Anda di halaman 1dari 24

Halaman 1

Artikel Penelitian
April
2014
Dara Veri W et al.
halaman | 19
Inovasi: International Journal of Applied Penelitian;
ISSN: 2347 9272 (Volume-2, Edisi-2)
ISSN: 2347-9272 (Volume-1, Issue-1)
Pelaksanaan IFRS dan Harga Saham Laba Menunjukkan
Smoothing (Studi Kasus: Industri Perbankan)
Dara Veri W *, Amanda Dwiluthfia, JAndisaRahmi, MLaillaMardianti K. Sari
Departemen Akuntansi
UniversityGunadarma, Indonesia
Nilai Abstrak dari laba bersih adalah syarat utama bagi perusahaan agar mampu eksis
dalam terus
saham perusahaan dan tetap menarik bagi investor. Perataan laba dilakukan untuk
membuat keuntungan terlihat stabil karena
Laba berfluktuasi perusahaan yang akan cenderung memiliki risiko tinggi. Laba
smoothing lebih disukai oleh manajemen dan
investor, karena menunjukkan bahwa perusahaan
y kuat dan stabil. Dalam hal ini faktor penelitian yang menunjukkan perataan laba adalah
implementasi IFRS dan saham
harga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi IFRS dan harga saham
di Income Smoothing ditunjukkan pada
Perbankan Industries. Dua puluh bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
yang terlibat dalam penelitian ini.
Variabel penelitian diperkirakan dengan menggunakan rumus terkait standar dari
laporan keuangan masing-masing bank di masa
antara tahun 2008 dan 2012 yang diperoleh dari situs resmi BEI. Analisis regresi
berganda adalah
dilakukan untuk menguji hipotesis dirumuskan. Perataan laba dalam penelitian ini
dilakukan oleh indeks Eckel. Itu
Hasil adalah implementasi IFRS belum berpengaruh terhadap perataan laba, sehingga
pelaksanaan IFRS tidak bisa
dipertimbangkan dalam pandangan kecenderungan perataan laba. Harga saham
berpengaruh terhadap perataan laba. saham
Harga dapat diambil untuk dipertimbangkan dalam pandangan perataan laba
kecenderungan. Harga saham yang lebih tinggi, lebih rendah dari
perataan laba.
Kata kunci-IFRS, Harga Saham, Income Smoothing
SAYA.
P ENDAHULUAN
Pengembangan sektor perbankan saat ini, berbagai upaya telah dilakukan dalam memperoleh
dana publik. Diantara yang lain,
adalah melalui pasar modal. Perusahaan harus mampu menawarkan saham yang memberikan
keuntungan lebih tinggi dari yang lain
pesaing.
Laporan keuangan adalah informasi alat yang digunakan yang digunakan bagi investor untuk
menginvestasikan dananya. Bagian dari keuangan
pernyataan yang mendapat perhatian dari pemangku kepentingan adalah laba, karena laba
sangat penting bagi perusahaan. Profit juga dapat digunakan
untuk menilai kinerja perusahaan (Gideon, 2005). Laba bersih perusahaan adalah salah satu
faktor yang investor
lihat di pasar modal untuk menentukan pilihan untuk berinvestasi. Bagi perusahaan,
memelihara dan meningkatkan net profit share adalah
harus dalam rangka untuk terus eksis dan tetap menarik bagi investor. Jika perusahaan
memiliki keuntungan yang tinggi, dividen akan
dibagikan kepada pemegang saham juga tinggi, sehingga banyak investor akan tertarik untuk
berinvestasi di perusahaan.
Informasi laba kadang-kadang tidak menunjukkan kondisi sebenarnya dari
perusahaan. Wibisono (2004) menyebutkan ini sebagai
asimetri informasi. Asimetri informasi adalah kesenjangan informasi antara manajemen
perusahaan (manajer)
dan pemilik. Manajemen memiliki fleksibilitas untuk secara bebas menentukan metode dan
memperkirakan laba dilaporkan perusahaan.
Hal ini menciptakan praktik manajemen laba. Teori keagenan menyatakan bahwa manajemen
memiliki informasi lebih lanjut tentang
perusahaan dari pemilik perusahaan, sehingga manajemen sering didorong untuk mengambil
tindakan untuk memaksimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri
dan atau perusahaan. Manajemen perusahaan melakukan manajemen laba karena laba
merupakan salah satu informasi dalam
Laporan keuangan yang sering digunakan untuk menentukan kompensasi manajemen. Salah
satu manajemen laba yang
dilakukan oleh manajemen adalah tindakan perataan laba (Silviana, 2010).
Praktik perataan laba dianggap sebagai cara agar keuntungan terlihat stabil dari waktu ke
waktu, karena sebuah perusahaan
yang telah penghasilan berfluktuasi akan cenderung memiliki risiko tinggi. Rata-rata
keuntungan dari periode ke periode lebih disukai oleh
manajemen dan investor, karena menunjukkan bahwa keuntungan rata-rata perusahaan yang
kuat dan stabil (Atik, 2008).
Perataan laba memiliki fenomena dan dikatakan tidak etis dalam pelaksanaannya sebagai
suatu perusahaan sengaja
mengubah satu unsur informasi dalam laporan keuangan perusahaan. Dalam kondisi seperti
itu pasti banyak
faktor yang mempengaruhi terjadinya perataan laba di sebuah perusahaan. Tindakan
manajemen untuk melakukan pendapatan
smoothing umumnya didasarkan pada berbagai alasan, baik untuk memenuhi kepentingan
pemilik perusahaan, seperti
meningkatkan nilai perusahaan dan menaikkan harga saham perusahaan (Kirschenheiter dan
Melumad, 2002). Pendapatan
smoothing dilakukan oleh perusahaan dapat membuat keuntungan yang stabil dari waktu ke
waktu sehingga diharapkan untuk membuat
Kenaikan harga saham. Jika harga saham naik, investor akan menganggap perusahaan
memiliki kinerja yang baik.
