainnya di Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Paragraf 2
21
Pemberhentian Pengurus Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Pasal 16
(1) Pengurus LKD berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. berakhir masa bhaktinya;
c. atas permintaan sendiri; dan
d. diberhentikan.
(2) Masa bhakti pengurus LKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
adalah selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pengangkatan dan dapat
dipilih kembali untuk periode berikutnya, kecuali untuk pengurus Karang
Taruna sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) huruf d memiliki
masa bhakti 3 (tiga) tahun terhitung sejak pengangkatan dan dapat dipilih
kembali untuk periode berikutnya
(3) Pengurus LKD diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d karena :
a. melakukan tindakan yang menghilangkan kepercayaan masyarakat
sesuai dengan cakupan wilayah kerjanya;
b. pindah tempat tinggal dari Desa atau lingkungan yang menjadi
cakupan wilayah kerjanya bagi pengurus RT dan RW; dan
c. sebab-sebab lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau norma sosial kemasyarakatan yang
berlaku di Desa.
(4) Dalam hal terdapat Pengurus LKD yang berhenti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, c dan d sebelum masa bhaktinya berakhir, maka
dilakukan pemilihan Pengurus LKD Antarwaktu dengan cara musyawarah
dan mufakat.
(5) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
mencapai mufakat, maka dilakukan pemilihan dengan cara pemungutan
suara.
(6) Pengurus yang terpilih dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan (5), disampaikan kepada Kepala Desa untuk ditetapkan
pengangkatannya sebagai Pengurus LKD Antarwaktu dengan Keputusan
Kepala Desa.
(7) Sebutan Pengurus LKD Antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan (6) menyesuaikan dengan nomenklatur jenis LKD yang terdapat
lowongan jabatan kepengurusannya, seperti; Pengurus LPMD Antarwaktu,
Pengurus RT Antarwaktu, Pengurus RW Antarwaktu, dan seterusnya.

Pasal 17
(1) Tata cara pemberhentian pengurus Lembaga Kemasyarakatan lainnya di
Desa, diatur secara internal oleh masing-masing Lembaga
Kemasyarakatan lainnya di Desa;
(2) Pengaturan tata cara pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan norma sosial kemasyarakatan yang berlaku di Desa.

Bagian Keenam
Hubungan Kerja Lembaga Kemasyarakatan di Desa

Pasal 18
(1) Hubungan kerja LKD dengan Pemerintah Desa bersifat kemitraan,
konsultatif dan koordinatif.
21
(2) Hubungan kerja antar LKD dan antara LKD dengan Lembaga
Kemasyarakatan lainnya di Desa bersifat koordinatif dan konsultatif.
(3) Hubungan kerja Lembaga Kemasyarakatan di Desa dengan pihak ketiga
bersifat kemitraan.

BAB III
LKD
Bagian Kesatu
LPMD
Pasal 19
LPMD sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) huruf a mempunyai tugas
menyusun rencana pembangunan secara partisipatif, menggerakkan swadaya
gotong royong masyarakat, malaksanakan dan mengendalikan pembangunan
di Desa.

Pasal 20
LPMD dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 19
mempunyai fungsi:
a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan Pemerintah kepada
masyarakat;
d. penyusunan rencana, pelaksanaan, pelestarian dan pengembangan hasil-
hasil pembangunan secara partisipatif;
e. penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi, serta swadaya
gotong royong masyarakat; dan
f. penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber daya alam
serta keserasian lingkungan hidup.

Pasal 21
(1) Kepala Desa karena jabatannya adalah Pembina LPMD;
(2) Susunan Pengurus LPMD terdiri dari, antara lain:
a. 1 (satu) orang Ketua;
b. 1 (satu) orang Wakil Ketua;
c. 1 (satu) orang Sekretaris I;
d. 1 (satu) orang Sekretaris II;
e. 1 (satu) orang Bendahara I;
f. 1 (satu) orang Bendahara II;
g. Seksi-seksi, meliputi:
- Seksi Agama;
- Seksi Keamanan, Ketentraman, dan Ketertiban;
- Seksi Pendidikan dan Perpustakaan;
- Seksi Lingkungan Hidup;
- Seksi Pembangunan, Perekonomian dan Koperasi;
- Seksi Kesehatan, Kependudukan dan Keluarga Berencana;
- Seksi Pemuda dan Olah raga;
- Seksi Kesenian dan Kebudayaan;
- Seksi Kesejahteraan Sosial;
- Seksi Pemberdayaan Gender; dan
- Seksi lainnya.
21
(3) Susunan Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan musyawarah masyarakat Desa.
(4) Peserta musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari
organisasi/lembaga kemasyarakatan, tokoh masyarakat, tokoh profesi
dan lembaga-lembaga lain yang ada di Desa.

