Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3

BLOK UROGENITAL

“PINGGANGKU SAKIT SEKALI”

Dosen Tutor
dr. Iwal Reza Ahdi, Sp.PD

Ketua Kelompok
Fahriza Abid Sonia (17910040)
Sekretris 1
Irma Trianwarizha Fredela (17910032)
Sekretaris 2
Nadya Dharmayanti (17910025)
Anggota Kelompok
Walimatus Sya’diyah (17910003)
Dwiyana Galuh Chandra Kirana (17910004)
Juwita Tri Linda Pratiwi (17910019)
Daru Darma Prasojo (17910034)
Annisa Tifany Ilmaniar Sudirman (17910035)
Alya Labibah (17910044)
M. Aldyan Yudha Kusuma Putra (17910051)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2019
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................................................1

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................2

SKENARIO.........................................................................................................................................3

BAB I: KATA SULIT……………………………………………………………………………..5

BAB II: RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………...6

BAB III: BRAINSTORMING……………………………………………………………………….7

BAB IV: PETA MASALAH………………………………………………………………………9

BAB V: TUJUAN PEMBELAJARAN…………………………………………………………..10

BAB VI: TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………….11

BAB VII: PETA KONSEP…………………………………………………………………………19

BAB VIII: SOAP…………………………………………………………………………………...20

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………22

2
SKENARIO
“ADA APA DENGAN ANAKKU”

Sdri. Putu 15 tahun datang ke klinik UMMI dengan keluhan nyeri hebat di pinggang kiri seperti
kemeng-kemeng sejak 10 hari terakhir, disertai demam tinggi sejak 6 hari yang lalu. Kadang
disertai nyeri perut, mual dan muntah. Sejak sekitar 2 minggu ini juga mengeluh sering BAK
(anyang-anyangen) dan disertai nyeri di perut bagian bawah terutama diakhir kencing. BAB tidak
ada keluhan. Pasien rutin menggunakan obat pembersih kewanitaan sejak pertama kali menstruasi
sekitar 5 bulan ini.

Pemeriksaan Tanda Vital :

Tax : 39,8°C

TD : 109/65 mmHg

HR : 101x/menit, reguler

RR : 27x/menit

SPO2 :100% on room air

BB :52 kg

Pemeriksaan Fisik :

Kepala Leher : an -/- ict -/- pembesaran kelenjar getah bening –

Rongga mulut : Faring : hiperemis-, Tonsil : T1/T1

Jantung : S1 S2 single, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler/vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : flat, soefl, BU+turun, nyeri ketok VCA sinistra (+), nyeri suprapubic (+)

Ekstremitas : warm acral, edema -/-

Darah Lengkap :

Hb : 13 g/dl

Leukosit : 25.500 sel/mm3

Trombosit : 289.000 sel/mm3

LED : 12 mm/jam

3
Pemeriksaan urin :

Makroskopik :

Warna : Jingga

Kekeruhan : keruh

Mikroskopik :

BJ : 1.002

pH : 6.8

Leukosit 350-360/LPB

Eritrosit 50-60/LPB

Protein +2

Urobilin negatif

Dokter kemudian memberikan resep :

 Ciprofloxacin 2x500 mg
 Paracetamol 3x500 mg prn
 Vitamin BC 1x1 tablet

Pasien dianjurkan untuk banyak minum air putih, menghentikan penggunaan obat pembersih
kewanitaan, menghindari menahan kencing. Pasien diberikan edukasi bahwa apabila dalam 7 hari
keluhan tidak membaik maka pasien harus kontrol untuk pemeriksaan lanjutan, yaitu foto polos
abdomen, kultur urine porsi tengah dan kultur darah.

4
BAB I
KATA SULIT

1.1 Kemeng
a) Nyeri pada otot dan pegal-pegal
1.2 Anyang-anyangen
a) Rasa tidak nyaman saat buangair kecil/disuria dan frekuensinya menjadi lebih sering
1.3 Nyeri ketok CVA sinistra
a) Sudut yang dibentuk antara costa dan vertebra
b) Apabila diketok ada nyeri maka ada yg tidak beres
1.4 Murmur
a) Suara bising pad katup jantung yang tidak normal
1.5 Urin porsi tengah
a) Spesimen urin yang paing ideal dimana aliran pertamanya dibuang dan aliran setelahnya dipakai
untuk pemeriksaan.

