Anda di halaman 1dari 51

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK

DAUN PEDADA (Sonneratia caseolaris) BERDASARKAN


LETAK DAUN PADA RANTING

CAROLLYNE CAREPANY

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Daun Pedada (Sonneratia caseolaris) berdasarkan Letak Daun pada
Ranting adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2019

Carollyne Carepany
NIM C34140052

__________________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK
CAROLLYNE CAREPANY. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Pedada
(Sonneratia caseolaris) berdasarkan Letak Daun pada Ranting. Dibimbing oleh
AGOES MARDIONO JACOEB dan NURJANAH.

Pedada (Sonneratia caseolaris) merupakan tanaman mangrove yang


memilik potensi sebagai sumber antioksidan alami. Tujuan penelitian ini adalah
menentukan komposisi kimia, komponen bioaktif, dan pengaruh letak daun pada
ranting terhadap aktivitas antioksidan daun pedada menggunakan metode analisis
DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl) dan Cupric Ion Reducing Antioxidant
Capacity (CUPRAC). Daun pedada diekstraksi secara maserasi menggunakan
pelarut etanol 70%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun pedada memiliki
komponen aktif golongan flavonoid, tannin, saponin, dan fenol hidroquinon.
Letak daun mempengaruhi kadar total fenol dan aktivitas antioksidan ekstrak daun
pedada. Daun yang menghasilkan total fenol dan aktivitas antioksidan tertinggi
terdapat pada ekstrak daun pedada dalam kondisi masih muda yaitu daun yang
terletak pada ranting nomor 1 - 3 setelah pucuk daun. Total fenol ekstrak daun
pedada muda adalah 287.65 mgGAE/g dengan rendemen 5.14%. Aktivitas
antioksidan DPPH dan CUPRAC yang tertinggi pada ekstrak daun pedada muda
yaitu 22.13 ppm (tergolong sangat kuat) dan 73.96 mg asam askorbat/gr ekstrak.

Kata kunci: Antioksidan, Sonneratia caseolaris, total fenol

ABSTRACT
CAROLLYNE CAREPANY. Antioxidant Activity of Pedada Leaf Extract
(Sonneratia caseolaris) based on the Leaf Position on the Branch. Suvervised by
AGOES MARDIONO JACOEB and NURJANAH.

Pedada (Sonneratia caseolaris) is a mangrove plant that has the potential


as a source of natural antioxidants. The purpose of this was to determine the
chemical composition, bioactive components, and the effect of leaf position on
total phenol and antioxidant activity using the DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhidrazyl) and Cupric Ion Reducing Antioxidant Capacity (CUPRAC)
analysis methods. Pedada leafs were extracted by maceration using ethanol
solvents. The results showed that pedada leafs had an active component of
flavonoids, tannins, saponins, and phenols hydroquinone. The position of leaf
affected the total levels of phenol and antioxidant activity of pedada leaf extract.
The leafs that product the highest phenol and the highest antioxidant activity are
found in pedada leaf extract in a young condition, that leafs were located in the
number 1 - 3 branches after the leaf shoots. Total phenol of young pedada leaf
extract was 287.65 mg GAE / g with a yield of 5.14%. The highest DPPH and
CUPRAC antioxidant activity in young leaf extract was 22.13 ppm (classified as
very strong) and 73.96 mg ascorbic acid / g extract.

Keywords: Antioxidant, Sonneratia caseolaris, total phenol


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2019
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang menguntip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan penguntipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis


dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK
DAUN PEDADA (Sonneratia caseolaris) BERDASARKAN
LETAK DAUN PADA RANTING

CAROLLYNE CAREPANY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan Salam selalu tercurah limpah kepada
Rasulullah SAW beserta keluarganya, sahabatnya, dan umatnya hingga akhir
zaman. Doa dan harapan penulis agar Allah SWT. selalu meridhoi segala aktivitas
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Daun Pedada (Sonneratia caseolaris) berdasarkan Letak
Daun pada Ranting”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain kepada:
1 Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol selaku dosen pembimbing
pertama, atas segala bimbingan, motivasi dan pengarahan yang telah
diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi.
2 Prof Dr Ir Nurjanah, MS selaku dosen pembimbing kedua, atas segala
bimbingan, motivasi dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis
selama penyusunan skripsi.
3 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Komisi Pendidikan Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
4 Dr Eng Safrina Dyah Hardiningtyas, SPi, Msi selaku dosen penguji atas
segala bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis.
5 Dr Desniar, Sp, Msi selaku dosen gugus kendali mutu atas segala bimbingan
dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis.
6 Dr Eng Uju, SPi, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
7 Kedua orang tua, ayah (Zaylani), ibu (Maimunah), kakak (Carolla Carepany),
dan Rynaldo Setiawan yang selalu memberikan doa, dukungan dan
pengorbanan baik secara moril maupun materil selama menempuh pendidikan
di IPB.
8 Rekan penelitian, teman-teman THP 51, serta teman-teman yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan, dan
motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan.

Bogor, Maret 2019

Carollyne Carepany
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR . vii
DAFTAR LAMPIRAN .. viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 2
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Bahan dan Alat 3
Prosedur Penelitian 4
Prosedur Analisis 4
Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Morfometrik Daun Pedada 11
Histologi Daun Pedada 11
Komposisi Kimia Daun Pedada 11
Rendemen Ekstrak Daun Pedada 14
Komponen Aktif Ekstrak Daun Pedada 15
Kadar Total Fenol Ekstrak Daun Pedada 17
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Pedada 18
SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 27
RIWAYAT HIDUP 33

DAFTAR TABEL

1 Morfometrik daun pedada 10


2 Komposisi kimia daun pedada 13
3 Rendemen ekstrak daun pedada 15
4 Komponen aktif ekstrak daun pedada 16
5 Kadar total fenol ekstrak daun pedada 17
6 Aktivitas antioksidan ekstrak daun pedada 18
DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 4


2 Pengukuran morfometrik daun pedada 10
3 Jaringan daun pedada muda 12
4 Jaringan daun pedada tua 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi penelitian 29
2 Contoh perhitungan 30
3 Kurva standar 31
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Potensi sumberdaya alam di Indonesia banyak yang belum dimanfaatkan


secara keseluruhan, salah satunya adalah tanaman mangrove. Wilayah kepulauan
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia
merupakan kawasan yang sangat baik bagi perkembangan komunitas mangrove.
Giri et al. (2011) menyatakan bahwa komunitas mangrove Indonesia merupakan
komunitas tertinggi di dunia dengan luas sekitar 3.2 juta hektar atau mencapai
22.6% dari luas mangrove dunia. Luas area hutan mangrove tersebut mengalahkan
luas hutan mangrove di Brazil dengan 1.3 juta hektar, Nigeria 1.1 juta hektar, dan
Australia dengan 0.97 juta hektar. Hal ini menunjukkan potensi komunitas
mangrove di Indonesia sangat tinggi secara ekologi. Ekosistem mangrove
merupakan ekosistem yang berada di daerah tepi pantai dan dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, sehingga lantai pada ekosistem mangrove selalu tergenang
oleh air (Supriharyono 2009). Mangrove memiliki peran penting dalam
pengembangan sumberdaya perikanan, karena merupakan tempat hidup berbagai
biota lain (Heriyanto dan Subiandono 2012). Mangrove dapat dimanfaatkan
sebagai sumber tanaman obat secara alami, mengingat mangrove memiliki
senyawa bioaktif berupa antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas dan
mampu mencegah berbagai penyakit (Supriyanto et al. 2014). Salah satu
mangrove yang dapat dijadikan sumber antioksidan alami adalah pedada.
Tumbuhan pedada (Sonneratia caseolaris) mengandung senyawa bioaktif
berupa flavonoid, glikosida, saponin dan fenol (Avenido dan Serrano 2012).
Pedada merupakan salah satu bahan alam yang digunakan secara tradisional,
khususnya bagian daunnya yang dimanfaatkan sebagai salah satu komposisi bedak
dingin dan digunakan dengan cara ditempelkan pada wajah ketika sedang
beraktivitas di bawah paparan sinar matahari (Nurdia 2017). Hasanah et al. (2015)
menyatakan bahwa ekstrak dari daun pedada dapat dijadikan sebagai sunblock
karena memiliki profil tabir surya yang baik pada konsentrasi ekstrak 200 ppm
dan berperan sebagai proteksi ekstra untuk kulit. Daun pedada memiliki aktivitas
antioksidan dengan kandungan metabolit sekundernya yaitu senyawa fenolik,
flavonoid, saponin, karatenoid dan tanin. Zat antioksidan tersebut mampu
mencegah berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh radiasi sinar UV (Ultra
Violet). Senyawa fenolik golongan flavonoid memiliki potensi sebagai tabir surya
karena adanya gugus kromofor (ikatan rangkap tunggal terkonjugasi) yang
mampu menyerap sinar UV baik UV A (320 - 400 nm) maupun UV B (290 - 320
nm), sehingga mengurangi intensitasnya pada kulit (Yulianis et al. 2015). Nurdia
(2017) menunjukkan bahwa isolat dari daun pedada memiliki aktivitas peredaman
radikal bebas dengan nilai IC50 45.85 ppm. Herwinda dan Amir (2013)
menyatakan bahwa ekstrak butanol dari daun pedada (Sonneratia caseolaris L.)
memiliki antioksidan yang tinggi dengan nilai IC50 13.04 ppm.
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghambat laju oksidasi
molekul lain atau menetralkan radikal bebas (Fajriah et al. 2007). Antioksidan
digolongkan kedalam antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan dari
bahan - bahan alami mendapat perhatian sangat besar dari masyarakat karena
2

lebih aman penggunaannya dibandingkan antioksidan sintetik. Senyawa


antioksidan sintetik menurut EFSA (2012) dapat menjadi agen karsinogenik dan
memiliki efek toksik bagi kesehatan. Antioksidan alami dari berbagai tanaman
telah dikembangkan untuk formulasi pangan, kosmetik, obat-obatan, dan
suplemen (Kawarkhe et al. 2016). Tubuh kita memerlukan senyawa antioksidan
yang dapat membantu melindungi dari serangan radikal bebas, mengingat begitu
banyaknya radikal bebas yang berasal dari luar tubuh berupa makanan yang
mengandung bahan pengawet, pewarna, pestisida, polusi, debu dan radikal
ultraviolet (Zuhra et al. 2008).
Letak daun berpengaruh terhadap kandungan senyawa bioaktif misal total
fenol, katekin, dan flavonoid, sehingga akan mempengaruhi aktivitas antioksidan
(Izzreen dan Fadzelly 2013). Daun menurut Rauf et al. (2017) dapat
dikelompokkan menjadi daun muda dan daun tua berdasarkan letak daun pada
ranting. Daun muda yaitu daun yang terletak nomor 1 - 3 dihitung setelah pucuk,
dan daun tua yaitu daun yang terletak nomor 7 - 9 dihitung setelah pucuk.
Supriyanto et al. (2014) menyatakan bahwa daun kakao muda merupakan
perlakuan terbaik menghasilkan antioksidan 36,86 ppm. Oleh karena itu, riset
mengenai ekstrak daun pedada berdasarkan letak daun pada ranting perlu
dilakukan untuk menentukan antioksidan yang optimal serta diperkuat dengan
penggunaan metode analisis antioksidan yang berbeda yaitu DPPH dan CUPRAC
berdasarkan prinsip pengujiannya yang berbeda.