Pasal 22
(1) Setiap pengurus LPMD menyampaikan laporan sesuai dengan bidang
tugas masing-masing kepada Ketua LPMD;
(2) Ketua LPMD dalam menjalankan tugas dan fungsinya bertanggung jawab
dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Desa.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
secara rutin atau insidental.

Bagian Kedua
RT/RW

Pasal 23
(1) RT/RW sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) huruf b mempunyai
tugas membantu Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan urusan
Pemerintahan:
a. RT mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dalam hal:
1. pelayanan kepada masyarakat;
2. memelihara kerukunan hidup warga; dan
3. menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan dengan
mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat.
b. RW mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dalam hal:
1. menggerakkan swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat
di wilayahnya; dan
2. membantu kelancaran tugas pokok LPMD dalam bidang
pembangunan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
RT mempunyai fungsi:
a. pengkoordinasian antar warga;
b. pelaksanaan dalam menjembatani hubungan antar sesama anggota
masyarakat dengan Pemerintah Desa; dan
c. penanganan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi warga.

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
RW mempunyai fungsi:
a. pengkoordinasian pelaksanaan tugas RT di wilayahnya; dan
b. pelaksanaan dalam menjembatani hubungan antar RT dan antar
masyarakat dengan Pemerintah Desa.

Pasal 24
(1) Jumlah RW ditiap Dukuh dalam wilayah Desa adalah sebagai berikut:
a. Dukuh Sawoo : 4 RW
b. Dukuh Kacangan : 2 RW
c. Dukuh Kleco : 2 RW
d. Dukuh Kocor : 2 RW
e. Dukuh Ngemplak : 2 RW
21
Jumlah Keseluruhan RW : 12 RW
(2) Jumlah RT ditiap RW sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:
a. Dukuh Sawoo:
RW 01 : 4 RT
RW 02 : 5 RT
RW 03 : 3 RT
RW 04 : 6 RT
b. Dukuh Kacangan:
RW 01 : 8 RT
RW 02 : 8 RT
c. Dukuh Kleco:
RW 01 : 6 RT
RW 02 : 7 RT
d. Dukuh Kocor:
RW 01 : 3 RT
RW 02 : 3 RT
e. Dukuh Ngemplak:
RW 01 : 6 RT
RW 02 : 5 RT
Jumlah Keseluruhan RT : 64 RT
(3) Susunan pengurus RT ditentukan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
musyawarah warga.
(4) Warga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah warga yang bertempat
tinggal di RT setempat.
(5) Susunan pengurus RW ditentukan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
musyawarah Pengurus RT.

Pasal 25
(1) Kepengurusan RT terdiri dari, antara lain:
a. 1 (satu) orang Ketua;
b. 1 (satu) orang Wakil Ketua;
c. 1 (satu) orang Sekretaris;
d. 1 (satu) orang Bendahara;
e. Seksi-seksi:
- Seksi Humas
- Seksi Keamanan dan Ketertiban Lingkungan; dan
- Seksi lainnya sesuai kebutuhan.
(2) Kepengurusan RW terdiri dari, antara lain:
a. 1 (satu) orang Ketua;
b. 1 (satu) orang Sekretaris; dan
c. 1 (satu) orang Bendahara.
(3) Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah Pembina Umum
RT/RW di Desa.
(4) Kamituwo selaku Perangkat Desa unsur pelaksana kewilayahan,
membantu Kepala Desa dalam membina RT/RW di dalam wilayah
Dukuhnya masing-masing.