5
BAB II
RUMUSAN MASALAH

2.1 Kenapa pasien merasa nyeri berat di pinggang sebelah kiri?


2.2 Apa hubungan antara usia dan jenis kelamin pasien dengan keluhan pada pasien?
2.3 Mengapa nyeri yang dirasakan pasien diikuti dengan demam tinggi?
2.4 Mengapa pada pasien sering buang air kecil dan anyang-anyangen?
2.5 Mengapa pasien mengeluhkan mual dan muntah?
2.6 Apa hubungannya kebiasaan pasien menggunakan obat pembersih kewanitaan dengan keluhan
yang dirasakan?
2.7 Mengapa pasien merasakan nyeri di perut bagian bawah di akhir kencing?
2.8 Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok CVA sinistra dan nyeri suprapubik
positif?
2.9 Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urin dan mengapa terjadi
keabnormalan pada sebagian hasil pemeriksaan tersebut?
2.10 Mengapa pasien dianjurkan meminum air putih dan tidak menahan air kencing?
2.11 Mengapa dokter menyarankan kultur urin porsi tengah kalau keluhan tidak membaik?
2.12 Apa diagnosis dari penyakit yang dialami pasien?

6
BAB III
BRAINSTORMING

3.1 Kenapa pasien merasa nyeri berat di pinggang sebelah kiri?


a) Obat pembersih kewanitaan menyebabkan pH di kewanitaan berubah menjadi basa,
padahal normalnya asam, dan akan melawan jika ada bakteri. Kemungkinan pada pH basa,
bakteri masuk lewat jalur ascending. Ditambahpada pasien ada anyang-anyangen, kalau
seharusnya urin itu adekuat maka bisa membersihkan bakteri pada kewanitaan. Akan tetapi
pada kasus ini urinnya tidak adekuat sehingga tubuh tidak bisa membersihkan bakteri pada
kewanitaan.
b) Apabila terjadi infeksi maka akan memicu reaksi inflamasi pada tubuh lalu kemungkinan
organ membesar yang mengakibatkan pembesaran organ tersebut menekan saraf nyeri di
daerah sekitarnya kemudian memunculkan perspektif nyeri.
c) Bakteri pada awalnya menginfeksi di Vesika Urinaria kemudian terbentuk kolonisasi
bakteri yang dapat merusak lapisan-lapisan di Vesika Urinaria lalu mengakibatkan nyeri.
Karena sudah lama, maka bakterinya semakin ascending dan menuju ke pinggang kiri dan
menginfeksi pinggang kiri dan merasakan pegal.
d) Etiologinya ialah menjaga kebersihan. Karena antara anus dan vaginanya dekat,
kemungkinan jika kotor dan sanitasi dari arah belakang ke depa bisa menyebabkan infeksi
bertahap sampai ke ginjal.
3.2 Apa hubungan antara usia dan jenis kelamin pasien dengan keluhan pada pasien?
a) Jarak antara vagina ke dubur itu berdekatan, jadi bisa masuk ke vaginanya bakteri tsb. Dari
masa kanak-kanak dan menuju pubertas, kurang bisa menjaga kebersihan.
b) Uretranya lebih pendek dan lebih mudah terinfeksi bakteri.
3.3 Mengapa nyeri yang dirasakan pasien diikuti dengan demam tinggi?
a) Demam tinggi menandakan infeksi ada di bagian atas, karena bakteri ikut ke aliran darah
dan menyebabkan proses inflamasi yang ditandai dengan adanya demam.
b) Demam : pelepasan mediator inflamasi memicu rangasan dari prostaglandin kemudian
mengubah termostat tubuh sehingga terjadi demam.
3.4 Mengapa pada pasien sering buang air kecil dan anyang-anyangen?
a) Kemungkinan pada pH basa, bakteri masuk lewat ascending melalui uretra. Ditambah ada
anyang-anyangen, kalau seharusnya urin adekuat maka bisa membersihkan bakteri pada
kewanitaan.
b) Bakteri pada awalnya menginfeksi di Vesika Urinaria kemudian terbentuk kolonisasi
bakteri yang dapat merusak lapisan-lapisan di Vesika Urinaria lalu mengakibatkan nyeri.
Karena sudah lama, maka bakterinya semakin ascending dan menuju ke pinggang kiri dan
menginfeksi pinggang kiri dan merasakan pegal.

