22 Susanti 1401418334
22 Susanti 1401418334
VIII
Disusun Oleh
Nama : Susanti
Nim : 1401418334
No. Urut : 22
Rombel :G
1
BAB VII
Sulit menemukan praktik korupsi di negara Finlandia yang terkenal sebagai negara seribu
danau. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan Finlandia bersih dari korupsi. Pertama,
obedience, yaitu sikap taat atau patuh pada hukum. Kedua, honesty, yaitu sikap jujur pada
diri sendiri dan orang lain. Ketiga, life style atau gaya hidup sederhana dan tidak konsumtif.
Keberhasilan pemberantasan korupsi tidak lepas dari dua faktor utama yang
menyebabkannya: (1) adanya good will, political will, integritas, dan komitmen yang
ditunjukkan oleh pemimpin dan aparatur pemerintah dalam menegakkan hukum, (2) adanya
lembaga atau badan antikorupsi yang dibentuk oleh pemerintah dengan wewenang yang
sangat luas untuk memberantas praktik korupsi (Suryadi, 2006: 193). Selain penegakan
hukum yang tegas, China memiliki badan antikorupsi, yaitu Anti Corruption Branch (ACB)
yang ditangani oleh kepolisian. Oleh karena ACB dikelola oleh kepolisian yang sudah
mendapatkan stigma korup, maka ACB tidak direspon masyarakat. Itulah sebabnya, ACB
diganti menjadi Anti Corruption Office (ACO) yang dipimpin oleh pemimpin baru yang
betul-betul jujur. ACO memiliki tiga bagian, yaitu: (1) bagian pengumpul keterangan
intelijen yang telah lama ada, (2) bagian penyidikan tuduhan korupsi sehari-hari, dan (3)
bagian penyidikan terhadap pegawai pemerintah yang mempunyai kekayaan yang jauh
melampaui gaji.
2
Dalam upaya pemberantasan korupsi, Hongkong membentuk sebuah badan antikorupsi yang
dinamakan Independent Commission Against Corruption (ICAC) pada tanggal 17 Oktober
1973.
Wewenang ICAC selengkapnya adalah sebagai berikut. (1) Menahan seseorang yang
dicurigai melakukan korupsi; (2) ICAC berwenang menyidik dan menyita suatu barang tanpa
membutuhkan membutuhkan surat perintah terhadap kasus-kasus yang bersifat istimewa; (3)
ICAC dapat meminta setiap orang untuk memberikan informasi apa pun yang dirasa perlu
oleh komisaris; (4) ICAC dapat mengeluarkan nama kemandirian, ICAC dapat melaporkan
langsung tugas-tugasnya kepada gubernur, tidak melalui badan legislatif atau pun eksekutif
(Suryadi, 2006: 197).
Pada tahun 1970 dikeluarkan Emergency (Essential Powers Ordinance) Nomor 22 dan
berdasarkan Anti Corruption Agency Act tahun 1982 dibentuklah Badan Pencegah Rasuah
(BPR). Fungsi pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh BPR mencakupi: (1) Mengenal
dan memastikan terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang didasarkan pada
informasi dan pengaduan yang diperoleh secara teliti, menyeluruh, dan efisien melalui
intelijen dan penyidikan; (2) Memperoleh dan mengumpulkan bukti-bukti secara teliti dan
lengkap untuk membuktikan terjadinya perbuatan korupsi, penyalahgunaan wewenang dan
pelanggaran disiplin melalui penyidikan yang rapi, cepat, dan efektif; (3) Memastikan
keadilan dan kepentingan umum secara berkelanjutan dijamin dengan undang-undang dan
peraturan nasional serta penuntutan yang bijaksana dalam kasus-kasus korupsi dan
penyalahgunaan wewenang; (4) Membantu ketua-ketua sektor publik dan swasta dalam
mengambil tindakan tata tertib terhadap pegawai mereka yang melanggar peraturan serta
kode etik kerja berdasarkan laporan BPR yang lengkap; (5) Memotong akar dan peluang
untuk melakukan korupsi dan penyalahgunaan wewenang akibat kelemahan sistem
3
manajemen di sektor publik dan swasta yang dipastikan dari hasil penyidikan laporan BPR;
(6) Membantu dalam menentukan calon-calon yang tidak terlibat dalam perbuatan korupsi
dan penyalahgunaan wewenang serta dipastikan berdasarkan saringan yang cepat dan tepat
bagi: (a) kenaikan pangkat, pensiun awal, penganugerahan bintang dan gelar kebesaran, serta
pengisian jabatan-jabatan penting dalam sektor publik, (b) pengisian jabatan-jabatan yang
penting dalam institusi tertentu serta penganugerahan bintang dan gelar kebesaran dalam
sektor swasta; (7) Meningkatkan penyertaan dukungan yang terpadu dari kalangan pemimpin,
kelompok berpengaruh, dan masyarakat umum dalam usaha-usaha menentang korupsi dan
penyalahgunaan wewenang; (8) Memastikan tindakan yang diambil oleh BPR dalam
intelijen, penyidikan dan pencegahan korupsi serta penyalahgunaan wewenang dapat
dilakukan dengan disiplin melalui hubungan dan kerja sama dengan badan-badan terkait baik
pada tingkat nasional maupun internasional; (9) Mewujudkan nilai-nilai unggul,
meningkatkan kepakaran dan profesionalisme serta memupuk semangat kerjasama di
kalangan pejabat BPR melalui kepemimpinan yang berdedikasi dan dinamis; (11)
Meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan kualitas manajemen pejabat BPR pada semua
tingkat melalui program pembangunan sumber daya manusia, teknologi informasi, dan proses
kerja yang sistematis (Hamzah, 2005: 38-39).