Kinerja yang baik oleh perusahaan tidak lepas dari standar keuangan yang digunakan oleh
perusahaan. Itu
masalah dengan kebutuhan standar yang lebih baik, akan menyebabkan adopsi IFRS
(International Financial Reporting Standards) di
Indonesia, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2010. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas laporan keuangan sesuai dengan
standar internasional dan juga untuk mengurangi risiko penipuan.
Dalam perspektif manajemen keuangan, tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan
kekayaan pemegang saham. Ini berarti bahwa
pemegang saham akan tercermin dalam nilai perusahaan, yang ditunjukkan dengan harga
saham perusahaan
prihatin. Nilai saham merupakan indeks yang tepat untuk efektivitas perusahaan. Dengan
harga yang lebih tinggi dari

Halaman 2
Artikel Penelitian
April
2014
Dara Veri W et al.
halaman | 20
Inovasi: International Journal of Applied Penelitian;
ISSN: 2347 9272 (Volume-2, Edisi-2)
ISSN: 2347-9272 (Volume-1, Issue-1)
saham, sehingga semakin tinggi nilai perusahaan dan sebaliknya. Oleh karena itu, setiap
perusahaan yang menerbitkan saham sangat
prihatin tentang harga sahamnya. Jika harga terlalu rendah sering berarti bahwa kinerja
perusahaan tidak baik. Namun,
jika harga saham terlalu tinggi, dapat mengurangi kemampuan investor untuk membeli,
menyebabkan harga saham sulit untuk bangkit kembali.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
implementasi IFRS dan saham
Harga untuk menunjukkan perataan laba di industri perbankan.
A. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, masalah diidentifikasi yang memotivasi
penelitian ini dirumuskan dalam bentuk
dari pertanyaan sebagai berikut: 1) Apakah implementasi IFRS faktor yang dapat mengurangi
perataan laba? 2) Apakah harga saham
memiliki efek perataan laba?
Tujuan B. Penelitian
Berdasarkan usulan dari masalah penelitian, tujuan dari penelitian ini: 1) Melakukan analisis
Pelaksanaan IFR merupakan faktor yang dapat mengurangi pendapatan smoothing 2) Analisis
pengaruh harga saham pada pendapatan
smoothing.
II. L ITERATURE R eview
A. Teori Agency
Teori keagenan merupakan dasar dari teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang
digunakan selama ini. Menurut
Joel G. Siegel dan Jae K. Shim (1996) dalam kamus istilah akuntansi menyatakan bahwa
teori keagenan adalah
hubungan antara dua individu, satu sebagai kepala sekolah, orang-orang yang menyewa agen
untuk mewakilinya dalam transaksi, dan
yang lain sebagai agen yang mewakili kepala sekolah dalam transaksi dengan pihak
lain. Dalam teori ini, delegasi kepala
kewenangan untuk agen untuk mengelola perusahaan. Utama adalah pemegang saham dan
agen adalah dan manajemen yang
mengelola perusahaan, kedua pihak masing-masing memiliki tujuan yang berbeda untuk
mengontrol perusahaan mengenai bagaimana
memaksimalkan kepuasan dan pentingnya hasil yang akan dicapai. Agen dan kepala sekolah
ingin memaksimalkan
kepuasan masing-masing kepentingan dengan informasi pribadi.
Teori keagenan telah diasumsikan bahwa setiap individu semata-mata termotivasi oleh
kepentingan pribadi, sehingga itu menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent (Budiasih, 2009). Menurut Fudenberg dan Tirol
(1995), kesenjangan informasi
antara kedua belah pihak dapat menyebabkan perataan laba. Konflik yang terjadi antara
pihak-pihak yang:
1) Manajemen ingin meningkatkan kesejahteraan mereka sementara keinginan pemegang
saham untuk meningkatkan kekayaan.
2) Manajemen bermaksud untuk membayar pajak sekecil mungkin sementara pemerintah
bermaksud untuk mengumpulkan pajak setinggi
mungkin.
3) Manajemen mungkin ingin mendapatkan kredit dengan bunga yang rendah, sedangkan
kreditur hanya akan memberikan kredit sesuai dengan
kemampuan perusahaan.
B. IFRS
Menurut Suhardjanto dan Aulia (2009), ada dua sifat keterbukaan, itu pengungkapan
berdasarkan ketentuan
(diperlukan / diatur / wajib pengungkapan) dan pengungkapan sukarela. Pengungkapan wajib
harus minimum
pengungkapan yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Peraturan tentang
pengungkapan wajib di Indonesia memiliki
telah diatur oleh Peraturan Bapepam-LK melalui. VIII.G.7 tentang Laporan Keuangan serta
Peraturan oleh
Ketua Bapepam-LK. XK6 Kep-134 / BL / 2006 tanggal 7 Desember 2006 tentang kewajiban
penyampaian laporan tahunan
untuk perusahaan publik.
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh Dewan Standar
Akuntansi Internasional (IASB). IFRS adalah
upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang
terhadap kurangnya transparansi
informasi keuangan (Dewangga et al., 2010). Tujuan IFRS:
1) Memastikan bahwa laporan keuangan internal perusahaan untuk periode dimaksud dalam
laporan keuangan tahunan
mengandung informasi berkualitas tinggi.
2) Menghasilkan laporan keuangan yang transparan bagi pengguna dan dapat dibandingkan
sepanjang periode yang disajikan.
3) Memberikan titik awal yang memadai untuk akuntansi berdasarkan IFRS.
4) Menghasilkan informasi dengan biaya yang tidak melebihi manfaat bagi pengguna.
C. PSAK 50 dan PSAK 55 (Revisi 2006)
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), sebelumnya disebut keuangan Komite Standar
Akuntansi
(KSAK) mengesahkan revisi PSAK No. 50 (1998), yaitu PSAK 50 (revisi 2006) tentang
Instrumen Keuangan:
Penyajian dan pengungkapan dan PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang pengakuan dan
pengukuran keuangan
instrumen di 16 Desember 2006. Kedua PSAK adalah pada rencana diberlakukan pada 1
Januari 2008. Namun, karena bank-bank di
Indonesia belum siap untuk menyatakan berdasarkan PSAK No. 50 (revisi 2006), penegakan
tertunda sampai 1 Januari 2010.