Pasal 26
(1) Pemilihan Pengurus RT dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat
yang diikuti oleh Kepala Keluarga dalam wilayah RT setempat.
21
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai mufakat, maka dilakukan dengan cara pemungutan suara.
(3) Hasil pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disampaikan kepada Kepala Desa untuk ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Desa.

Pasal 27
(1) Pemilihan Pengurus RW dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat
yang diikuti oleh Pengurus RT dalam wilayah RW setempat.
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai mufakat, maka dilakukan dengan cara pemungutan suara.
(3) Hasil pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disampaikan kepada Kepala Desa untuk ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Desa.

Pasal 28
(1) Pengurus RT tidak boleh merangkap sebagai pengurus RW.
(2) Pengurus RT/RW tidak boleh merangkap jabatan sebagai Aparatur
Pemerintah Desa.

Bagian Ketiga
TP PKK Desa

Pasal 29
(1) Pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK di Desa merupakan
upaya memandirikan masyarakat Desa dan bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan menuju terwujudnya keluarga yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan
berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri, kesetaraan dan
keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan.
(2) Sasaran pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK di Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keluarga di Desa yang perlu
ditingkatkan dan dikembangkan kemampuan mental spiritual dan fisik
material.

Pasal 30
(1) Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat Desa melalui Gerakan PKK di
Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) dilakukan dengan 10
(sepuluh) Program Pokok Gerakan PKK.
(2) 10 (sepuluh) Program Pokok Gerakan PKK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Penghayatan dan Pengamalan Pancasila;
b. Gotong Royong;
c. Pangan;
d. Sandang;
e. Perumahan dan tata laksana rumah tangga;
f. Pendidikan dan keterampilan;
g. Kesehatan;
h. Pengembangan kehidupan berkoperasi;
i. Kelestarian lingkungan hidup; dan
j. Perencanaan sehat.
21
(3) Uraian kegiatan 10 (sepuluh) Program Pokok Gerakan PKK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai kondisi dan prioritas
kebutuhan masyarakat Desa.

Pasal 31
(1) Kepala Desa karena jabatannya adalah Pembina TP PKK Desa.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam mempercepat
pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK di Desa, membentuk
Kelompok PKK Dukuh/Lingkungan/ RW, RT dan Kelompok Dasa Wisma.
(3) Pembentukan Kelompok PKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

Pasal 32
(1) TP PKK Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) huruf c
mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra
dalam pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
(2) Tugas TP PKK Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menyusun rencana kerja PKK Desa sesuai dengan basil Rakerda
Kabupaten;
b. melaksanakan kegiatan sesuai jadwal yang disepakati;
c. menyuluh dan menggerakkan kelompok-kelompok PKK Dukuh, RW,
RT dan Dasa Wisma agar dapat mewujudkan kegiatan-kegiatan yang
telah disusun dan disepakati;
d. menggali, menggerakkan dan mengembangkan potensi masyarakat,
khususnya keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga
sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan;
e. melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada keluarga-keluarga yang
mencakup kegiatan bimbingan dan motivasi dalam upaya mencapai
keluarga sejahtera;
f. mengadakan pembinaan dan bimbingan mengenai pelaksanaan
program kerja;
g. berpartisipasi dalam pelaksanaan program instansi yang berkaitan
dengan kesejahteraan keluarga di Desa;
h. membuat laporan hasil kegiatan kepada TP PKK Kecamatan dengan
tembusan kepada Ketua Dewan Penyantun TP PKK Desa;
i. melaksanakan tertib administrasi; dan
j. mengadakan konsultasi dengan Kepala Desa selaku Pembina TP PKK
Desa.

Pasal 33

(1) Kepengurusan TP PKK Desa terdiri dari:


