Anda di halaman 1dari 15

MANAJEMEN NYERI

Seorang pasien yang sedang mengalami nyeri umumnya berharap kepada perawat agar rasa nyeri
yang sedang dialaminya dapat segera menghilang atau berkurang, mereka membutuhkan
keadaan terbebas dari nyeri- pain relief. Tetapi bagi perawat, memenuhi permintaan tersebut
bukanlah pekerjaan yang mudah. Setiap orang memiliki persepsi yang sangat berbeda dengan
orang lain terhadap nyeri yang mungkin sedang dialami. Perbedaan inilah yang mendorong
perawat untuk meningkatkan kemampuan dalam menyediakan peningkatan rasa nyaman bagi
klien dan mengatasi rasa nyeri. Hal yang sangat mendasar bagi perawat dalam melaksanakannya
adalah kepercayaan perawat bahwa rasa nyeri yang dialami oleh kliennya adalah sungguh nyata
terjadi, kesediaan perawat untuk terlibat dalam menghadapi pengalaman nyeri yang dialami oleh
klien dan kompetensi untuk terus mengembangkan upaya-upaya mengatasi nyeri atau pain
management.

Rasa nyeri telah diidentifikasi sebagai alasan utama seseorang mencari pertolongan kepada
petugas kesehatan dan mengkonsumsi obat-obatan. Sebuah studi komprehensif yang dilakukan
oleh Donovan pada tahun 1995 mengungkapkan bahwa banyak orang mengalami nyeri selama
beberapa tahun terakhir, rasa nyeri tersebut antara lain; nyeri kepala, nyeri punggung, dan nyeri
sendi dengan frekuensi terbesar.

Strategi keperawatan utama yang spesifik dalam meningkatkan rasa nyaman bagi pasien yang
sedang mengalami nyeri, bersifat non farmakologi. Sebagaimana diketahui bahwa perawat tidak
memiliki wewenang untuk memberikan resep obat-obatan (intervensi farmakologikal)
penghilang nyeri kepada pasien. Tindakan mengatasi nyeri – pain management, yang dapat
dilakukan oleh perawat sebagai penyedia asuhan keperawatan antara lain:

DEFINISI

Nyeri

The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai “an
unpleasant sensory and emotional experience which we primarily associate with tissue damage
or describe in terms of such damage, or both.” Definisi ini menyatakan bahwa nyeri merupakan
phenomena kombinasi dari aspek sensory, emosional, dan kognitif dan eksistensi dari keadaan
pathology fisik tidaklah mutlak muncul pada pasien yang sedang mengalami nyeri.  (The IASP,
dalam Parrot,2002)

Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat individual. Walaupun demikian
nyeri dapat pula diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori
maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau factor lain,
sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-
hari, psikis dan lain-lain

Managemen Nyeri (Pain Management)

Managemen nyeri atau Pain management adalah salah satu bagian dari displin ilmu medis yang
berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief. Management nyeri ini
menggunakan pendekatan multidisiplin yang didalamnya termasuk pendekatan farmakologikal
(termasuk pain modifiers), non farmakologikal dan psikologikal.

Managemen Nyeri Non Farmakologikal

Merupakan upaya-upaya mengatasi atau menghilangkan nyeri dengan menggunakan pendekatan


non farmakologi. Upaya-upaya tersebut antara lain distraksi, relaksasi, massage dan lain
sebagainya.

ETIOLOGI NYERI

Penyebab nyeri dapat diklasifikasi kedalam dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan
dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab adalah trauma
(mekanik, thermal, kimiawi maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah
dan lain-lain.

Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan
akibat benturan, gesekan ataupun luka.
Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas atau dingin.

Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.

Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri.

Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan yang
mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan atau metastase.

Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya
peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nyeri yang
disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.

Nyeri yang disebabkan oleh factor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena
penyebab organic, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri
karena factor ini disebut pula psychogenic pain.

KLASIFIKASI NYERI

Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat
ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.

a. Nyeri berdasarkan tempatnya;

1)      Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada mukosa,
kulit.

2)      Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada
organ-organ tubuh visceral.

3)     Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam
tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4)     Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system saraf pusat, spinal
cord, batang otak, thalamus dan lain-lain.

b. Nyeri berdasarkan sifatnya;

1)      Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.

2)      Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama.

3)    Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut biasanya menetap sekitar 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

c. Nyeri berdasarkan berat-ringannya;

1)      Nyeri rendah , yaitu nyeri dengan intensitas rendah

2)      Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.

3)     Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.

d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan;

1)      Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir kurang dari
enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat
dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.