Permasalahan yang timbul dari penerapan PSAK No. 50 (revisi 2006) sebagai pengganti dari
PSAK No. 50 (1998)
di industri perbankan Indonesia (Diana, 2010).
1) Penyisihan masalah Kerugian Kredit (Loan-Loss Provisioning) atau Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai (CPKN).

halaman 3
Artikel Penelitian
April
2014
Dara Veri W et al.
halaman | 21
Inovasi: International Journal of Applied Penelitian;
ISSN: 2347 9272 (Volume-2, Edisi-2)
ISSN: 2347-9272 (Volume-1, Issue-1)
2) Standar baru ini dapat mengurangi sumber pendapatan bunga bank karena:
a) provisi dan komisi kredit pendapatan kini telah menjadi pengurang dari nilai pinjaman
dalam rangka untuk menghitung
pendapatan bunga efektif.
b) Efek Bunga misalnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak diperbolehkan di tingkat
pendapatan operasional. SBI
reklasifikasi telah mengakibatkan banyak bank menempatkan dana mereka dari kredit dengan
sifat dari rasio utang terhadap dana (LDR) -
yang relatif kecil.
c) Pinjaman diklasifikasikan sebagai aset pada pinjaman bank dan Piutang yang penilaian
adalah dengan biaya perolehan diamortisasi, ini memiliki
konsekuensi bahwa nilai kredit (dalam hal ini aset bank) akan dipengaruhi oleh proyeksi arus
kas dari
aset, sehingga pinjaman dikenakan bunga sebesar bawah bunga pasar akan didiskon menjadi
lebih kecil dari pada biaya (pinjaman
dicairkan).
3) Penerapan PSAK 50 dan PSAK 55 membutuhkan sistem dan persiapan panjang untuk
laporan keuangan
karena harus menggabungkan semua dalam satu paket. Dalam hal investasi, setidaknya setiap
bank harus dikeluarkan dan
sebesar US $ 1 juta untuk pembelian sistem informasi dan teknologi untuk aplikasi pelaporan
keuangan
berdasarkan PSAK No. 50 & 55 (revisi 2006).
D. Harga Saham
Mengacu pada pendapat Kieso et al. (2008), klasifikasi saham secara umum dapat dibagi
menjadi dua, dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1) Saham Biasa: saham umum perusahaan adalah risiko residual yang tepat dalam hal
kerugian besar dan menerima
manfaat dalam hal keuntungan. Saham ini tidak dijamin untuk menerima dividen atau
distribusi aset jika
perusahaan dilikuidasi. Tapi pemegang saham biasa umumnya mengontrol manajemen
perusahaan dan memperoleh lebih besar
keuntungan jika perusahaan berhasil.
2) Preferred Stock: Saham preferen adalah saham dengan kelas khusus yang memiliki
beberapa preferensi atau kelebihan atau fitur yang
yang tidak dimiliki oleh saham biasa. Jenis preferensi biasanya diberikan kepada pemegang
saham preferen merupakan prioritas untuk
klaim keuntungan. Mereka dijamin untuk menerima dividen, biasanya pada tingkat yang
tetap, sebelum perusahaan memberikan tertentu
jumlah yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa.
Harga saham adalah nilai kepemilikan atau kepemilikan seseorang dalam suatu
perusahaan. Investor lebih yang ingin membeli
atau menyimpan saham, maka harga akan naik. Dan jika banyak investor yang menjual atau
melepaskan, itu akan berdampak pada
penurunan harga saham.
E. Income Smoothing
Biedleman (1973) menyatakan bahwa perataan laba merupakan upaya manajemen untuk
mengurangi atau menekan variasi
laba selama yang diizinkan oleh prinsip akuntansi yang berlaku. Koch (1981) mendefinisikan
perataan laba sebagai
alat yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan untuk
mencapai tingkat keuntungan yang diinginkan oleh
manajemen, baik melalui metode akuntansi atau melalui transaksi.
Untuk menentukan gambaran yang lebih jelas dari perataan laba, Eckel (1981) memberikan
pendapat bahwa definisi perataan laba
tidak dapat dipisahkan dari jenis perataan laba. Dan jenis penjelasan perataan laba dapat
memperjelas
kerangka pemikiran dan definisi operasional perataan laba yang diperkenalkan oleh Eckel
(1981) seperti yang ditunjukkan pada gambar 1
di bawah.
Ara. 1 Jenis Income Smoothing Sumber: Eckel (1981)
Aliran alami perataan laba hanya memiliki implikasi bahwa sifat dari proses laba
menghasilkan sendiri yang akan
menghasilkan perataan laba. Sengaja perataan laba mengandung dua mengelola, intervensi
3ement. Ada
dua jenis sengaja perataan laba, ada perataan laba riil (Bitner dan Dolan, 1998) dan buatan
Penghasilan halus
Aliran
sengaja menjadi
dihaluskan oleh
Pengelolaan
Buatan
smoothing
Smoothing nyata
Tentu Halus

halaman 4
Artikel Penelitian
April
2014
Dara Veri W et al.
halaman | 22
Inovasi: International Journal of Applied Penelitian;
ISSN: 2347 9272 (Volume-2, Edisi-2)
ISSN: 2347-9272 (Volume-1, Issue-1)
perataan laba (Imhoff, 1981). Perataan laba riil menunjukkan tindakan manajemen yang
mencoba untuk kontrol
peristiwa ekonomi yang secara langsung mempengaruhi laba perusahaan di masa depan,
perataan laba riil akan mempengaruhi arus kas.
Sementara perataan laba buatan menunjukkan upaya manajemen dalam memanipulasi
laba. Manipulasi digunakan tidak
menunjukkan peristiwa ekonomi fundamental atau sesuatu yang mempengaruhi arus kas,
tetapi pergeseran biaya dan atau pendapatan dari
satu periode ke periode lain.