Perumusan Masalah

Letak daun dapat mempengaruhi kandungan antioksidan yang terdapat


dalam daun pedada (S. caseolaris). Oleh karena itu, pengujian aktivitas
antioksidan terhadap daun pedada berdasarkan letak daun pada ranting perlu
dilakukan untuk mengetahui kandungan antioksidan yang optimal berdasarkan
letak daun. Metode pengujian aktivitas antioksidan yang telah banyak dilakukan
yaitu dengan metode DPPH. Pengujian antioksidan menggunakan satu metode
dinilai masih kurang cukup dalam mempresentasikan data, sehingga diperkuat
menggunakan metode CUPRAC dengan prinsip uji yang berbeda.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan yaitu menentukan komposisi kimia dan


komponen aktif, serta pengaruh letak daun terhadap total fenol dan aktivitas
antioksidan dari daun pedada menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhidrazyl) dan Cupric Ion Reducing Antioxidant Capacity (CUPRAC).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai


komposisikimia, komponen aktif, kadar total fenol, dan aktivitas antioksidan
ekstrak daun pedada berdasarkan letak daun pada ranting. Hasil penelitian
3

diharapkan dapat memberikan informasi baru yang berguna dan menjadi dasar
bagi penelitian selanjutnya.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2018.


Pengambilan sampel daun pedada dilakukan di Taman Ekowisata Hutan Magrove
Education Centre, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Preparasi bahan baku,
pengujian fitokimia, pengujian kadar total fenol, dan pengujian aktivitas
antioksidan dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan.
Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya
Perairan. Analisis histologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Organisme
Akuatik dan Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah sampel daun pedada
(Sonneratia caseolaris). Bahan lain yang digunakan yaitu akuades; HCl 0,1 N
(Merck); NaOH 40% (Merck); katalis selenium (Merck); H2SO4; H3BO3 2%
(Merck); kertas saring; kapas bebas lemak; bromcresol green 0,1%
(Merck);methyl red 0,1% (Merck); etanol 99,9% (J.T Baker); etanol 70%
(Merck); Folin-Ciocalteu 50% (Merck); Na2CO3 5% (Merck); asam galat
(Merck); DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) (Sigma-Aldrich); CuCl2.2H2O 0,01
M (Merck); neukoproin etanolik 0,0075 M (Sigma-Aldrich) dan buffer
ammonium asetat pH 7.
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu alat-alat gelas (Pyrex), mikro
pipet (Gilson), vortex (VM-300), tanur pengabuan, rotary evaporator (RV 10
digital V), shaker, microplate reader, dan spektrofotometer UV-Vis (UV-2500).

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu proses pengambilan


sampel dan preparasi sampel, serta ekstraksi sampel. Diagram alir penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.

Pengambilan dan Preparasi Daun Pedada (S. caseolaris)


Pengambilan sampel daun pedada dilakukan di Taman Ekowisata Hutan
Mangrove Education Centre, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Preparasi bahan
baku meliputi pemilahan daun berdasarkan letak daun pada ranting. Daun pedada
yang digunakan yaitu daun pedada muda yang terletak nomor 1 - 3 dihitung
setelah pucuk daun dan daun pedada tua yaitu daun yang terletak nomor 7 - 9
4

dihitung setelah pucuk daun (Rauf et al. 2017). Daun yang sudah dipisahkan
dibawa ke laboratorium dengan menggunakan wadah plastik.

- Pengukuran morfometrik
Daun pedada - Analisis histolog
muda atau tua - Analisis proksimat

Pengecilan ukuran

Pasta
daun pedada

Ekstraksi maserasi dengan etanol


70% (1:5 (b:v), 24 jam, suhu ruang)

Penyaringan

Filtrat Residu

Evaporasi dengan
rotary evaporator
(suhu 40oC, tekanan
1 atm)

Ekstrak - Perhitungan rendemen


etanol - Pengujian fitokimia
- Pengujian total fenol
- Pengujian antioksidan
(DPPH, CUPRAC)

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Ekstraksi Sampel Daun Pedada (S.caseolaris)


Daun pedada muda dan tua masing - masing dikecilkan ukurannya
menggunakan blender sebelum diekstraksi. Metode ekstraksi mengacu pada
5

penelitian Hardiningtyas et al. (2014). Ekstraksi dilakukan menggunakan satu


jenis pelarut (ekstraksi tunggal). Daun pedada muda dan tua yang telah dihaluskan
masing - masing ditimbang sebanyak 70 gram, kemudian ditambah etanol 70%
sebanyak 350 mL dengan perbandingan 1:5 (b/v). Sampel kemudian dimaserasi
selama 24 jam dengan bantuan orbital shaker 187 rpm pada suhu ruang (27°C).
Filtrat diperoleh dengan menyaring menggunakan kain blacu dan kertas saring,
kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40°C dan tekanan
1 atm. Ekstrak yang dihasilkan berupa serbuk, kemudian dilakukan perhitungan
rendemen, pengujian fitokimia, pengujian kadar total fenol, dan aktivitas
antioksidan dengan menggunakan metode DPPH dan CUPRAC.

Prosedur Analisis

Prosedur analisis yang digunakan dalam penelitian terdiri dari analisis


histologi, pengujian proksimat bahan berupa kadar air, kadar abu, kadar lemak,
kadar protein, dan kadar total serat, pengujian kadar total fenol, dan pengujian
aktivitas antioksidan daun pedada serta analisis data. Pengujian dilakukan
sebanyak dua kali ulangan untuk setiap parameter uji.

Analisis Histologi (Angka et al. 1990)


Pengamatan jaringan dilakukan pada daun pedada muda dan daun pedada
tua. Tahap pembuatan preparat terdiri atas pemotongan sampel daun pedada,
fiksasi, dehidrasi, penjernihan, impregnasi, embedding, blocking, trimming,
pemotongan jaringan, pewarnaan, dan perekatan jaringan mengguunakan
maunting agent. Fiksasi dilakukan dengan menggunakan larutan Buffer Normal
Formalin (BNF) selama 3 hari, kemudian larutan fiksasi dibuang dan dilanjutkan
dengan proses dehidrasi melalui perendaman jaringan dalam alkohol pada suhu
ruang. Proses selanjutnya yaitu perendaman sampel dalam clearing agent.
Jaringan direndam dalam alkohol : xilol (1:1) selama 30 menit dan dilanjutkan ke
tahap impregnasi dan embedding. Jaringan yang telah direndam dalam paraffin
diblok (dicetak agar mudah dipotong), kemudian dibekukan, setelah beku dengan
sempurna, blok parafin dikeluarkan dan di-trimming dengan silet. Pemotongan
jaringan menggunakan mikrotom putar setebal 4 µm. Pita - pita parafin yang
terbentuk diambil dengan jarum kemudian diletakkan dipermukaan air hangat (25-
50°C). Pita - pita parafin diletakkan pada gelas obyek dan didiamkan hingga
mengering.
Pewarnaan diawali dengan perendaman gelas objek ke dalam xilol I dan
xilol II selama 2 menit, kemudian direndam dengan alkohol absolut selama 2
menit. Obyek dibilas dengan akuades selama 2 menit. Obyek dimasukkan ke
dalam pewarna hematoksilin selama 7 menit, dan dicuci dengan air mengalir .
obyek direndam kembai dengan pewarna eosin selama 3 menit dan dicuci kembali
dengan akuades. Preparat jaringan kemudian direndam dalam alkohol, xilol I,
xilol II masing - masing selama 2 menit. Gelas obyek kemudian ditutup dengan
pemberian maunting agent dan dikeringkan selama 24 jam. Preparat kering
dianalisis menggunakan mikroskop olympus EX41 beserta kamera DP-21 dengan
perbesaran mikroskop 10x10, 40x10, dan 100x10. Optimalisasi gambar dilakukan
dengan menggunakan software Image Analyzer.
6

Pengukuran morfometrik
Pengukuran morfometrik daun pedada dilakukan dengan mengambil daun
secara acak sebanyak 30 daun pedada muda dan 30 daun pedada tua dan diukur
morfometriknya yang meliputi panjang daun, panjang lamina, diameter tangkai
daun, dan berat daun. Berat daun diukur dengan neraca analitik, sedangkan
diameter tangkai daun diukur menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0.1
mm. Panjang total daun dan panjang daun diukur menggunakan mistar dengan
ketelitian 0.1 cm. Pengukuran panjang lamina dimulai dari ujung daun sebelum
tangkai hingga ke ujung daun bagian yang meruncing. Pengukuran panjang daun
dihitung dari ujung tangkai daun hingga ujung lamina. Diameter tangkai daun
diperoleh dengan mengukur bagian terlebar tangkai daun dengan menggunakan
jangka sorong.

Analisis Proksimat (AOAC 2005)


Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan serat
kasar.