2)      Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini polanya
beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

PATOFISIOLOGI NYERI

Berdasarkan karakteristik klinis yang muncul, timbul banyak opini mengenai jenis-jenis
mekanisme terjadinya nyeri. Sebuah klasifikasi berdasarkan patofisiologi, membagi secara luas
sindrom nyeri, yaitu  nociceptive, neuropathic, psychogenic, campuran atau idiopathic.
Nociceptive Pain

Secara klinis, sensasi nyeri dikatakan “nociceptive” jika nyeri tersebut secara langsung berkaitan
dengan derajat kerusakan jaringan.  Nyeri nociceptive yang terjadi diasumsikan sebagai hasil
dari aktivasi normal system nociceptive oleh noxious stimuli. Nociception terdiri dari empat
proses : transduction, transmission, modulation dan perception.

Somatosensory secara normal memproses kerusakan jaringan yang didalam prosesnya terjadi
interaksi antara system saraf afferent dan inflamasi yang menyertai.

Nociceptors (serabut delta A dan C) termasuk didalam System afferent primer, adalah  saraf
efferent dengan diameter kecil dan merespon kepada noxious stimuli dan dapat ditemukan
dikulit, otot, sendi dan jaringan visceral tubuh. Noxious stimuli yang dimaksud adalah
Bradikinin, Prostaglandin dan substansi/zat P.

Bradikinin. Merupakan vasodilator kuat yang meningkatkan permeabilitas kapiler dan


mengkonstriksi otot halus. Zat ini mempunyai peran penting dalam proses kimia dari nyeri, baik
ditempat sebuah luka terjadi bahkan sebelum impuls yang dikirim sampai keotak. Zat ini
merangsang pelepasan Histamin dan bersamaan dengan histamine menyebabkan kemerahan,
bengkak dan nyeri biasanya akan lebih diperhatikan bila timbul peradangan.

Prostaglandin. Merupakan zat yang menyerupai hormone yang mengirim stimuli nyeri
tambahan ke system saraf pusat.

Substansi/zat P. Merupakan zat yang dipercaya bertindak sebagai stimulant dilokasi reseptor
nyeri  dan mungkin juga terlibat dalam respon inflamasi (peradangan) di jaringan local  (Fuller &
Schaller-Ayers,1990 dalam Taylor, 1993)

Proses nociceptive dimulai dengan aktivasi receptor-receptor spesifik ini, yang mengarah ke
transduksi; sebuah proses yang menyebabkan terjadinya depolarisasi saraf peripheral akibat
terpajannya saraf dengan stimulus yang tepat.

Setelah depolarisasi terjadi, transmisi dari informasi berlanjut ke akson disepanjang medulla
spinalis menuju otak. Kemudian terjadilah proses perubahan bentuk sinyal (modulasi) terhadap
input disetiap tingkatan neuroaksis. Perubahan  ini melibatkan aktiivitas saraf afferent dan
efferent, dan terjadi di bagian dorsal horn dari medulla spinalis. Informasi yang sampai
dihipothalamus dan struktur otak lain kemudian dikenali sebagai rasa nyeri. Proses ini disebut
perception.

HAMBATAN DALAM MEMBERIKAN MANAJEMEN NYERI YANG TEPAT

Menurut Blumenfield (2003), secara garis besar ada 2 hambatan dalam manajemen nyeri yaitu :
1. Ketakutan akan timbulnya adiksi
Seringkali pasien, keluarga, bahkan tenaga kesehatanpun mempunyai asumsi akan terjadinya
adiksi terhadap penggunaan analgetik bagi pasien yang mengalami nyeri, adiksi sering
persepsikan sama dengan pengertian toleransi dan ketergantungan fisik.
Ketergantungan fisik adalah munculnya sindrom putus zat akibat penurunan dosis zat psikoaktif
atau penghentian zat psikoaktif secara mendadak. Toleransi adalah kebutuhan untuk terus
meningkatkan dosis zat psikoaktif guna mendapatkan efek yang sama, sedangkan adiksi adalah
suatu perilaku yang merujuk kepada penggunaan yang berulang dari suatu zat psikoaktif,
meskipun telah diketahui adanya efek yang merugikan.
Ketakutan tersebut akan lebih nyata pada pasien atau keluarga dengan riwayat penyalahgunaan
alkohol atau zat psikoaktif lainnya, mereka biasanya takut untuk mendapatkan pengobatan nyeri
dengan menggunakan analgetik apalagi bila obat itu merupakan golongan narkotika. Hal ini
salah satunya disebabkan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan mengenai hal itu,
sebagai bagian dari tim yang terlibat dalam pelayanan kesehatan perawat semestinya mempunyai
kapasitas yang cukup hal tersebut diatas.

