Anda di halaman 1dari 16

Akhlak dan Pengembangan Diri

Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf

Disusun Oleh :
Putri L. (111805400000__)
Gilang Tresna Putra Anugrah (11180540000034)

Pengembangan Masyarakat Islam 2 A

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag.

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


JURUSAN PENGEMBANGAM MASYARAKAT ISLAM 2018-2019
PENDAHULUAN

Mengapa akhlak diperlukan dalam diri manusia? Akhlak sebagai suatu sikap perilaku
pada diri sendiri, sesama manusia, alam, dan Allah merupakan komponen yang harus ada
agar tercipta akhlak mulia. Pada pembahasan makalah ini akan dipaparkan mengenai
bagaimana akhlak dan pengembangan diri, maka yang menjadi pembahasannya adalah
akhlak pada diri sendiri dan bagaimana individu itu memahami serta mengembangkan
potensi diri yang berlandaskan akhlak yang baik.
Memahami dan tahu saja mengenai bagaimana berakhlak dan mengembangkan diri
tidaklah cukup, perlu adanya pengaplikasian dalam diri seseorang. Namun dalam ajaran
Islam tidak cukup hanya memahami dan mengembangkan, tapi juga harus diimbangi dengan
bagaimana cara bersyukur atas nikmat dan segala apa yang telah Allah berikan sehingga
manusia bisa memahami hakikat yang ada pada dirinya.

A. Persepsi Diri dalam Perspektif Ilmu Akhlak

A.      Pengertian Akhlak Pada Diri Sendiri


Menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab ‫ اخالق‬bentuk jamak dari
mufradnya khuluq ‫ خلق‬yang berarti “budi pekerti”. Sedangkan menurut terminologi : kata
“budi pekerti”, budi adalah yang ada pada manusia, berhubungan dengan kesadaran yang
didorong oleh pemikiran, ratio. Budi disebut juga karakter. Pekerti adalah apa yang terlihat
pada manusia karena didorong oleh perasaan hati yang disebut behaviour. Jadi, budi pekerti
adalah perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku
manusia.1[1]
Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri. Namun
bukan berarti kewajiban ini lebih penting daripada kewajiban kepada Allah. Dikarenakan
kewajiban yang pertama dan utama bagi manusia adalah mempercayai dengan keyakinan
yang sesungguhnya bahwa “Tiada Tuhan melainkan Allah”. Keyakinan pokok ini merupakan
kewajiban terhadap Allah sekaligus merupakan kewajiban manusia bagi dirinya untuk
keselamatannya.
Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang harus ditunaikan untuk
memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan semata-mata untuk mementingkan dirinya sendiri
atau menzalimi dirinya sendiri. Dalam diri manusia mempunyai dua unsur, yakni jasmani
(jasad) dan rohani (jiwa). Selain itu manusia juga dikaruniai akal pikiran yang membedakan
manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Tiap-tiap unsur memiliki hak di mana antara
satu dan yang lainnya mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya
masing-masing.

B.       Macam-Macam Akhlak Seorang Muslim Pada Diri Sendiri


1.      Berakhlak terhadap jasmani
a.       Senantiasa Menjaga Kebersihan2[2]
1[1] Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islami : Akhlak Mulia, (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1996), hlm. 26

2[2] Ibid.hlm.132-133
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Seorang muslim harus bersih/ suci
badan, pakaian, dan tempat, terutama saat akan melaksanakan sholat dan beribadah kepada
Allah, di samping suci dari kotoran, juga suci dari hadas.
Allah SWT berfirman :

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri137 dari wanita di waktu haidh;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci138. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri. (QS. Al Baqarah:222)

Artinya : Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh-nya


mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut
kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin
membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. At
Taubah:108)

b.      Menjaga Makan dan Minumnya3[3]


Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi tubuh manusia, jika tidak makan dan
minum dalam keadaan tertentu yang normal maka manusia akan mati. Allah SWT
memerintahkan kepada manusia agar makan dan minum dari yang halal dan tidak berlebihan.
Sebaiknya sepertiga dari perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk
udara.
Allah SWT berfirman :

Artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah
kepadamu; dan syukurilah ni'mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. (QS.
An Nahl:114)

c.       Menjaga Kesehatan4[4]


Menjaga kesehatan bagi seorang muslim adalah wajib dan merupakan bagian dari ibadah
kepada Allah SWT dan sekaligus melaksanakan anmanah dari-Nya. Riyadhah atau latihan
jasmani sangat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimnapun riyadhah harus tetap
dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam. Orang mukmin yang kuat, lebih baik
dan lebih dicintai Allah SWT daripada mukmin yang lemah.
Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’min yang kuat lebih dicintai
Allah dari mu’min yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah
terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan
jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah “Qodarulloh