Analisis kadar air (AOAC 2005)


Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105°C selama 1 jam.
Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan
dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang
kembali hingga beratnya konstan, 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan
tersebut, kemudian dikeringkan pada suhu 102-105°C selama 5 jam atau hingga
beratnya konstan. Cawan kemudian disimpan ke dalam desikator dan dibiarkan
sampai suhu ruang dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air
dalam contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air (%) = X 100%
Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

Analisis kadar abu (AOAC 2005)


Analisis kadar abu dilakukan dengan cara mengabukan sampel di dalam
tanur. Langkah pertama yaitu cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven
selama 1 jam dengan suhu 105ºC, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan
ditimbang. Serbuk daun pedada ditimbang 5 gram dimasukkan ke dalam cawan
porselen. Cawan porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu 105ºC
hingga tidak mengeluarkan asap. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada
suhu 600ºC selama 1 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna
putih, setelah itu cawan abu porselen didinginkan dalam desikator sampai suhu
ruang dan ditimbang. Perhitungan kadar abu:
-
Kadar abu (%) = x 100%
-
Keterangan:
A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)
B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)
7

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

Analisis kadar protein (AOAC 2005)


Analisis kadar protein dilakukan dengan menimbang sampel 0.25 gram,
kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambah 0.25 gram
selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410°C selama 1
jam sampai larutan jernih, kemudian ditambah 50 mL akuades dan 20 mL NaOH
40% pada labu Kjeldahl, selanjutnya didestilasi dengan suhu destilator 100°C.
Destilat ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL
asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcresol green-methyl red
berwarna merah muda, setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna
hijau kebiruan. Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0.1 N sampai terjadi
perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Penentuan kadar
protein ditentukan dengan rumus:

l- lanko x lx x xF
Kadar Protein (%) = x
mg amp l
Keterangan: FP = Faktor pengenceran = 10

Analisis kadar lemak (AOAC 2005)


Sampel serbuk daun pedada 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas
saring kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Labu lemak ditimbang
berat tetapnya (W2) kemudian selongsong dimasukkan ke dalam labu lemak
tersebut dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak
dimasukkan ke dalam ruang reaktor tabung soxhlet dan disiram dengan n-heksana.
Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu
40oC selama 16 jam. Pelarut n-heksana yang ada dalam labu lemak didestilasi
hingga semua pelarut lemak menguap. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada
suhu 105ºC kemudian ditimbang hingga berat konstan (W3). Perhitungan kadar
lemak yaitu:
-
Kadar lemak (%) = x

Keterangan :
W1 = Berat sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

Analisis kadar serat (AOAC 2005)


Pengukuran kadar serat dilakukan dengan melakukan penimbangan sampel
0.15 gram, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Tahap selanjutnya yaitu
dilakukan penambahan H2SO4 0.3 N 50 mL dan dididihkan kembali diatas
hotplate selama 30 menit. Sampel yang telah mendidih disaring dengan
menggunakan vacuum pump, kemudian alat dibilas menggunakan akuades panas
50 mL dan H2SO4 0.3 N agar sampel tidak ada yang tertinggal. Alat dibilas
kembali menggunakan 50 mL akuades panas dan aseton 25 mL. Sampel yang
telah disaring kemudian dioven selama 1 jam dengan suhu 100ºC, kemudian
sampel didinginkan dan disimpan ke desikator selama 30 menit dan ditimbang.
8

Sampel kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Kadar serat kasar dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
-a-
Kadar serat kasar (%) = x
o ot amp l g

Keterangan :
b = Berat kertas saring sebelum dioven
a = Berat kertas saring setelah dioven + sampel
c = Berat abu setelah ditanur

Analisis Fitokimia (Harborne 1987)


Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan komponen aktif yang
terkandung dalam suatu sampel. Pengujian dilakukan terhadap ekstrak kasar suatu
sampel. Pengujian yang dilakukan meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid,
saponin, fenol, dan tannin.
Uji Alkaloid
Uji alkaloid dilakukan dengan melarutkan 0.05 gram sampel menggunakan
beberapa tetes asam sulfat 2 N. Larutan yang didapat kemudian diuji
menggunakan tiga pereaksi yaitu Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Hasil uji
dinyatakan positif jika terbentuk endapan putih untuk pereaksi Meyer, endapan
coklat pada pereaksi Wagner, dan endapan merah hingga jingga pada pereaksi
Dragendorf.
Uji Steroid
Sampel 0.05 gram dilarutkan menggunakan 2 mL kloroform dalam tabung
reaksi. Campuran tersebut kemudian ditambah 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes
H2SO4 pekat. Hasil uji dinyatakan positif jika terbentuk warna merah yang
kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
Uji Flavonoid
Sampel 0.05 gram ditambah 0,1 mg serbuk magnesium dan 0.4 mL amil
alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama)
serta 4 mL alkohol. Campuran kemudian dikocok beberapa saat. Adanya
flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada
lapisan amil alkohol.
Uji Saponin
Sampel 0.05 gram dilarutkan menggunakan 2 mL air, dan dimasukkan ke
dalam beaker glass lalu dipanaskan hingga mendidih. Larutan tersebut kemudian
ditambah 1 tetes HCl 2 N. Adanya senyawa saponin ditunjukkan munculnya busa
yang stabil selama 30 menit.
Uji Fenol
Sampel 1 gram diekstrak dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan kemudian diambil sebanyak 1 mL dan ditambah 2 tetes larutan FeCl3
5%. Hasil uji dikategorikan positif jika terbentuk warna hijau atau hijau biru.
Uji Tannin
Sampel 0.05 gram ditambah beberapa tetes FeCl3, kemudian dihomogenkan.
Adanya senyawa tannin ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah
kehitaman.
9

Analisis Total Fenol (Modifikasi Apostolidis dan Lee 2010)


Total fenol diuji menggunakan metode Folin-Ciocalteu, yakni dengan
mereaksikan 1 mL sampel, 1 mL etanol absolut, 5 mL akuades, dan 0.5 mL
reagen Folin-Ciocalteu 50%. Campuran tersebut didiamkan selama 5 menit,
kemudian ditambah 1 mL Na2CO3 5% dan didiamkan pada ruang gelap selama 1
jam. Larutan tersebut kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang
765 nm. Asam galat dengan berbagai konsentrasi digunakan sebagai standar uji
total fenol. Nilai absorbansi kemudian dikonversi ke dalam total fenol, dan
dinyatakan dalam mg GAE/g berat sampel.

Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Modifikasi Boeing et al. 2014)


Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan pada beberapa konsentrasi ekstrak
kasar daun pedada yakni 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm. Larutan sampel dibuat
dengan mereaksikan 4.5 mL sampel dengan 0.5 mL DPPH. Larutan blanko dibuat
dengan mereaksikan 4.5 mL etanol absolut dengan 0.5 mL DPPH. Campuran
tersebut diinkubasi pada ruang gelap suhu ruang selama 30 menit, kemudian
absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
517 nm. Vitamin C (asam askorbat) digunakan sebagai kontrol positif dibuat
dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6 ppm. Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam
persentase inhibisi yang dihitung dengan rumus:

a o an i lanko a o an i amp l
nhi i i x
a o an i lanko

Aktivitas Antioksidan Metode CUPRAC (Cupric Reducing Antioxidant


Capacity) (Modifikasi Apak et al. 2007)
Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak daun pedada metode CUPRAC
dilakukan dengan mencampurkan 0.3 mL ekstrak sampel dengan 1 mL
CuCl2.2H2O 0.01 M; 1 mL neukoprin etanolik 0.0075 M; 1 mL buffer ammonium
asetat pH 7 1M; dan 0.8 mL akuades. Campuran sampel dan reagen
dihomogenkan, kemudian diinkubasi dengan suhu ruang kondisi gelap selama 30
menit. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 450 nm. Kurva kalibarasi
dibuat dengan menggunakan asam askorbat (vitamin c) sebagai standar dengan
berbagai konsentrasi.

Analisis Data

Data yang dihasilkan dari penelitian berupa data kualitatif dan data
kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 kali ulangan. Data
kuantitatif berupa data morfometrik, proksimat, total fenol, dan aktivitas
antioksidan. Data kuantitatif diolah menggunakan program aplikasi Microsoft
Excel 2010 dengan menghitung nilai tengah dan standar deviasinya, dan disajikan
dalam bentuk tabel. Data kualitatif berupa data histologi dan data komponen aktif,
disajikan dalam bentuk gambar dan tabel. Rumus nilai tengah dan standar deviasi
yang digunakan adalah :
10

Keterangan:
s = standar deviasi (simpangan baku)
xi = nilai x ke-i
n = banyak sampel (frekuensi)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometrik Daun Pedada


Pengukuran morfometrik daun pedada terdiri dari pengukuran panjang daun,
panjang lamina, diameter tangkai, dan berat daun. Pengukuran morfometrik
dilakukan pada 30 daun pedada muda dan 30 daun pedada tua. Pengukuran
morfometrik daun pedada dapat dilihat pada Gambar 2 dan hasil pengukuran
morfometrik daun pedada disajikan pada Tabel 1.

Diameter Lebar
daun

Panjang lamina
Panjang daun
Gambar 2 Pengukuran morfometrik daun pedada

Tabel 1 Morfometrik daun pedada


Parameter Daun pedada muda Daun pedada tua
Panjang daun (cm) 5.48 ± 0.49 9.67 ± 0.50
Panjang lamina (cm) 4.58 ± 0.50 8.97 ± 0.47
Berat daun (g) 1.10 ± 0.26 0.98 ± 0.16
Lebar daun (cm) 3.87 ± 0.31 4.09 ± 0.25
Diameter tangkai(cm) 0.16 ± 0.03 0.18 ± 0.02
Keteragan : Data merupakan rataan 30 sampel daun pedada

Tabel 1 menunjukkan daun pedada tua lebih panjang dibandingkan daun


pedada muda. Berat daun pedada muda lebih besar dibandingkan daun pedada tua.
Daun pedada memiliki posisi daun saling berhadapan. Daun pedada memiliki dua
buah daun setiap ruasnya. Bagian tangkai daun pada daun di bagian atas memiliki
ukuran yang lebih panjang. Karakteristik daun muda yaitu berwarna hijau muda,
dan memiliki tekstur lunak. Daun tua berwarna hijau tua dan memiliki tekstur
keras. Hasil pengamatan morfometrik daun S. caseolaris sesuai dengan yang
11

dinyatakan oleh Sukmadi et al. (2008) bahwa daun pedada merupakan daun
tunggal dan daun terletak saling berhadapan. Daun pedada memiliki warna hijau
kekuningan dan berbentuk telur memanjang (oblong). Daun pedada memiliki
panjang sekitar 5 - 13 cm x 2 - 5 cm. Tangkai dari daun pedada pendek dan
berwarna cokelat kemerahan.