2. Pengetahuan yang tidak adekuat dalam manajemen nyeri


Pengetahuan yang tidak memadai tentang manajemen nyeri merupakan alasan yang paling
umum yang memicu terjadinya manjemen nyeri yang tidak memadai tersebut, untuk itu
perbaikan kualitas pendidikan sangat diperlukan sehingga tercipta tenaga kesehatan yang handal,
salah satu terobosan yang sudah dilakukan adalah dengan masuknya topik nyeri dalam modul
PBL dalam pendidikan keperawatan, hal ini diharapkan dapat menjadi percepatan dalam
pendidikan profesi keperawatan menuju kepada perawat yang profesional.
Dalam penanganan nyeri, pengkajian merupakan hal yang mendasar yang menentukan dalam
kualitas penanganan nyeri, pengkajian yang terus menerus harus dilakukan baik pada saat awal
mulai teridentifikasi nyeri sampai saat setelah intervensi, mengingat nyeri adalah suatu proses
yang bersifat dinamik, sehingga perlu dinilai secara berulang-ulang dan berkesinambungan. Ada
beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk menilai nyeri yaitu Simple Descriptive Pain
Distress Scale, Visual Analog Scale (VAS), Pain Relief Visual Analog Scale, Percent Relief
Scale serta 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale , diantara kelima metode tersebut diatas 0 – 10
Numeric Pain Distress Scale yang paling sering digunakan, dimana pasien diminta untuk
“merating” rasa nyeri tersebut berdasarkan skala penilaian numerik mulai angka 0 yang berarti
tidak da nyeri sampai angka 10 yang berarti puncak dari rasa nyeri, sedangkan 5 adalah nyeri
yang dirasakan sudah bertaraf sedang.

PENANGANAN NYERI
1. Manajemen nyeri non farmakologik.
Pendekatan non farmakologik biasanya menggunakan terapi perilaku (hipnotis, biofeedback),
pelemas otot/relaksasi,akupuntur, terapi kognitif (distraksi), restrukturisasi kognisi, imajinasi dan
terapi fisik.
Nyeri bukan hanya unik karena sangat berbeda satu dengan yang lainnya mengingat sifatnya
yang individual, termasuk dalam penanganannya pun kita seringkali menemukan keunikan
tersebut, baik itu yang memang dapat kita terima dengan kajian logika maupun yang sama sekali
tidak bisa kita nalar walaupun kita telah berusaha memaksakan untuk menalarkannya.

Hal tersebut jelas menggambarkan bahwa kadang-kadang, nyeri itu dapat diselesaikan tanpa
dengan medikasi sama sekali, berikut ini adalah faktor-faktor yang mungkin dapat menerangkan
mengapa nyeri tidak mendapatkan medikasi sama sekali:

a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan staf medis


Petugas kesehatan (dokter, perawat, dsb) seringkali cenderung berpikiran bahwa pasien
seharusnya dapat menahan terlebih dahulu nyerinya selama yang mereka bisa, sebelum meminta
obat atau penangannya, hal ini mungkin dapat dibenarkan ketika kita telah mengetahui dengan
pasti bahwa nyeri itu adalah nyeri ringan, dan itupun harus kita evaluasi secara komprehensif,
karena bisa saja nyeri itu menjadi nyeri sedang atau bahkan nyeri yang berat, apakah kondisi
seperti ini dapat terus dibiarkan tanpa penanganan? Apakah ketakutan untuk terjadinya adiksi
apabila mendapatkan analgetik dapat menyelesaikan masalah ?

b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien


Pasien adalah manusia yang mempunyai kemampuan adaptif, yang dipengaruhi oleh faktor
biologis, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.
Ketika pasien masuk ke dunia rumah sakit sebenarnya ia telah “siap” untuk menerima aturan dan
konsekuensi di dunia tersebut, sehingga kadang-kadang, karena “takut” dianggap tidak
menyenangkan oleh “petugas” atau biar dapat menyenangkan dimata “petugas” maka ia akan
“menahan” informasi yang menyatakan bahwa ia sekarang sedang mengalami nyeri, atau karena
kondisi fisiknya yang menyebabkan ia tidak mampu untuk mengatakan bahwa ia nyeri, pada
kondisi CKB misalnya.
Pada beberapa kasus seringkali nyeri ini juga merupakan suatu cara agar ia mendapatkan
perhatian yang lebih dari petugas kesehatan, apalagi apabila ia merasa sudah melakukan apa
yang menjadi kewajibannya sebagai seorang pasien, pada kondisi ini mungkin ada perbedaan
yang mencolok antara pasien kelas III dengan pasien yang di rawat di VVIP pada kondisi jeis
nyeri yang sama.