3[3] Miftah Faridl.Etika Islam: Nasehat Islam untuk Anda.(Bandung: Pustaka.1997)hlm.184-187

4[4] Ibid.hlm78-79
wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti
terjadi”. (HR. Muslim)

d.      Berbusana yang Islami5[5]


Manusia mempunya budi, akal dan kehormatan, sehingga bagian-bagian badannya ada
yang harus ditutupi (aurat) karena tidak pantas untuk dilihat orang lain. Dari segi kebutuhan
alaminya, badan manusia perlu ditutup dan dilindungi dari gangguan bahaya alam sekitarnya,
seperti dingin, panas, dll. Karena itu Allah SWT memerintahkan manusia menutup auratnya
dan Allah SWT menciptakan bahan-bahan di alam ini untuk dibuatb pakaian sebagai penutup
badan.
Allah SWT berfirman :
  
Artinya : Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang
paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al A’raf:26)

2.      Berakhlak terhadap Akal6[6]


a.    Menuntut Ilmu

Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, sekaligus sebagai
bentuk akhlak seorang muslim. Muslim yang baik, akan memberikan porsi terhadap akalnya
yakni berupa penambahan pengetahuan dalam sepanjang hayatnya. Sebuah hadits
Rasulullah SAW menggambarkan :

(‫مسلم )رواه ابن ماجه طلب العلم فريضة على كل‬

Artinya : “Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Seorang mu’min, tidak hanya mencari ilmu dikarenakan sebagai satu kewajiban, yang jika
telah selesai kewajibannya maka setelah itu sudah dan berhenti. Namun seorang mu’min
adalah yang senantiasa menambah dan menambah ilmunya, kendatipun usia telah
memakan dirinya. Menuntut ilmu juga tidak terbatas hanya pada pendidikan formal
akademis namun dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.

b.    Memiliki Spesialisasi Ilmu yang dikuasai


Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen dalam kehidupannya.
Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993 : 48), hal-hal yang harus dikuasai setiap
muslim adalah : Al-Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadits;
sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama yang terkait dengan permasalahan kehidupan,
dan lain sebagainya. Setiap muslim juga harus memiliki bidang spesialisasi yang harus

5[5] Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islami : Akhlak Mulia, (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1996), hlm.129

6[6]Rikza Maulan, akhlak terhadap diri sendiri. Dalam alamat :


http://www.slideshare.net/rilamaulida04/akhlak-2 kamis, 12.04.13.58
ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidang-
bidang lain, seperti ekonomi, tehnik, politik dan lain sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak
diantara generasi awal kaum muslimin yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.

c.    Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain


Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau mengajarkan apa
yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkan ilmunya.
Firman Allah SWT :

Artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami
beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan828 jika kamu tidak mengetahui” (An-Nahl:43)

d.   Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan


Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya adalah merealisasikan ilmunya
dalam “alam nyata.” Karena akan berdosa seorang yang memiliki ilmu namun tidak
mengamalkannya.
Firman Allah SWT :

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff)

3.      Berakhlak terhadap jiwa


a.    Bertaubat dan Menjauhkan Diri dari Dosa Besar
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali perbuatan dosa
yang telah lalu dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut
pada waktu yang akan datang.7[7] Allah SWT berfirman :

  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan
nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mu'min
yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan
mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya
kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS.
At-Tahrim : 8)
7[7] Abu Bakar Jabir El Jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim): Etika (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya,1993).hlm.33
Adapun yang termasuk dosa-dosa besar diantaranya :8[8]
           Syirik
           Kufur
           Nifak
           Riddah
           Fasik
           Berzina dan menuduh orang lain berzina
           Membunuh manusia
           Bersumpah palsu

b.    Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh Allah
SWT. Dengan demikian dia tenggelam dengan pengawasan Allah dan kesempurnaan-Nya
sehingga ia merasa akrab, merasa senang, merasa berdampingan, dan menerima-Nya serta
menolak selain Dia.9[9]
Firman Allah SWT :
‫اِنَّ هللاَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu.” (QS. An-Nisa : 1)

c.    Bermuhasabah
Yang dimaksud dengan muhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu waktu untuk
menghitung-hitung amal hariannya. Apabila terdapat kekurangan pada yang diwajibkan
kepadanya maka menghukum diri sendiri dan berusaha memperbaikinya. Kalau termasuk
yang harus diqadha maka mengqadhanya. Dan bila ternyata terdapat sesuatu yang terlarang
maka memohon ampun, menyesali dan berusaha tidak mengulangi kembali. Muhasabah
merupakan salah satu cara untuk memperbaiki diri, membina, menyucikan, dan
membersihkannya.10[10]
Firman Allah SWT :