Histologi Daun Pedada

Histologi merupakan ilmu yang mempelajari jaringan penyusun tubuh


dengan metode analitik mikroskopik dan kimia. Jaringan adalah kumpulan dari sel
- sel yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. (Harjana 2011). Analisis
histologi dilakukan dengan pembuatan preparat dan pemotretan gambar
menggunakan mikroskop cahaya. Optimalisasi gambar dilakukan menggunakan
software Image Analyzer dengan mengubah color balance ke model RGB (Red
Green Blue) dan HSI (Hue Saturation Index) untuk memperjelas gambar. Hasil
analisis histologi daun pedada muda dan tua masing - masing dapat dilihat pada
Gambar 3 dan 4.

A B

C D
Gambar 3 Jaringan daun pedada muda dengan perbesaran 1000x (B &D),
D), perbesaran 400x (A dan C). Keterangan: (a) : stomata (b) :
palisade (c) : sitoplasma, (d) : xilem, (e) : phloem, (f) : sklereid,
(g) : kalsium oksalat.

Daun pedada muda memiliki beberapa jaringan, yakni jaringan epidermis,


jaringan palisade, dan jaringan parenkim. Epidermis merupakan lapisan sel - sel
paling luar dan menutupi permukaan daun, bunga, buah, biji, batang dan akar
(Metcalfe dan Chalk 1950). Jaringan epidermis berfungsi melindungi jaringan dari
12

lingkungan luar, berperan dalam pengaturan pertukaran gas dan bagian


permukaan luarnya dilapisi oleh kutikula (Nurul 2013). Sel epidermis berbentuk
tubular dengan susunan rapat tanpa ruang interseluler. Sel - sel epidermis dapat
berkembang dan mengalami modifikasi menjadi stomata seperti terlihat pada
Gambar 3A(a). Jaringan palisade Gambar 3 A(b) merupakan tempat menerima
sinar matahari dan berfungsi dalam proses fotosintesis (Setjo et al. 2004).
Sitoplasma pada Gambar 3A(c) memiliki warna yang identik dengan warna
sitoplasma sel palisade yang diduga keduanya mengandung material yang sama.
Stomata pada tumbuhan berperan dalam pertukaran gas antara tumbuhan dengan
udara disekitarnya (Barclay 2002). Xilem pada Gambar 3A(d) dikelilingi oleh
phloem Gambar 3 A(e). Xilem yang merupakan saluran angkut material dari akar
berbentuk spiral seperti terlihat pada Gambar 3B (e). Saluran angkut xilem pada
daun berperan dalam menyalurkan air, bahan baku makanan mentah serta
memberikan kekuatan mekanik pada daun. Phloem pada Gambar 3A(e) berperan
dalam proses translokasi bahan makanan hasil fotosintesis dari mesofil daun
(Setjo et al. 2004). Sel - sel skelerid pada Gambar 3C(f) juga dijumpai di jaringan
parenkim di bawah jaringan palisade. Kristal kalsium oksalat pada daun pedada
muda dijumpai di sel-sel parenkim di bagian bawah jaringan palisade pada
Gambar 3D(g).

A B

C D
Gambar 4 Jaringan daun pedada tua dengan perbesaran 1000x (B dan D),
perbesaran 400x (A dan C). Keterangan : (a) : kutikula, (b): sel
palisade, (c): sitoplasma, (d) : epidermis pertama (e) : epidermis
kedua, (f) : sklereid, (g) : kalsium oksalat, (h) : pati

Daun pedada tua memiliki sel - sel epidermis yang mengalami penebalan
kutikula pada Gambar 4A(a). Sel-sel parenkim di bawah palisade mengalami
pertumbuhan sekunder dinding selnya menjadi sel-sel sklerenkim, yang
13

berdampingan atau menempel pada sel-sel phloem. Pada daun tua, jaringan
epidermis bisa tersusun atas dua lapisan sel, yakni lapisan epidermis pertama yang
ada di bagian luar pada Gambar 4A(d) dan lapisan epidermis kedua pada Gambar
4A(e), yang berada di bawah epidermis pertama. Sel parenkim pada daun pedada
mengandung kloroplas yang berfungsi dalam proses fotosintesis. Sel - sel
parenkim di bawah sel palisade juga sebagian berubah menjadi sel sklereid pada
Gambar 4C(f) dan mengandung kristal kalsium oksalat pada Gambar 4D(g), yang
diduga berperan dalam pembentukan gel dari pektin yang ada di sekitarnya. Butir-
butir pati pada Gambar 4D(h) lebih banyak dijumpai di jaringan palisade.
Perbedaan histologi pada daun pedada muda dan pedada tua, yakni pada
struktur palisade. Jaringan palisade pada daun pedada muda terdiri dari dua lapis
sel. Jaringan palisade pada daun pedada tua dipenuhi butir - butir pati yang lebih
banyak dibandingkan daun muda. Epidermis pada daun pedada muda hanya
tersusun satu lapisan sel, sedangkan pada daun tua tersusun atas dua lapisan. Sel
epidermis pada daun pedada tua mengalami penebalan kutikula. Stomata tidak
ditemukan pada daun pedada tua. Analisis histologi berkaitan dengan adanya
senyawa antioksidan pada daun dengan menunjukkan letak pigmen kloroplas pada
anatomi daun. Kloroplas merupakan pigmen klorofil yang memberikan warna
hijau pada tumbuhan. Klorofil pada daun memiliki rantai fitol yang mempunyai
daya afinitas yang kuat terhadap O2 dalam proses reduksi (Dwidjoseputro 1994).
Semakin banyak klorofil, maka antioksidan .pada daun akan semakin kuat. Daun
pedada muda diduga memiliki antioksidan yang kuat karena klorofil pada daun
pedada muda lebih banyak ditemukan di dalam jaringan epidermis dan korteks.
Klorofil merupakan pigmen fotosintetik yang dapat dijadikan salah satu sumber
antioksidan (Christiana et al. 2008).

Komposisi Kimia Daun Pedada

Analisis komposisi kimia dilakukan untuk menentukan kandungan kimia


yang ada didalam daun pedada. Analisis komposisi kimia yang dilakukan terdiri
dari analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan serat kasar.
Hasil komposisi kimia daun pedada disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia daun pedada


Daun Avicennia
Komposisi kimia Daun pedada muda Daun pedada tua marinaa

Kadar air (%) 70.70 ± 0.01 70.14 ± 0.02 69.20


Kadar abu (%) 3.16 ± 0.02 2.67 ± 0.04 14.90
Kadar lemak (%) 0.98 ± 0.01 0.87 ± 0.01 2.21
Kadar protein (%) 13.59 ± 0.01 14.25 ± 0.01 11.40
Serat kasar (%) 2.28 ± 0.04 2.30 ± 0.02 2.64
a
Sumber: Handayani (2013)

Komposisi kimia daun pedada yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan


bahwa daun pedada muda dan daun pedada tua memiliki karakteristik yang
berbeda. Kadar air daun pedada muda sebesar 70.7%, sedangkan kadar air pada
daun pedada tua 70.14%. Penelitian lain terhadap Avicennia marina, yang
14

dilakukan oleh Handayani (2013) memperoleh kandungan air sebesar 69.2%.


Tingginya nilai kadar air pada daun diduga berkaitan dengan fungsi daun dalam
proses fotosintesis yang menghasilkan air (Dia et al. 2015). Kadar air yang
berbeda pada spesies dipengaruhi oleh musim dan lokasi pengambilan sambel
(Krzynowek dan Murphy 1987).
Hasil analisis kadar abu daun pedada muda yaitu 3.15%, sedangkan kadar
abu daun pedada tua 2.65%. Abu menunjukkan kandungan mineral pada suatu
bahan, kadar abu diperoleh dengan cara pembakaran pada suhu tinggi dengan
tujuan untuk menghilangkan komponen organik yang terkandung (Surya 2013).
Penelitian Handayani (2013) pada daun Avicennia marina memiliki kadar abu
14.9%. Kadar mineral yang terdapat pada suatu bahan dipengaruhi oleh faktor
habitat dan lingkungan yang berbeda. Sumber mineral yang tersedia pada setiap
lingkungan perairan berbeda - beda bagi sumber biota akuatik yang hidup di
dalamnya (Hardiningtyas et al. 2014). Irma et al. (2017) menjelaskan bahwa pada
tanamain air Salvinia molesta terdapat mineral Na, K, Cl. Kandungan Na pada
tumbuhan berfungsi sebagai pembentuk dinding sel, penguat tangkai daun, dan
pembentuk serat tanaman sehingga Na lebih banyak dibutuhkan daun
dibandingkan akar (Lakitan 1993). Mineral K pada daun muda lebih banyak
menyimpan mineral karena belum banyak organ yang rusak akibat penuaan daun
(Fitter dan Hay 1992). Mineral Cl dalam daun berfungsi sebagai salah satu zat
penyusun klorofil dan pengikat air pada daun (Campbell et al. 2003).
Hasil analisis kadar protein pada daun pedada muda adalah 13.58%, dan
daun pedada tua adalah 14.24%. Penelitian Handayani (2013), terhadap daun
mangrove Avicennia marina memiliki kandungan protein 11.4 %. Perbedaan
kandungan protein dapat disebabkan oleh habitat, umur, dan laju metabolisme.
Daun memiliki kadar protein yang tinggi disebabkan oleh terjadinya proses
fotosintesis yang banyak membutuhkan jaringan serta organ yang bekerja
(Wibowo et al. 2009). Protein di dalam kehidupan biologi makhluk hidup
terutama pada tumbuhan berfungsi sebagai katalisator suatu proses reaksi, sebagai
pengangkut elektron selama fotosintesis dan respirasi, dan sebagai cadangan asam
amino untuk bibit setelah perkecambahan berlangsung (Cech dan Bass 1986).
Hasil analisis kadar lemak pada daun pedada muda adalah 0.98%. Kadar
lemak daun pedada tua adalah 0.87%. Penelitian lain terhadap Avicennia marina,
yang dilakukan oleh Handayani (2013) menghasilkan kadar lemak 2.21%. Kadar
lemak berbanding terbalik dengan kadar air, semakin tinggi kadar air pada suatu
bahan maka kadar lemak akan semakin rendah (Hidayat 1995). Lemak pada
tumbuhan berfungsi sebagai pembentuk dinding sel, bahan cadangan makanan,
sumber energi, lapisan pelindung pada epidermis batang, daun dan buah
(Hardiningtyas et al. 2014).
Kandungan serat kasar pada daun pedada muda yaitu 2.28%, sedangkan
pada daun pedada tua 2.30%. Penelitian Handayani (2013) terhadap Avicennia
marina memperoleh kandungan serat kasar 2.63%. Serat kasar yang terdapat
dalam karbohidrat terdiri atas serat yang dapat larut air dan serat yang tidak dapat
larut oleh air. Serat memiliki peran yang penting dalam perubahan morfologi
saluran pencernaan dan sangat baik karena dapat melancarkan proses pencernaan
(Has et al. 2014).
15