Walaupun Singapura merupakan negara yang tergolong makmur, paling aman, tertib, dan
kecil korupsinya, namun tetap membentuk badan antikorupsi yangh dinamakan Corruption
Practices Investigation Bureau (CPIB) pada tahun 1950-an. CPIB memiliki wewenang cukup
luas. Wewenang yang dimiliki meliputi wewenang penahanan, wewenang penyidikan,
wewenang khusus penyidikan, dan wewenang penggeledahan.
4
Memeriksa dan memutus apakah seorang pejabat negara telah menjadi kaya luar biasa atau
telah melakukan delik korupsi, penyalahgunaan jabatan atau penyalahgunaan wewenang di
badan kehakiman; (4) Memeriksa secara akurat adanya aset aktual dan tanggung jawab
pejabat negara serta memeriksa perubahan aset dan tanggung jawab orang-orang yang
memegang posisi politik, memeriksa aset dan pertanggungjawaban; (5) Menentukan aturan
mengenai penentuan posisi, kelas, atau tingkat pejabat negara yang diwajibkan menyerahkan
account yang menunjukkan aset dan tanggung jawab secara khusus; (6) Menentukan aturan
dan prosedur untuk penyerahan account yang menunjukkan aset dan tanggung jawab khusus
pejabat negara serta pengungkapan account yang menunjukkan aset dan tanggung jawab
secara khusus memangku jabatan perdana menteri; (7) Menyerahkan laporan inspeksi dan
laporan mengenai kinerja bersama dengan catatannya kepada Dewan Menteri, DPR, dan
Senat setiap tahun mempublikasikan laporan ini untuk disebarkan; (8) Mengusulkan
tindakan, pendapat, atau rekomendasi kepada Dewan Menteri, DPR, dan Senat setiap tahun
serta mempublikasikan laporan untuk disebarkan; (9) Menunjukkan beberapa hal kepada
badan yang berkaitan dengan tujuan memohon kepada suatu pengadilan atas suatu perintah
atau putusan untuk membatalkan atau mencabut hak atau dokumen milik atas tanah yang
sudah diberi persetujuan oleh pejabat negara atau memberikan izin yang menunjukkan hak-
hak dan keuntungan atau mengeluarkan dokumen hak atas tanah kepada orang tertentu yang
bertentangan dengan undang-undang atau aturan resmi yang merugikan pelayanan
pemerintah; (10) Mengambil tindakan untuk mencegah korupsi dan membangun sikap dan
rasa berkaitan dengan integritas dan kejujuran serta mengambil tindakan demikian untuk
memberi bantuan publik dan kelompok orang untuk mengambil bagian dalam memberantas
korupsi; (11) Memberi persetujuan untuk pengangkatan sekretaris jenderal; (12) Mengangkat
orang-orang atau kelompok untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya; (13)
Melaksanakan tindakan lain yang ditentukan oleh undangundang organik (NCCC) atau
undang-undang lain yang menjadi tanggung jawab NCCC (Hamzah, 2005: 70-71).
5
BAB VIII
Visi KPK adalah mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi (Maheka, t.th.: 52). Misi KPK
adalah sebagai penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang antikorupsi. Rencana
strategis KPK meliputi strategi berdasarkan waktu (strategi jangka pendek, strategi jangka
menengah, dan strategi jangka panjang) dan strategi berdasarkan tugasnya (strategi
pembangunan kelembagaan, strategi pencegahan, strategi penindakan, dan strategi
penggalangan keikutsertaan masyarakat).
Strategi jangka pendek KPK, yakni strategi yang segera dapat memberi manfaat, meliputi
penindakan, membangun nilai etika, membangun sistem pengendalian terhadap lembaga
pemerintahan agar menjadi lebih efisien dan profesional.
Strategi jangka menengah, yakni strategi yang secara sistematis mampu mencegah tindak
pidana korupsi, meliputi kegiatan membangun proses perbankan, penganggaran, pengadaan
dan infrastruktur informasi di instansi pemerintah yang mendorong efisiensi dan efektivitas,
memotivasi terciptanya kepemimpinan yang efisien dan efektif, serta meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan pemerintah serta meningkatkan akses
masyarakat terhadap pemerintahan.