 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-
Hasyr : 18)

d.   Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa nafsu. Hawa
nafsu senantiasa mencintai ajakan untuk terlena, menganggur, tenggelam dalam nafsu yang

8[8] Miftah Faridl.Etika Islam: Nasehat Islam untuk Anda.(Bandung: Pustaka.1997)hlm.38-48

9[9] Ibid.hlm.36

10
mengembuskan syahwat, kendatipun padanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan. Jika
seorang Muslim menyadari bahwa itu akan menyengsarakan dirinya, maka dia akan berjuang
dengan menyatakan perang kepadanya untuk menentang ajakannya, menumpas hawa
nafsunya.
Firman Allah SWT :

Artinya : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf : 53)

B. Memahami Potensi Diri, Mensyukuri Ni’mat

1. Memahami potensi diri

Sebelum seseorang melakukan pengembangan diri dalam rangka menggunakan dan


mengoptimalisasi seluruh kemampuannya untuk mencapai kinerja yang unggul, ada beberapa
cara untuk mengetahui, menilai atau mengukur dengan akurat berbagai kelebihan/kekuatannya
dan kelemahan/kekurangannya.
Adapun cara-caranya adalah sebagai berikut :

a. Introspeksi diri (pengukuran individual)

Dalam cara ini, individu meluangkan waktu untuk mengevaluasi apa yang telah
dilakukannya, apa yang telah ia capai dan apa yang ia miliki sebagai suatu
kelebihan yang dapat mendukung dan apa yang ia miliki sebagai suatu
kekurangan yang menghambat tercapainya prestasi tinggi.
Cara ini efektif bila individu bersikap jujur, terbuka pada dirinya sendiri, mau
dengan sungguh-sungguh memperhatikan kata hati

b. Feedback dari orang lain

Dalam cara ini karyawan meminta masukan berupa informasi atau data penilaian
tentang dirinya dari orang lain, apakah itu rekan kerja, atasan, bawahan maupun
dari anggota keluarga. Masukan berupa umpan balik (feedback) ini meliputi
segala sesuatu tentang sikap dan perilaku seseorang yang tampak/terlihat ,
dipersepsi oleh orang lain yang bertemu, berinteraksi dengannya. Cara ini
bertujuan untuk membantu seseorang menelaah dan memperbaiki tingkah laku.
Beberapa persyaratan suatu feedback efektif adalah :
- Diberikan secara langsung kepada individu, jika diberikan secara tidak
langsung
Akan bermanfaat jika bukan berupa penilaian.

- Pernyataan yang disampaikan bersifat evaluatif dan deskriptif. Artinya akan


lebih bijaksana mendeskripsikan tingkah laku yang dinilai ‘positif’ maupun
‘negatif’ karena tidak memberi ‘cap’ tertentu kepada individu yang diberi
umpan balik.

- Diberikan sesuai kebutuhan dan dikehendaki penerima. Artinya individu yang


memang membutuhkan umpan balik akan lebih mudah menerima penilaian
tentang dirinya baik yang bersifat positif maupun negative sehingga
memungkinkan perubahan yang signifikan pada tingkah lakunya.

- Disampaikan pada waktu yang tepat. Artinya umpan balik disampaikan


kepada
penerima pada saat penerima siap mendengarkan umpan balik, pada waktu yang
khusus, misalnya tidak dihadapan orang lain, dan pada waktu yang tidak terlalu
jauh dengan waktu terjadinya perilaku.

- Dicek pada si pengirim. Artinya umpan balik akan efektif bila penerima
umpan
balik mencek apa yang ia ‘tangkap’ dari pesan penilaian yang disampaikan oleh
penerima

- Dicek pada orang lain dalam kelompok. Untuk meyakinkan bahwa umpan
balik
yang diterima tidak salah dimaknakan, penerima bisa mencek juga kepada sesama
rekan kerja dalam kelompok.

c. Tes Psikologi

Tes Psikologi yang mengukur potensi psikologis individu dapat memberi


gambaran kekuatan dan kelemahan individu pada berbagai aspek psikologis
seperti kecerdasan/ kemampuan intelektual (a.l kemampuan analisa , logika
berpikir, berpikir kreatif, berpikir numerikal), potensi kerja (a.l vitalitas, sumber
energy kerja, motivasi, ketahanan terhadap stress kerja), kemampuan sosiabilitas
(a.l stabilitas emosi, kepekaan perasaan, kemampuan membina relasi sosial )
dan potensi kepemimpinan .
2. Mensyukuri Ni’mat

Kata syukur diambil dari kata syakara, syukuran, wa syukuran,dan wa


syukuran yang berarti berterima kasih kepada-Nya. Bila disebut kata asy-syukru,maka
artinya ucapan terimakasih, syukranlaka  artinya berterima kasih bagimu,asy-
syukru artinya berterima kasih, asy-syakir artinya yang banyak berterima
kasih. Menurut Kamus Arab – Indonesia,  kata syukur diambil dari kata syakara,
yaskuru, syukran dan tasyakkara yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-Nya.

