Anda di halaman 1dari 10

Perdarahan pada usia muda adalah keluarnya darah dari jalan lahir pada usia kurang dari 20

minggu yang disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa.
Klarifikasi pedarahan kehamilan usia muda
Pengertian Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu, pada atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar
kandungan

Beberapa definisi para ahli tentang abortus

 EASTMAN:
Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri
di luar uterus.Belum sanggup yaitu apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-100 gr, atau usia
kehamilan kurang dari 28 minggu
 JEFFCOAT:
Abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus
belum viable by law.
 HOLMER:
Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16, dinamakan proses plasentasi
belum selesai.
 Anomali Kongenital (hipoplasi uteri, uterus bikornis, dll)

Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah faktor ovum sendiri, faktor ibu dan
faktor bapak :

1. Kelainan Ovum
Menurut HERTIG, dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan.
Menurut penyelidikan mereka. Dari 100 abortus spontan 48,9% disebabkan ovum yang
patologis, 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio, dan 9,6% disebabkan plasenta yang
abnormal.

2. Kelainan genitalia ibu


Misalnya pada ibu yang menderita :

1. Kelainan letak dari uterus seperti retroflexi uteri fisika


2. Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah
dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen, endometritis, mioma submukosa.
3. Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola)
4. Distorsio uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis

3. Gangguan sirkulasi plasenta


Kita jumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum, anomali
plasenta, dan endarteritis oleh karena lues.
4. Penyakit-penyakit ibu
Misalnya pada :

1. Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielitis,
rubella, demam molta, dsb. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi
kuman atau virus pada fetus.
2. Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol dll.
3. Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kardis, penyakit paru berat, anemia gravis.
4. Mal nutrisi, avitaminosis, dan gangguan metabolisme, hipotyroid, kekurangan vitamin A,
C atau E, Diabetes melitus.
5.
5. Antagonis Rhesus
Pada antogonis resus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga terjadi
anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.

6. Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofis, atau faktor serviks yaitu inkompetensi
serviks, servisitis.

7. Perangsang pada ibu yang menyebabkan uterus berkonraksi; umpamanya sangat terkejut,


obat-obat uterotonika, ketakutan, laparotomi, dll. Atau dapat juga karena trauma langsung
terhadap fetus, selaput janin rusak langsung karena instrument, benda, dan obat-obatan.
 
8. Penyakit bapak : umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemia, dekompensasi kordis,
malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alkohol, nikotin, dll) sinar rontgen, avitaminosis.

Klasifikasi
Abortus dapat dibagi atas dua golongan :

1. Abortus spontan Adapun abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis
ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Dapat dibagi atas :

