Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Post Operasi Laparatomi


1. Pengertian Laparatomi
Laparatomi adalah proses pembedahan perut sampai membuka selaput
perut, dengan 4 cara yaitu Midline incision., Paramedian, yaitu : sedikit ke
tepi dari garis tengah (2,5 cm), panjang (12,5 cm), Transverse upper abdomen
incision yaitu insisi dibagian atas contohnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy, dan Transverse lower abdomen yaitu insisi melintang dibagian
bawah kurang lebih 4 cm diatas anterior spinal iliaka misalnya apendiktomi
(Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010)
Menurut Syamsuhidayat (2005), Laparatomi adalah salah satu prosedur
pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisan dinding
abdomen untuk mendapatkan bagian dari abdomen yang mengalami masalah
(hemoragi, perforasi, kanker, dan obstruksi).
2. Indikasi Laparatomi
Menurut Jitowiyono (2010), tindakan laparatomi dapat dilakukan
berdasarkan indikasi dibawah ini :
a. Adanya massa abdomen.
b. Perdarahan saluran Pencernaan .
c. Peritonitis.
d. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
e. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) Ruptur hepar.
3. Jenis Laparatomi Menurut Indikasi
Menurut Jitowiyono (2010), Jenis laparatomi berdasarkan indikasi
diantaranya :
a. Adrenektomi : Pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin.
b. Apendiktomi : Operasi pengangkatan apendiks

6
7

c. Gasterektomi : Pengangkatan sepertiga distal lambung (duodenum /


jejunum, mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalambagian sel parital)..
d. Histerektomi : Pengangkatan bagian uterus.
e. Kolektomi : pengangkatan bagian kolon atau seluruh kolon
f. Pankreatomi : Pengangkatan pankreas.
g. Seksio cesaria : pengangkatan janin dengan membuka dinding
ovarium melalui abdomen
h. Siksetomi : operasi pengangkatan kandung kemih
i. Selfiigo ofarektomi : Pengangkatan salah satu atau kedua tuba falopi
dan ovarium.
4. Komplikasi
Jitowiyono (2010), menyatakan bahwa tindakan laparatomi dapat terjadi
komplikasi pada pasien seperti berikut :
a. Ventilasi paru tidak efektif.
b. Gangguan kardiovaskuler : Hipertensi, Aritmia jantung
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.
5. Latihan latihan fisik
Menurut Jitowiyono (2010) Latihan fisik yang dapat dilakukan paska
operasi yaitu latihan nafas dalam, latihan batuk, menggerakan otot otot kaki,
menggerakan otot otot bokong, latihan alih baring dan turun dari tempat tidur
semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi, karena pasien paska operasi pada
6 jam pertama harus tirah baring dulu Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan
untuk dapat miring kekiri dan kekanan untuk mencegah trombosis dan
trombo emboli. Setelah24 jam Pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar
duduk. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkanuntuk belajar berjalan (Kasdu,
2005 dalam Rustianawati, 2013).
Latihan yang dipilih peneliti adalah Posisi semi fowler. posisi semi fowler
yaitu posisi duduk dimana kepala di tinggikan 30 derajat posisi ini membantu
mengembangkan ekspansi dada dan mengurangi tekanan abdomen
memberikan rasa nyaman dan menghilangkan nyeri.

7
8

6. Penatalaksanaan Post Laparatomi


Penatalaksanaan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang
diberikan kepada pasien pasien yang telah menjalani operasi pembedahan
perut. Tujuan perawatannya antara lain :
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b. Mempercepat penyembuhan.
c. Mengembalikan funsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien.
e. Mempersiapkan pasien pulang.
(Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010)

B. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang
mengalaminya yang ada kapan pun individu mengatakannya.Nyeri merupakan
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Mc Caffery dalam Potter &Perry (2006), nyeri adalah segala
sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja
seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri.
2. Penyebab Nyeri
Penyebab nyeri dapat digolongkan menjadi dua yaitu nyeri yang
berhubungan dengan fisik dan psikis. Nyeri secara fisik yaitu nyeri yang
timbul karena trauma (baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun
elektrik) dimana terganggunya serabut saraf reseptor nyeri, serabut saraf ini
terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan – jaringan tertentu
yang terletak lebih dalam.Sedangkan nyeri yang disebabkan oleh faktor
psikologis merupakan nyeri yang dirasakan akibat trauma psikologis dan
berpengaruh terhadap fisik.
3. Patofisioogi Nyeri

