Tempo.co
Minggu, 21 Juni 2009 13:45 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang: Prita Mulyasari mengakui jika ada yang tidak beres terhadap
tubuhnya ketika mengkonsumsi obat yang diberikan dokter Rumah Sakit Omni Internasional saat
ia dirawat. ”Saya merasa ada yang tidak enak dan tidak beres dengan dokter dan obat-obatan
yang saya minum,” ujarnya saat silaturahmi dengan puluhan Ibu-ibu di Kepala Dua, Tangerang,
Minggu (21/6).
Ketidakberesan dan perasaan tidak nyaman itulah yang mendorong Prita banyak bertanya dan
kritis akan layanan para dokter dan rumah sakit selama tiga hari dirawat di rumah sakit itu. Ia
juga mendesak pihak rumah sakit memberitahukan dengan jelas penyakit apa yang dideritanya.
Ia juga mendesak agar rekam medis tentang riwayat penyakitnya diberikan.
Prita mengaku pertamakali dirawat di RS Omni 7 Agustus 2008 , hasil diagnosa saat itu ia
menderita demam berdarah dengue dengan jumlah trombosit 27 ribu. Saat itu di harus dirawat
inap dan langsung ditangani oleh dokter Hengky Gozal. Malam itu juga dokter memberikan
tindakan medis, infus dan suntikan obat-obatan tanpa memberikan penjelasan.
Keesokan harinya, dokter Hengky memberikan revisi trombosit menjadi 181 ribu. Tanpa
memberikan penjelasan dokter kembali memberikan bermacam-macam suntikan serta obat-
obatan dalam jumlah yang banyak. Prita mulai takut dan curiga akan penyakit ia alami sebegitu
parahkah?
Berdasarkan salinan resep yang didapatkan Tempo, selama dirawat di Rumah Sakit Omni
International, Prita mendapat suntikan (injeksi) antibiotik Ceftriaxone. Data cetak resep rawat
inap RS Omni International tanggal 8, 9, dan 11 Agustus 2009 Prita mendapat injeksi berisi zat
aktif Ceftriaxone, yang merupakan generasi ketiga golongan senyawa Sefalosporin.
Mengacu pada keterangan data produk situs resmi produsen produk tersebut, suntikan
Ceftriaxone digunakan bagi penderita infeksi yang disebabkan mikroorganisme sensitif.
Antibiotik tersebut lazim digunakan untuk mengobati penyakit infeksi di area pernafasan
bagianbawah, saluran urin, gonorhoe, tulang dan sendi, perut bagian dalam, juga meningitis.
Pemberian injeksi Ceftriaxone berisiko mengakibatkan iritasi. Harga njeksi Ceftriaxone tidak
murah. Tertulis pada salinan resep, Prita harus membayar kurang lebih tiga juta rupiah untuk
injeksi tersebut.
Selain menerima injeksi Ceftriaxone, Prita juga mendapat injeksi Ranitidine HCl, yang lazim
digunakan sebagai obat maag, dan injeksi multivitamin. Berdasar resep, dalam sehari, Prita bisa
mendapat lima suntikan. Demam berdarah, penyakit yang didiagnosis dokter atas Prita,
merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti.
Kini Prita tengah berupaya mencari tahu dan berkonsultasi dengan ahli farmasi atau dokter untuk
menanyakan dan meneliti apakah obat-obatan dan berbagai macam suntikan yang ia terima
sesuai dengan penyakitnya atau tidak. Menurut Prita, bahan ini juga akan menjadi catatan utama
pihaknya dalam mengajukan gugatan balik terhadap RS Omni dan melaporkan dugaan
malpraktik dokter yang menanganinya. Menurut Prita gugatan balik dan laporan tersebut kini
dalam persiapan tim kuasa hukumnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Prita Mulyasari, Samsu Anwar menyatakan berbagai jenis obat yang
dikonsumsi oleh Prita yang diberikan oleh dokter Rumah sakit Omni Internasional Serpong
diduga tidak layak untuk seseorang yang didiagnosa penyaki demam berdarah. ”Apalagi dengan
trombosit 181 ribu,” ujarnya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Samsu mengatakan obat-obat tersebut tidak sesuai dengan diagnosa dokter terhadap penyakit
Prita. Menurutnya, ia telah meminta masukan dari para dokter untuk menjelaskan resep obat
yang diberikan kepada Prita dan menyatakan obat itu tidak layak. ”Namun berbagai pihak
tersebut keberatan dan mereka tidak mau bersaksi secara terang-terangan,” kata Samsu
Untuk itu, kata dia, pihaknya akan membawa hal ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia.