Rendemen Ekstrak Daun Pedada


Ekstraksi daun pedada dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut
etanol 70% selama 24 jam. Proses ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil
ekstraksi ditunjukkan dengan banyaknya rendemen yang dihasilkan. Rendemen
ekstrak daun pedada disajikan pada Tabel 3 dan contoh perhitungannya dapat
dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 3 Rendemen ekstrak daun pedada (S. caseolaris)


Sampel daun pedada Rendemen (%)
Daun pedada muda 5.14 ± 3.84
Daun pedada tua 3.45 ± 1.44
Daun pedadaa 4.00
a
Sumber : Lestari (2017)

Tabel 3 menunjukkan hasil rendemen ekstrak dari daun pedada muda dan
daun pedada tua. Daun pedada muda menghasilkan rendemen yang lebih tinggi
dibandingkan daun pedada tua. Rendemen pada daun pedada muda diduga terkait
dengan metabolisme dan penyimpanan komponen bioaktif daun. Jaringan muda
respirasinya lebih kuat, karena jaringan tersebut lebih aktif sehingga memerlukan
banyak energi dan lebih banyak menghasilkan komponen aktif sebagai metabolit
sekunder (Suseno 1974). Daun yang paling atas proses sintesisnya lebih aktif dan
mampu menangkap cahaya matahari secara maksimal. Semakin tinggi proses
sintesis, maka rendemen yang dihasilkan semakin banyak (Hariyani et al. 2015).
Lestari (2017) menghasilkan rendemen pada ekstrak etanol daun pedada sebanyak
4%. Ekstraksi maserasi pada penelitian ini menggunakan pelarut polar yaitu etanol
untuk mengekstraksi daun pedada. Dia et al. (2015) menjelaskan bahwa senyawa
yang paling banyak terekstrak dalam daun merupakan senyawa yang bersifat
polar, sehingga pelarut etanol dapat mengekstrak lebih banyak senyawa bioaktif
yang bersifat polar dari tanaman. Azis et al. (2014) menyatakan bahwa
penggunaan pelarut etanol 70% dalam ekstraksi daun salam menghasilkan
rendemen paling banyak, yaitu 8,33 - 16,66%.
Pelarut etanol 70% menurut Indraswari (2008) sangat efektif dalam
menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan pengganggu hanya
skala kecil yang turut dalam cairan pengekstraksi. Etanol 70% mudah ditemukan,
dan memiliki harga yang lebih ekonomis dibandingkan etanol 90%. Nilai
rendemen dari hasil ekstraksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, yaitu
metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan
waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, perbandingan jumlah sampel terhadap
jumlah pelarut dan jenis kepolaran pelarut yang digunakan (Chew et al. 2011).

Komponen Aktif Ekstrak Daun Pedada


Komponen aktif ekstrak daun pedada dianalisis menggunakan pereaksi
spesifik. Pereaksi dalam pengujian fitokimia sebagian besar bersifat polar,
sehingga dapat dengan mudah berinteraksi dengan sampel berdasarkan prinsip
“like dissolve like” (Marliana et al. 2005). Hasil analisis fitokimia ekstrak daun
pedada dapat dilihat pada Tabel 4.
16

Tabel 4 Komponen aktif ekstrak daun pedada


Komponen bioaktif Daun muda Daun tua Dauna Keterangan
Alkaloid :
Tidak terdapat endapan
Dragendorff - - -
merah
Tidak terdapat endapan
Mayer - - -
putih
Tidak terdapat endapan
Wagner - - -
coklat
Tidak terjadi perubahan
Steroid/triterpenoid - - -
warna hijau/biru
Warna bagian atas lebih
Flavonoid + + +
pekat dari bagian bawah
Tanin + + + Terbentuk warna hijau
Fenol Hidroquinon + + + Terbentuk warna hijau
Saponin + + + Terbentuk busa stabil
a
Sumber: Sogandi et al. (2017)

Hasil pengujian fitokimia dengan delapan spesifikasi uji menunjukkan


bahwa daun pedada mengandung komponen bioaktif berupa flavonoid, fenol
hidroquinon, saponin, dan tanin. Pengukuran fitokimia bersifat secara subyektif
dari kepekatan dan endapan yang dihasilkan. Semakin kuat intensitas warna yang
terbentuk maka kuantitas senyawa yang ada pada bahan tersebut semakin banyak
(Cannel 2008).
Penelitian lain yang dilakukan pada daun pedada oleh Sogandi et al. (2017)
menunjukkan bahwa daun pedada tidak terdeteksi adanya senyawa alkaloid dan
steroid. Hal ini dapat disebabkan sifat dari senyawa tersebut. Senyawa alkaloid
dan steroid bersifat semipolar dan nonpolar, sehingga komponen tersebut tidak
dapat terekstrak oleh etanol yang merupakan pelarut polar (Firdiyani et al. 2015).
Alkaloid menurut Emilia (2010) adalah suatu senyawa organik yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan. Alkaloid yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali,
hal ini disebabkan adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut
yang memiliki struktur lingkar heterosiklik atau aromatis. Alkaloid dalam dosis
kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Alkaloid
memiliki beberapa fungsi dalam bidang farmaseutika,contohnya morfina sebagai
pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi sebagai
antispamodia, kokain sebagai anestetik , dan strisina sebagai stimulan syaraf.
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida
steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun.
Identifikasi awal kandungan saponin menurut penelitian Suharto et al. (2012)
dilakukan dengan uji busa dan uji warna. Saponin ditunjukkan dengan adanya
pembentukan busa stabil selama 30 detik dan menghasilkan ketinggian busa 1 - 3
cm. Saponin yang banyak ditemukan pada tumbuhan, memiliki karakteristik
berupa buih, mudah larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut non
polar. Senyawa saponin mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan
melisiskan sel bakteri tersebut (Harborne 1987).
Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai
antioksidan dan berperan dalam menghambat metabolisme energi. Flavonoid
mempunyai bermacam-macam bioaktifitas, antara lain sebagai antiinflamasi,
membantu memaksimalkan fungsi dari vitamin C, mencegah pengeroposan
tulang, antibiotik, antikanker, antifertilitas, antiviral, antidiabetes, antidepresant,
17

dan diuretik. Prinsip uji flavonoid adalah pembentukan warna merah atau kuning
pada lapisan amil alkohol (Ngajow et al. 2013).
Fenol adalah sekelompok senyawa organik yang gugus hidroksinya
langsung melekat pada karbon cincin benzene. Fenol memiliki aktivtas
antioksidan yang baik bagi kesehatan tubuh. Fenol disebut juga asam karbolat
atau benzenol dapat membentuk kristal tak berwarna yang memiliki bau yang
khas (Hardiana et al. 2012).
Steroid merupakan senyawa turunan lipid yang tidak terhidrolisis, memiliki
kerangka dasar terpenoid yang membentuk suatu cincin siklopentana
prehidrofenantrena. Fungsi senyawa steroid yang terdapat dalam tumbuhan
berperan sebagai pelindung untuk menolak serangan penyebab penyakit pada
tumbuhan dan hewan (Robinson 1995). Bangham dan Horne (2006) menyatakan
bahwa steroid dinilai berbahaya karena dapat berinteraksi dengan membran
fosfolipid sel yang bersifat impermeabel terhadap senyawa-senyawa lipofilik
sehingga menyebabkan integritas membran menurun, morfologi membran sel
berubah, dan akhirnya dapat menyebabkan membran sel rapuh dan lisis. Senyawa
aktif steroid banyak digunakan sebagai obat antibakteri, antiinflamasi, dan obat
pereda nyeri.
Tanin merupakan golongan polifenol yang ditemukan pada berbagai
tanaman. Tanin sangat efektif sebagai pendonor elektron dan atom hidrogen serta
pengkelat logam, sebab senyawa ini memiliki gugus hidroksil dan ikatan rangkap
terkonjugasi yang memungkinkan terjadinya delokalisasi elekron dan sebagai
antioksidan biologis (Hagerman 1998). Uji tannin menurut Seniwaty et al. (2009)
menggunakan FeCl3 dan menghasilkan positif apabila menunjukkan warna hijau
kecoklatan atau biru kehitaman. Juniarti et al. (2009) menyebutkan bahwa
senyawa steroid pada ekstrak daun saga (Arbus precatorius L.) tidak memiliki
aktivitas antioksidan.