8
9

Menurut Smeltzer & Bare (2002), berdasarkan proses patofisiologi nyeri


terbagi menjadi :
a. Mekanisme Neurofisiologi Nyeri
Sistem saraf yang mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri dalam
transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif. Sensitivitas dari
komponen sistem nosiseptif dapat dipengeruhi oleh sejumlah faktor yang
berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus
yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama.
Sensasi yang sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa
bagi orang lain. Sebagai contoh, nyeri akibat arthritis kronis dan nyeri
pascaoperatif sering terasa lebih parah pada malam hari. Faktor-faktor tersebut
dapat meningkatkan atau menurunkan sensitivitas komponen yang berbeda
dari sistem nosiseptif yang diuraikan dalam pembahasan berikut.
b. Transmisi Nyeri
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespons hanya pada stimulus yang kuat dan secara potensial merusak,
sifatnya bisa mekanik, termal, dan kimia. Sendi, otot skelet, fasia, tendon, dan
kornea juga mempunyai reseptor nyeri yang mempunyai potensi untuk
mentransmit stimuli yang menyebabkan nyeri. Namun demikian, organ-organ
internal yang besar (visera) tidak mengandung ujung saraf yang berespons
hanya pada stimuli nyeri.
Nyeri yang berasal dari organ ini diakibatkan dari stimuli reseptor yang
kuat yang mempunyai tujuan lain. Sebagai contoh, inflamasi, regangan,
iskemia, dilatasi, dan spasme organ-organ internal yang dapat menyebabkan
nyeri hebat.
c. Kornu Dorsalis dan Jaras Asenden
Kornus dorsalis dari medula spinalis dianggap sebagai tempat untuk
merespon nyeri, serabut perifer (seperti reseptor nyeri) dan serabut traktus
sensori asenden berakhir disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem
neuronal desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada

9
10

otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke


korteks serebri.
Agar nyeri dapat dicerna secara sadar, neuron pada sistem asenden harus
diaktifkan. Aktifitas terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang
terletak dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam
kornu dorsalis yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan
transmisi informasi yang menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam
jaras asenden.
Sering kali area ini disebut sebagai “gerbang”. Kecenderungan alamiah
gerbang adalah untuk membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer
untuk mengaktifkan jaras asenden dan mengakibatkan nyeri. Stimulasi dari
neuron inhibitori sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan
mencegah transmisi sensasi nyeri.
4. Sifat Nyeri
Menurut Mahon dalam Potter & Perry (2006), nyeri merupakan suatu
kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus
tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri
dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan
kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang
individu.Mahon menemukan empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri,
yaitu nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan
yang mendominasi, dan nyeri bersifat tidak berkesudahan.
5. Teori – Teori Nyeri
Nyeri merupakan suatu fenomena yang penuh rahasia dan menggugah rasa
ingin tahu para ahli. Begitu pula untuk menjelaskan bagaimana nyeri tersebut
terjadi masih merupakan suatu misteri. Namun demikian, ada beberapa teori
yang menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Berikut ini adalah teori - teori
yang dapat digunakan utuk menjelaskan mekanisme transmisi nyeri :

10
11

a. The Specificity Theory (Teori Spesifik)


Teori ini menjelaskan bahwa otak menerima informasi mengenai objek
eksternal dan struktur tubuh melalui saraf sensori. Timbulnya sensasi nyeri
berhubungan dengan pengaktifan ujung – ujung serabut saraf bebas oleh
perubahan mekanik, rangsangan kimia, atau temperatur yang berlebihan.
Persepsi nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh
spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di talamus.
b. The Intensity Theory (Teori Intensitas)
Menurut teori intensitas nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan
pada reseptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan
nyeri jika intensitasnya cukup kuat (Asmadi, 2008).
c. The Gate Control Theory (Teori Kontrol Pintu)
Teori kontrol pintu adalah teori paling sederhana mengenai penjelasan
fisiologi nyeri, yang dikemukaan oleh Melzack dan Well pada tahun 1965.
Dalam teorinya kedua ahli ini menjelaskan bahwa impuls nyeri dapat diatur
atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf
pusat (Potter & Perry, 2006).
6. Klasifikasi Nyeri
Menurut Asmadi (2008),nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa
golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu
lamanya serangan.
a. Nyeri Berdasarkan Tempatnya
1) Pheriperal Pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
misalnya pada kulit, mukosa.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ – organ tubuh visceral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di
daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem
dsaraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain- lain.

11
12

b. Nyeri Berdasarkan Sifatnya


1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
3) Paroymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10 – 15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
c. Nyeri Berdasarkan Berat Ringannya
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi
d. Nyeri Berdasarkan Waktu Lamanya Serangan
Menurut Asmadi (2008), nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
dibagi menjadi dua yaitu :
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
bekas operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri
koroner.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul drngan
periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi
nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan,
artinya rasa nyeri tersebut terus-menerus terasa makin lama semakin
meningkat intesitasnya walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya,
pada nyeri karena neoplasma .