a. Ketua : Isteri Kepala Desa, atau apabila Kepala Desa
seorang perempuan atau tidak mempunyai isteri,
maka Ketua TP PKK Desa ditunjuk oleh Kepala
Desa, dengan mengutamakan isteri Sekretaris
Desa.
b. Wakil Ketua : Diutamakan Isteri Sekretaris Desa, atau apabila
tidak memungkinkan, Kepala Desa dapat
menunjuk Isteri Perangkat Desa lainnya yang
dianggap layak dan mampu diposisikan sebagai
Wakil Ketua TP PKK Desa, atau apabila tidak
memungkinkan, Kepala Desa dapat menunjuk
warga Desa baik laki-laki atau perempuan yang
21
dianggap layak dan mampu diposisikan sebagai
Wakil Ketua TP PKK Desa.
c. Sekretaris
d. Bendahara
e. Anggota yang terdiri dari Kelompok kerja-kelompok kerja (Pokja-pokja).
(2) Kepengurusan/keanggotaan TP PKK Desa melibatkan seluruh isteri
Perangkat Desa dan warga masyarakat Desa baik laki-laki atau
perempuan, yang secara sukarela mau/bersedia bekerja, mampu dan
peduli terhadap upaya kesejahteraan keluarga dan tidak mewakili suatu
organisasi, lembaga dan Partai Politik.

Pasal 34
Untuk mengoptimalkan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan
PKK, TP PKK Desa dapat bekerjasama dalam bentuk kemitraan sosial dan non
profit dengan lembaga kemasyarakatan lainnya dan dunia usaha.

Pasal 35
(1) TP PKK Desa dan Kelompok-kelompok PKK Dukuh/Lingkungan/RW, RT
dan Dasa Wisma bertanggung jawab dalam pelaksanaan 10 (sepuluh)
Program Pokok PKK sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (2) di
Desa.
(2) TP PKK Desa melaporkan kegiatan Gerakan PKK kepada Kepala Desa
selaku Pembina TP PKK Desa dan kepada TP PKK Kecamatan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Bagian Keempat
Karang Taruna

Pasal 36
(1) Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) huruf d
berkedudukan di Desa atau disebut Karang Taruna Desa.
(2) Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasaskan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.
(3) Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) bertujuan
untuk mewujudkan:
a. pertumbuhan dan perkembangan setiap anggota masyarakat yang
berkualitas, terampil, cerdas, inovatif, berkarakter serta memiliki
kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam mencegah, menangkal,
menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah kesejahteraan
sosial, khususnya generasi muda;
b. kualitas kesejahteraan sosial setiap anggota masyarakat terutama
generasi muda di Desa secara terpadu, terarah, menyeluruh serta
berkelanjutan;
c. pengembangan usaha menuju kemandirian setiap anggota
masyarakat terutama generasi muda; dan
d. pengembangan kemitraan yang menjamin peningkatan kemampuan
dan potensi generasi muda secara terarah dan berkesinambungan.

Pasal 37
21
Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 mempunyai tugas pokok
secara bersama-sama dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten dan Pemerintah Desa serta masyarakat lainnya menyelenggarakan
pembinaan generasi muda dan kesejahteraan sosial, serta menanggulangi
berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda,
baik yang bersifat preventif, rehabilitatif, maupun pengembangan potensi
generasi muda di Desa.

Pasal 38
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada Pasal 37,
Karang Taruna Desa mempunyai fungsi:
a. mencegah timbulnya masalah kesejahteraan sosial, khususnya generasi
muda di Desa;
b. menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi rehabilitasi,
perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan diklat
setiap anggota masyarakat terutama generasi muda di Desa;
c. meningkatkan Usaha Ekonomi Produktif, serta menyelenggarakan
kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda di Desa;
d. menanamkan pengertian, menumbuhkan, memupuk, memperkuat,
memelihara serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab sosial
setiap anggota masyarakat terutama generasi muda di Desa, untuk
berperan secara aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
e. menumbuhkan, memperkuat dan memelihara kearifan lokal yang berlaku
di Desa;
f memelihara dan memperkuat semangat kebangsaan, Bhinneka Tunggal
Ika dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
g. menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di
Desa secara komprehensif, terpadu dan terarah, serta berkesinambungan;
h. memupuk kreativitas generasi muda di Desa untuk dapat
mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif,
edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis lainnya dengan
mendayagunakan segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial di Desa
secara swadaya;
i. menyelenggarakan rujukan, pendampingan dan advokasi sosial bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial di Desa;
j. menguatkan sistem jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan
kemitraan dengan berbagai sektor lainnya;
k. mengembangkan kreativitas remaja, mencegah kenakalan remaja dan
penyalahgunaan obat terlarang (narkoba) bagi remaja di Desa; dan
l. menanggulangi masalah-masalah sosial di Desa, baik secara preventif dan
rehabilitatif dalam rangka pencegahan kenakalan remaja dan
penyalahgunaan obat terlarang (narkoba) bagi remaja di Desa.