Albrecht dan Richardson (1990) mengidentifikasi tiga pendekatan dalam mempelajari
perataan laba, berdasarkan yang ada
literatur:
1) Pendekatan Klasik: itu adalah untuk belajar tentang perataan laba yang melibatkan
hubungan pemeriksaan variabel
dipilih dan dampaknya terhadap laba yang dilaporkan. Namun pendekatan ini memiliki
setidaknya 3 kelemahan. Pertama, penelitian ini biasanya digunakan
Model harapan (linear, model pertama-perbedaan, dll) dari laba yang normal yang mungkin
tidak mewakili proses
keuntungan utama. Kedua, penelitian ini berkonsentrasi di satu perataan laba variabel yang
mungkin bias hasilnya. Beberapa
perusahaan dapat digunakan variabel ini atau dikombinasikan dengan yang lain, sementara
perusahaan lain mungkin tidak digunakan variabel ini sama sekali.
Yang ketiga, beberapa penelitian mempertimbangkan pengaruh variabel perataan laba hanya
dalam satu periode dan mengabaikan
Efek antarwaktu.
2) Pendekatan variabilitas Profit: Imhoff (1977) adalah peneliti pertama yang berusaha
memisahkan pengelolaan artificial-
smoothing dari perilaku smoothing tindakan nyata atau arus kas perataan laba alami. Imhoff
menegaskan bahwa
pendapatan penjualan perusahaan merupakan tindakan nyata dari perusahaan ekonomi dan
karena itu akan menggabungkan nyata
smoothing (jika ada). Kemudian perilaku perataan buatan dapat dilihat dengan
membandingkan varian pendapatan biasa
dan penjualan. Tapi secara implisit Imhoff diasumsikan bahwa smoothing buatan hanya
meneliti tentang efek smoothing pada
perusahaan yang memiliki variasi tinggi penjualan. Eckel (1981) meningkatkan penjualan
tinggi dengan sampel perusahaan 'yang menunjukkan
variasi rendah penjualan.
3) Pendekatan Sektor: Pendekatan lain yang populer untuk belajar tentang perataan laba
berdasarkan gagasan ganda ekonomi
sektor dari Model diferensiasi ekonomi sektoral. Ini industri ekonomi struktur model dibagi
menjadi dua yang berbeda
sektor, yang sektor utama dan sektor eksternal. Seperti nama menyiratkan, perusahaan di
sektor ekonomi utama dicatat
untuk produktivitas yang tinggi, keuntungan yang tinggi, pemanfaatan modal intensif, insiden
monopoli tinggi, dan tingkat tinggi persatuan. di satu
sisi, industri perifer ditandai dengan perusahaan kecil ukuran, intensitas tenaga kerja,
keuntungan rendah, produktivitas rendah, produk
persaingan intensif pasar, kurangnya serikat, dan upah yang rendah. Ini adalah hipotesis
bahwa perusahaan di industri utama kurang
menghadapi ketidakpastian, sehingga kekurangan kebutuhan perataan laba. Di sisi lain,
perusahaan di industri eksternal memiliki lebih
kesempatan dan kecenderungan untuk operasi arus kas smoothing dan melaporkan tindakan
perataan laba.
Menurut Belkoui (2007) perataan laba dapat dilakukan dengan tiga cara, sebagai berikut:
1) Manajemen dapat menentukan waktu terjadinya peristiwa tertentu melalui kebijakan yang
dimiliki (misalnya penelitian dan pengembangan
biaya) untuk mengurangi variasi dalam prioritas dilaporkan. Sebagai manajer alternatif juga
dapat menyesuaikan waktu insiden ini
pengakuan. Jadi perataan laba dapat dilakukan dengan mengontrol saat penerimaan atau
selama acara.
2) Perubahan metode akuntansi, dalam hal ini manajer dapat mengalokasikan pendapatan
tertentu atau beban untuk akuntansi
periode.
3) Manajer memiliki kebijakan sendiri dalam mengklasifikasikan pos penghasilan tertentu ke
dalam kategori yang berbeda. Misalnya, pendapatan
dan biaya yang tidak berulang dapat diklasifikasikan sebagai barang biasa atau luar biasa
untuk menciptakan kesan yang lebih
merata pada pendapatan biasa dilaporkan.
Kerangka F. Teori dan pengembangan hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan teori yang ada, sehingga kerangka
penelitian ini dapat
bezseen pada gambar 2.
Ara. 2 Kerangka Penelitian Sumber: Data Olahan (2014)
Teori agensi
Informasi Asymetri
Smoothing pendapatan
(Y)
Harga saham (X 2)
IFRS (X 1)

halaman 5
Artikel Penelitian
April
2014
Dara Veri W et al.
halaman | 23
Inovasi: International Journal of Applied Penelitian;
ISSN: 2347 9272 (Volume-2, Edisi-2)
ISSN: 2347-9272 (Volume-1, Issue-1)
G. Pengaruh penerapan IFRS perataan laba
Kewajiban untuk menggunakan IFRS pada perusahaan yang terdaftar di bursa saham
memberikan manfaat bahwa laporan keuangan menjadi
lebih transparan, sebanding, dan berharga sehingga mereka dapat meningkatkan nilai Bank di
depan publik. IFRS diduga
mempengaruhi perataan laba. Hasil penelitian sebelumnya oleh Rohaeni dan Aryati (2012)
menyatakan bahwa konvergensi
IFRS efek negatif pada perataan laba. Selama periode ketika perusahaan mengadopsi IFRS,
perusahaan lebih sedikit melakukan
perataan laba. Sedangkan hasil penelitian oleh Adzis et al. (2010) menyatakan bahwa IFRS
tidak mempengaruhi pendapatan
smoothing. Dengan demikian, hipotesis dapat diusulkan sebagai berikut.
H 1: Implementasi IFRS mengurangi kecenderungan perataan laba di perusahaan perbankan.