12
13

7. Respons Terhadap Nyeri


Menurut Potter & Perry (2006) ada dua respons terhadap nyeri, yaitu
respons fisiologis dan respons perilaku.
a. Respons Fisiologis Terhadap Nyeri
Respons nyeri fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan
individu. Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju batang otak
dan talamus, sistem saraf otonom menjadi tersimulasi sebagai bagian dari
respons stress. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang
superfisial menimbulkan reaksi “flight-atau-fight”, yang merupakan sindrom
adaptasi umum. Stimulus pada cabang simpatis pada saraf otonom
menghasilkan respons fisiologis
Apabila nyeri berlangsung terus – menerus, berat, atau dalam, dan secara
tipikal melibatkan organ – organ viseral (seperti nyeri pada infark miokard,
kolik akibat kandung empedu atau batu ginjal), sistem saraf parasimpatis
menghasilkan suatu aksi. Kecuali pada kasus – kasus nyeri traumatik yang
berat, yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu
mencapai tingkat adaptasi, yaitu ketika tanda – tanda fisik kembali normal.
Dengan demikian, seseorang yang mengalami nyeri tidak akan selalu
memperlihatkan tanda – tanda fisik (Potter & Perry, 2006). Berikut ini tabel
yang menunjukkan respons fisiologis terhadap nyeri:

13
14

Tabel 1. Respons Fisiologis Nyeri


Respons Penyebab atau Efek
STIMULUS SIMPATIK*
Dilatasi saluran bronkiolus dan Menyebabkan peningkatan asupan
peningkatan frekuensi pernapasan oksigen
Peningkatan frekuensi denyut nadi Menyebabkan peningkatan transport
oksigem
Vasokontriksi perifer (pucat, Meningkatkan tekanan darah disertai
peningkatan tekanan darah) perpindahan suplai darah dan perifer
dan visera ke otot – otot skelet dan otak
Peningkatan kadar glukosa darah Menghasilkan energi tambahan
Diaforesis Mengontrol temperatur tubuh selama
stres
Peningkatan ketegangan otot Mempersiapkan otot untuk melakukan
aksi
Dilatasi pupil Memungkinkan penglihatan yang lebih
baik
Penurunan motilitas saluran cerna Membebaskan energi untuk melakukan
aktivitas dengan lebih baik
STIMULUS
PARASIMPATIK**
Pucat Menyebabkan suplai darah berpindah ke
perifer
Ketegangan otot Akibat keletihan
Penurunan denyut jantung dan Akibat stimulasi vagal
tekanan darah
Pernapasan yang cepat dan tidak Menyebabkan pertahanan tubuh gagal
teratur akibat nyeri yang terlalu lama
Mual dan muntah Mengembalikan fungsi saluran cerna
Kelemahan atau kelelahan Akibat pengeluaran energi fisik
(Sumber : Potter & Perry, 2006)
Ket : *Nyeri dengan intensitas ringan sampai moderat dan nyeri superfisial
**Nyeri yang berat dan dalam

b. Respons Perilaku
Apabila nyeri dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, hal tersebut dapat
mengancam kesejahteraan seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.
Beberapa pasien memilih untuk tidak mengekspresikan nyeri yang dirasakan,
karena mereka menganggap bahwa ekspresi tersebut akan membuat orang lain
merasa tidak nyaman atau merupakan salah satu tanda bahwa mereka
kehilangan kontrol terhadap diri mereka sendiri. Pasien yang memiliki

14
15

toleransi yang tinggi terhadap nyeri mampu menahan rasa nyeri tanpa bantuan
atau pertolongan dari orang lain.
Sedangkan, seseorang yang memiliki toleransi nyeri yang rendah dapat
mencari upaya untuk menghilangkan rasa nyeri sebelum nyeri terjadi. Gerakan
tubuh dan ekspresi wajah dapat mengindikasikan adanya nyeri, seperti
mengatubkan gigi-gigi, memegang tubuh yang terasa sakit, postur tubuh yang
membungkuk, dan ekspresi wajah yang meringis. Beberapa klien bahkan
menangis atau mengerang kesakitan dan biasanya terlihat gelisah atau
meminta sesuatu secara terus-menerus kepada perawat.
Hal ini menjadi penting bagi seseorang perawat untuk mengenali dan
mengamati respon yang ditunjukkan oleh pasien terutama pada pasien yang
tidak mampu atau tidak bisa melaporkan adanya rasa nyeri yang dirasakan,
contohnya pasien dengan gangguan kognitif. Bagaimanpun, kurang atau tidak
adanya ekspresi nyeri bukan berarti pasien tidak merasakan nyeri. Respons
perilaku nyeri dapat dilihat pada tabel berikut:

15
16

Tabel 2 Respons Perilaku Nyeri


Respons Perilaku Nyeri pada Klien
Vokalisasi 1. Mengaduh
2. Menangis
3. Sesak napas
4. Mendengkur
Ekspresi wajah 1. Meringis
2. Menggeletukkan gigi
3. Mengernyitkan dahi
4. Menutup mata atau mulut dengan
rapat atau membuka mata atau
mulut dengan lebar
5. Menggigit bibir
Gerakan tubuh 1. Gelisah
2. Imobilisasi
3. Ketegangan otot
4. Peningkatan gerakan jari dan
tangan
5. Aktivitas melangkah yang tanggal
ketika berlari atau berjalan
6. Gerakan ritmik atau gerakan
menggosok
7. Gerakan melindungi bagian tubuh