Pasal 39
(1) Keanggotaan Karang Taruna Desa menganut sistem stelsel pasif, yang
berarti seluruh anggota masyarakat Desa yang berusia 13 (tiga belas)
sampai dengan 45 (empat puluh lima) tahun merupakan Warga Karang
Taruna Desa.
(2) Warga Karang Taruna Desa mempunyai hak dan kewajiban yang sama
tanpa membedakan asal keturunan, golongan, suku dan budaya, jenis
kelamin, kedudukan sosial, pendirian politik dan agama.
(3) Setiap Warga Karang Taruna Desa wajib menjaga citra organisasi/
kelembagaan Karang Taruna Desa sebagai organisasi sosial wadah
pengembangan generasi muda di Desa.
21
(4) Keorganisasian Karang Taruna Desa diselenggarakan secara otonom oleh
Warga Karang Taruna Desa.

Pasal 40
(1) Kepala Desa karena jabatannya adalah Pembina Umum Karang Taruna
Desa.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pembinaan
umum, mengukuhkan dan melantik kepengurusan, serta memfasilitasi
kegiatan Karang Taruna Desa.

Pasal 41
(1) Kepengurusan Karang Taruna Desa dipilih, ditetapkan dan disahkan
dalam Musyawarah Warga Karang Taruna Desa.
(2) Calon Pengurus Karang Taruna Desa wajib memenuhi syarat:
a. warga Negara Republik Indonesia;
b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
c. berdomisili di Desa dibuktikan dengan identitas resmi;
d. memiliki kondisi jasmani dan rohani yang sehat;
e. bertanggung jawab, berakhlak baik, dan mampu bekerja secara tim,
maupun dengan berbagai pihak;
f. berusia minimal 17 tahun dan maksimal 45 tahun pada saat
pembentukan pengurus;
g. berpendidikan paling rendah Sekolah Dasar (SD) atau sederajat;
h. bersedia dicalonkan menjadi pengurus Karang Taruna;
i. mengetahui dan memahami aspek keorganisasian serta ke-Karang
Taruna-an; dan
j. peduli terhadap lingkungan masyarakatnya.
(3) Pengurus Karang Taruna Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
(2) berfungsi sebagai Pelaksana Organisasi Karang Taruna dalam wilayah
Desa, berjumlah paling sedikit 35 (tiga puluh lima) orang, dengan
struktur organisasi sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. 1 (satu) orang Ketua
b. 2 (dua) orang Wakil Ketua
c. 1 (satu) orang Sekretaris
d. 1 (satu) orang Wakil Sekretaris
e. 1 (satu) orang Bendahara
f. 1 (satu) orang Wakil Bendahara
g. 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 2 (dua) orang
Anggota Seksi Pendidikan dan Pelatihan;
h. 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 2 (dua) orang
Anggota Seksi Usaha Kesejahteraan Sosial;
i. 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 2 (dua) orang
Anggota Seksi Kelompok Usaha Bersama;
j. 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 2 (dua) orang
Anggota Seksi Kerohanian dan Pembinaan Mental;
k. 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 2 (dua) orang
Anggota Seksi Olahraga dan Seni Budaya;
l. 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 2 (dua) orang
Anggota Seksi Lingkungan Hidup; dan
m. 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 2 (dua) orang
Anggota Seksi Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Kemitraan.
21
Bagian Kelima
Gapoktan Desa