A. Pengertian Syukur dalam Al-quran


Ada tiga ayat yang dikemukakan tentang pengertian syukur ini, yaitu sebagai
berikut disertai penafsirannya masing-masing.
1. Surah Al-Furqan
“Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang
yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur” (QS. Al-Furqan:
62).
Ayat ini ditafsirkan oleh al-Maragi sebagai berikut bahwa Allah telah
menjadikan malam dan siang silih berganti, agar hal itu dijadikan pelajaran bagi orang
yang hendak mengamil pelajaran dari pergantian keduanya, dan berpikir tentang
ciptaan-Nya, serta mensyukuri nikmat tuhannya untuk memperoleh buah dari
keduanya. Sebab, jika dia hanya memusatkan kehidupan akhirat maka dia akan
kehilangan waktu untuk melakukan-Nya. Jadi arti syukur menurut al-Maragi adalah
mensyukuri nikmat Tuhan-Nya dan berpikir tentang cipataan-Nya dengan mengingat
limpahan karunia-Nya.
Hal senada dikemukakan Ibn Katsir bahwa syukur adalah bersyukur dengan
mengingat-Nya.
Penafsiran senada dikemukakan Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-
Mahalliy dan Jalal al-Din Abd Rahman Abi Bakr al-Suyutiy dengan menambahkan
bahwa syukur adalah bersyukur atas segala nikmat Rabb yang telah dilimpahkan-Nya
pada waktu itu.
Departemen Agama RI juga memaparkan demikian, bahwa syukur adalah
bersyukur atas segala nikmat Allah dengan jalan mengingat-Nya dan memikirkan
tentang ciptaan-Nya.
2. Surah Saba, ayat :13 yang artinya:
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-
gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti
kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud
untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang
berterima kasih”. (QS. Saba: 13).
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyebut-nyebut apa yang pernah Dia
anugrahkan kepada Sulaiman as,. Yaitu mereka melaksanakan perintah Sulaiman as
untuk membuat istana-istana yang megah dan patung-patung yang beragam tembaga,
kaca dan pualam. Juga piring-piring besar yang cukup untuk sepuluh orang dan tetap
pada tempatnya, tidak berpindah tempat. Allah berkata kepada mereka “agar
mensyukuri-Nya atas segala nikmat yang telah Dia limpahkan kepada kalian”.
Kemudian Dia menyebutkan tentang sebab mereka diperintahkan bersyukur
yaitu dikarenakan sedikit dari hamba-hamba-Nya yang patuh sebagai rasa syukur atas
nikmat Allah swt dengan menggunakan nikmat tersebut sesuai kehendak-Nya.
Menurut al-Maragi arti kata asy-Syukur di atas adalah orang yang berusaha
untuk bersyukur. Hati dan lidahnya serta seluruh anggota tubuhnya sibuk dengan rasa
syukur dalam bentuk pengakuan, keyakinan dan perbuatan. Dan ada pula yang
menyatakan asy-syukur adalah orang yang melihat kelemahan dirinya sendiri untuk
bersyukur.
Sementara itu Ibn Katsir memberikan arti dari kata asy-syukur adalah
berterima kasih atas segala pemberian dari Tuhan yang maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
Penafsiran yang senada dikemukakan oleh jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad
al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bkar al-Suyutiy dengan
menambahkan bahwa rasa syukurnya itu dilakukan dengan taat menjalankan perintah-
Nya.
3. Surah al-Insan, ayat 9 yang artinya:
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih”. (QS. Al-Insaan: 9)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak meminta dan mengharapkan dari
kalian balasan dan lain-lainnya yang mengurangi pahala, kemudian Allah memperkuat
dan menjelaskan lagi bahwa Dia tidak mengharapkan balasan dari Hamba-Nya, dan
tidak pula meminta agar kalian berterimakasih kepada-Nya.
B. Macam-Macam Syukur
Al-Raghib (tt, 265), membagi syukur kepada tiga macam; 1. Syukr al-Qalb
(Syukur hati) 2. Syukr al-Lisân (Syukur lidah) 3. Syukr sâiri al-Jawârih (Syukur semua
anggota badan). Syukur hati, yaitu syukur dengan cara mengingat-ingat ni’mat. Syukur
Lidah, yaitu memuji kepada yang memberi ni’mat. Syukur anggota badan, yaitu
