Bab 2 New
Bab 2 New
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
mudah rontok, keluar dari bawah roset daun, panjang sekitar 75 cm, dengan
tangkai pendek bercabang rangkap. (f). Biji: biji satu, bentuknya seperti
kerucut pendek dengan ujung membulat, pangkal agak datar dengan suatu
lekukan dangkal, panjang 15-30 mm, permukaan luar berwarna kecoklatan
sampe coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk menyerupai jala dengan warna
yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat
tua dengan lipatan tidak beraturan (Chamima, 2012).
Pinang memiliki nama daerah seperti pineng, pineung (Aceh), pinang
(Gayo), batang mayang (Karo), pining (Toba), batang pinang (Minangkabau),
dan jambe (Sunda, Jawa).Tanaman ini berbunga pada awal dan akhir musim
hujan dan memiliki masa hidup 25-30 tahun. Biji buah berwarna kecoklatan
sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih
muda (Chamima, 2012).
2.1.3 Kandungan dan Manfaat .
Biji pinang mengandung senyawa flavonoid dan saponin yang
berguna sebagai antimikroba, selain sebagai antimikroba flavonoid berupa
katekin berfungsi sebagai antiinflamasi. Biji pinang mengandung senyawa
proantosianidin. Proantosianidin berupa tanin terkondensasi yang tergolong
flavonoid yang berkhasiat sebagai antibakteri, antivirus, anti karsinogenik,
antiinflamasi, antialergi, dan agen vasodilator
2.2 Katekin
Proses sokletasi digunakan untuk ekstraksi lanjutan dari suatu senyawa dari
material atau bahan padat dengan pelarut panas. Alat yang digunakan adalah labu
didih, ekstraktor dan kondensor. Sampel dalam sokletasi perlu dikeringkan sebelum
disokletasi. Tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk mengilangkan
kandungan air yang terdapat dalam sample sedangkan dihaluskan adalah untuk
mempermudah senyawa terlarut dalam pelarut. Didalam sokletasi digunakan
pelarut yang mudah menguap. Pelarut itu bergantung pada tingkatannya, polar atau
non polar.
8
b. Cara mengetahui ekstrak telah sempurna atau saat sokletasi harus dihentikan
adalah : Pelarutnya sudah bening atau tidak berwarna lagi Jika pelarut bening,
maka diuji dengan meneteskan setetes pelarut pada kaca arloji dan biarkan
menguap. Bila tidak ada lagi bercak noda, berarti sokletasi telah selesai. Untuk
mengetahui senyawa hasil penyarian (kandungannya) , dapat dilakukan dengan tes
identifikasi dengan menggunakan beberapa pereaksi.
atau memberikan uap zat kimia pada kromatogram atau dengan cara pencelupan
ke dalam pereaksi penampak warna (Mulya & Suharman, 1995).
Analisis sutu senyawa dalam KLT biasanya dilakukan dengan
membandingkan kromatogram yang dihasilkan dengan kromatogram senyawa
standarnya. Pengamatan biasanya dilakukan berdasarkan pada kedudukan dari
noda relatif terhadap batas pelarut yang dikenal sebagai harga Rf (Retardation
factor) (Cahya, 2003). Harga Rf dinyatakan sebagai berikut (Sastrohamidjojo,
1996) :
Dimana :
Rf = Retardation faktor
Rs = Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik awal
Rp = Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik awal
2.5 Kulit
kira 15% berat badan. Fungsi kulit diantaranya adalah untuk melindungi tubuh
dari tekanan, gesekan, tarikan, kimiawi (iritan), panas (radiasi, dan sinar UV), dan
infeksi luar oleh jamur atau bakteri.
Lapisan kulit terbagi menjadi Epidermis (Lapisan Luar atau Kulit Ari),
Dermis (Lapisan Dalam atau Kulit Jangat) , dan Hipodermis (Lapisan pengikat
Bawah kulit atau Lapisan Lemak kulit).
A. Lapisan Epidermis
1. Stratum Korneum
Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak
berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2. Stratum Lusidum
Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti,
protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini
lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.
3. Stratum Granulosum
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar
dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa
biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
4. Stratum Spinosum
Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena
banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila semakin
dekat ke permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat jembatan antar
sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau
keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil
yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula
sel Langerhans.
5. Stratum Basale
Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada
perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel basal
bermitosis dan berfungsi reproduktif.
B. Lapisan Dermis
13
Terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular
dan folikel rambut.
1. Pars Papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
2. Pars Retikulare
Bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari serabut
penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan
ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian
ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas,
selanjutnya membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin
dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat elastin, seiring bertambahnya
usia, menjadi kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan mudah
mengembang serta lebih elastis.
C. Lapisan Hipodermis
Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak
yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah. Sel ini berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa.
Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan
getah bening. Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya
berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut
lebih tebal.
d. Protektif
Salep – salep tertentu yang diperuntukkan untuk protektif, maka
harus memiliki kemampuan melindungi kulit dari pengaruh luar misal
dari pengaruh debu, basa, asam, dan sinar matahari.
e. Memiliki basis yang sesuai
Basis yang digunakan harus tidak menghambat pelepasan obat dari
basis, basis harus tidak mengiritasi, atau menyebabkan efek samping
lain yang tidak dikehendaki.
f. Homogen
Kadar zat aktif dalam sediaan salep cukup kecil, sehingga
diperlukan upaya/usaha agar zat aktif tersebut dapat
terdispersi/tercampur merata dalam basis.
Salep yang tidak suka air atau salep yang dasar salepnya
berlemak (greassy bases): tidak dapat dicuci dengan air. Misalnya,
campuran lemak-lemak , minyak lemak, malam.
2. Dasar Salep Hidrofilik.
Salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya
mempunyai dasar salep tipe o/w.