Anda di halaman 1dari 5

Nama : Silaturahmi Widaputri

NPM : 1714051010
Prodi : THP

Proses Pembuatan Gula Kristal Putih

Bahan baku pembuatan gula putih adalah nira atau cairan yang mengandung
sukrosa tinggi. Salah satu sumber nira adalah nira tebu. Tebu (Saccharum
officinarum L) umumnya tumbuh di daerah tropis maupun subtropis yang
memiliki perbedaan musim yang tegas (antara musim kemarau dan musim hujan).
Berikut adalah proses pembuatan gula kristal putih yang berasal dari nira tebu

 Pemanenan Tebu
Tebu umumnya terdiri atas 3 jenis masa masak tebu, yaitu tebu masak awal (10-
11 bulan), tebu masak sedang (12-14 bulan) dan tebu masak akhir (>14 bulan).
Akan tetapi, analisis kemasakan tebu umumnya dilakukan pada saat berumur 8-9
bulan setiap 2 minggu sekali hingga tebu berumur 10-11,5 bulan. Sebelum tebu di
panen dilakukan perlakuan untuk membersihkan trash yaitu dapat melalui
pembersihan secara manual maupun melalui proses pembakaran. Masing –
masing cara ini memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu bila menggunakan cara
manual tebu yang dihasilkan akan lebih segar atau kandungan sukrosa yang hilang
tidak tinggi, akan tetapi masih banyak trash yang tertinggal dan produktivitas
tenaga kerja sedikit. Sebaliknya, bila melalui proses pembakaran maka tebu
menjadi tidak segar karena adanya panas mempercepat proses invertase. Selain
itu, dapat terbentuk senyawa dextran yang mampu menyulitkan nira untuk
terbentuk menjadi kristal. Akan tetapi, kelebihan dari cara ini adalah trash rendah
dan efisiensi penebangan dan pengangkutan tinggi.

Pemanenan tebu terdiri atas dua buah cara yaitu dengan cara manual dan cara
mekanis. Pemanenan tebu secara manual dilakukan dengan cara tebu dipotong
diatas permukaan tanah dan dipotong pucuknya. Sedangkan, penebangan tebu
secara mekanis dilakukan dengan mesin tebang (harvester cane) yaitu mesin yang
terdiri atas 2 jenis yaitu tebu mula-mula dipotong hingga permukaan, dibersihkan
dari trash dan dipotong menjadi ukuran – ukuran kecil (30-40 cm), lalu
ditampung pada mesin penampung dan dibawa ke pabrik.

 Pencucian Tebu dan Penghancuran Tebu


Setelah sampai ke pabrik, tebu dimasukkan ke dalam ‘receiving table’ kemudian
diletakkan pada conveyor belt dan dibawa ke area pencucian yang berupa
pengaliran dengan air bersih. Proses ini bertujuan untuk membersihkan kotoran –
kotoran yang masih tersisa pada tebu yang akan diolah pada proses selanjutnya.
Setelah dicuci, tebu dihancurkan dengan menggunakan mesin ‘crasher’ yang
kemudian dibawa melalui conveyor belt menuju proses pemerahan nira.

 Pemerahan Nira
Tebu yang telah melalui proses penghancuran selanjutnya diperah menggunakan
sistem penggilingan. Sesuai dengan video yang telah ditayangkan, tebu yang telah
dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam miller atau alat pengepres yang
terdiri atas 5 mesin milling atau pengepres secara berturut-turut dan diantaranya
terdapat conveyor belt untuk membawa ampas dari satu unit gilingan ke unit
gilingan berikutnya. Banyaknya mesin milling ini bertujuan untuk
mengoptimalkan ekstraksi nira yang ada di dalam tebu, sehingga residu yang
tertinggal hanya sedikit. Dalam proses pemerahan nira secara umum, terdapat dua
jenis sistem pemerahan yaitu sistem diffuser dan penggilingan. Sistem diffuser ini
menggunakan prinsip perbedaan tekanan osmosis antara sel tebu dengan air
perendam. Akan tetapi, pemerahan dengan diffuser ini hanya ada 2 di Indonesia
yaitu di Bunga Mayang dan Kebon Agung. Selain itu, metode pemerahan nira
yang umum digunakan adalah metode penggilingan.

 Analisis Laboratorium Nira


Nira yang telah didapat kemudian diambil sampel ke dalam laboratorium untuk di
analisis kejernihan dan konsentrasi gula (sukrosa). Analisis konsentrasi gula
(sukrosa) menggunakan suatu alat yang disebut polarimeter. Pengukuran ini
bertujuan untuk mengetahui derajat polarisasi sukrosa. Setelah melalui analisis
laboratorium, maka nira melalui proses pemurnian.