H. Pengaruh harga saham pada perataan laba
Harga saham merupakan salah satu faktor perusahaan yang paling dipertimbangkan dalam
memutuskan investasi pendanaan. Perusahaan mencoba untuk membuat
harga saham yang baik sehingga mereka dapat memiliki nilai perusahaan yang baik
ini. Harga saham juga menjadi faktor pendorong di belakang pendapatan
smoothing. Perataan laba diduga terjadi terutama ketika harga menurun, karena perataan laba
dapat digunakan sebagai upaya untuk mengurangi fluktuasi laba bersama dengan
mengendalikan kenaikan harga saham sesuai dengan
Tingkat normal apa manajemen menginginkannya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Prayudi dan Rochmawati (2013) mengatakan bahwa
nilai perusahaan yang dilihat dari harga saham akan mempengaruhi perataan laba. Sementara
Rifai (2012) menyatakan bahwa saham
harga tidak mempengaruhi perataan laba. Dengan demikian hipotesis dapat diusulkan sebagai
berikut.
H 2: harga saham berpengaruh positif terhadap kecenderungan perataan laba di perusahaan
perbankan.
AKU AKU AKU. R ESULTS DAN D ISCUSSION
Teknik sampling A. Populasi dan
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan di industri perbankan yang
terdaftar di BEI pada periode 2008-2012.
Sampel yang digunakan adalah 20 perusahaan perbankan. Teknik sampling yang digunakan
adalah metode purposive sampling dengan kriteria sebagai
mengikuti:
1) Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI pada periode 2008-2012.
2) Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan dan laporan keuangan auditan di 2008-
2012.
3) Perusahaan yang tidak mengalami kerugian di 2008-2012.
B. Variabel Dependent:
Variabel terikat adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel
independen. Variabel dependen dalam hal ini
Penelitian ini perataan laba. Perataan laba merupakan teknik manajemen laba dalam hal
perataan atas penghasilan
fluktuasi yang dilaporkan dan dianggap seperti biasa bagi perusahaan. Untuk menentukan
indeks perataan laba, diukur
dengan indeks Eckel (1981) yang dihitung dengan rumus berikut.
Income Smoothing =
CV ΔI
CV ΔS
........................ (3.1)
Dimana:
ΔI = perubahan laba antara tahun n ke tahun n-1
ΔS = perubahan laba antara n tahun n-1
CV = koefisien perubahan variasi diperoleh dari rasio antara standar deviasi dari nilai yang
diharapkan
Perusahaan yang memiliki indeks perataan laba kurang dari satu (<1) berarti bahwa
perusahaan memiliki kecenderungan untuk melakukan
perataan laba, sedangkan perusahaan yang memiliki indeks perataan laba lebih dari satu (>
1), berarti bahwa
Perusahaan tidak memiliki kecenderungan untuk melakukan perataan laba.
C. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau mengubah variabel
dependen. Variabel bebas dalam ini
studi adalah sebagai berikut:
1) IFRS pelaksanaan: Pengukuran variabel ini digunakan variabel dummy yang akan
diberikan 0 jika perusahaan belum
diterapkan IFRS dan diberikan 1 jika perusahaan menerapkan IFRS. Bank of Indonesia
diwajibkan untuk semua bank operasional untuk
menerapkan IFRS pada awal 2010. Pelaksanaan IFRS yang disebutkan dalam penelitian ini
adalah
adopsi IFRS terutama berkaitan dengan PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang pelaporan dan
pengungkapan keuangan
instrumen dan PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang pengungkapan dan pengukuran instrumen
keuangan (Viska, 2012).
2) Bursa Harga: Harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga penutupan
masing-masing perusahaan memiliki, tiga bulan setelah menutup
buku selama periode (2008-2012) dengan rupiah sebagai unit pengukuran. Hal ini karena
investor mengambil keputusan setelah
laporan keuangan yang dipublikasikan, yaitu sekitar tiga bulan setelah perusahaan menutup
buku itu.
D. Metode Analisis
Dalam tulisan ini, analisis statistik deskriptif adalah untuk memberikan gambaran tentang
penelitian variabel secara statistik.
Setelah itu, dilakukan uji asumsi klasik. Hal ini dilakukan untuk menguji apakah data
memenuhi asumsi
klasik atau tidak. Hal ini untuk menghindari estimasi Bias yang tidak semua data dapat
memadai untuk regresi. Salah satu

halaman 6
Artikel Penelitian
April
2014
Dara Veri W et al.
halaman | 24
Inovasi: International Journal of Applied Penelitian;
ISSN: 2347 9272 (Volume-2, Edisi-2)
ISSN: 2347-9272 (Volume-1, Issue-1)
persyaratan untuk dapat menggunakan uji regresi terpenuhi uji asumsi klasik. Uji asumsi
klasik terdiri dari
tes normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
Uji hipotesis dilakukan dengan metode regresi linier berganda. Analisis regresi berganda
digunakan untuk menguji
Efek dari dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan untuk
menguji hipotesis dirumuskan sebagai
berikut:
IS = α + β_1 IFRS + β_2 SP + ε
Deskripsi:
AKU S
: Smoothing Penghasilan
α
: Constant
β
: Koefisien Regresi
IFRS
: International Financial Reporting Standard
SP
: Harga saham
Berdasarkan karakteristik yang dijelaskan sebelumnya, diperoleh perusahaan yang akan
menjadi sampel. Tabel I menyajikan
hasil pemilihan sampel dengan metode purposive sampling.
TABEL I: I CONTOH SELECTION
Jumlah Industri Perbankan 2012
146
1. Perusahaan yang tidak terdaftar di BEI 2008-2012
-110
2. Perusahaan tidak menerbitkan laporan tahunan 2008-2012
-14
3. Perusahaan telah kehilangan berturut-turut selama tahun penelitian
-2
Total
20
Sumber: Data Sekunder Diolah (2014)
E. Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan sampel dari 20 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) selama 2008-2012.