Kadar Total Fenol Ekstrak Daun Pedada


Pengukuran kadar total fenol dilakukan dengan pereaksi Folin-Ciocalteau
yang membentuk larutan kompleks dengan senyawa fenol. Kandungan fenolik
dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat atau Gallic Acid Equivalent (GAE).
Satuan GAE digunakan untuk mengukur senyawa fenolik dalam suatu bahan
(Mongkolsilp et al. 2004). Suatu bahan yang memiliki kandungan senyawa fenol
yang tinggi, maka aktivitas antioksidan dalam bahan tersebut juga tinggi
(Meenakshi et al. 2009). Hasil analisis kadar total fenol ekstrak daun pedada
disajikan pada Tabel 5 dan perhitungannya disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 5 Kadar total fenol daun pedada


Sampel daun pedada Total fenol (mg GAE/g)
Daun pedada muda 287.65 ± 1.84
Daun pedada tua 260.26 + 6.15
Sonneratia albaa 42.05
a
Sumber : Kusyana (2014)
Tabel 5 menunjukkan total fenol ekstrak daun pedada muda memiliki kadar
total fenol lebih tinggi dibandingkan daun pedada tua. Tumbuhan yang memiliki
umur masih muda akan mengalami perkembangan jaringan sel lebih tinggi karena
18

masih rentan mengalami gangguan lingkungan (Nogues et al. 1998). Gangguan


lingkungan yang tinggi dan masih rentannya daun muda dapat meningkatkan
aktivitas metabolit sekunder, misal meningkatnya senyawa golongan fenolat,
steroid, dan terpenoid (Herawati et al. 2011).
Penelitian Kusyana (2014) mengenai kadar total fenol pada daun Sonneratia
alba muda sebesar 42.05 mg GAE/g. Perbedaan kadar total fenol yang diperoleh
dapat disebabkan oleh jenis mangrove, umur, habitat, seta kondisi lingkungan
yang terdapat pada habitat mangrove. Senyawa fenol merupakan senyawa yang
banyak ditemukan pada bagian tumbuhan (Pangestuty 2016) dan ditemukan pada
kadar yang berbeda-beda pada setiap bagian tumbuhan (Salimi 2012). Senyawa
yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus
hidroksil (-OH) dan gugus alkoksi (-OR) (Wirawan 2016). Senyawa fenol dapat
berupa flavonoid, fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid, dan kuinon fenolik.
Hasil uji fitokimia ekstrak daun pedada yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
daun pedada mengandung senyawa fenol berupa flavonoid. Flavonoid memiliki
kemampuan sebagai penangkap radikal bebas dan menghambat oksidasi lipid
(Banjarnahor dan Artanti 2014).

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Pedada


Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,
dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif, sehingga
kerusakan sel akan dihambat (Sarma et al. 2010). Nilai aktivitas antioksidan
ekstrak daun pedada diuji menggunakan dua metode, yaitu DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhidrazyl) dan CUPRAC (Cupric Reducing Antioxidant Capacity). Pengujian
perlu dilakukan dengan beberapa metode mengingat prinsip uji dan reaktivitas
senyawa pada sampel yang berbeda, sehingga satu metode tidak cukup untuk
menunjukkan semua antioksidan (Buyuktuncel et al. 2014). Kedua metode yang
digunakan mempunyai karakteristik dalam analisis aktivitas antioksidan dengan
mekanisme reaksi kimia, yaitu melalui donor hidrogen pada metode DPPH
(Pratiwi et al. 2016) dan mekanisme transfer elektron untuk metode CUPRAC
(Apak et al. 2007). Nilai aktivitas antioksidan ekstrak daun pedada disajikan pada
Tabel 6 dan contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 6 Aktivitas antioksidan ekstrak daun pedada
DPPH CUPRAC
Sampel daun pedada
IC50 (ppm) (mg asam askorbat/g)
Daun pedada muda 22.13 ± 4.18 73.96 ± 4.11
Daun pedada tua 48.52 ± 2.06 62.56 ± 2.28
Asam askorbat 4.34 ± 0.50 -

Tabel 6 menunjukkan nilai IC50 sampel daun pedada yang dianalisis


menggunakan metode DPPH dan CUPRAC. Nilai IC50 adalah jumlah konsentrasi
zat yang dapat menyebabkan penghambatan radikal bebas sebesar 50%. Semakin
tinggi angka IC50 semakin rendah aktivitas antioksidan. Suatu senyawa
digolongkan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50
ppm, kuat apabila nilai IC50 antara 50 - 100 ppm, sedang apabila nilai IC50
berkisar 100 - 150 ppm, dan lemah apabila nilai IC50 berkisar 150 - 200 ppm
(Molyneux 2004).
19

Metode DPPH merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam


mengukur aktivitas antioksidan tumbuhan secara in vitro (Zhou dan Yu 2004).
Aktivitas antioksidan dari suatu sampel uji didasarkan pada kemampuannya dalam
meredam aktivitas radikal bebas. Senyawa 1.1-difenil-2-pikrihidrazil (DPPH)
bertindak sebagai senyawa radikal sintetik yang akan menerima atom hidrogen
dari senyawa ekstrak yang memiliki senyawa antioksidan aktif. Pendonoran atom
hidrogen pada DPPH akan mengubah bentuk DPPH yang radikal menjadi non-
radikal, dapat diamati secara visual melalui perubahan warnanya dan secara
kuantitatif melalui absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Apabila
terdonasi atom hidrogen DPPH akan berubah menjadi bentuk non-radikal yang
ditandai dengan memudarnya warna ungu menjadi lebih muda hingga kuning
(Novianti 2012).
Metode CUPRAC merupakan metode penentuan aktivitas antioksidan
menggunakan bis(neokuproin) tembaga(II) (Cu(Nc)22+) sebagai pereaksi
kromogenik. Pereaksi Cu(Nc) 22+ yang berwarna biru akan mengalami reduksi
menjadi Cu(Nc)2+ yang berwarna kuning. Metode CUPRAC dipilih karena
memiliki beberapa kelebihan yaitu reagen CUPRAC dapat bereaksi dengan cepat,
bersifat selektif, lebih stabil, dan mudah diaplikasika. Nilai aktivitas antioksidan
akansemakin tinggi dengan tingginya nilai CUPRAC (Apak et al. 2007).
Hasil analisis aktivitas antioksidan daun pedada pada metode DPPH
menghasilkan aktivitas antioksidan yang lebih kuat pada daun pedada muda, yaitu
22.13 ppm, sedangkan daun pedada tua 48.52 ppm. Penelitian yang dilakukan
oleh Lestari (2017) menyatakan bahwa daun pedada memiliki aktivitas peredaman
radikal bebas yang sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 45.85 ppm.
Hasil aktivitas antioksdian metode CUPRAC menunjukkan bahwa daun
pedada muda menghasilkan nilai 73.96 mg asam askorbat/g ekstrak, dan daun
pedada tua 62.56 mg asam askorbat/gr ekstrak. Penelitian yang dilakukan oleh
Maryam et al. (2015) mengenai aktivitas antioksidan daun yodium (Jatropa
multifida L), menunjukkan hasil 0.7385 mg asam askorbat/gr ekstrak. Perbedaan
aktivitas antioksidan yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh perbedaan jenis
pelarut, metode ekstraksi, dan metode pengujian (Shalaby dan Sanaa 2012), selain
itu perbedaan bagian dari tanaman yang digunakan dan fungsi bagian tersebut
pada tanaman juga dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan (Dia et al. 2015).
Nilai IC50 yang tinggi pada daun muda dapat dipengaruhi oleh adanya
aktivitas perkembangan jaringan sel pada tumbuhan. Aktivitas perkembangan
jaringan sel pada daun muda jauh lebih tinggi karena tumbuhan muda masih
rentan mengalami gangguan lingkungan yaitu gelombang ultra violet dari cahaya
matahari. Gelombang ultra violet, misal UV-B dapat membuat daun megalami
pembatasan dalam konduktansi stomata sekitar 65% dan mengurangi kemampuan
stomata menyerap CO2 sebesar 10% sampai 15% (Nogues et al. 1998). Gangguan
lingkungan yang tinggi dan masih rentannya daun muda membuat tanaman
meningkatkan aktivitas metabolit sekunder, misal senyawa golongan fenolat,
steroid, dan terpenoid. Senyawa fenolat diketahui sebagai senyawa pelindung
tumbuhan dari herbivora, dan fungsi utama sebagian besar senyawa fenolat adalah
melindungi tumbuhan dari kerusakan akibat cahaya yang berlebihan dengan
bertindak sebagai antioksidan (Herawati et al. 2011). Senyawa fenolat juga dapat
melindungi mangrove dari kerusakan akibat radiasi ultraviolet (Agati et al. 2007).
20

Aktivitas antioksidan sampel daun pedada muda dan daun pedada tua lebih
rendah apabila dibandingkan dengan standar asam askorbat. Nilai IC50 asam
askorbat sebesar 4.34 ppm. Penelitan Dia et al. (2015) menyatakan bahwa nilai
IC50 asam askorbat adalah 3.59 ppm yang tergolong kedalam antioksidan sangat
kuat. Vitamin C merupakan senyawa antioksidan alami yang berfungsi mengikat
O2 sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi (oxygen scavanger). Vitamin C
mudah larut dalam air, sangat sensitif terhadap kerusakan yang datang dari luar,
seperti suhu, gula, garam, pH, oksigen dan katalisator logam. Vitamin C pada
buah bisa hilang secara terus menerus selama proses pengolahan, pencucian,
pemotongan dan penggilingan (Sayuti dan Yenrina 2015).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Komposisi kimia tertinggi pada daun pedada terdapat pada kadar air.
Komponen aktif yang terdapat pada daun pedada terdiri dari senyawa flavonoid,
tannin, saponin, dan fenol hidrokuinon. Letak daun pedada pada ranting
mempengaruhi total fenol dan aktivitas antioksidan ekstrak daun pedada. Daun
yang menghasilkan total fenol dan aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada
ekstrak daun pedada dalam kondisi masih muda, yakni daun yang terletak nomor
1 - 3 pada ranting. Total fenol ekstrak daun pedada muda adalah 287.65 mg
GAE/g dengan rendemen 5.14%. Aktivitas antioksidan kedua metode DPPH dan
CUPRAC pada ekstrak daun pedada muda yaitu 22.13 ppm (tergolong
antioksidan sangat kuat) dan 73.96 mg asam askorbat/gr ekstrak.

Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk menentukan aktivitas antioksidan
secara in vivo dan menentukan tingkat toksisitas dari ekstrak daun pedada
(Sonneratia caseolaris). Hal tersebut bertujuan agar mempelajari lebih lanjut
efektivitas antioksidan alami pada makhluk hidup. Saran lainnya yaitu perlu
dilakukan aplikasi dan pengembangan ekstrak dari daun pedada pada pengolahan
produk pangan maupun non pangan, misal bahan baku obat dan kosmetik.