 Pemurnian dan Penjernihan Nira


Pemurnian nira diawali dengan pengaliran nira ke dalam tower setinggi 10 meter
yang dialiri dengan gas SO2 atau proses ini dikenal dengan sulfitasi. Metode ini
bertujuan sebagai ‘bleaching’ dari nira karena akan membantu menghilangkan
komponen bukan gula dari nira serta membantu untuk mengontrol pH nira.
Setelah melalui proses sulfitasi, dilanjutkan dengan membuat larutan kapur
Ca(OH)2 dalam agitator yang disebut dengan alkalisasi yang berlangsung selama 6
jam. Proses ini membantu dalam proses penjernihan nira serta mengatur pH nira,
yang dalam proses ini terjadi perubahan warna nira dari coklat menjadi kuning.
Secara umum terdapat metode pemurnian selain sulfitasi, yaitu defikasi dengan
menggunakan kapur, dan karbonatasi dengan menggunakan gas CO2. Namun dari
keseluruhan, metode pemurnian yang umum dan sering digunakan adalah metode
sulfitasi yaitu dengan penambahan gas SO2 lalu dibantu dengan penambahan
larutan kapur Ca(OH)2.

Nira yang sudah melalui proses penjernihan berikutnya, memasuki ‘clarifier tank’
atau tangki penjernihan. Proses ini membutuhkan waktu selama 2 jam untuk nira
mengalami ‘settled’ dan bagian yang bukan komponen sukrosa (sludge)
mengendap. Hasil yang diperoleh pada proses ini adalah pengendapan sludge di
bagian bawah dan terpisah dengan nira jernih yang terletak di bagian atas.
Kemudian, dari tangki penjernihan dihasilkan residu yang disebut ‘mud’ (lumpur)
dan juga bagasse. Lumpur yang dihasilkan akan digunakan kembali sebagai
pupuk atau fertilizer, sedangkan bagasse yang dihasilkan akan dibakar menjadi
fuels atau bahan bakar.

 Penguapan Nira (Evaporasi)


Nira yang berasal dari tangki penjernihan selanjutnya dialirkan untuk diuapkan di
dalam evaporator berseri atau sering disebut multiple effect evaporator. Prinsip
proses evaporasi ini adalah menguapkan air yang ada dalam nira sehingga
membentuk nira pekat sebagai larutan hampir jenuh. Proses ini mengubah
konsentrasi gula dari 15% hingga 60%. Setelah di evaporasi, nira pekat kembali
dimasukkan ke dalam tangki penjernih dengan kapasitas 15 ton. Proses ini
bertujuan untuk memisahkan kembali komponen – komponen bukan gula yang
dibantu dengan ‘rotating paddle’ untuk menghilangkan endapan di permukaan
nira pada tangki dan terbentuk produk berupa sirup gula berwarna coklat tua.

 Kristalisasi Gula
Tujuan utama kristalisasi adalah untuk mendapatkan atau mengeluarkan gula
sebanyak mungkin dari nira kental dengan cara yang praktis dan ekonomis. Proses
ini diawali dengan pembuatan sirup berwarna putih yaitu sukrosa kristal yang
disuspensikan dalam alkohol berfungsi sebagai bibit kristal. Kemudian, sirup ini
ditambahkan ke dalam nira pekat dan dimasak di dalam ‘vacuum pan’ membentuk
kristal gula. Selama proses pemasakan ini, petugas secara teratur mengecek
pembentukan ukuran kristal dengan cara mengambil nira kental yang dioleskan
pada sebuah kaca atau plat bening hingga terbentuk ‘thick’ kristal yang disebut
dengan ‘massecuite’ atau campuran dari gula kristal dan molases (tetes tebu).
Kemudian, dilanjutkan dengan proses sentrifugasi dengan kecepatan 1200 rpm
untuk membentuk kristal gula dan memisahkannya dengan molases. Kristal gula
yang terbentuk kemudian dicuci dengan air (spray) hingga bersih.

 Pengeringan dan Pengemasan Gula


Gula kristal dibawa dengan conveyor belt menuju pengering ‘large dryer’ atau
‘rotary drum drier’ yang berbentuk putaran dengan kecepatan 8-10 rpm.
Pengering ini di dalamnya mengalirkan udara panas sehingga menurunkan RH
gula hingga 0.02% sesuai dengan standar gula. Kemudian, gula kristal ini dikemas
dalam karung putih berukuran besar dengan kapasitas 1000 kg. Kemudian, karung
besar ini diangkat dengan menggunakan ‘hoist crane’ dengan kapasitas 3000 kg
menuju area pengemasan. Karung besar ini dibuka dan dimasukkan ke
penampungan untuk dikemas dengan kemasan yang lebih kecil. Lalu, kemasan
kecil diisi dengan berat 2 kg dan kemudian di sealed. Setiap harinya, pabrik gula
ini mengemas 200.000 kg gula dalam kemasan 2 kg. Jika dihitung secara
keseluruhan maka pabrik ini memproduksi 400.000 kg gula kristal putih setiap
harinya.

Anda mungkin juga menyukai