7
c) Nyeri disebabkan karena otot polosnya terganggu dan mengakibatkan sulit untuk relaksasi.
Jika keadaan ini terjadi terus menerus sampai spasme otot, akibatnya adalah urin yang
keluar sedikit-sedikit.
3.5 Mengapa pasien mengeluhkan mual dan muntah?
a) Setelah inflamasi dan membuat iritasi pada saluran kemih dan adanya kemungkinan ginjal
membesar kemudian menekan saraf vagus yang merangsang mual dan muntah.
3.6 Apa hubungannya kebiasaan pasien menggunakan obat pembersih kewanitaan dengan keluhan
yang dirasakan?
a) Obat pembersih kewanitaan : pH di kewanitaan yang normalnya asam berubah menjadi
basa dan bakteri mudah masuk karena bakteri tidak bisa hidup di tempat yang asam.
Kemungkinan pada pH basa, bakteri masuk dengan ascending. Ditambah ada anyang-
anyangen, kalau seharusnya urin adekuat maka bisa membersihkan bakteri pada
kewanitaan.
b) Obat tersebut memang membuat pH tubuh tidak seimbang.
3.7 Mengapa pasien merasakan nyeri di perut bagian bawah di akhir kencing?
a) Ginjal diinervasi oleh pleksus simfatikus renalis melalui nervus T10-T12, masuk ke
medula spinalis, T12 masuk tepat di atas pinggul.
b) Kalau ureter, melewati nervus L1-L2 yang ada di daerah inguinal.
3.8 Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok CVA sinistra dan nyeri suprapubik
positif?
a) Nyeri ketok CVA sinistra terasa di tempat letaknya ginjal yg nyeri di sinistra. Terjadi
bengkak karena pleksus renalis nya terkena dan ketika diketok akan terasa nyeri.
b) Nyeri suprapubik terjadi karena bakteri mungkin menginfeksi secara ascenden seperti pada
skenario inflamasi terjadi di Vesika Urinaria atau ureter.
c) Kalau ureter, melewati nervus L1-L2 yang berada di daerah inguinal.
3.9 Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urin dan mengapa
terjadi keabnormalan pada sebagian hasil pemeriksaan tersebut?
a) Pemeriksaan Darah Lengkap :
a. HB= 13 g/dl  dbn karena normal nya 12-14 g/dl.
b. Leukosit : 25.500 sel/mm3  normalnya 5000-10.000 sel/mm3 jadi ada
peningkatan. Karena pada saat tubuh mendeteksi adanya bakteri akan terjadi
migrasi leukosit ke jaringan yang terjadi leukosit.
c. Trombosit : 289.000 sel/mm3  dbn karena normalnya 140.000-450.000 sel/mm3.
d. LED : 12 mm/jam  dbn karena normalnya kurang dari 15 mm/jam.
b) Pemeriksaan Urin :
a. Makroskopik : warna urin harusnya putih kekuningan dan kekeruhannya harusnya
jernih.

8
b. Mikroskopik : pH sedikit asam tapi normal karena batasnya 5-8, eritrosit naik
karena normal 1-3 LPB, protein normalnya tidak didapatkan proterin, urobilin
normalnya memang negatif.
3.10 Mengapa pasien dianjurkan meminum air putih dan tidak menahan air kencing?
a) Air putih ; melancarkan perkemihan
b) Tidak menahan BAK
3.11 Mengapa dokter menyarankan kultur urin porsi tengah kalau keluhan tidak membaik?
a) Midstream : dilakukan dengan membuang yg keluar pertama. Indikasi midstream untuk
pemeriksaan rutin dan kultur bakteri. Kalau tidak membaik harus dilakukan check up
rutinan.
b) Kalau di kultur tidak sembuh akan diberi antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur.
3.12 Apa diagnosis dari penyakit yang dialami pasien?
a) Pielonefritis
b) Pielonefritis setelah sistitis : karena dia terjadi anyang-anyangen maka terjadi disuria dan
onset agak lama.
c) Sistitis akut
d) Apendisitis
e) Kolestistitis
f) Pankreatitis
g) Kenapa?
a. Ketok CVA positif
b. Ginjalnya terlibat
c. Di urin ada leukosit dan eritrosit karena pada penyaringannya bermasalah sehingga
terkena ginjal
d. Ada gejala sistemik, leukositosis
e. Kemungkinan sistitis sebagai faktor risiko