Interaksi sosial 1. Menghindari percakapan


2. Fokus hanya pada aktivitas untuk
menghilangkan nyeri
3. Menghindari kontak sosial
4. Penurunan rentang perhatian
(Sumber : Potter & Perry, 2006)

8. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Respons Nyeri


Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara
lain :
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri khususnya
pada anak anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan
diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak anak dan
lansia bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006)

16
17

Cara lansia berespon terhadap nyeri berbeda dengan anak yang berusia
lebih muda. Lansia cenderung untuk mengabaikan nyeri dan menahan nyeri
lebih lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan
(Smeltzer & Bare, 2002)
b. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespons nyeri, namun beberapa kebudayaan menganggap bahwa seorang
anak laki – laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama (Potter & Perry, 2006)
c. Kebudayaan
Smeltzer & Bare (2002), mengatakan bahwa budaya dan etnisitas
berpengaruh pada bagaimana seseorang berespons terhadap nyeri. Sejak masa
kanak – kanak individu belajar dari sekitar mereka mengenai respons nyeri
yang bagaimana yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Sebagai
contoh anak dapat belajar bahwa cedera akibat olahraga tidak terlalu
menyakitkan dibanding dengan cedera akibat kecelakaan motor.
Keyakinan dan nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
Petugas kesehatan seringkali berasumsi bahwa cara yang mereka lakukan dan
apa yang mereka yakini adalah sama dengan cara dan keyakinan orang lain.
Dengan demikian mereka mencoba mengira bagaimana klien akan
berespon terhadap nyeri, misalnya apabila seorang perawat yakin bahwa
menangis dan merintih mengindikasikan suatu ketidakmampuan untuk
mentoleransi nyeri, akibatnya pemberian terapi mungkin tidak cocok untuk
pasien berkebangsaan meksiko amerika ( Potter & Perry, 2006).
d. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri memngaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang berasaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan
secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan
mempersepsikan nyeri degan cara berbeda – beda, apabila nyeri tersebut

17
18

memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan.


Misalnya, seorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri
berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena
pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri juga akan dipersepsikan
klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006).
e. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
memngaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan
respons nyeri yang menurun (Potter & Perry, 2006).
f. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering kali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan sesuatu
perasaan ansietas, Paice melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri
mengaktifkan bagian sistem limbic yang diyakini mengendalikan emosi
seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbic dapat memprotes reaksi emosi
terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri (Potter &
Perry, 2006).
g. Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dirasakan seseorang menyebabkan sensasi
nyeri semakian intensif dan menurunkan kemampuan kopping. Apabila
keletihan disertai kesulitan tidur, persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih
berat lagi. Nyeri sering sekali lebih berkurang setelah individu mengalami
suatu periode tidur yang lelap (Potter & Perry, 2006).
h. Pengalaman Sebelumnya
Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri
tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat maka ansietas atau
bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami
nyeri dengan jenis yang sama berulang – ulang, tetapi kemudian nyeri
tersebut berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk
menginterpretasikan sensasi nyeri akibatnya, klien akan lebih siap untuk

18
19

melakukan tindakan – tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri


(Potter & Perry, 2006).
Cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak
kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang ,nyeri
masalalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri
berkepanjangan atau kronis dan persisten.individu yang mengalami nyeri
selama berbulan bulan atau bertahun tahun dapat menjadi mudah marah,
menarik diri, dan depresi. (Smeltzer& Bare,2002).
i. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan atau
tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut
akan memberikan hasilbukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar
benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah memberikan
efek positif. (Smeltzer& Bare,2002).
j. Gaya Koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat anda
merasa kesepian,apabila klien sedang dirawat di rumah sakit dan merasa
tidakberdaya dengan rasa sepi itu. Nyeri dapat menyebabkan
ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan / total. Klien sering
sekali menemukan berbagai cara untuk mengemban koping terhadap efek
fisik dan psikologis nyeri. Penting untuk memahami sumber – sumber koping
klien selama ini mengalami nyeri. Sumber – sumber seperti berkomunikasi
dengan keluarga pendukung melakukan latihan, atau menyanyi dapat
digunakan dalam rencana asuhan keperawatan dalam upaya pendukung klien
dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu (Potter & Perry, 2006).
k. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respons nyeri ialah kehadiran
orang – orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.
Individu dari kelompoksosial budaya yang ebrbeda memiliki harapan yang
berbeda tentang orang tempat mereka menumpahkan keluhan tentang
nyeri.Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota

19
20

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan


perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang
dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada
keluarga atau teman, sering kali pengalaman nyeri membuat klien semakin
tertekan. Kehadiran orangtua sangat penting bagi anak – anak yang sedang
menglami nyeri (Potter & Perry, 2006).