JONIANSYAH
Review :
Pubchem.com
C18H18N8O7S3
1. Antibiotic ceftriaxone
ceftriaxone merupakan antibiotic golongan cephalosporin generasi ketiga. Cefalosporin
berasal dari fungus cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1998 oleh Brotzu.
Inti dasar cephalosporin C ialah asam-7-amino-sefalosporanat (7-ACA : 7-
aminocephalosporanic acid) yang merupakan kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin
betalaktam. Memiliki rumus molekul C18H18N8O7S3
2. Mekanisme kerja ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan aktivitas gram negative spectrum luas; memiliki
kemanjuran yang lebih rendah terhadap organisme gram positif tetapi kemanjuran yang lebih
tinggi terhadap organisme yang resisten; sangat stabil dengan adanya beta-lactamase
(penicilinase dan sefalosporinase) dari bakteri gram negative dan gram positif; aktivitas
bakterisida dihasilkan dari menghambat sintetis dinding sel dengan mengikat 1 atau lebih
protein pengikat penisilin; memberikan efek antimikroba dengan menganggu sintetis
peptidoglikan (komponen structural utama dinding sel bakteri); bakteri akhirnya membusuk
karena aktivitas enzim autolitik dinding sel berlanjut sementara perakitan dinding sel ditahan.
6. Efek samping
Reaksi alergi merupakan efek samping yang sering terjadi, gejalanya mirip dengan reaksi
alergi yang ditimbulkan oleh penisilin. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme
bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang umumnya terjadi pada pasien dengan
alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin ringan dan sedang kemungkinannya
kecil. Dengan demikian pada pasien dengan pasien alergi penisilin berat, tidak dianjurkan
penggunaan sefalosporin atau kalau sangat diperlukan harus diawasi dengan sungguh-
sungguh. Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia dapat timbul meskipun jarang.
Ceftriaxone didistribusikan secara luas pada jaringan dan cairan tubuh, umumnya mencapai
konsentrasi terapi cairan serebrospinal, terdapat juga pada plasenta, konsentrasi yang juga
terdapat di ASI. Pada empedu ceftriaxone didistribusi secara luas sampai ke dalam jaringan
dan cairan tubuh termasuk ke kantung empedu, paru-paru dan tulang.
Daftar pustaka
(Ii & Pustaka, n.d.)Aisyah, E., & Nadjib, M. (2019). Evaluasi Ekonomi Penggunaan Antibiotika
Profilaksis Cefotaxime dan Ceftriaxone pada Pasien Operasi Seksio Sesarea di Rumah Sakit
X. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 3(2), 57–67. https://doi.org/10.7454/eki.v3i2.3160
Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (n.d.). Centre of Disease Control and Prevention ). 7 2.1.1. 7–25.
Inhibitory, M., & Zone, D. D. (n.d.). Ceftriaxone for Injection , USP Reference ID : 3446318
Reference ID : 3446318. 5–8.
Pubchem.com (2020) struktur kimia obat. diakses pada 2 maret 2020 pukul 22:00 wita
Medscape (2020). Efek samping obat, farmakologi, indikasi obat. Diakses pada selasa, 02
maret 2020 pukul 22:30 wita
https:/www.google.com/amp/s/metro.tempo.co/amp/183001/prita-akui-ada-yang-tak-
beres-dengan-obatnya