Statistik deskriptif dari variabel yang diteliti, termasuk nilai mean, minimum, maksimum, dan
standar
penyimpangan yang dapat dilihat pada Tabel II dalam lampiran.
TABEL II: D ESCRIPTIVE S TATISTIC
N
Minimum
Maksimum
Berarti
Std. Deviasi
Statistik
Statistik
Statistik
Statistik
Std. Kesalahan
Statistik
IFRS
100
, 00
1,00
, 6000
, 04924
, 49237
SP
100
, 06
10,75
2,0892
, 25593
2,55931
AKU S
100
, 01
29,97
2,8553
, 41882
4,18816
Hari N (listwise)
100
Sumber: Output SPSS (2014)
Berdasarkan Tabel II dapat dilihat bahwa jumlah data adalah 100. Pelaksanaan IFRS (IFRS)
variabel memiliki
nilai minimum 0.00; nilai maksimum 1,00; nilai rata-rata (mean) dari 0,6000 dan deviasi
standar
0,49237. Harga saham (SP) variabel memiliki nilai minimal 0,06; nilai maksimum
10,75; nilai rata-rata (mean)
dari 2,0892 dan deviasi standar 2,55931. Sementara perataan laba (IS) variabel memiliki nilai
minimal 0,01; itu
nilai maksimum 29,97; nilai rata-rata (mean) dari 2,8553 dan deviasi standar 4,18816.
Pengujian F. Hipotesis
Analisis data ini meliputi hasil uji asumsi klasik dan hasil uji asumsi klasik dan
Hasil uji analisis regresi menggunakan SPSS 20. Penelitian ini telah lolos dari semua asumsi
klasik meliputi
multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas. Analisis regresi linier
berganda dimaksudkan untuk
menguji seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
adalah. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah implementasi IFRS (IFRS) dan harga saham (SP). Sedangkan variabel dependen
adalah perataan laba (IS).
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan SPSS 20 untuk analisis regresi berganda diperoleh
hasil sebagai
disajikan pada Tabel III.
TABEL III: P ARTIALLY H YPOTHESIS UJI
Model
unstandardized
koefisien
Membakukan
d
koefisien
t
Sig.
B
Std. Kesalahan
beta
1
(Konstan)
, 090
, 545
, 165
, 869

halaman 7
Artikel Penelitian
April
2014
Dara Veri W et al.
halaman | 25
Inovasi: International Journal of Applied Penelitian;
ISSN: 2347 9272 (Volume-2, Edisi-2)
ISSN: 2347-9272 (Volume-1, Issue-1)
IFRS
1.206
, 677
, 142
1.781
, 078
SP
, 977
, 130
, 597
7499
, 000
Sebuah. Dependent Variable: IS
Sumber: Output SPSS (2014)
Dari hasil Tabel III, kami memperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
IS = 0,90 + 0.142 IFRS + 0,597SP + ε
Berdasarkan hasil persamaan regresi dapat dianalisis pengaruh pelaksanaan IFRS dan saham
Harga perataan laba. Konstan 0,90 berarti bahwa jika pelaksanaan IFRS (IFRS) dan harga
saham (SP)
nilai adalah 0, maka perataan laba turun dari 0,90.
Implementasi IFRS koefisien regresi variabel (IFRS) sebesar 0,142 menyatakan bahwa jika
pelaksanaan
IFRS (IFRS) meningkat sebesar 1%, yang perataan laba akan meningkat sebesar 0.142,
dengan asumsi variabel lain stabil. Itu
koefisien positif, artinya ada hubungan positif antara pelaksanaan IFRS (IFRS) dengan
pendapatan
smoothing (IS), peningkatan implementasi IFRS (IFRS) akan meningkatkan perataan laba
(IS).
Harga saham koefisien regresi variabel (SP) adalah 0,597 menyatakan bahwa jika harga
saham (SP) meningkat sebesar 1%, pendapatan
smoothing akan meningkat sebesar 0.597 nilai, dengan asumsi variabel lainnya
tetap. Koefisien positif, artinya
ada hubungan positif antara harga saham (SP) dengan perataan laba (IS), kenaikan harga
saham (SP)
akan meningkatkan perataan laba (IS). Hasil uji analisis regresi berganda meliputi:
1) uji koefisien Determinasi (R 2)
Koefisien determinasi (R 2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model untuk
menjelaskan variasi dalam
variabel dependen. Koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (0 <R <1). Semakin
besar koefisien
tekad, akan lebih besar variasi variabel independen mempengaruhi variabel dependen seperti
disajikan sebagai meja.
TABEL IV: D ETERMINATION C OEFFICIENT
Mode
l
R
R
Kotak
adjusted R
Kotak
Std. kesalahan
Taksir
1
, 643 a
, 413
, 401
3,24170
Sebuah. Prediktor: (Constant), SP, IFRS
b. Dependent Variable: IS
Sumber: Output SPSS (2014)
Berdasarkan Tabel IV, nilai koefisien determinasi adalah 0,401 yang berarti bahwa
perubahan 40,1% dalam variabel
perataan laba (IS) dijelaskan oleh perubahan variabel implementasi IFRS (IFRS) dan harga
saham (SP)
serentak. Sedangkan sisanya 59,9% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam
penelitian ini.
2) Simultaneous signifikan Test (F-test)
F-test pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen termasuk dalam model
memiliki pengaruh yang signifikan pada
variabel dependen. Hasil uji signifikansi simultan seperti disajikan pada Tabel V
TABEL V: ANOVA (BERSAMAAN H YPOTHESIS TES)
Model
Jumlah dari
Squares
df
Berarti
Kotak
F
Sig.
1
Regresi
717.194
2
358.597
34.124
, 000 b
Sisa
1019.337
97
10.509
Total
1736.531
99
Sebuah. Dependent Variable: IS
b. Prediktor: (Constant), SP, IFRS
Sumber: Output SPSS (2014)
Berdasarkan uji ANOVA atau F-test diperoleh nilai F dihitung dari 34,124 dengan
probabilitas 0,000. Karena
probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05, model regresi dapat digunakan untuk memprediksi
perataan laba atau dapat dikatakan
bahwa pelaksanaan IFRS dan harga saham secara simultan mempengaruhi perataan laba.