9. Penilaian Respons Intensitas Nyeri


Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala
sebagai berikut:
a. Skala Numerik
Skala penilaian numerik (Numeric rating scale, NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0 – 10. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila
digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm.
(Potter & Perry 2006).

Gambar 1. Skala Nyeri Numerik


Sumber : Potter & Perry (2006)
b. Skala Nyeri Deskriptif
Skala nyeri deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale,
VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sma di sepanjang garis.
Deskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak
tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien
untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga

20
21

menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh
nyeri terasa paling tidak menyakitkan. (Potter & Perry, 2006).

Gambar 2. Skala Nyeri Deskriptif


Sumber : Potter & Perry (2006)

c. Skala Nyeri Analog Visual


Skala Analog visual (Visual Analog Scale) adalah sustu garis
lurus/horzontal sepanjang 10cm, dan ujungnya mengindikasikan untuk nyeri
yang berat,ujung kirimenandakan tidakada atau tidak nyeri kemudian Pasien
diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi
sepanjang garis tersebut(Smelzer& Bare 2002).

Gambar 3. Skala Analog Visual


Sumber : Potter & Perry (2006)

10. Strategi Penatalaksanaan Nyeri


Strategi penatalaksaan nyeri terbagi menjadi dua, yakni strategi
pelaksanaan nyeri farmakologis dan strategi pelaksanaan nyeri
nonfarmakologis. strategi pelaksanaan nyeri farmakologis yaitu dengan Obat
Analgetik salah satunya yaitu ketorolak, obat ini merupakan analgesik poten
dengan efek anti-inflamasi sedang, keterolak merupakan salah satu dari sedikit
AINS yang tersedia untuk pemberian parenteral. Masa kerja obat ini lebih

21
22

panjang dan efek sampingnya lebih ringan dosis yang diberikan secara IV
biasanya 15-30 mg dengan absorpsi lebih cepat mencapai puncak dalam waktu
30-50 menit. Adapun beberapa tindakan penatalaksanaan nyeri
nonfarmakologis adalah sebagai berikut :
a. Stimulasidanmasasekutaneus
Salahsatupenatalaksanaannyerinonfarmakologisadalah dengan
caramenggosokkulitatumelakukan pijatanMasase,merupakansalahsatucara
yang digunakan untuk mengurangi nyeri yang merupakan stimulasi
kutaneustubuh secaraumumyangbiasanyadipusatkan padapunggungdan
bahu.Masasedapatmembuatrelaksasi otot,sehinnggaklien akanmerasa
nyaman.Masasetidakmentimulasi reseptor tidaknyeri,namunmempunyai
dampakterhadap sistemkontroldesenden(Smeltzer& Bare,2002).
b. Terapikomprespanas dan kompres dingin
Terapiinimerupakansalahsatuterapiyangcukupefektif
dalambeberapakeadaan,namun keefektifan
danmekanismekerjanyamemerlukan studi lebihlanjut.Menurutdugaan,terapi
esdan panasinimenstimulasi reseptortidaknyeri (non-nosiseptor)dalam
reseptoryangsamaseperti cedera.Terapi
esdapatmenurunkanprostaglandinyangmemperkuat sensitivitas reseptor nyeri
dan subkutan lain dengan cara menghambatsehingga dapat menurunkan
nyeri dengan mempercepat kesembuhan. (Smeltzer& Bare,2002).
c. Stimulasi sarafelektris transkutan
Penggunaanterapiinimelibatkanteknologielektronik.Stimulasisarafelektrist
ranskutan (TENS)menggunakan alatyangdijalankan dengan baterai dan
elektrodayangdipasangpadakulituntukmenghasilkan efek
kesemutan,menggetar,ataumendengungpadaarea nyeri.TENSdapat
digunakanuntuk nyeriakut ataupunnyerikronis.TENSdidugadapat
menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area sama seperti
serabutyangmentransmisikannyeri.Sebagaicontoh,TENS
digunakanpadaklienpascaoperasidisekitarlukabedah(Smeltzer &Bare,2002).
d. Teknikrelaksasi