membalas ni’mat sesuai dengan kepatutan (kepantasannya).
1. Syukur Hati (Syukr al-Qalb)
Syukur hati, yaitu syukur dengan cara mengingat-ingat nikmat. Dilakukan
dengan mengingat-ingat nikmat atau meng-gambarkan ni’mat yang telah diberikan
Allah dengan perasaan hati. Misalnya dulu tidak punya apa-apa sekarang punya
kekayaan, dulu tidak bekerja sekarang dapat pekerjaan, dulu sakit-sakitan sekarang
ada dalam kesehatan, kita cukup sandang dan pangan sementara orang lain hidup
dalam kesulitan. Dengan demikian akan muncul perasaan hati untuk lebih bersyukur
kepada pemberi nikmat. Al-Maraghi (I:29) menyebutkan, syukur dengan hati itu
dengan melahirkan ketulusan, kemurnian hati dan rasa cinta kita pada Allah (al-Nashu
wa al-Mahabbah).
2. Syukur Lidah.
Yaitu bentuk syukur yang diucapkan dengan lisan, baik kepada Allah, juga
kepada sesama manusia. Syukur lisan kepada Allah antara lain kita mengucapkan
kalimat al-Hamdulillah. Ibnu Abbas menyebutkan al-Hamdulillah ad alah kalimat
syukur, jika hamba menyebut alhamdulillah, Allah Swt berfirman, Syakarani Abdi.
Pada kesempatan lain Ia mengatakan al-Hamdu adalah al-Syukru dan al-Iqraru
bini’amihi wa hidâyatihi. Dan Jalaludin al-Suyuthi (I:30) mengutif riwayat Ibnu Jarir
dan al-Hâkim, menyebutkan hadits Nabi Saw, “Rasulullah Saw bersabda, apabila
kalian mengucapkan “al-Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin” dengan demikian engkau telah
bersyukur kepada Allâh dan Dia akan menambah ni’mat-Nya” Dan syukur lisan
kepada sesama manusia dilakukan dengan mengucapkan kata-kata pujian, kata yang
baik (al-Madhu-Al-Tsana`u) terhadap orang yang berbuat ihsan (baik), sebagai
ungkapan rasa syukur (Al-Maraghi, I:29)
3. Syukur anggota badan.
Dilakukan dengan membalas ni’mat atau kebaikan dengan kepatutan atau
kepantasan yang layak. Syukur Jawarih kepada Allâh, dilakukan dengan membalas
ni’mat Allâh dengan ibadah kepada Allâh. Untuk itu Ibnu al-Mundzir dalam al-
Suyuthi (I:31) menyebutkan, “Shalat itu adalah syukur, shaum juga syukur, seluruh
kebaikan yang dilakukan atas dasar karena Allâh itu adalah syukur.”
Syukur bisa dikatakan sempurna bila telah memenuhi 3 kriteria , yaitu:
1. Mengetahui semua nikmat yang Allah berikan, seperti nikmat Iman, Islam dan
ketaatan dalam menjalankan perintah-Nya sehingga benar-benar menjadikan Allah
sebagai pelindung dan senantiasa hadir dalam hatinya, dengan meyakini bahwa
kesuksesan dan segala bentuk kemewahan semua berasal dari Allah, kita hanya di beri
pinjaman sementara di dunia.
2. Mengungkapkan rasa syukurnya dalam bentuk puji seperti alhamdulillah, asy-
Syukrulillah atau ucapan lainnya yang memiliki arti yang sama.
3. Nikmat Allah yang ada, bukan untuk dirasakan sendiri melainkan untuk berbagi
dengan orang lain, seperti sedekah, infaq dan menolong fakir miskin, itu semua kita
lakukan agar kita selamat dari ujian dan amanah yang kita hadapi di dunia sehingga
kelak harta, tahta dan kekayaan kita menjadi penolong besok pada hari penghitungan
amal di yaum mahsyar nanti.
C. Keutamaan Bersyukur
Tidak perlu diragukan lagi akan keutamaan syukur dan ketinggian derajatnya,
yakni syukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang datang terus beruntung dan
tiada habis-habisnya. Di dalam Al-Quran Allah menyuruh bersyukur dan melarang
kebalikannya. Allah memuji orang-orang yang mau bersyukur dan menyebut mereka
sebagai makhluk-makhluk-Nya yang istimewa. Allah menjadikan syukur sebagai tujuan
penciptaan-Nya, dan menjanjikan orang-orang yang mau melakukannya dengan balasan
yang sangat baik. Allah menjadikan syukur sebagai sebab untuk menambahkan karunia
dan pemberian-Nya, dan sebagai sesuatu yang memelihara nikmat-Nya. Allah
memberitahukan bahwa orang-orang yang mau bersyukur adalah orang-orang yang dapat
memanfaatkan tanda-tanda kebesaran-Nya.
Allah memerintahkan untuk bersyukur pada beberapa ayat Al-Qur’an. Allah
berfirman:

“dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (An-
NahI: 114)

“Dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”(Al-Baqarah:
152)

“Dan (ingatlah juga) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu


bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)

D. Tanda-Tanda Orang yang Bersyukur


a) Mengakui, memahami, serta menyadari bahwa Allah-lah yang telah memberikan
nikmat. Pengertiannya di sini adalah bahwa segala nikmat pada dasarnya Allah
yang memberikan kepada kita. Manusia adalah juga merupakan perantara dari
Pemberi Nikmat yang sesungguhnya yaitu Allah. Orang yang bersyukur
senantiasa menisbatkan setiap nikmat yang didapatnya kepada Allah Ta’ala,
bukan kepada makhluk atau pun lainnya.
b) Orang bersyukur akan menunjukkan dalam bentuk ketaatan kepada Allah. Jadi
tanda mensyukuri nikmat Allah adalah menggunakan nikmat tersebut dengan
beribadah dan taat menjalankan ajaran agama. Keanehan bila orang mengakui
nikmat Allah, tetapi tidak mau menjalankan ajaran agama seperti halnya sholat,
enggan belajar agama dan sejenisnya.
E. Bentuk atau wujud rasa syukur itu dapat dilakukan antara lain dengan beberapa
cara:
a) Bersyukur dengan hati dan perasaan. Maksudnya adalah dengan mengakui,
mengimani dan meyakini bahwa segala bentuk kenikmatan ini datangnya hanya
dari Allah SWT semata.
b) Bersyukur dengan lisan. Caranya adalah dengan kita memperbanyak ucapan
Alhamdulillah (segala puji milik Allah) wasysyukru lillah (dan segala bentuk
syukur juga milik Allah).
c) Bersyukur dengan perbuatan. Yaitu perbuatan dalam bentuk ketaatan kita
menjalankan segala apa yang diperintah dan menjauhi segala apa yang
dilarangNya.
d) Bersyukur dengan harta benda.

F. Hakikat Bersyukur
Manusia adalah makhluk  ALLAH SWT yang diciptakan dalam bentuk yang sebaik-
baiknya dan diciptakan  untuk menyembah hanya kepada-Nya seraya bersyukur atas
hidup untuk mencapai kedudukan yang tertinggi di akhirat kelak. Jika kita fikir dahulunya
kita tercipta dengan ilmu pengetahuan yang sedikit dan hanya bisa sedikit berbuat, kini
kita memiliki banyak ilmu pengetahuan serta nikmat yang banyak. Lantas bagaimana kita
tidak bersyukur? Sementara balasan yang dijanjikan ALLAH SWT apabila hambanya
mensyukuri nikmat-Nya, adalah kenikmaatannya akan ditambah dan dilipat gandakan
nikmat–nikmatnya yang lain.

C. Pengembangan Diri Perjuangan untuk Hidup Lebih Baik


Pengembangan diri sangatlah penting, karena dengan mengembangkan diri kita, akan
dapat dikenali potensi diri, motivasi diri sehingga dapat meraih kesuksesan baik fisik,
intelektual, emosi, sosial, dan spiritual. Dengan mengembangkan diri, kita dapat juga
menyebutkan konsep diri, ketika ditanya siapa diri kita? Konsep diri bukanlah konsep
tunggal, misalnya, Ani adalah perempuan, saya seorang guru, saya seorang suami, dan lain-
lain. Konsep diri adalah konsep jamak yang mencerminkan keseluruhan aspirasi, keinginan
dan harapan. Misalnya, “saya adalah seorang guru, juga seorang istri, yang mempunyai dua
orang anak, saya ingin bekerja untuk mengembangkan
kemampuan intelektual saya, dan saya akan tetap bekerja dan membangun keluarga di tengah
kesibukan saya, dan tetap berusaha mencurahkan perhatian pada anak-anak saya” Kapan kita
harus mengembangkan diri? Dimulai sekarang juga, jangan ditunda lagi karena kalau tidak
pernah dicoba untuk memulai maka kita tidak akan pernah tahu potensi kita, tidak mengenali
potensi kita atau bahkan tidak memahami diri kita sendiri. Mengapa kita harus
mengembangkan diri kita? Karena semua potensi yang ada di diri kita akan dapat menunjang
kesuksesan. Di mana kita mengembangkan diri? Dimana saja, kapan saja! Siapa yang harus
mengembangkan diri? Setiap orang harus mengembangkan dirinya!