DAFTAR PUSTAKA
Ai NS, Banyo Y. 2011. Konsentrasi klorofil daun sebagai indikator kekurangan
air pada tanaman. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2): 166-173.
Angka SL, Mokoginta I, Hamid H. 1990. Anatomi dan Histologi Banding
Beberapa Ikan Air Tawar yang Dibudidayakan di Indonesia. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor
21

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method


ofAnalysis of The Association of Official Analytical of Chemist.
Arlington(US): The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Agati G, Matteini P, Goti A, Tattini M. 2007. Chloroplast located flavonoids can
scavenge singlet oxygen. New Phytologist. 174: 77-80.
Apak R, Guclu K, Demirata B, Ozyurek M, Celik SE, Bektasoqlu KI, Ozyurt
D.2007. Comparative evaluation of various total antioxidant capacity
assay applied to phenolic compounds with the CUPRAC assay.
Molecules 12: 1496-1547.
Aveindo P, Serrano AE. 2012. Effects of the apple mangrove (Sonneratia
caseolaris) on growth, nutrient utilization and digestive enzyme
activities of the black tiger shrimp Penaeus monodon postlarvae.
European Journal of Experimental Biology. 2 : 16 - 18.
Azis T, Febrizky S, Mario AD. 2014. Pengaruh jenis pelarut terhadap persentasi
yield alkaloid dari daun salam india (Murraya koenigii). Jurnal Teknik
Kimia. 2(20):1-6.
Banjarnahor S, Artanti N. 2014. Antioxidant properties of flavonoids. Medical
Journal of Indonesia. 23(4) : 239-244
Barclay G. 2002. Plant Anatomy. Encyclopedia of Life Science. London (US) :
Macmillan Publishers
Boeing JS, Erica OB, Beatriz CS, Paula FM, Vitor CA, Jesui VV. 2014.
Evaluation of solvent effect on the extraction of phenolic compounds
andantioxidant capacities from the barriers: Application of principal
component analysis. Chemistry Central Journal. 8(48): 1-9.
Buyuktuncel E, Porgah E, Colak C. 2014. Comparison of total phenolic content
and total antioxidant activity in local red wines determined by
spectrophotometric methods. Food and Nutriotion Sciences. 5:1660-1667
Campbell N, Reece A, Mitchell. 2003. Biologi. Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta.
(ID) : Erlangga.
Cannel RJP. 2008. Method In Biotechnology: Natural Product Isolation. New
Jersey (US): Human Press Inc. 425-464
Cech TR, Bass BL. 1986. Biological catalysis by RNA. Annual Review of
Biochemistry. 55 : 599 - 629.
Chew KK, Thoyy, Khoo MZ, Wan AWM, Ho CW. 2011. Eff ect of ethanol
concentration, extraction time and extraction temperature on the recovery
of phenolic compounds abd abtioxidant capacity of Centella asiacita
extracts. International Food Research Journal. 18:566-573.
Christiana R, Kristopo H, Limantara L. Fotodegradasi dan aktivitas antioksidan
klorofil a dari serbuk Spirulina. Indonesia Journal Chemistry. 8(2):236-
241.
22

Dia SP, Nurjanah, Jacoeb AM. 2015. Komposisi kimia dan aktivitas antioksidan
akar, kulit batang dan daun lindur. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 18(2) : 2015-219.
Dwidjoseputro D. 1994. Pigmen Klorifil. Jakarta (ID) : Erlangga.
[EFSA] European Food Safety Authority. 2012. Scientific opinion on the re
evaluation of butylated hydroxytoluene BHT (E 321) as a food
additive. EFSA Journal. 10(3): 1-43.
Emilia I. 2010. Isolasidan identifikasi senyawa alkaloid dari daun tumbuhan
senggugu (Clerodendron serratum Spreng). Jurnal Sainmatika. 1(2):
01-10.
Fajriah S, Darmawan A, Sundowo A, Artanti N. 2007. Isolasi senyawa
antioksidan dari ekstrak etul asetat daun benalu (Dendrophthoe pentandra
L. Miq) yag tumbuh pada inang lobi - lobi. Jurnal Kimia Indonesia. 2(1) :
17- 20.
Farrah V. 2015. Kajian pengeringan gabah yang menggunakan sistem kendali
udara lingkungan dan penjemuran. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
FirdIyani F, gu tini T , Ma’ uf F Ek t ak i nyawa ioaktif sebagai
antioksidan alami Spirulina plantesis segar dengan pelarut yang berbeda.
Junal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 18(1): 28-37.
Fitter AH, Hay RKM. 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta (ID) :
Gadjah Mada University Press.
Giri C, Ochieng E, Tieszen LL, Zhu Z, Singh A, Loveland T, Masek J, Duke
N. 2011. Status and distribution of mangrove forests of the world using
earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography.
20 : 154 - 159.
Hagerman AE. 1998. High molecular weight plant polyphenolics (tannins) as
biological antioxidants. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
46(1): 1887-1892
Handayani S. 2013. Kandungan flavonoid kulit batang dan daun pohon api -
api (Avicennia marina (Forksh.) Vierh)) sebagai senyawa aktif
antioksidan. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung (ID) :
Institut Teknologi Bandung.
Hardiana R, Rudiyansyah, Zaharah TA. 2012. Aktivitas antioksidan senyawa
golongan fenol dari beberapa jenis tumbuhan famili malvaceae. Jurnal
Kimia Khatulistiwa. 1(1) : 8-13.
Hardiningtyas SD, Purwaningsih S, Handharyani. 2014. Aktivitas antioksidan dan
efek hepatoprotektif daun api-api putih (Avicennia marina). Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 17(1): 80-91.
23

Hariyani, Widaryanto E, Herlina N. 2015. Pengaruh umur panen terhadap


rendemen dan kualitas minyak atsiri tanaman nilam (Pogostemon cablin
Benth). Jurnal Produksi Tanaman. 3(3): 205-211.
Harjana TMP. 2011. HISTOLOGI. Yogyakarta (ID) : Universitas Negri
Yogyakarta Press.
Has H, Napirah A, Indi A. 2014. Efek peningkatan serat kasar dengan penggunaan
daun murbei dalam ransum broiler terhadap persentase bobot saluran
pencernaan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis. 1(1) : 63 - 69.
Hasanah S, Ahmad I, Rijai L. 2015. Profil tabir surya ekstrak dan fraksi daun
pedada merah (Sonneratia caseolaris L.). Jurnal Sains dan Kesehatan.
1(4): 175-180.
Herawati N, Jalaludin N, Daha L, Zenta F. 2011. Potensi antioksidan dari ekstrak
metanol kulit batang tumbuhan mangrove Sonneratia alba. Farmasi dan
Farmakologi. 15(1): 23-25.
Herwinda S, Amir M. 2013. Aktivitas ekstrak dan fraksi daun pedada merah
(Sonneratia caseolaris L) sebagai antioksidan. Prossiding Seminar
Nasional Kimia. 164 - 169.
Indraswari A. 2008. Optimasi pembuatan ekstrak daun dewan daru (Eugenia
uniflora L) menggunakan metode maserasi dengan parameter kadar total
senyawa fenolik dan flavonoid. [Skripsi]. Surakarta (ID) : Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Kawarkhe P, Deshmane S, Biyani K. 2016. Natural antioxidant for face cream:
areview. International Journal of Research in Cosmetics Science. 6(1):
1-5.
Khaira K. 2010. Menangkal radikal bebas dengan antioksidan. Jurnal
Sainstek. 2(2): 183-187.
Kusyana D. 2014. Eksplorasi potensi bahan aktif berkhasiat antioksidan pada
daun dan buah mangrove jenis Sonneratia alba (JE Smith, 1816).
[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Lakitan, B. 1993. Dasar - Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID) : PT
Rajagrafindo Persada
Latief M, Nazarudin, Nelson. 2015. Aktivitas antioksidan ekstrak daun dan
buah prepat (Sonneratia alba) asal Tanjung Jabung Timur Propinsi
Jambi. Prosiding Semirata bidang MIPA BKS-PTN Barat.
Lestari MA. 2017. Isolasi ekstrak daun pedada (Sonneratia caseolaris L.)
terhadap sel kanker serviks. [Skripsi]. Makassar (ID) : Universitas Islam
Negeri Ailaudin Makassar.
Marliana SD, Venty S, Suyono. Skrining fitokimia dan analisis kromatografi
lapis tipis komponen kimia buah labu siam (Sechium edule Jacq.
Swartz.) dalam ekstrak etanol. Biofarmasi. 3(1) : 26-31.
Maryam S, Baits M, Nadia A. 2015. Pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak
etanol daun kelor (Moringa oleifera Lam.) menggunakan metode FRAP
24

(Feric Reducing Antioxidant Power). Jurnal Fitofarmaka Indonesia. 2


(2) : 115 - 118.
Meenakshi S, Gnanambigai D, Mozhi S, Arumugam M, Balasubramanian T.
2009. Total flavonoid and in vitro antioksidant activity of two
seaweeds of Rameshwaram Coast. Global Journal Pharma. 3(2) : 59-62.
Metcalfe CR, Chalk L. 1950. Anatomy of the Dicotyledons 2. Oxford (NY) :
Clarendon Press.
Molyneux P. 2004. The use of stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (dpph)
for estimating antioksidan activity. Songklanakarin Journal Sciences
Technology. 26(2) : 211 - 219.
Mongkolsilp S, Pongbupakit I, Sae-lee N, Sitthithaworn W. 2004. Radical
scavenging activity and total phenolic content of medical plants used
in primary health care. Journal of Pharmacy and Science. 9 (1) : 32-35
Ngajow M, Abidjulu J, Kamu VS. 2013. Pengaruh antibakteri ekstrak kulit
batang matoa (Pometia pinnata) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
secara in vitro. Jurnal MIPA UNSRAT Online. 2 (2): 128-132.
Nogues S, Allen DJ, Morison JLL, Baker NR. 1998. Ultraviolet – B Radiation
Effects on WaterRelations, Leaf Development, and Photosynthesis
Droughted Pea Plant. Plant Physiology. 117(1) : 173 -180.
Novianti ND. 2012. Isolasi, uji aktivitas antioksidan dan toksisitas menggunakan
Artemia salina dari fraksi aktif ekstrak metanol daun jambo - jambo
(Kjelbergiodendron celebicus). [Skripsi]. Jakarta (ID) : Universitas
Indonesia.
Nurdia. 2017. Isolasi dan identifikasi antioksidan terhadap daun pedada
(Sonneratia caseolaris L.). [Skripsi]. Makassar (ID) : Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.
Nurul A. 2013. Struktur anatomi daun lengkeng (Dimocarpus longan Lour.)
Kultivar Local, Pingpong, Itoh, dan Diamond River. [Skripsi]. Jember (ID)
: Universitas Jember.
Nurwati. 2011. Formulasi hard candy dengan penambahan ekstrak buah pedada
(Sonneratia caseolaris) sebagai flavor. Bogor (ID) : Institut Pertanian
Bogor.
Pangestuty A. 2016. Uji aktivitas antioksidan dan penetapan kadar fenolik total
fraksi etil asetat ekstrak etanol buah buni (Antidesma bunius L. Spreng)
dengan metode 2,2-difenil-1- pikrilhidrazil (DPPH) dan metode folin
ciocalteu. [Skripsi]. Yogyakarta (ID) : Universitas Sanata Dharma.
Prakash, Aruna, Rigelholf F, Miller E. 2011. Antioksidant Activity. New York
(USA) : Medallion Laboratories.
Pramesti R.2013.Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Caulerpa
serrulata dengan Metode DPPH (1,1 difenil 2 pikrilhidrazil). Jurnal
Buletin Oseanografi Marina. 2:7-15
25

