minggu yang disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa.
Klarifikasi pedarahan kehamilan usia muda
Pengertian Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu, pada atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar
kandungan
EASTMAN:
Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri
di luar uterus.Belum sanggup yaitu apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-100 gr, atau usia
kehamilan kurang dari 28 minggu
JEFFCOAT:
Abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus
belum viable by law.
HOLMER:
Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16, dinamakan proses plasentasi
belum selesai.
Anomali Kongenital (hipoplasi uteri, uterus bikornis, dll)
Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah faktor ovum sendiri, faktor ibu dan
faktor bapak :
1. Kelainan Ovum
Menurut HERTIG, dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan.
Menurut penyelidikan mereka. Dari 100 abortus spontan 48,9% disebabkan ovum yang
patologis, 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio, dan 9,6% disebabkan plasenta yang
abnormal.
1. Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielitis,
rubella, demam molta, dsb. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi
kuman atau virus pada fetus.
2. Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol dll.
3. Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kardis, penyakit paru berat, anemia gravis.
4. Mal nutrisi, avitaminosis, dan gangguan metabolisme, hipotyroid, kekurangan vitamin A,
C atau E, Diabetes melitus.
5.
5. Antagonis Rhesus
Pada antogonis resus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga terjadi
anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
6. Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofis, atau faktor serviks yaitu inkompetensi
serviks, servisitis.
Klasifikasi
Abortus dapat dibagi atas dua golongan :
1. Abortus spontan Adapun abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis
ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Dapat dibagi atas :
Komplikasi Abortus
1. Perdarahan (hemorrhage)
2. Perforasi
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh : a. Perdarahan yang banyak disebut syok
hemoragik, b.Infeksi berat atau sepsis disebut syok septic atau endoseptik
Sumber
Saifudin BA, 2001. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka, Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Prawirohardjo, S, 1992. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.
Mochtar, R,2002. Sinopsis Obstetri, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Widjanarko, B.
1. Faktor tuba, meliputi: penyempitan lumen tuba, gangguan silia tuba, operasi dan
sterilisasi tuba yang tidak sempurna, endometriosis tuba, tumor;
2. Faktor ovum, meliputi: rapid cell devision, migrasi eksternal dan internal ovum,
perlekatan membran granulosa;
3. Penyakit radang panggul;
4. Kegagalan kontrasepsi;
5. Efek hormonal, meliputi: penggunaan kontrasepsi mini pil, dan
6. Riwayat terminasi kehamilan sebelumnya.
Klasifikasi Kehamilan Ektopik
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba. Tempat implantasi yang paling sering
adalah ampula, kemudian isthmus, fimbriae, kornu, serta uterus intersisialis. Sedangkan
kehamilan ektopik non-tuba sangat jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada abdomen, ovarium,
atau servik.
Beberapa klasifikasi kehamilan ektopik adalah:
1. Kehamilan interstisial (kornual)
2. Kehamilan ovarium
3. Kehamilan servik
4. kehamilan abdominal
Kehamilan interstisial (kornual)
Kehamilan interstisial merupakan kehamilan yang implantasi embrionya di tuba falopi. Pasien
menunjukkan gejala yang cukup lama, sulit didiagnosis dan lesi menyebabkan perdarahan masif
ketika terjadi ruptur.
Pada usia kehamilan 6-10 minggu akan terganggu. Hasil konsepsi dapat mati dan diresorbsi,
keguguran, ruptur tuba. Angka kematian ibu akibat kehamilan interstisial adalah 2 %.
Penanganan pada kasus ini dengan laparatomi.
Kehamilan ovarium
Kehamilan di ovarium lebih sering dikaitkan dengan perdarahan dalam jumlah banyak dan
pasien sering mengalami ruptur kista korpus luteum secara klinis, pecahnya kehamilan ovarium,
torsi, endometriosis.
Kehamilan serviks
Kehamilan servik merupakan kehamilan dengan nidasi di kanalis servikalis, dinding servik
menjadi tipis dan membesar. Kehamilan di servikalis ini jarang dijumpai. Tanda dari kehamilan
ini adalah: kehamilan terganggu, perdarahan, tanpa nyeri, abortus spontan. Terapinya adalah
histerektomi.
Kehamilan abdomen
Kehamilan abdominal terbagi menjadi: primer (implantasi sesudah dibuahi, langsung pada
peritonium/ kavum abdominal) dan sekunder (embrio masih hidup dari tempat primer).
Kehamilan dapat aterm dan anak hidup, namun didapatkan cacat. Fetus mati, degenerasi dan
maserasi, infiltrasi lemak jadi lithopedion/ fetus papyraceus. Terapi kehamilan abdominal
adalah: laparotomi, plasenta dibiarkan (teresorbsi).
1. Terapi medikamentosa
2. Terapi pembedahan
Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan pemberian Metotreksat (MTX), injeksi
intramuskular 50 mg/m2 merupakan pengobatan yang efektif untuk pasien-pasien yang
memenuhi kriteria. Dosis diberikan pada hari ke 1, tetapi kadar beta-HCG akan mengalami
peningkatan selama beberpa hari. Kriteria untuk mendapatkan metotreksat adalah: stabil secara
hemodinamik tanpa perdarahan aktif, pasien ingin mempertahankan kesuburannya, tidak
ditemukan gerakan janin dan kadar beta-HCG tidak lebih 6000 mIU/ml.
Terapi pembedahan
Terapi pembedahan definitif berupa salpingektomi merupakan terapi pilihan untuk wanita yang
secara hemodinamik tidak stabil. Adapun terapi pembedahan konservatif yang sepenuhnya
sesuai untuk pasien dengan hmodinamik stabil adalah:
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain: perdarahan, infeksi, kerusakan organ
sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi
terkait tindakan anestesi.
Referensi
Errol, Norwitz. 2008. At aGlance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlanga. Hlm: 16-17
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm. 43-47.
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm. 226-237.
Scoot, James. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Hlm116-123.
Linda J. Vorvick, MD. Ectopic
Mola hidatidosa adalah penyakit neoplasma yang jinak berasal dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kristik villi dan perubahan
hidropik sehingga tampak membengkak, edomatous, dan vaksikuler (Benigna).
Inspeksi pada muka dan badan tampak pucat kekuning-kuningan atau disebut muka mola (mola
face). Pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan, tidak
ditemukan ballotemen dan denyut jantung janin, keluar jaringan mola.
Kadar hCG tinggi dan tiroksin plasma juga mengalami peningkatan. Pemeriksaan USG terdapat
gambaran vesikular (badai salju) dan tidak terlihat janin.
1. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki keadaan
umum terlebih dahulu;
2. Kuretase dilakukansetelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti;
3. Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu dilakukan mengingat
kemungkinan terjadi keganasan;
4. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar ?-hCG normal, dan
5. Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.
Referensi
Errol, Norwitz. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: erlangga. Hlm: 70-71
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm: 47.
Linda, Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hlm: 452-453
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm: 238-243.
Scoot, James. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Hlm: 525-533.
Image, biomedicum.ut.ee.