Pasal 42
(1) Gapoktan Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) huruf e
berkedudukan di Desa.
(2) Kelompoktani-kelompoktani di Desa menyatukan kelompoknya ke dalam
Gapoktan Desa.
(3) Kelompoktani-kelompoktani di Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus memenuhi syarat:
a. pendirian Kelompoktani minimal telah berusia 2 (dua) tahun;
b. tingkat kemampuan Kelompoktani minimal kelas madya;
c. memiliki usaha Kelompok yang sama atau saling melengkapi;
d. berada dalam wilayah Desa; dan
e. semua anggota Kelompok sepakat membentuk Gapoktan Desa yang
dibuktikan dengan pernyataan tertulis.
(4) Penumbuhan Gapoktan Desa didasarkan pada prinsip:
a. kebebasan; artinya Gapoktan Desa diberi kebebasan dalam
mengembangkan unit jasa/usaha otonom sesuai kebutuhan, seperti:
unit usaha tani, unit usaha pengolahan, unit usaha sarana dan
prasarana produksi, unit usaha pemasaran dan unit usaha keuangan
mikro/simpan-pinjam serta unit jasa penunjang lainnya;
b. kepahaman; artinya semua anggota dari setiap Kelompoktani di Desa
yang akan bergabung dalam Gapoktan Desa harus terlebih dahulu
memahami tujuan dan manfaat dari Gapoktan Desa;
c. partisipatif; artinya semua anggota Kelompoktani di Desa yang terlibat
memiliki peluang yang sama dalam pengambilan keputusan pada
pengelolaan dan pengembangan usaha Gapoktan Desa;
d. kesukarelaan; artinya keanggotaan Gapoktan Desa bersifat sukarela
atau atas dasar kesadaran sendiri tanpa paksaan dari pihak manapun;
e. keswakarsaan; artinya penumbuhan Gapoktan Desa harus didasarkan
pada kemauan dan inisiatif para anggota Kelompoktani di Desa yang
akan bergabung;
f. keterpaduan; artinya penumbuhan Gapoktan Desa harus didasarkan
pada keinginan untuk saling mendukung dan saling melengkapi
diantara anggotanya guna memperkuat dan mengembangkan kegiatan
usahataninya; dan
g. kemitraan; artinya pengembangan pola-pola kerjasama dalam
Gapoktan Desa dilaksanakan berdasarkan prinsip saling
membutuhkan, saling menghargai, saling menguntungkan, dan saling
memperkuat antara pelaku utama dan pelaku usaha yang difasilitasi
oleh penyuluh pertanian.
(5) Penyatuan Kelompoktani-kelompoktani di Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan (3) ditujukan agar Kelompoktani-kelompoktani di Desa
dapat menjadi kelembagaan petani yang kuat dan mandiri; yaitu memiliki
kelayakan usaha yang memenuhi skala ekonomi dan efisiensi usaha,
serta berdaya saing.
Pasal 43
(1) Gapoktan Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 berfungi untuk
memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama Kelompoktani-
kelompoktani di Desa, mulai dari sektor hulu sampai hilir secara
komersial dan berorientasi pasar.
21
(2) Pada tahap pengembangannya, Gapoktan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat memberikan pelayanan informasi, teknologi dan
permodalan kepada anggota kelompoknya, serta menjalin kerjasama
dengan pihak lain.
Pasal 44
Gapoktan Desa yang kuat dan mandiri sebagaimana dimaksud pada Pasal 42
ayat (5) memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Ciri Gapoktan Desa:
1. adanya pertemuan/rapat anggota dan rapat pengurus yang
diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan;
2. disusunnya rencana kerja Gapoktan Desa secara bersama dan
dilaksanakan oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan, serta
dilakukan evaluasi setiap akhir pelaksanaan secara partisipasi;
3. memiliki aturan/norma tertulis yang disepakati dan ditaati bersama;
4. memiliki pencatatan administrasi dan keuangan yang rapi untuk
setiap anggota;
5. memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama mulai sektor hulu
sampai sektor hilir;
6. memfasilitasi usahatani secara komersial dan berorientasi agribisnis;
7. sebagai sumber pelayanan informasi dan teknologi bagi usahatani
anggota Kelompoktani yang bergabung dalam Gapoktan Desa;