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sistem


Sebagian pasien di rumah sakit adalah pasien dengan asuransi, yang telah mempunyai standart
tertentu di dalam paket pelayanan mereka, terkadang pasien membutuhkan obat yang tidak
termasuk dalam paket yang telah ditentukan, sehingga ia harus mengeluarkan dana ekstra untuk
itu, ceritanya menjadi lain ketika ia tidak mempunyai dana ekstra yang dibutuhkan.

2. Manajemen nyeri dengan pendekatan farmakologik


Ada tiga kelompok utama obat yang digunakan untuk menangani rasa nyeri :
a. Analgetika golongan non narkotika
b. Analgetika golongan narkotika
c. Adjuvan

3. Prosedur invasif
Prosedur invasif yang biasanya dilakukan adalah dengan memasukan opioid ke dalam ruang
epidural atau subarakhnoid melalui intraspinal, cra ini dapat memberikan efek analgesik yang
kuat tetapi dosisnya lebih sedikit. Prosedur invasif yang lain adalah blok saraf, stimulasi spinal,
pembedahan (rhizotomy, cordotomy) teknik stimulasi, stimulasi columna dorsalis.

NON PHARMACOLOGICAL PAIN MANAGEMENT

Distraksi

Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian klien dari nyeri.
Teknik distraksi yang dapat dilakukan adalah:

a)     Melakukan hal yang sangat disukai, seperti membaca buku, melukis, menggambar dan
sebagainya, dengan tidak meningkatkan stimuli pada bagian tubuh yang dirasa nyeri.

b)     Melakukan kompres hangat pada bagian tubuh yang dirasakan nyeri.

c)      Bernapas lembut dan berirama secara teratur.

d)     Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya.

Therapy musik.

Therapy musik adalah proses interpersonal yang digunakan untuk mempengaruhi keadaan fisik,
emosional, mental, estetik dan spiritual, untuk membantu  klien meningkatkan atau
mempertahankan kesehatannya.

Therapy musik digunakan oleh individu dari bermacam rentang usia dan dengan beragam
kondisi; gangguan kejiwaan, masalah kesehatan, kecacatan fisik, kerusakan sensorik, gangguan
perkembangan, penyalahgunaan zat, masalah interpersonal dan penuaan. Therapy ini juga
digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, membangun rasa percaya diri, mengurangi
stress, mendukung latihan fisik dan memfasilitasi berbagai macam aktivitas yang berkaitan
dengan kesehatan.

Massage atau pijatan

Merupakan manipulasi yang dilakukan pada jaringan lunak yang bertujuan untuk mengatasi
masalah fisik, fungsional atau terkadang psikologi.

Pijatan dilakukan dengan penekanan terhadap jaringan lunak baik secara terstruktur ataupun
tidak, gerakan-gerakan atau getaran, dilakukan menggunakan bantuan media ataupun tidak.

Beberapa teknik massage yang dapat dilakukan untuk distraksi adalah sebagai berikut;

a)     Remasan. Usap otot bahu dan remas secara bersamaan.

b)     Selang-seling tangan. Memijat punggung dengan tekanan pendek, cepat dan bergantian
tangan.

c)      Gesekan. Memijat punggung dengan ibu jari, gerakannya memutar sepanjang tulang
punggung dari sacrum ke bahu.

d)     Eflurasi. Memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan lebih halus dengan gerakan ke
atas untuk membantu aliran balik vena.

e)     Petriasi. Menekan punggung secara horizontal. Pindah tangan anda dengan arah yang
berlawanan, menggunakan gerakan meremas.

f)     Tekanan menyikat. Secara halus, tekan punggung dengan ujung-ujung jari untuk mengakhiri
pijatan.

Guided Imaginary
Yaitu upaya yang dilakukan untuk mengalihkan persepsi rasa nyeri  dengan mendorong pasien
untuk mengkhayal dengan bimbingan. Tekniknya sebagai berikut:

a)     Atur posisi yang nyaman pada klien.

b)     Dengan suara yang lembut, mintakan klien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan
atau pengalaman yang membantu penggunaan semua indra.

c)      Mintakan klien untuk tetap berfokus pada bayangan yang menyenangkan sambil
merelaksasikan tubuhnya.

d)     Bila klien tampak relaks, perawat tidak perlu bicara lagi.

e)     Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah, atau tidak nyaman, perawat harus
menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika klien siap.