3) Parsial Hipotesis Uji (t-test)
Uji T adalah tes yang digunakan untuk menentukan apakah variabel independen
mempengaruhi variabel dependen. Hasil
tes ini muncul di tabel seperti yang disajikan dalam
Tabel III: TABLE tes IIIPartially Hipotesis
Model
unstandardized
koefisien
Membakukan
d
koefisien
t
Sig.

halaman 8
Artikel Penelitian
April
2014
Dara Veri W et al.
halaman | 26
Inovasi: International Journal of Applied Penelitian;
ISSN: 2347 9272 (Volume-2, Edisi-2)
ISSN: 2347-9272 (Volume-1, Issue-1)
B
Std. Kesalahan
beta
1
(Konstan)
, 090
, 545
, 165
, 869
IFRS
1.206
, 677
, 142
1.781
, 078
SP
, 977
, 130
, 597
7499
, 000
Sebuah. Dependent Variable: IS
Sumber: Output SPSS (2014)
Berdasarkan Tabel III, dapat disimpulkan tentang uji hipotesis dari masing-masing variabel
independen terhadap dependen
variabel sebagai berikut.
H 1: Implementasi IFRS menurun tren perataan laba di perusahaan perbankan.
Hipotesis itu menyatakan bahwa pelaksanaan IFRS memiliki efek negatif pada perataan
laba. Dalam regresi
Output menunjukkan bahwa signifikansi variabel IFRS adalah sama dengan 0,78. Nilai ini
lebih besar dari tingkat signifikansi 5% (0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa IFRS tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perataan laba, dan hipotesis pertama
ditolak karena didukung oleh data dan hasil penelitian.
H 2 : Harga saham memiliki pengaruh positif pada tren perataan laba di perusahaan
perbankan.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa harga saham memiliki pengaruh positif pada perataan
laba. Dalam output regresi
menunjukkan bahwa sejumlah besar variabel adalah harga saham 0,00. Nilai ini lebih kecil
dari tingkat signifikansi
5% (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa harga saham memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perataan laba, dan
hipotesis kedua diterima karena didukung oleh data dan hasil penelitian. Temuan ini
menunjukkan bahwa peningkatan
tren harga saham perusahaan melakukan perataan laba menurun. Hal ini karena pendapatan
proksi smoothing di ini
Penelitian menggunakan Eckel Index, yang menyatakan bahwa nilai indeks lebih dari satu
atau lebih besar, daripada perusahaan tidak
tidak melakukan perataan laba dan sebaliknya.
G. Diskusi
Dalam penelitian ini menguji efek dari penerapan IFRS (IFRS) dan harga saham (SP)
perataan laba
(AKU S). Penelitian ini dilakukan dengan data yang diperoleh dari laporan keuangan
perusahaan yang termasuk dalam penelitian
mencicipi. Sampel perbankan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI),
menunjukkan keuangan
pernyataan 2008-2012, dan bukan kerugian berturut-turut selama tahun penelitian.
IFRS variabel implementasi menunjukkan tidak berpengaruh terhadap perataan laba,
sehingga pelaksanaan IFRS variabel dalam ini
Penelitian tidak dapat digunakan sebagai indikator dalam memprediksi perataan laba di
perusahaan. Hal ini diduga karena di
Penelitian ini IFRS indikator yang digunakan hanya di bawah PSAK 50 dan 55 (revisi 2006)
tentang penyajian dan
pengungkapan instrumen keuangan. Namun, pendapatan smoothing ditunjukkan oleh
perusahaan, indeks Eckel menggunakan
instrumen pendapatan dan laba, sehingga kurang spesifik jika pelaksanaan IFRS hanya
ditunjukkan oleh PSAK 50 dan 55 di
Mengingat dampaknya terhadap perataan laba. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Adzis et al.
(2010).
Dalam penelitian ini variabel harga saham memiliki efek positif dan signifikan terhadap
perataan laba variabel. Ini
berarti bahwa harga saham dapat digunakan sebagai dasar untuk memprediksi perataan
laba. Hipotesis kedua diterima dan
menurut penelitian yang dilakukan oleh Prayudi dan Rochmawati (2013) yang menyatakan
bahwa nilai perusahaan seperti yang terlihat
dari efek harga saham pada perataan laba. Semakin tinggi harga saham, semakin tinggi nilai
indeks pendapatan
smoothing, yang berarti bahwa semakin tinggi harga saham perusahaan. Menurut indeks
Eckel, perusahaan tidak
memiliki kecenderungan untuk perataan laba. Dengan tingginya harga saham perusahaan
yang ingin meningkatkan kepercayaan
investor tanpa perataan laba lulus. harga saham yang tinggi karena minat investor untuk
membeli kenaikan saham sebagai
kepercayaan investor di perusahaan. Saat ini investor lebih peduli serta banyak mengetahui
informasi tentang
penghasilan dan pendapatan smoothing.
IV. C ONCLUSIONS
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh pelaksanaan IFRS dan harga
saham pada
perataan laba, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan IFRS (IAS 50 dan 55, revisi 2006) tidak
memungkinkan
pertimbangan dalam pandangan kecenderungan perataan laba, sedangkan harga saham dapat
dijadikan pertimbangan dalam pandangan
dari kecenderungan perataan laba. Semakin tinggi tren harga saham akan membuat perataan
laba yang lebih rendah.
Implikasi dari penelitian ini bagi perusahaan dan praktisi, perusahaan harus memperhatikan
penggunaan
standar pelaporan keuangan (IFRS), IFRS diterapkan dengan baik dapat meminimalkan
penipuan. Harga saham juga merupakan faktor
yang harus diperhatikan oleh perusahaan, karena harga saham merupakan cerminan dari nilai
perusahaan.