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru.
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada konseli untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap
konseli sesuai dengan kondisi Sekolah/Madrasah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi
dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan
dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui
kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan
sosial, belajar, dan pengembangan karir konseli.
Dari penjelasan yang disebutkan itu ada beberapa hal yang perlu memperoleh penegasan
dan reposisi terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan
formal, sehingga dapat menghindari kerancuan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor.
1. Pengembangan diri bukan sebagai mata pelajaran, mengandung arti bahwa bentuk,
rancangan, dan metode pengembangan diri tidak dilaksanakan sebagai sebuah adegan
mengajar seperti layaknya pembelajaran bidang studi. Namun, manakala masuk ke
dalam pelayanan pengembangan minat dan bakat tak dapat dihindari akan terkait
dengan substansi bidang studi dan/atau bahan ajar yang relevan dengan bakat dan
minat konseli dan disitu adegan pembelajaran akan terjadi. Ini berarti bahwa
pelayanan pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan tidak semata-
mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling.
2. Pelayanan pengembangan diri dalam bentuk ekstra kurikuler mengandung arti bahwa
di dalamnya akan terjadi diversifikasi program berbasis minat dan bakat yang
memerlukan pelayanan pembina khusus sesuai dengan keahliannya. Inipun berarti
bahwa pelayanan pengem-bangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan tidak
semata-mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling.

3. Kedua hal di atas menunjukkan bahwa pengembangan diri bukan substitusi atau
pengganti pelayanan bimbingan dan konseling, melainkan di dalamnya mengandung
sebagian saja dari pelayanan (dasar, responsif, perencanaan individual) bimbingan
dan konseling yang harus diperankan oleh konselor.