1. Abortus kompletus (keguguran lengkap). Ditandai dengan pengeluaran seluruh hasil


konsepsi (desidua dan fetus), yang diikuti dengan sedikit perdarahan, dan nyeri. Gejalanya
Perdarahan bercak hingga sedang, serviks tertutup/terbuka, uterus lebih kecil dari usia gestasi,
sedikit/tanpa nyeri perut bawah, riwayat ekspulsi hasil konsepsi.
2. Abortus insipiens (keguguran sedang berlangsung). Abortus insipiens adalah
peristiwa terjadinya perdarahan dari rahim pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya
pembukaan leher rahim, namun janin masih berada di dalam rahim. Pada tahapan ini terjadi
perdarahan dari rahim dengan kontraksi yang semakin lama semakin kuat dan semakin sering,
diikuti dengan pembukaan leher rahim. Gejalanya perdarahan sedang hingga masif/banyak,
serviks terbuka, TFU sesuai usia kehamilan, nyeri perut bawah, belum terjadi ekspulsi hasil
konsepsi. Penanganannya Evakuasi hasil konsepsi dengan uterotonika dan kuretase
3. Abortus Inkompletus (keguguran bersisa). Pada abortus inkompletus, produk konsepsi
(janin) sebagian sudah keluar akan tetapi masih ada sisa yang tertinggal di dalam rahim. Gejala
yang terjadi adalah keram pada rahim disertai perdarahan rahim dalam jumlah banyak, terjadi
pembukaan, dan sebagian jaringan keluar. Penanganan yang dilaksanakan adalah mengawasi
kondisi ibu agar tetap stabil dan pengeluaran seluruh jaringan hasil konsepsi yang masih
tertinggal di dalam rahim. Gejalanya perdarahan sedang hingga masif/banyak, servik terbuka,
TFU tidak sesuai umur kehamilan, nyeri perut bawah, ekspulsi sebagian hasil konsepsi.
Penanganannya keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah
itu beri obat-obat uterotonika dan antibiotika.
4. Abortus iminens (keguguran membakat). Abortus imminens adalah terjadinya
perdarahan dari rahim sebelum kehamilan mencapai usia 20 minggu, dimana janin masih berada
di dalam rahim dan tanpa disertai pembukaan dari leher rahim. Apabila janin masih hidup maka
kehamilan dapat dipertahankan, akan tetapi apabila janin mengalami kematian, maka dapat
terjadi abortus spontan. Penentuan kehidupan janin dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG
(Ultrasonografi) untuk melihat gerakan dan denyut jantung janin. Denyut jantung janin dapat
juga didengarkan melalui alat Doppler atau Laennec apabila janin sudah mencapai usia 12 – 16
minggu. Tatalaksana yang dilakukan meliputi istirahat baring.
5. Missed abortion. Perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil
konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih. Setelah kematian janin, janin tidak segera
dikeluarkan. Retensi kehamilan diperkirakan terjadi oleh karena masih adanya produksi
progesteron plasenta yang terus berlanjut dan produksi estrogen yang turun sehingga
kontraktilitas uterus menurun. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan faal
pembekuan darah bila janin mati tidak dikeluarkan dalam waktu lebih dari 8 minggu. Gejalanya
ditemukan amenoare, perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama
observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Penanganan :Hati-hati
melakukan kuretase, plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga akan sulit dan
resiko perforasi lebih tinggi, lakukan dilatasi dengan batang laminaris selama 12 jam.
6. Abortus habitualis (keguguran berulang. Abortus berulang (recurrent abortion) adalah
abortus yang terjadi 3 kali secara berturut-turut. Angka kejadian 0.4 – 1%. Risiko berulangnya
abortus setelah abortus I adalah 20% ; resiko setelah abortus II adalah 25% dan resiko setelah
abortus III adalah 30%. Gejalanya dalam triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai
mules, yang selanjutnya disertai oleh pengeluaran janin yang biasanya masih hidup dan normal,
penderita tak jarang mengeluh bahwa ia mengeluh banyak lendir dari vagina. Penanganan
memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan dengan gizi yang sempurna, anjurkan istirahat
cukup banyak, larangan koitus dan olah raga.
7. Abortus Provokatus. Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan
maupun alat-alat
8. Abortus medisinalis. Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu. (berdasarkan indikasi medis)
9. Abortus kriminalis. Adalah abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

Komplikasi Abortus

1. Perdarahan (hemorrhage)
2. Perforasi
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh : a. Perdarahan yang banyak disebut syok
hemoragik, b.Infeksi berat atau sepsis disebut syok septic atau endoseptik
Sumber
Saifudin BA, 2001. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka, Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Prawirohardjo, S, 1992. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.
Mochtar, R,2002. Sinopsis Obstetri, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Widjanarko, B.

Kehamilan Ektopik (Ectopic Pregnancy)


Posted By: Lusa Rochmawation: 10 April 2012In: Obstetri, Patologi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar rongga rahim, janin tidak


dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali. Kehamilan ektopik disebut
juga ectopic pregnancy, ectopic gestation, eccecyesis. Kehamilan ektopik merupakan penyebab
kematian ibu pada umur kehamilan trimester pertama. Frekuensi kejadian kehamilan ektopik
berkisar 1: 14,6 % dari seluruh kehamilan.

Istilah dalam Kehamilan Ektopik


Beberapa istilah yang berkaitan dengan kehamilan ektopik antara lain:

1. Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan ektopik yang membahayakan wanita.