Untuk penelitian lebih lanjut, seharusnya tidak hanya menggunakan variabel termasuk dalam
penelitian ini, tetapi juga ditambah dengan variabel lain.
Implementasi IFRS ditambah dengan indikator lain selain PSAK No. 50 dan PSAK No. 55
(revisi 2006).
REFERENSI
[1]
Adzis, A., David, T., Paul, D, "Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) dan
perataan laba
kegiatan bank komersial: Bukti dari Australia dan Selandia Baru bank, " Jurnal Akuntansi
dan
Bisnis . Massey University, 2010.

halaman 9
Artikel Penelitian
April
2014
Dara Veri W et al.
halaman | 27
Inovasi: International Journal of Applied Penelitian;
ISSN: 2347 9272 (Volume-2, Edisi-2)
ISSN: 2347-9272 (Volume-1, Issue-1)
[2]
Albrecht, WD, dan Richardson, F. M, "Income Smoothing oleh Sektor Ekonomi. Jurnal
Bisnis Keuangan
& Accounting, "Vol. 17 (5), pp. 713-730 1990.
[3]
Atik, Asuman, "Mendeteksi perilaku pendapatan smoothing perusahaan Tercatat Turki
melalui Empiris Uji
Menggunakan Discretionary Akuntansi Perubahan. Perspektif kritis pada Akuntansi, "Vol.20,
pp. 591-613 2008.
[4]
BadanPengawasPasar
modal,
Bapepam-LK
melaluiPeraturan
Tidak.
VIII.G.7
tentangPedomanPenyajianLaporanKeuangan 1996.
[5]
BadanPengawasPasar Modal, KeputusanKetuaBapepam-LK No. XK6 KEP-134 / BL / 2006
Tanggal 07
Desember 2006 tentangKewajibanPenyampaianLaporanTahunanbagi Perusahaan
Publik, 2006.
[6]
Belkaoui, Ahmed Riahi, Teori Akuntansi (TeoriAkuntansi), EdisiKelima, Jakarta:
SalembaEmpat 2007.
[7]
Biedleman, Penghasilan Smoothing Peran Manajemen , Akuntansi Ulasan 1973.
[8]
Bitner, Larry., Dan Dolan, Robert, "Apakah Smoothing Produktif Tambahkan Nilai ?,"
Manajemen Akuntansi Review,
1998.
[9]
Budiasih, Igan, "Faktor-Faktor Yang MempengaruhiPraktikPerataanLaba,"
JurnalAkuntansidanBisnis, Vol. 4,
No 1: 1 - 14, 2009.
[10]
Dewangga, Richard., Kuko, Vira., Wijaya, Budi. (2010) Implementasi IFRS
PadaAktivaTetap. [On line].
Tersedia: http://www.scribd.com/doc/49835698/IMPLEMENTASI-IFRS1
[11]
Eckel, N, "The Income Smoothing Hipotesis Revisited. Abacus, "Vol. 17, No.1, 1981.
[12]
Fudenberg, D., dan Tirole, J., "A Theory of Income dan Dividen Smoothing Berdasarkan
Incumbency Sewa.
Jurnal Ekonomi Politik, "Vol. 103, pp 75-93, 1995.
[13]
Gideon, "StudiPengaruhMekanisme Perusahaan
danDampakManajemenLabadenganMenggunakanAnalisJalur,"
SNA VII, UPN "Veteran" Yogyakarta, 2005.
[14]
Imhoff, "Sebuah Analisis Berbasis Pasar Income Smoothing. Jurnal Bisnis Finance &
Accounting, "1981.
[15]
Joel G Siegel Dan Jae K. Shim, "KamusIstilahAkuntansi. ElexaKomputindo, "Jakarta, 1996.
[16]
Kieso, Weygandt, Dan Warfield, "Akuntansi Intermediate, Edisi ke-12. Erlangga, "Jakarta,
2008.
[17]
Kirschenheiter, M. & N. Melumad. (2002) Laba Kualitas dan Smoothing. [On line]. Tersedia:
http://www.mgmt.purdue.edu/events/bkd_speakers/paper03/mike.pdf
[18]
Koch, BS , Income Smoothing: Sebuah Percobaan, The Accounting Review, LVI (3): 574-
586, 1981.
[19]
Prayudi, D dan Rochmawati, D, "PengaruhProfitabilitas, RisikoKeuangan, Nilai Perusahaan
danStrukturKepemilikanterhadapPraktikPerataanLaba (Income Smoothing) PADA
Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar di BEI 2008-2011, "JurnalAkuntansidanBisnis, Vol. 9, No 2, UniversitasSriwijaya
2013.
[20]
Rifai, R, "AnalisisPengaruhProfitabilitas, Financial Leverage, Laba
HargaSahamdanPajakterhadapTindakan
Smoothing PADA Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia "Skripsi,
UniversitasGunadarma 2012.
[21]
Silviana, "AnalisisPerataanLaba (Income Smoothing): Faktor-Faktor Yang
MempengaruhiPerataanLabapada
Perusahaan ManufakturSektorIndustriDasardan Kimia Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia (2005 -
2009), "JurnalEkonomidanBisnis, UniversitasGunadarma 2010.
[22]
Suhardjanto, Djoko., DanAfni, Aulia, "Pengungkapan Praktik Corporate Social di Indonesia
(StudiEmpiris di Bursa
Efek Indonesia), "JurnalAkuntansi, No. 03 Tahun XIII, pp.243 -364, ISSN 1410-3591, 2009.
[23]
Viska, A, "DampakPenerapan PSAK 50/55 (Revisi 2006) terhadapManajemenLaba di
Perbankan:
PerananMekanisme
perusahaan
pemerintahan,
StrukturKepemilikan,
danKualitas
Audit, "JurnalSimposiumNasionalAkuntansi (SNA) XV 2012.
[24]
Wibisono, Haris, "Pengaruh Manajemen Laba terhadapKinerja di Seputar SEO. Tesis
Magister Sains
Akuntansi, "UniversitasDiponegoro 2004.

Anda mungkin juga menyukai