22
23

Relaksasi merupakan perasaan bebas secara mental dan fisik dari


ketegangan atau stres yang membuat individu memiliki rasa kontrol terhadap
dirinya. Perubahan fisiologis dan perilaku berhubungan dengan relaksasi yang
mencakup: menurunnya denyut jantung, tekanan darah dan kecepatan
pernapasan, meningkatnya kesadaran secara umum; menurunnya kebutuhan
oksigen, perasaan damai, serta menurunnya ketegangan otot dan kecepatan
metabolisme. Teknik relaksasi meliputi meditasi, yoga, Zen, Teknik imajinasi,
dan latihan relaksasi progresif (Potter & Perry, 2006).
Teknik relaksasi lainnya yaitu relaksasi autogenik yang termasuk dalam
salah satu penatalaksanaan nyeri non farmakologis. Relaksasi ini mudah
dilakukan dan tidak menimbulkan resiko. Prinsipnya klien harus mampu
berkonsentrasi sambil membaca mantra/doa/zikir dalam hati seiring dengan
ekspansi paru (Asmadi, 2008).
Pengajaran teknikrelaksasiiniakan sangatperluuntuk diajarkanberulang kali
agarklienmemahami.Klien dapatmemejamkanmatadanbernafas
dengannyaman,ataubernafasdengan konstan danberiramasaatinhalasi ataupun
ekshalasi.Hampirsemuaorangyangmelakukanmetodeini, merasakan
manfaatdalammenguranginyeriyangdirasakan.Relaksasiyang
dilakukanteraturdapatmembantukeletihandanketeganganotot(Smeltzer&Bare,
2002).
e. Distraksi
Distraksimerupakan salahsatu penatalaksanaan
nyeridengancaramemfokuskan perhatian klien
padasesuatuselainnyeri.Klienyang
merasakannyerinamunfokusperhatiannyatidakpadanyeri tersebut,maka
toleransiterhadapnyeriakanmenjadilebihbaik.
Distraksididugadapat
menguranginyeridenganmenstimulasisistemkontroldesenden,yangdapat
membuatlebihsedikitstimulinyerikeotak.Distraksi dapatberkisardari
pencegahanyangmonotonhinggamelakukanaktivitasfisikataupunmental.
Beberapaorang dapat meredakan nyeri melalui permainandanaktivitas

23
24

(Smeltzer& Bare,2002).
f. Imajinasiterbimbing
Imajinasiterbimbingmerupakan
salahsatupenatalaksanaannonfarmakologisyangmemanfaatkanimajinasi
klien.Penggunaanimajinasi terbimbinginidapatdipadukan dengan
teknikrelaksasibernafas,sehingga saatklienmenghirupnafas,klien
dapatdimintauntukmembayangkanhal- halindahyangtentusajadapat membuat
klien lebihtenang.
Saat klien menghembuskan nafas, klien dapat diajak untuk
membayangkan, bahwa saatklienmenghembuskannafas,semuanyeriakanpergi
seiringdengan hembusannafas tersebut.Biasanyaklien
dimintauntukmelakukanimajinasi
terbimbingselama5menit,tigakalisehari(Smeltzer& Bare,2002).
g. Hipnosis
Hipnosisharusdilakukanolehorangyangterlatih dan
padaklienyngbersediadihipnosis.Perbedaan dalammemberisugesti
padasetiapindividuakanberbeda,sehinggakeberhasilan
hipnosisjugabergantungdarisetiapindividu(Smeltzer& Bare,2002).
h. Biofeedback
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan
memberikan individu informasi tentang respon fisiologis (misalnya, tekanan
darah dan ketegangan otot) dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap
respon tersebut. Terapi ini digunakan untuk menghasilkan keadaan yang rileks
dan sangat efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan nyeri kepala
migren(Potter & Perry, 2006).
i. Sentuhan Terapeutik
Pendekatan ini menyatakan bahwa pada individu yang sehat, terdapat
ekuilibrium antara aliran energi didalam dan diluar tubuh. Sentuhan
terapeutik meliputi penggunaan tangan untuk secara sadar melakukan
pertukaran energi. Terdapat empat langkah dasar dalam melakukan teknik ini,
yaitu pemusatan, pengkajian, terapi, dan evaluasi. Setiap tahap umumnya

24
25

melaju kelangkah berikutnya dan proses secara keseluruhan berlangsung


sekitar 25 menit(Potter & Perry, 2006).
j. Mobilisasi
Bergerak dan berputar ditempat tidur dapat membantu mencegah
kompliksi sirkulator paru paru dan cardiovaskuler mencegah dekubitus
merangsang peristaltik dan mengurangi nyeri. Rasa nyeri yang dirasakan dari
sayatan post operasi dapat dikurangi dengan cara bergerak ditempat tidur
guna mengurangi rasa nyeri akibat ketegangan otot dan melancarkan sirkulasi
darah (Long, 1996).
Cara yang efektif untuk menghilangkan rasa nyeri seperti mengubah
posisi, melakukan tindakan ritual (melangkah, berayun-ayun, menggosok)
makan, meditasi atau mengompres bagian yang nyeri dengan kompres panas
atau dingin (Potter & Perry, 2006).
Intervensi keperawatan untuk meningkatkan pengembalian fungsi tubuh
dan menguranginyeri, pasien dianjurkan melakukan mobilisasi dini, yaitu
latihan gerak sendi, gaya berjalan,toleransi aktivitas sesuai kemampuan dan
kesejajaran tubuh. Ambulasi dini pasca laparatomidapat dilakukan sejak di
ruang pulih sadar (recovery room) dengan miring kanan/kiri danmemberikan
tindakan rentang gerak secara pasif.
Mobilisasi dini postoperasi laparatomi dapat dilakukan secara bertahap,
setelah operasi, pada 6 jam pertama pasienharus tirah baring dulu. Mobilisasi
dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan,tangan, menggerakkan
ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat
tumit,menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6-
10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan untuk
mencegah trombosis dan trombo emboli. Setelah24 jam Pasien dianjurkan
untuk dapat mulai belajar duduk. Setelah pasien dapat duduk,
dianjurkanuntuk belajar berjalan (Kasdu, 2005 dalam Rustianawati, 2013).