Strategi jangka panjang, yang diharapkan dapat mengubah persepsi dan budaya masyarakat,
mencakupi aktivitas membangun dan mendidik masyarakat untuk menangkal korupsi yang
terjadi di lingkungannya, membangun tata pemerintahan yang baik sebagai bagian penting
dalam sistem pendidikan nasional, dan membangun sistem kepegawaian (perekrutan,
penggajian, penilaian kinerja dan pengembangan) yang berkualitas.
Tujuan strategi pembangunan kelembagaan adalah terbentuknya suatu lembaga KPK yang
efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut, aktivitas yang dilakukan meliputi penyusunan
struktur organisasi, kode etik, rencana strategis, rencana kinerja, anggaran, prosedur operasi
standar, dan penyusunan sistem manajemen SDM, rekrutmen penasihat dan pegawai serta
pengembangan pegawai, penyusunan manajemen keuangan, penyusunan teknologi informasi
pendukung, penyediaan fasilitas dan peralatan, dan penyusunan mekanisme pengawasan
internal.
6
Strategi pencegahan bertujuan membangun sistem pencegahan tindak pidana korupsi yang
handal. Aktivitas yang dilakukan meliputi peningkatan efektivitas sistem pelaporan kekayaan
penyelenggara negara, penyusunan sistem pelaporan gratifikasi dan sosialisasi, penyusunan
sistem pelaporan pengaduan masyarakat dan sosialisasi, pengkajian dan penyampaian saran
perbaikan atas sistem administrasi pemerintahan dan pelayanan masyarakat yang
berindikasikan korupsi, penelitian dan pengembangan teknik dan metode yang mendukung
pemberantasan korupsi.
Dalam pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK berkedudukan sebagai lembaga negara yang
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun (KPK, t.th.: 3). Berdasarkan kedudukannya, KPK mempunyai lima tugas
pokok, yaitu: (1) koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi, (2) supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi, (3) melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, (4) melakukan tindakan-tindakan pencegahan
tindak pidana korupsi, dan (5) melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan
negara (Direktorat Pembinaan Jaringan Kerjasama AntarKomisi dan Instansi KPK, 2006: 97).
Dalam melaksanakan tugas pokok yang pertama (koordinasi), KPK memiliki wewenang:
mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta
informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta laporan instansi terkait mengenai
pencegahan tindak pidana korupsi. Dalam melaksanakan tugas kedua, yaitu supervisi, KPK
7
berwenang melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang
menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana
korupsi dan instansi yang melaksanakan pelayanan publik. Dalam melaksanakan wewenang
tersebut, KPK berwenang pula mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku
tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Dalam hal melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK berwenang:
(1) Melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan; (2) Memerintahkan kepada instansi
terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri; (3) Meminta keterangan kepada
bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa
yang sedang diperiksa; (4) Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk
memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya; (5) Meminta data kekayaan dan data
perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait; (6) Menghentikan sementara
suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan
sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau
terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak
pidana korupsi yang sedang diperiksa; (7) Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi
penegak hukum negara lain untuk, melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang
bukti di luar negeri; (8) Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak
pidana korupsi yang sedang ditangani (Direktorat Pembinaan Jaringan Kerjasama
AntarKomisi dan Instansi KPK, 2006: 99). Dalam melaksanakan tugas pencegahan, KPK
berwenang untuk: (1) melakukan pendaftaran dan pemeriksaan laporan harta kekayaan
penyelenggara negara, (2) menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi, (3)
menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan, (4)
merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana
korupsi, (5) melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum, dan (6) melakukan
kerjasama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam
melaksanakan tugas monitor sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU Nomor 30 Tahun 2002,
KPK berwenang: (1) Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di
semua lembaga negara dan pemerintah; (2) Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara
dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem
pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi; (3) Melaporkan kepada Presiden
Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa
8
Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut
tidak diindahkan (Direktorat Pembinaan Jaringan Kerjasama AntarKomisi dan Instansi KPK,
2006: 99).
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002, susunan KPK terdiri atas seorang ketua dan empat
orang wakil ketua. KPK membawahi empat bidang, yaitu bidang pencegahan, bidang
penindakan, bidang informasi dan data, serta bidang pengawasan internal dan pengaduan
masyarakat.
Kode Etik Pimpinan KPK RI dalam menjalankan tugasnya meliputi: (1) terbuka (transparan)
baik dalam pergaulan internal dan eksternal, (2) kebersamaan, yaitu melaksanakan tugas
memimpin KPK secara kolektif, (3) berani, yakni mengambil sikap tegas dan rasional dalam
membuat keputusan sulit dan atau tidak populis demi kepentingan jangka panjang KPK dan
negara, (4) integritas, yaitu mewujudkan perilaku yang bermartabat, (5) tangguh, artinya
tegar dalam menghadapi berbagai godaan, hambatan, tantangan, ancaman, dan intimidasi
dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun, dan (6) unggul, artinya selalu meningkatkan
pengetahuan dan kapasitas pribadinya (KPK, t.th.: 151).