9
BAB IV
PROBLEM TREE

Saudari Putu usia 15 tahun Epidemiolgi


faktor risiko
Etiologi
patofisiologi KU : nyeri hebat di pinggang kiri

Pemeriksaan tanda vital Anamnesis Pemeriksaan DL

1. Nyeri hebat di pinggang kiri


Tax : 39,8 seperti kemeng-kemeng Leukosit :
sejak 10 hari terakhir 25.500
HR : 101 x/ menit 2. Demam tinggi sejak 6 hari sel/mm3
RR : 27 x/ menit yang lalu
3. Kadang disertai nyeri perut,
BB : 52 kg
mual dan muntah
4. Sejak kurang lebih 2 minggu Pemeriksaan urin
ini juga mengeluh sering
BAK dan disertai nyeri
Pemeriksaan fisik dibagian perut bawah warna : jingga
terutama di akhir kencing kekeruhan : keruh
leukosit : 350-
5. Tidak ada keluhan pada
360 /LPB
BAB
eritrosit : 50-
Abdomen : 6. Sejak pertama menstruasi,
60/LPB protein
nyeri ketok cva pasien rutin menggunakan
+2
sinistra (+), obat pembersih kewanitaan
nyeri
suprapubic (+)
Diagnosis
ddx : cystitis, banding
kolestitis,
Manifestasi pankreatitis
klinis kriteria Pemerksaan fisik
diagnosis pemeriksaan
penunjang

Wdx : pyelonefritis

Terapi :
Definisi dan klasifikasi ciprofloxacin 2x500 Tatalaksana
komplkasi prognoss mg selama 7 hari pencegahan
integrasi
10 islam
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN

5.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang definisi dan klasifikasi Pielonefritis
5.2 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang epidemiologi Pielonefritis
5.3 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi Pielonefritis
5.4 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang faktor risiko Pielonefritis
5.5 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang patofisiologi Pielonefritis
5.6 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang manifestasi klinis Pielonefritis
5.7 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang Pielonefritis
5.8 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kriteria diagnosis Pielonefritis
5.9 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis banding Pielonefritis
5.10 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tatalaksana Pielonefritis
5.11 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prognosis Pielonefritis
5.12 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang komplikasi Pielonefritis
5.13 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pencegahan Pielonefritis
5.14 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Integrasi keislaman tentang Pielonefritis

11
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA

6.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang definisi dan klasifikasi Pielonefritis
a) Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari
salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke
ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal
melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3% (Brunner & Suddarth,
2002: 1436).
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang paling
sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal.
Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis (Tambayong. 2000). Pielonefritis merupakan
suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik
(J. C. E. Underwood, 2002: 668).
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan jaringan
interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling umum adalah
Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter dan ginjal akibat refluks
vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma,
infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolic.
b) Klasifikasi
Secara umum terdapat dua jenis Pielonefritis yakni:
1. Pielonefritis Akut
Pielonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi
yang tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi dua
minggu setelah terapi selasai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah kearah
ginjal akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius bagian atas dikaitkan
dengan selimut antibody bakteri dalam urine. Ginjal biasaya membesar disertai infiltrasi
interstisiil sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut
kortikomedularis dan pada akhirnya akan menyebabkan atrofi dan kerusakan tubulus
serta glomerulus.
2. Pielonefritis Kronis
Pielonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi
yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure
(gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi
dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang
berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.