2. Kehamilan heterotopik adalah kehamilan intrauterin yang berdekatan
dengan kehamilan ektopik.
3. Kehamilan ektopik kombinasi (combined ectopic
pregnancy) adalah kehamilan intrauterin yang bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.
4. Kehamilan ektopik rangkap (compound ectopic pregnancy) adalah kehamilan intrauterin
dan ekstrauterin lebih dulu terjadi, tapi janin sudah mati dan menjadi litopedion (janin
yang sudah membatu).
Penyebab Kehamilan Ektopik
Penyebab kehamilan ektopik belum diketahui secara pasti. Namun demikian,
penyebab kehamilan ektopik yang paling sering adalah faktor tuba (95%). Di bawah ini
merupakan penyebab kehamilan ektopik:

1. Faktor tuba, meliputi: penyempitan lumen tuba, gangguan silia tuba, operasi dan
sterilisasi tuba yang tidak sempurna, endometriosis tuba, tumor;
2. Faktor ovum, meliputi: rapid cell  devision, migrasi eksternal dan internal ovum,
perlekatan membran granulosa;
3. Penyakit radang panggul;
4. Kegagalan kontrasepsi;
5. Efek hormonal, meliputi: penggunaan kontrasepsi mini pil, dan
6. Riwayat terminasi kehamilan sebelumnya.
Klasifikasi Kehamilan Ektopik
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba. Tempat implantasi yang paling sering
adalah ampula, kemudian isthmus, fimbriae, kornu, serta uterus intersisialis. Sedangkan
kehamilan ektopik non-tuba sangat jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada abdomen, ovarium,
atau servik.
Beberapa klasifikasi kehamilan ektopik adalah:

1. Kehamilan interstisial (kornual)
2. Kehamilan ovarium
3. Kehamilan servik
4. kehamilan abdominal
Kehamilan interstisial (kornual)
Kehamilan interstisial merupakan kehamilan yang implantasi embrionya di tuba falopi. Pasien
menunjukkan gejala yang cukup lama, sulit didiagnosis dan lesi menyebabkan perdarahan masif
ketika terjadi ruptur.

Pada usia kehamilan 6-10 minggu akan terganggu. Hasil konsepsi dapat mati dan diresorbsi,
keguguran, ruptur tuba. Angka kematian ibu akibat kehamilan interstisial adalah 2 %.
Penanganan pada kasus ini dengan laparatomi.

Kehamilan ovarium
Kehamilan di ovarium lebih sering dikaitkan dengan perdarahan dalam jumlah banyak dan
pasien sering mengalami ruptur kista korpus luteum secara klinis, pecahnya kehamilan ovarium,
torsi, endometriosis.
Kehamilan serviks
Kehamilan servik merupakan kehamilan dengan nidasi di kanalis servikalis, dinding servik
menjadi tipis dan membesar. Kehamilan di servikalis ini jarang dijumpai. Tanda dari kehamilan
ini adalah: kehamilan terganggu, perdarahan, tanpa nyeri, abortus spontan. Terapinya adalah
histerektomi.

Kehamilan abdomen
Kehamilan abdominal terbagi menjadi: primer (implantasi sesudah dibuahi, langsung pada
peritonium/ kavum abdominal) dan sekunder (embrio masih hidup dari tempat primer).
Kehamilan dapat aterm dan anak hidup, namun didapatkan cacat. Fetus mati, degenerasi dan
maserasi, infiltrasi lemak jadi lithopedion/ fetus papyraceus. Terapi kehamilan abdominal
adalah: laparotomi, plasenta dibiarkan (teresorbsi).

Faktor Resiko Kehamilan Ektopik


Kondisi yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik diantaranya
adalah: endometriosis; riwayat radang panggul; riwayat kehamilan ektopik sebelumnya; riwayat
pembedahan tuba; riwayat infertilitas; riwayat pemakaian IUD belum lama berselang;
riwayat penyakit menular seksual (PMS) seperti: gonore dan klamidia; faktor usia hamil di atas
35 tahun; riwayat kebiasaan buruk (merokok) dan pasien dalam proses fertilisasi in vitro.

Gejala dan Tanda Kehamilan Ektopik


Ibu hamil yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan gejala pada usia kehamilan 6-10
minggu. Adapun gejala dan tanda yang dirasakan antara lain: amenorea/ tidak haid; Nyeri perut
bagian bawah; perdarahan per vaginam iregular (biasanya dalam bentuk bercak-bercak darah);
rasa sakit pada salah satu sisi panggul; tampak pucat; tekanan darah rendah, denyut nadi
meningkat, ibu hamil mengalami pingsan dan terkadang disertai nyeri bahu akibat
iritasi diafragma dari hemoperitoneum.