Pratiwi L, Fudholi A, Martien R, Pramono S. 2016. Ethanol extract, ethyl acetate


extract, ethyl acetate fraction, and n-heksan fraction mangosteen peels
(Garcinia mangostana L.) as source of bioactive substance free-radical
scavengers. Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research. 1 :
71-82
Pratt DE. 1992. Natural antioxidants from plant material. American Chemical
Society. 5 : 54-71.
Rauf A, Pato U, Ayu DF. 2017. Aktivitas antioksidan dan penerimaan panelis teh
bubuk daun alpukat (Persea americana Mill.) berdasarkan letak daun
pada ranting. Jom FAPERTA. 4(2) : 1-12.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung (ID): Institut
Teknologi Bandung. 281-282.
Salimi YK. 2012. Peranan ekstrak dan tepung sorgum (Sorghum bicolor L.) dalam
penghambatan kanker secara in vitro dan in vivo pada mencit BALB/c.
[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sarma AD, Mallick AR, Ghosh AK. 2010. Free radicals and their role in different
clinical conditions: an overview. International Journal of Pharma
Sciences and Research. 1(3): 185-192.
Sayuti K, Yenrina R. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Padang (ID) :
Andalas University Press.
Seniwaty, Raihanah, Nugraheni IK Umaningrum D. 2009. Skrinning fitokimia
dari alang alang (Imperata cylindrica L. Beauv) dan lidah ular (Hedyotis
corymbosa L. Lamk). Jurnal Sains dan Terapan Kimia. 3(2) : 124 -133.
Setjo S, Kartini E, Saptasari M, Sulisetiijono. 2004. Anatomi Tumbuhan. Malang
(ID) : Universitas Negeri Malang.
Sogandi, Anggelia F, Riniwasih LK. 2017. UJI aktivitas antibakteri ekstrak
etanol 96% daun rambai (Sonneratia caseolaris, (L.) Engl) terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Indonesia Natural Research
Pharmaceutical Journal. 2(1) : 74 - 81.
Suharto MAP, Edy HJ, Dumanauw JM. 2012. Isolasi dan identifikasi senyawa
saponin dari ekstrak methanol batang pisang ambon (Musa paradisiaca
var. Sapientum L.). Phamacon Journal. 1(2) : 86 - 92.
Sukmadi. 2008. Etiologi Tumbuhan Pedada (Sonneratia caseolaris (L) Engler
1997) Pada Kawasan Muara Angke Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta. Jurnal Perikanan. 11 - 14.
Sunarni T. 2005. Aktivitas antioksidan penangkal radikal bebas beberapa
kecambah dari biji tanaman familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi
Indonesia. 2(2):53- 61.
Supriyanto, Indriyanto, Bintoro, A. 2014. Inventarisasi jenis tumbuhan obat di
hutan mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai
Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari. 2(1) : 67-75.
26

Suseno H. 1974. Fisiologi Tumbuhan: Metabolisme Dasar. Bogor (ID) : IPB


Press.
Tomlinson. 1986. The Botany of Mangrove. Inggris (UK): Cambridg University
Press
Werdhasari A. 2014. Peran antioksidan bagi kesehatan. Jurnal Biotek
Medisiana Indonesia. 3(2): 59-68.
Wirawan EY. 2016. Uji antioksidan ekstrak tumbuhan sisik naga (Pyrrosia
piloselloides L.M.G Price) pada pohon inang jambu air (Syzygium
aqueum) dengan metode 2,2- diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) dan
penetapan karakter ekstrak. [Skripsi]. Yogyakarta (ID) : Universitas
Sanata Dharma
Yulianis, Latief M, Redho M. 2015. Isolasi senyawa dari fraksi etil asetat daun
pedada (Sonneratia caseolaris L.) dan uji aktifitas antioksidan.
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Sains
Farmasin dan Klinik ”. 91 - 96
Zhou K, Yu L. 2004. Effects of extraction solvent on the wheat bran antioxidant
activity estimation. LWT-Food Science Technology. 37:717-721.
Zuhra CF, Tarigan J, Sihotang H. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa
Flavonoid dari Daun Katuk (Sauropus androgunus (L) Merr.). Jurnal
Biologi Sumatera. 3(1): 7-10.
27

LAMPIRAN
28
29

Lampiran 1 Dokumentasi proses ekstraksi

Daun pedada Ekstraksi maserasi Penyaringan ekstrak


dengan shaker

Evaporasi Ekstrak daun pedada Penimbangan ekstrak


30

Lampiran 2 Contoh Perhitungan

1. Contoh perhitungan rendemen


o ot k t ak
Rendemen (%) = o ot amp l x 100%
= X 100%
= 7.85%
Rendemen ekstrak daun pedada mudapada ulangan pertama yaitu 7.85%

2. Contoh perhitungan total fenol


Persamaan asam galat
y (rata-rata absorbansi) = 0.0022x + 0.0244
0.3435 = 0.0022x + 0.0244
x = 145.22 mg/L (konsentrasi asam galat)
volum nyawa uji m
Total fenol = konsentrasi asam galat x ma a nyawa uji g
= 145.22 x = 290.45 mg GAE/g
Total fenol ekstrak daun pedada muda pada ulangan pertama yaitu 290.45 mg
GAE/g

3. Contoh perhitungan aktivitas antioksidan DPPH


Perhitungan % inhibisi
a o an i lanko-a o an i amp l
% Inhibisi = x
a o an i lanko

= x 100%
= 44.27%
Perhitungan regresi linier (IC50)
y = 0.641x + 37.71
50= 0.641x + 37.71
x =19.17
Nilai IC50 ekstrak daun pedada muda ulangan pertama yaitu 19.17 mg/mL

4. Contoh perhitungan aktivitas antioksidan CUPRAC


Persamaan regresi linier standar asam askorbat
y (rata-rata absorbansi sampel) = 0.017x + 0.053
1.44 = 0.017x + 0.053
x = 81.64 mg asam askorbat/g ekstrak
Nilai aktivitas antioksidan CUPRAC ekstrak daun pedada mudapada ulangan
pertama yaitu 81.64 mg asam askorbat/g ekstrak.
31

Lampiran 3 Kurva standar

1. Kurva asam galat pada analisis total fenol


0.2
y = 0.0022x + 0.0244
R² = 0.9938
0.15
absorbansi

0.1

0.05

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
konsentrasi asam galat (ppm)

2. Kurva analisis antioksidan DPPH daun muda


80.00 y = 0.6412x + 37.71
70.00 R² = 0.9949
60.00
Inhibisi (%)

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi ekstrak sampel (ppm)

3. Kurva analisis antioksidan DPPH daun tua


80.00
y = 0.7557x + 31.069
70.00 R² = 0.9908
60.00
Inhibisi (%)

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi ekstrak sampel (ppm)
32

4. Kurva analisis antioksidan DPPH standar asam askorbat


60.0000
50.0000
y = 12.981x - 10.435
40.0000
%inhibisi

R² = 0.97
30.0000
20.0000
10.0000
0.0000
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi asam askorbat (ppm)

5. Kurva analisis antioksidan CUPRAC standar asam askorbat


0.16 y = 0.017x + 0.0534
0.14 R² = 0.9665
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 1 2 3 4 5 6
33

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 31 Agustus 1996.
Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Zaylani dan Maimunah. Pendidikan
formal yang ditempuh oleh penulis yaitu SDN 3 Palapa, SMPN 10 Bandar
Lampung, dan SMAN 7 Bandar Lampung. Penulis melanjutkan studi di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN pada tahun 2014 di Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Selama perkuliahan aktif sebagai pengurus di Himpunan Profesi Mahasiswa
Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN) divisi Pengembangan Sumberdaya
Manusia pada periode 2015-2016 sebagai anggota dan periode 2016-2017 di
divisi Teknologi Tepat Guna sebagai bendahara divisi. Penulis juga aktif
mengikuti Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Lampung
(KEMALA). Penulis juga aktif di fakultas mengikuti kepanitiaan acara, yaitu
FMAC (Fisheries Marine and Art Sciences) sebagai Bendahara Divisi Humas.
Penulis pernah melakukan Praktik Lapangan di Mini Plant PT Kelola Mina
Laut, Brebes, Jawa Tengah m ng nai “Evalua i p n apan k layakan da a dan
penyusunan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Plan pada
Pengolahan Daging Rajungan Rebus Dingin di Mini Plant PT Kelola Mina Laut,
Brebes, Jawa Tengah” nuli m lakukan p n litian d ngan judul “ ktivita
Antioksidan Ekstrak daun pedada (Sonneratia caseolaris) bedasarkan letak daun
pada ranting” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dibawah bimbingan Dr Ir Agoes
Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol dan Prof Dr Ir Nurjanah, MS.

Anda mungkin juga menyukai