12
6.2 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang epidemiologi Pielonefritis
Infeksi saluran kemih (ISK) akan timbul gejala setelah 72 jam kehidupan neonatus.
Indsiden ISK ini berkisar antara 0,1 % sampai 1% pada seluruh neonatus. Risikonya meningkat
10% pada anak laki-laki dan bayi prematur/lahir dengan berat badan kurang (Winarto, 2009).
Epidemiologi kejadian pielonefritis, di dunia mencapai 10,5-25,9 juta kasus setiap
tahunnya dengan angka mortalitas sebesar 7,4-20%. Di Indonesia, pyelonephritis merupakan salah
satu penyebab penyakit ginjal kronik. Kejadian pyelonephritis di dunia diperkirakan terjadi
sebanyak 10,5 juta sampai 25,9 juta kasus setiap tahunnya di dunia. Di Amerika Serikat didapatkan
459.000–1.138.000 kasus. Terdapat 1 dari 830 orang di Inggris mengalami pyelonephritis setiap
tahunnya. Perempuan didapatkan 6 kali lipat lebih sering mengalami infeksi dibandingkan dengan
laki-laki. Departemen Kesehatan RI tahun 2014 mendapatkan data jumlah penyakit infeksi saluran
kemih secara keseluruhan di Indonesia mencapai 90-100 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Namun, data epidemiologi pyelonephritis di Indonesia masih sangat terbatas.Berdasarkan
Indonesian Renal Registry, pyelonephritis kronik merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal
kronis. Dari total 21.248 pasien yang mengalami penyakit ginjal kronis, 7%nya disebabkan oleh
pyelonephritis (Winarto, 2009).

6.3 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi Pielonefritis


Penyebab terbanyak yang menyebabkan pielonefritis adalah bakteri gram-negatif
yangmana biasanya menghuni usus kemudian naik ke saluran kemih. Bakteri gram-negatif
terbanyak adalah Escherichia coli sebesar 50-90%, kemudian disusul Klebsiella sebesar 10-40%,
Enterobacter 10-40%, Proteus sp sebesar 5-10% , dan Pseudomonas 2-10% (Pattman et al., 2005).
Jenis bakteri kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab infeksi saluran kemih
(ISK). Bakteri penyebab ISK yang sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih,
pasien lelaki usia lanjut dengan BPH (Benign Prostate Hyperplasia) atau pada pasien yang
menggunakan kateter urin adalah Enterococci dan Staphylococcus aureus.Bakteri Pseudomonas
aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen pada pasien demam tifoid
(Gardjito et al., 2005).
Jamur Candida sp menjadi penyebab tersering ISK selain bakteri terutama pada pasien
yang menggunakan kateter urin, pasien Diabetes Mellitus, atau pada pasien yang mendapatkan
medikamentosa antibiotik spektrum luas. Jenis Candida yang paling sering dijumpai sebagai
etiologi ISK adalah Candida albican dan Candida tropicalis (Tessy et al., 2001).

6.4 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang faktor risiko Pielonefriti
Ada beberapa faktor yang dapat membuat pielonefritis ini bertambah parah yang juga bisa
kemungkinan membuat pasien mendapatkan komplikasi. Faktor-faktor tersebut adalah :

13
1. Kelainan structural dan fungsional saluran kemih atau penyakit yang mendasari dapat
meningkatkan risiko infeksi atau kegagalan terapi antibiotika.
2. Melakukan koitus pada rektal atau sering dilakukan oleh homoseksual.
3. Pada penderita HIV/AIDS mempunyai risiko terkena pielonefritis lebih tinggi karena
sistem imun yang rendah.
4. Adanya penyakit obstruksi urologi yang mendasar seperti tumor, strikor, batu saluran
kemih dan adanya pembesaran prostat yang dimana semua yang disebutkan menyebabkan
terhambatnya urin untuk miksi.
5. Pada anak-anak dapat terjadi bila terdapat refluks vesikouretral.
6. Pemasangan kateterisasi bisa menjadi salah satu faktor peningkatan pielonefritis
dikarenakan kemungkinan kateter yang kotor dan terdapat bakteri.
[PPK Primer IDI, 2017]

6.5 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang patofisiologi Pielonefritis


Saluran kemih atau urin diketahui bebas dari mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran
kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak di
dalam media urin. Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemis secara ascending.
Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup
secara komensal di introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan sekitar anus. Dua jalur
utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari kedua cari ini ascending-lah
yang paling sering terjadi (Tessy et al, 2001) :
a. Hematogen
Infeksi hematogen sering terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, karena
menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada pasien yang mendapatkan pengobatan
imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya fokus infeksi di
tempat lain, misalnya infeksi S. aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau tempat lain. M. Tuberculosis,
Salmonella, pseudomonas, Candida, dan Proteus sp termasuk jenis bakteri/ jamur yang
dapat menyebar secara hematogen. (Purnomo, 2003)
b. Infeksi Ascending
Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu :
 Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina
 Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli
 Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih
 Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.