8. adanya jalinan kerjasama melalui kemitraan usaha antara Gapoktan
Desa dengan pihak lain; dan
9. adanya pemupukan modal usaha baik yang bersumber dari iuran
anggota maupun dari penyisihan hasil usaha Gapoktan Desa.
b. Unsur pengikat Gapoktan Desa:
1. adanya tujuan untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi
usahatani;
2. adanya pengurus Gapoktan Desa dan pengelola unit-unit usaha
agribisnis/jasa Gapoktan Desa yang jujur dan berdedikasi tinggi
untuk memajukan usahatani Gapoktan Desa;
3. adanya unit usaha jasa/usahatani yang berkembang sesuai
permintaan pasar dan kebutuhan anggota;
4. adanya pengembangan komoditas produk unggulan yang merupakan
industri pertanian perdesaan;
5. adanya kegiatan pengembangan usaha melalui kerjasama kemitraan
untuk meningkatkan posisi tawar Gapoktan Desa mulai dari sektor
hulu sampai hilir; dan
6. adanya manfaat bagi petani sekitar dengan memberikan kemudahan
dalam memperoleh sarana dan prasarana produksi, modal, informasi
teknologi, pemasaran, dan lain-lain.
c. Fungsi Gapoktan Desa:
1. Unit Usaha Penyedia Sarana dan Prasarana Produksi:
Gapoktan Desa merupakan tempat pemberian layanan kepada
seluruh anggota untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi
(pupuk termasuk pupuk bersubsidi, benih bersertifikat, pestisida,
dan lain-lain), dan alat mesin pertanian, baik yang berdasarkan
kredit/permodalan usahatani bagi anggota kelompoktani yang
memerlukan maupun dari swadana petani/sisa hasil usaha;
2. Unit Usahatani/Produksi:
Gapoktan Desa dapat menjadi unit yang memproduksi komoditas
untuk memenuhi kebutuhan anggotanya dan kebutuhan pasar
sehingga dapat menjamin kuantitas, kualitas dan kontinuitas serta
stabilitas harga;
3. Unit Usaha Pengolahan:
21
Gapoktan Desa dapat memberikan pelayanan baik berupa
penggunaan alat mesin pertanian maupun teknologi dalam
pengolahan hasil produksi komoditas yang mencakup proses
pengolahan, sortasi/grading dan pengepakan untuk meningkatkan
nilai tambah produk;
4. Unit Usaha Pemasaran:
Gapoktan Desa dapat memberikan pelayanan/fasilitasi pemasaran
hasil pertanian anggotanya baik dalam bentuk pengembangan
jejaring dan kemitraan dengan pihak lain maupun pemasaran
langsung; dan
5. Unit Usaha Keuangan Mikro (simpan pinjam):
Gapoktan Desa dapat memberikan pelayanan permodalan bagi
anggota, baik yang berasal dari iuran dan/atau simpan-pinjam
anggota serta sisa hasil usaha, maupun dari perolehan kredit melalui
perbankan, mitra usaha atau bantuan pemerintah dan swasta.
Pasal 45
(1) Syarat-syarat menjadi pengurus Gapoktan Desa:
a. dipilih dari dan oleh perwakilan anggota Kelompoktani di Desa secara
demokratis;
b. berdomisili di wilayah Gapoktan Desa;
c. mampu membaca dan menulis;
d. bukan Perangkat Desa;
e. memiliki waktu yang cukup untuk memajukan Gapoktan Desa; dan
f. memiliki semangat, motivasi dan kemampuan untuk memimpin
Gapoktan Desa.
(2) Pengurus Gapoktan Desa terdiri dari, antara lain:
a. 1 (satu) orang Ketua;
b. 1 (satu) orang Sekretaris;
c. 1 (satu) orang Bendahara; dan
d. Seksi-seksi sesuai unit usaha yang dilakukan.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 46
(1) Lembaga Kemasyarakatan di Desa yang ada sebelum Peraturan Desa ini
berlaku, tetap diakui sebagai Lembaga Kemasyarakatan di Desa.
(2) Kepengurusan Lembaga Kemasyarakatan di Desa yang sudah ada, wajib
menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Desa ini.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 47
Peraturan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan
Peraturan Kepala Desa ini dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa.

Ditetapkan di Sawoo
pada tanggal September 2016

PENJABAT KEPALA DESA SAWOO,


21
ttd.

SETIYO HARI SUJATMIKO

Diundangkan di Sawoo
pada tanggal 17 Desember 2015

PENJABAT SEKRETARIS DESA SAWOO,

ttd.

SUYITNO

BERITA DESA SAWOO TAHUN 2016 NOMOR 6

Anda mungkin juga menyukai