Telaahan di atas menegaskan bahwa bimbingan dan konseling tetap sebagai bagian yang
terintegrasi dari sistem pendidikan (khususnya jalur pendidikan formal). Pelayanan
pengembangan diri yang terkandung dalam KTSP merupakan bagian dari kurikulum.
Sebagian dari pengembangan diri dilaksanakan melalui pelayanan bimbingan dan konseling.
Dengan demikian pengembangan diri hanya merupakan sebgian dari aktivitas pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Jika dilakukan telaahan anatomis terhadap
posisi bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal.
Dapat ditegaskan di sini bahwa KTSP adalah salah satu subsistem pendidikan formal yang
harus bersinergi dengan komponen/subsitem lain yaitu manajemen dan bimbingan dan
konseling dalam upaya memfasilitasi konseli mencapai perkembangan optimum yang
diwujudkan dalam ukuran pencapaian standar kompetensi. Dengan demikian pengembangan
diri tidak menggantikan fungsi bimbingan dan konseling melainkan sebagai wilayah
komplementer dimana guru dan konselor memberikan kontribusi dalam pengembangan diri
konseli.
Strategi pengembangan diri dipaparkan secara singkat dan di ambil dari pendapat Martha
Mary McGraw (1987) dalam bukunya 60 Cara Pengembangan Diri, yaitu :
1. Menjadi Diri Sendiri yang Khas Tidak ada seorangpun di dunia ini yang sama persis,
demikian pula sebaliknya tak ada seorangpun di dunia ini yang dapat meniru secara persis.
Dan tidak seharusnya kita meniru persis orang lain, kita adalah diri sendiri yang mempunyai
khas-an yang tidak dimiliki oleh orang lain. Biarkan diri kita berkembang dengan ke
khususan dan ke unikannya, dan jadikanlah hal itu menjadi modal dasar untuk meraih
kesusksesan. Oleh karena itu menjadi diri sendiri yang khas dan unik adalah pilihan tepat.
2. Berkembang Terus adalah bagian dari lingkungan kita, mari kita lihat dan tatap diri kita.
Kita pasti akan menemukan keindahan dalam diri kita. Jadilah tumbuh-tumbuhan yang selalu
hijau. Tumbuh-tumbuhan yang tetap mekar sepanjang tahun, tanpa perlu ditanyakan apa
sebabnya. Bunga-bunga liarpun bisa bermekaran menyemarakkan keindahan alam, dan di
rumah kita. Kita adalah bunga itu. Kita ajak sesama kita untuk bertukar pikiran, bertukar
impian, maupun bertukar pengalaman. Kita tanyakan kepada mereka apa yang mereka miliki.
Hal seperti ini dapat diibaratkan seperti penyerbukan silang. Senyumlah pada waktu kita
mendengarkan pengalaman orang lain itu. Pasti akan ada manfaatnya bagi kehidupan kita.
3. Menjadi Menarik ,untuk menjadi menarik kita harus mengenali potensi dalam diri kita.
Manarik tidak mesti harus cantik dan ganteng, akan tetapi lebih pada pesona diri, apa yang
ada di dalam diri kita. Untuk menjadi seseorang yang menarik kita bisa mengeksplore
kemampuan kita, menyadari kekurangan kemudian menutupinya dan menonjolkan sisi lebih
untuk membuatnya menjadi menarik. Menjadi menarik adalah juga merupakan pilihan.
Seseorang akan memilih menjadi menarik atau masa bodoh tergantung dari dirinya sendiri.
Percayalah bahwa diri kita betul-betul menarik. Keindahan kita diperhitungkan. Memang kita
bukan ‘ratu kecantikan’ juga bukan orang yang paling tampan di seluruh negeri, tetapi
percayalah bahwa kita memiliki ketampanan tersendiri. Jangan pernah merasa minder. Kita
hanya perlu mengenal keindahan diri kita. Kita hanya perlu meyakinkah diri kita sendiri:
“Bahwa saya sungguh sangat menarik” Seseorang yang memiliki konsep diri negatif juga
akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak berani mencoba hal-hal baru, tidak berani
mencoba hal yang menantang, takut gagal, rendah diri, merasa diri tidak layak untuk sukses
dan masih banyak hal inferior lainnya. Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif
akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri, dan selalu bersikap positif terhadap segala
sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya (Gunawan, 2005).
5. Bersahabat, pribadi mampu bersahabat dengan kita, dan setiap individu dapat menjadi
sahabat kita. Tiga keutamaan diperlukan dalam membangun persahabatan, Iman, Harapan
dan kasih sayang. Tuhan yang pertama kali menjadi sahabat kita, pada waktu Ia menciptakan
kita. Tiga keutamaan tersebut harus dibagi dengan orang lain. Kita bisa berharap dengan
persahabatan. Kita bisa mengasihi dan menyayangi dengan persahabatan. Banyak sedikitnya
sahabat tergantung pada sikap kita terhadap diri sendiri.
6. Mendukung Orang Lain, Jika pekerjaan kita kurang mendapatkan penghargaan barangkali
kita masih mampu bertahan untuk hidup. Tetapi kita tidak akan mampu untuk bekerja keras
dan baik kalau tidak ada seorangpun yang memperhatikan kita. Bisa jadi kita akan menjadi
macet, malas, enggan bekerja. Ini berlaku bagi siapa saja. Kalau ada orang yang berhasil dan
kita menepuk punggungnya sebagai tanda dukungan, dia pasti akan semakin berkembang.
Misalnya Sebagai pemimpin/Kepala Sekolah memberikan pujian dan dukungan dengan tulus
terhadap anak buah apapun keberhasilannya, seberapapun keberhasilan itu, akan menjadi
semangat yang paling ampuh. Namun jika perhatian dan dukungan kita palsu, pasti orang lain
akan kecewa. Oleh karena itu kita perlu berusaha membri dukungan dengan maksud yang
murni dan tulus tanpa pamrih, apalagi tersirat keirian.
7. Mengembangkan Talenta Tidak pernah ada kata terlambat untuk mengerjakan hal-hal
khusus yang kita inginkan. Terus dan lakukan saja! Barangkali mSemang sudah terlambat
untuk belajar ’loncat galah’ (misalnya) seusia kita, Tapi itu kekecualian. Kita perlu menjebol
keterbatasan kita. Kembalilah ’ke bangku sekolah atau kuliah’ Ikutilah lokakarya, seminar
ataupun pelatihan. Kunjungilah ceramah-ceramah atau kita selenggarakan sendiri. Bidang apa
yang kita kuasai? Beritahukanlah kepada teman sahabat, bahwa kita akan memberikan kuliah
gratis, pasti kita akan menikmatinya demikian pula pendengarnya. Talenta seseorang tidaklah
sama, namun masing- masing orang pasti dibekali dengan talenta, tinggal bagaimana kita
mengembangkannya, mengasahnya, untuk kemudian kita memetik hasilnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal.2009. Mencari Kunci Rezeki yang Hilang. Jakarta: Menara Indo Pena.
Al-Ghazali. 1975. Ihya Ulumuddin. Bandung: Diponegoro.
Al-Qur’an dan terjemahnya.
Depdiknas. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Handrianto, Budi. 2002. Kebeningan Hati dan Pikiran. Jakarta:Gema Insani .
Ingathari . http:// ingathari.blogspot.com.
Khalid,Abu. Kamus Arab Al-Huda Arab –Indonesia. Surabaya: Fajar Mulya.
Khera, Shiv. 1998. You Can Win. A Step-by- Step tool for Top Achievers Singapore : Prentice
Hall.
Plutchik, Robert. 2003. Emotions and Life. Perspective from Psychology, Bio;ogy and
Evolution. Washington DC: American psycholoical Association.
Sayutialhandy. http://sayutialhandi.blogspot.com
Slamet, Kasmuri. 2005. Rahmat di Balik Cobaan. Jakarta: Kalam Mulia.

Anda mungkin juga menyukai