25
26

C. Konsep Relaksasi
1. Pengertian Relaksasi
Tekhnik relaksasi merupakan salah satu metode manajemen nyeri non
farmakologis. Relaksasiadalah upaya memberikan kebebasan mental dan
fisik dari ketegangan dan stress karena dapat mengubah persepsi kognitif dan
afektif. Tekhnik relaksasi ini membuat pasien dapat mengontrol diri ketika
terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri,stress fisik dan emosi pada saat nyeri
(Potter & Perry, 2006).
Tekhnik ini dapat dilakukan dengankepaladitopang dalamposisiberbaring
atau duduk dikursi. Halutamayang dibutuhkan dalam
pelaksanaanteknikrelaksasiadalahklien dengan posisi yang nyaman
(Posisi semi fowler),klien dengan pikiranyangberistirahat, dan
lingkunganyang tenang(Asmadi,2009).
2. Manfaat Relaksasi
Menurut Potter & Perry, (2006) manfaat relaksasi sebagai berikut :
a. Penurunan nadi, tekanan darah dan pernafasan
b. Penurunan konsumsi oksigen
c. Penurunan ketegangan otot
d. Penurunan keceptan metabolisme
e. Peningkatan kesadaran global
f. Kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan
g. Tidak ada perubahan posisi yang volunter artinya dimana peneliti tetap
mempertahan kan kenyamanan posisi pasien.
3. Macam- macam Teknik Relaksasi
Menurut Potter & perry, (2005) macam – macam relaksasi yaitu :
a. Relaksasi nafas dalam
b. Relaksasi Progresif
c. Nafas Ritmik
d. Relaksasi autogenik

26
27

4. Definisi Relaksasi Otot Progresif


Relaksasi otot progresif adalah relaksasi yang menimbulkan sensasi otot.
Relaksasi otot progresif dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri.
a. Posisi Semi Fowler
Posisisemi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana
bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan sebanyak 30 derajat.
Posisi ini dilakukan untuk mempetahankan kenyaman dan memfasilitasi
fungsi pernafasan.
b. Tujuan Mengatur PosisiSemi Fowler
Tujuanmengaturposisi pasienadalahmemberikanrasanyaman dan
rilekspadapasien, mencegah komplikasi akibat imobilitas, meningkatkan
sirkulasi, merangsang fungsi fisiologis yang normal, meringankan tegangan
pada jahitan perut.
c. Mekanisme Semi Fowler
Pasien paska operasi laparatomi sering kali tidak mampu untuk mengubah
posisi karena dibebani oleh luka paska operasi dan peralatan drainase sehingga
menyebab kan pasien immobilitas dan menyebabkan otot pada bagian
abdomen menjadi tegang dan sel otot memendek karena sel otot berkontraksi
dimana filamen tipis di kedua sisi sarkomer bergeser kearah dalam terhadap
filamen yang tebal yang menuju ke pusat pita A dan filamen tersebut
menarikgaris Z tempat filamen melekat sehingga menyebabkan sarkomer
memendek dan keseluruhan panjang otot serta serat otot pun ikut memendek.
Pada saat pasien di posisikan semi fowler otot abdomen menjadi rileks, ketika
otot relaksasi/melemas serat otot mengaktifkan kontraksi (tidak semua
kontraksi untuk memendekkan otot salah satunya kontraksi ekstentrik dimana
otot dapat memanjang) kemudian melepaskan Ca2+ yang berfungsi untuk
meningkatkan kelenturan otot, dari kantung lateral ke dalam sitosol yang
diangkut oleh molekul pembawa pompa Ca2+-ATPase yang dimiliki retikulum

27
28

sarkoplasma untuk memekatkannya di dalam kantung lateral Pelepasan Ca2+


ini menyebabkan filamen tipis terbebas dari siklus perlekatan sehingga
kembali keposisi istirahatnya dan serat otot kembali melemas/relaks
(Sherwood, 2011).
Pada keadaan rileks tersebut terjadilah perangsangan padasistem saraf,
yang mana sel saraf tersebut dapat mengeluarkan opiate peptides atau sari pati
kenikmatan, epidhipen dan penithylamin yang menekan prostaglandin.
Akibatnya, menurunkan produksi kartisol dalam darah dan menormalkan
pengeluaran hormon secukupnya. Sehingga memberikan keseimbangan emosi
dan ketenangan pikiran, yangmenyebabkan tubuh menjadi rileks atau otot-otot
perut yang tegang menjadi kendor, maka terjadilah penurunan
nyeri(Soesmalijah, 2012 dalam fitriyani 2018).
d. Prosedur MengubahPosisi
Pasienyang mengalamigangguanfungsisistemskeletal,saraf danpeningkatan
kelemahan serta kekakuan biasanya membutuhkan bantuan perawat
untuk
memperolehkesejajarantubuhyangtepatketikaselamaberadaditempattidur(Perry
&Potter, 2013).
Tabel 3. Prosedur tindakan