Diagnosis Banding Kehamilan Ektopik


Beberapa penyakit yang menyerupai dengan tanda dan gejala kehamilan ektopik antara
lain: abortus iminen, abortus kompletus, Korpus luteum pecah, perdarahan disfungsional,
apendisitis, penyakit radang panggul, dan fibroid.

Diagnosis Kehamilan Ektopik


Kehamilan ektopik biasanya sulit didiagnosa dengan cepat, dikarenakan tanda dan gejala sama
dengan kehamilan normal. Untuk menegakkan diagnosa, maka dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu:

1. Anamnesis, untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu;


2. Pemeriksaan fisik;
3. Tes kehamilan;
4. Pengukuran kadar beta-HCG;
5. Sonografi transvaginal, untuk mendeteksi kantung kehamilan intrauterin;
6. Kuldosintesis, untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah;
7. Pemeriksaan hematokrit;
8. Dilatasi dan kuretase, dan
9. Laparoskopi,  digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik,
apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lainnya meragukan.
Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik
Tujuan pengobatan akan bergeser dari mencegah kematian menjadi mengurangi kesakitan dan
mempertahankan kesuburan, apabila dilakukan diagnosis yang lebih awal

Adapun penatalaksanaan pada kasus kehamilan ektopik antara lain:

1. Terapi medikamentosa
2. Terapi pembedahan
Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan pemberian Metotreksat (MTX), injeksi
intramuskular 50 mg/m2 merupakan pengobatan yang efektif untuk pasien-pasien yang
memenuhi kriteria. Dosis diberikan pada hari ke 1, tetapi kadar beta-HCG akan mengalami
peningkatan selama beberpa hari. Kriteria untuk mendapatkan metotreksat adalah: stabil secara
hemodinamik tanpa perdarahan aktif, pasien ingin mempertahankan kesuburannya, tidak
ditemukan gerakan janin  dan kadar beta-HCG tidak lebih 6000 mIU/ml.

Adapun kontraindikasinya adalah: imunodefisiensi, ibu menyusui, alkoholisme, leukopenia,


penyakit paru aktif, disfungsi hati, disfungsi ginjal, gerakan jantung embrio dan kantung
kehamilan lebih dari 3,5 cm.

Terapi pembedahan
Terapi pembedahan definitif berupa salpingektomi merupakan terapi pilihan untuk wanita yang
secara hemodinamik tidak stabil. Adapun terapi pembedahan konservatif yang sepenuhnya
sesuai untuk pasien dengan hmodinamik stabil adalah:

 Salpingostomi linear laparoskopik adalah prosedur yang paling sering digunakan.


 Salpingektomi parsial meripakan pengangkatan bagian tuba falopi yang rusak dan
diindikasikan ketika terdapat kerusakan yang luas atau perdarahan lanjutan setelah
salpingostomi.
Prognosis Kehamilan Ektopik
Sepertiga dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, untuk selanjutnya dapat hamil
lagi. Kehamilan ektopik bisa terjadi kembali pada sepertiga wanita dan beberapa wanita tidak
hamil lagi. Kemungkinan wanita dapat berhasil hamil, tergantung dari: faktor usia, apakah sudah
memiliki anak dan mengapa kehamilan ektopik pertama terjadi.
Sedangkan tingkat kematian akibat kehamilan ektopik telah terjadi penurunan dalam 30 tahun
terakhir menjadi kurang dari 0,1%.

Komplikasi Kehamilan Ektopik


Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan ektopik, yaitu: ruptur tuba atau uterus,
tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC, dan
kematian.

Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain: perdarahan, infeksi, kerusakan organ
sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi
terkait tindakan anestesi.

Referensi
Errol, Norwitz. 2008. At aGlance Obstetri  dan Ginekologi. Jakarta: Erlanga. Hlm: 16-17
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm. 43-47.
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm. 226-237.
Scoot, James. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Hlm116-123.
Linda J. Vorvick, MD. Ectopic

Pengertian Kehamilan Mola Hidatidosa


Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta akibat kesalahan
pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi (Sarwono Prawirohardjo, 2003).