Relaksasi

Teknik relaksasi didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang
merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan
ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring
atau duduk dikursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien
dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang.
Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya adalah relaksasi autogenic. Relaksasi ini mudah
dilakukan dan tidak berisiko.

Ketika melakukan relaksasi autogenic, seseorang membayangkan dirinya berada didalam


keadaan damai dan tenang, berfokus pada pengaturan napas dan detakan jantung. Langkah-
langkah latihan relaksasi autogenic adalah sebagai berikut:

a)     Persiapan sebelum memulai latihan

1)      Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam.

2)      Atur napas hingga napas menjadi lebih teratur.


3)     Tarik napas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan sambil katakan dalam hati
‘saya damai dan tenang’.

b)     Langkah 1 : merasakan berat

1)      Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa berat. Selanjutnya,
secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan terasa kendur, ringan, sehingga terasa sangat
ringan sekali sambil katakan ‘saya merasa damai dan tenang sepenuhnya’.

2)      Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan kaki.

c)     Langkah 2 : merasakan kehangatan

1)      Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa hangatnya aliran darah,
seperti merasakan minuman yang hangat, sambil mengatakan dalam diri ‘saya merasa senang
dan hangat’.

2)      Ulangi enam kali.

3)     Katakan dalam hati ‘saya merasa damai, tenang’.

d)     Langkah 3 : merasakan denyut jantung

1)      Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.

2)      Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang. Sambil katakana
‘jantungnya berdenyut dengan teratur dan tenang’.

3)     Ulangi enam kali.

4)     Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.

e)     Langkah 4 : latihan pernapasan


1)      Posisi kedua tangan tidak berubah.

2)      Katakan dalam diri ‘napasku longgar dan tenang’

3)     Ulangi enam kali.

4)     Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.

f)       Langkah 5 : latihan abdomen

1)       Posisi kedua tangan tidak berubah. Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan
teratur dan terasa hangat.

2)      Katakan dalam diri ‘darah yang mengalir dalam perutku terasa hangat’.

3)     Ulangi enam kali.

4)     Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.

g)     Langkah 6 : latihan kepala

1)      Kedua tangan kembali pada posisi awal.

2)      Katakan dalam hati ‘kepala saya terasa benar-benar dingin’

3)     Ulangi enam kali.

4)     Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.

h)     Langkah 7 : akhir latihan

Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan (mengepalkan) lengan bersamaan


dengan napas dalam, lalu buang napas pelan-pelan sambil membuka mata.

Akupuntur
Akupuntur adalah tehnik pengobatan tradisional yang berasal dari Cina untuk memblok chi
dengan menggunakan jarum dan menusukkannya ke titik-titik tubuh tertentu yang bertujuan
untuk menciptakan keseimbangan yin dan yang.

KESIMPULAN

Setiap individu membutuhkan rasa nyaman. Kebutuhan rasa nyaman ini dipersepsikan berbeda
pada tiap orang. Dalam konteks asuhan keperawatan, perawat harus memperhatikan dan
memenuhi rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman yang dialami oleh klien diatasi oleh perawat
melalui intervensi keperawatan.

Intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah nyeri berupa non farmacological pain
management antara lain distraksi, relaksasi dan guided imaginary. Selain itu terdapat pula
beberapa therapy non farmakologi yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri seperti misalnya
akupuntur oleh akupunturist, therapy music, pijatan, dan guided imaginary yang dilakukan oleh
seseorang yang ahli dibidangnya dan disebut sebagai therapist.

REFERENSI

Baresford, Larry.1998. A piece of pain Relief. Chicago.Hospital and Health Network.

Hilton. A.P.2004.Fundamental Nursing Skills. USA: Whurr Publisher Ltd

Khalsa,Singh M.D., Cameron Stauth.2004.

A Journey down the Pain Pathway ;


The Pain Cure : The Proven Medical Program that Helps End Your Chronic Pain.

Kozier,et.al.2004.  Fundamentals of nursing ; concepts, process and practice Seventh  edition.


United States: Pearson Prentice Hall
Parrott T.2002. Pain Management in Primary-Care Medical Practice. In: Tollison CD,
Satterthwaithe JR, Tollison JW, eds. Practical Pain Management. 3rd ed. Philadelphia, PA:
Lippincott Williams & Wilkins

Potter, P.A & Perry, A.G.(1993). Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice.
Third edition. St.Louis: Mosby Year Book

Taylor, Lilis & LeMone.(1993). Fundamental of Nursing; the art and science of nursing care.
Third edition. Philadelphia: Lippincot-Raven Publication

Anda mungkin juga menyukai