No Tindakan keperawatan Rasionalisasi


1. Informasikan pasien mengenai Pemahaman akan mengurangi
posisi yang akan dilakukan dan kecemasan dan merangsang
berikan penjelasan. relaksasi.
2. Berikan Posisi setengah duduk Meningkatkan kenyamanan
(Semi Fowler) dengan cara dan relaksasi.
menaikkan posisi bagian kepala
tempat tidur setinggi 30 derajat
selama 15 menit.
3. Letakkan bantal di belakang kepala. Mencegah kontraktur fleksi
servikal.
4. Letakkan bantal di belakang Menopang vertebra lumbal
punggung bawah. dan mencegah fleksi vertebra
yang berlebihan.
5. Letakkan bantal di bawah paha. Mencegah hiperekstensi lutut
dan penyumbatan arteri
poplitea akibat tekanan berat

28
29

badan.
6. Letakkan bantal di bawah Mencegah tekanan pada tumit
pergelangan kaki. terlalu lama.
(Sumber Jacob & R Tarachnand, 2014)
D. Penelitian Terkait
Menurut Penelitian Fitria dkk, fitriyani, Pristahayuningtyas, dan Sari
didapatkan hasil perbandingansebelum dan sesudah relaksasi progresif dinyatakan
signifikan(thitung = 6,481 > ttabel = 2,145 atau p = 0,000 < 0,05). Dengan adanya
relaksasi progresif terjadipenurunan skala nyeri rata-rata sebesar 2,00. Sementara
untuk mengetahui kuatnya hubunganatau pengaruh antar variabel dapat
dinyatakan mempunyai pengaruh yang kuat yaitu 0,76.sehingga dapat di
simpulkan tehnik relaksasi progresif secara efektif dapat menurunkan nyeri pada
pasienpasca operasi laparatomi. Rerata nyeri yang dirasakansebelum melakukan
teknik relaksasi otot progresif adalah 14,50 dengan kategori nyeriberat, yang
kemudian turun menjadi 5,12 dengan kategori nyeri ringan dan nilai Sign
(2tailed)p = 0,000 (p<0,05). Sehinggadisimpulkan bahwa relaksasi ototprogresif
dapat menurunkan nyeri. Dari analisa data menunjukan nilai p value 0,000 ( p
value < α = 0,5) sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh signifikan
mobilisasi terhadap intensitas nyeri. Pada hari ke 1 didapatkan nilai p value -
0,009 hari ke 2 di dapatkan p value 0,000 dan hari ke 3 di dapatkan p value 0,000
sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan rata-rata intensitas nyeri antara
kelompokeksperimen dan kelompok kontrol yang tidak melakukan ambulasi.

29
30

E. Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4. Kerangka Teori Penelitian

Laparatomi

Penatalaksanaan untuk penanganan nyeri :


Nyeri a. Farmakologi
b. Non farmakologi
1) Distraksi
2) Relaksasi
Otot pada bagian a. Relaksasi nafas dalam
abdomen menjadi b. Relaksasi otot progresif; Posisi
tegang dan sel otot semi fowler
memendek.

Otot abdomen menjadi rileks,


ketika otot relaksasi/melemas serat
otot mengaktifkan kontraksi

Melepaskan Ca2+ yang berfungsi


untuk meningkatkan kelenturan otot
Nyeri Menurun

Pelepasan Ca2+ ini menyebabkan


filamen tipis terbebas dari siklus
Menurunkan Produksi kartisol perlekatan sehingga kembali
dalam darah dan menormalkan
keposisi istirahatnya dan serat
Pengeluaran hormon secukupnya
sehingga memberi keseimbangan otot kembali melemas dan
emosi dan ketenangan pikiran memanjang

Sel saraf mengeluarkan opiat peptides


Tubuh Menjadi rileks
atau sari pati kenikmatan,epidhipendan
penithylamin yang menekan
Merangsang sistem syaraf
prostaglandin

Sumber : Modifikasi Potter & Perry, (2010)&Soesmalijah soewondo, (2012) &


Sheerwood (2011).

30
31

F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu
dengan variabel yang lain

Gambar 5. Kerangka konseppenelitian

Nyeri Sesudah
Nyeri Sebelum
pemberian
Pasca operasi
Pasca operasi posisi semi
setelah pemberian
Sebelumdiberikan fowler
posisi semi fowler
posisi semi fowler

Nyeri Sebelum pemberian Nyeri Sesudah

Pasca operasi posisi kepala Pasca operasi


Sebelum diberikan tempattidur setelah pemberian
posisi kepala tempat dinaikkan 5 posisi kepala
tidur dinaikkan 5 derajat tempattidur
derajat dinaikkan 5 derajat

31

Anda mungkin juga menyukai