Mola hidatidosa adalah penyakit neoplasma yang jinak berasal dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kristik villi dan perubahan
hidropik sehingga tampak membengkak, edomatous, dan vaksikuler (Benigna).

Kejadian Kehamilan Mola Hidatidosa


Kehamilan mola hidatidosa ditemukan pada wanita dalam masa reproduksi dan multiparitas.
Kejadian kehamilan mola hidatidosa di rumah sakit besar Indonesia berkisar 1 dari
80 kehamilan. Sedangkan di negara barat prevalensinya adalah 1 : 200 atau 2000 kehamilan.

Patofisiologi Kehamilan Mola Hidatidosa


Penyakit trofoblastik gestasional (GTD) terjadi ketika diferensiasi sel normal dalam blastokis
berhenti dan sel trofoblastik berpoliferasi. Poliferasi trofoblas mengakibatkan peningkatan kadar
hCG. Mola hidatidosa komplit terjadi ketika ovum tidak mengandung kromosom
dan sperma mereplikasi kromosomnya sendiri ke dalam zigot abnormal.

Gambaran mikroskopik kehamilan mola hidatidosa antara lain proliferasi trofoblas, degenerasi


hidopik dari stroma villi, serta terlambatnya pembuluh darah dan stroma.
Klasifikasi Kehamilan Mola Hidatidosa
Kehamilan mola hidatidosa dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Mola hidatidosa lengkap;


2. Mola hidatidosa parsial, dan
3. Mola hidatidosa invasif.
Mola hidatidosa lengkap
Mola hidatidosa lengkap apabila vili hidropik, tidak ada janin dan membran, kromosom maternal
haploid dan paternal 2 haploid.

Mola hidatidosa parsial


Mola hidatidosa parsial apabila janin tidak teridentifikasi, campuran villi hidropik dan normal,
kromosom paternal diploid.

Mola hidatidosa invasif


Mola hidatidosa invasif apabila korioadenoma destruen, menginvasi miometrium, terdiagnosis 6
bulan pasca evakuasi mola.

Etiologi Kehamilan Mola Hidatidosa


Penyebab kehamilan mola hidatidosa antara lain faktor ovum, imunoselektif trofoblas, sosio
ekonomi rendah, paritas tinggi, umur hamil ibu di atas 45 tahun, kekurangan protein, infeksi
virus dan faktor kromosom.

Tanda dan Gejala Kehamilan Mola Hidatidosa


Kebanyakan wanita dengan kehamilan mola juga mengalami reaksi kehamilan seperti wanita
hamil normal. Wanita dengan GTD mengalami perdarahan bercak coklat gelap pada
akhir trimester pertama. Hipertensi dan hiperemesis akibat kehamilan sebelum
umur kehamilan 20 minggu.

Inspeksi pada muka dan badan tampak pucat kekuning-kuningan atau disebut muka mola (mola
face). Pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan, tidak
ditemukan ballotemen dan denyut jantung janin, keluar jaringan mola.

Kadar hCG tinggi dan tiroksin plasma juga mengalami peningkatan. Pemeriksaan USG terdapat
gambaran vesikular (badai salju) dan tidak terlihat janin.

Diagnosa Banding Kehamilan Mola Hidatidosa


Diagnosa banding dari kehamilan mola hidatidosa antara lain: kehamilan ganda, hidramnion
atau abortus.

Komplikasi Kehamilan Mola Hidatidosa


Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan mola hidatidosa adalah:

1. Perdarahan hebat sampai syok;


2. Perdarahan berulang;
3. Anemia;
4. Infeksi sekunder;
5. Perforasi karena tindakan dan keganasan, dan
6. Keganasan apabila terjadi mola destruens/ koriokarsinoma
Penatalaksanaan Kehamilan Mola Hidatidosa
Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi.

1. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki keadaan
umum terlebih dahulu;
2. Kuretase dilakukansetelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti;
3. Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu dilakukan mengingat
kemungkinan terjadi keganasan;
4. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar ?-hCG normal, dan
5. Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.
Referensi
Errol, Norwitz. 2006. At Glance Obstetri  dan Ginekologi. Jakarta: erlangga. Hlm: 70-71
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm: 47.
Linda, Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hlm: 452-453
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm: 238-243.
Scoot, James. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Hlm: 525-533.
Image, biomedicum.ut.ee.

Anda mungkin juga menyukai