14
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan antara
mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai
host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang
menurun atau karena virulensi agent yang meningkat. (Purnomo 2003)
a. Faktor host
Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
- Pertahanan lokal dari host
1) Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan peristaltik
ureter (wash out mechanism)
2) Derajat keasaman (pH) urin
3) Osmolaritas urin yang cukup tinggi
4) Estrogen pada wanita usia produktif
5) Panjang uretra pada pria
6) Adanya zat antibakterial pada kelenjar prostat atau PAF (Prostatic antibacterial
Factor) yang terdiri dari unsur Zn uromukoid (protein tamn-Horsfall) yang
menghambat penempelan bakteri pada urotelium
- Peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari imunitas selular dan humoral.
Pertahanan lokal sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash out urin,
yaitu aliran urin yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam urin.
Gangguan dari sistem ini akan mengakibatkan kuman mudah sekali untuk bereplikasi dan
menempel pada urotelium. (Purnomo 2003)
Agar aliran urin adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out jika :
1) Jumlah urin cukup
2) Tidak ada hambatan didalam saluran kemih
Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan gagal ginjal dapat menghasilkan urin yang
tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih. Keadaan lain
yang dapat mempengaruhi aliran urin dan menghalangi mekanisme wash out adalah
adanya :
- Stagnansi atau stasis urin (miksi yang tidak teratur atau sering menahan kencing,
obstruksi saluran kemih, adanya kantong-kantong pada saluran kemih yang tidak dapat
mengalir dengan baik misalnya pada divertikula, dan adanya dilatasi atau refluk sistem
urinaria).
- Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat
persembunyian kuman.
b. Faktor agent (mikroorganisme)

15
Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di permukaannya. Pili
berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor yang ada dipermukaan
urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi
berbeda, yaitu
 Tipe pili 1, banyak menimbulkan infeksi pada sistitis.
 Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut.
Pielonefritis berawal dari invasi bakteri ke dalam saluran kemih bagian bawah,
kondisi tubuh dengan imun yang rendah, obstruksi saluran kemih, VUR dapat menghambat
eleminasi bakteri melalui urine sehingga bakteri dapat berkembang biak dan menginfeksi
mukosa saluran kemih. Di samping itu pada penderita diabetes dengan kadar gula yang
tinggi mengakibatkan sisa glukosa yang tidak dapat direabsorbsi lagi akan terbawa dan
terkandung dalam urine, hal tersebut mengakibatkan bakteri dapat berkembang biak secara
cepat dalam saluran kemih dan menginfeksi saluran kemih.
Dari mekanisme diatas, akan terjadi infeksi pada saluran kemih bawah dan apabila
tubuh tidak mampu mengatasi fluktuasi bakteri dalam saluran kemih, maka bakteri tersebut
akan naik ke saluran kemih bagian atas yang mengakibatkan peradangan-infeksi diparemkin
ginjal. Pada pielonefritis terjadi reaksi radang dan pengikatan antara antigen dan antibody,
pengikatan tersebut mengakibatkan tubuh akan melepaskan mediator-mediator kimia yang
dapat menimbulkan gejala inflamasi. Mediator endogen pirogen dapat mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh karena merangsang prostaglandin untuk meningkatkan thermostat
tubuh di hipotalamus. Kalekrein juga dapat menimbulkan rasa nyeri pada pinggang akibat
peradangan atau kerusakan jaringan parenkim ginjal karena saat radang mediataor ini
dilepas untuk merangsang pusat sensori nyeri. Disamping itu akibat kelainan pada medulla
ginjal yang mengakibatkan gangguan dalam pemekatan urin ditambah lagi peningkatan
GFR akibat mekanisme radang pada ginjal mengakibatkan timbulnya poliuri. Kehilangan
cairan yang berlebih baik ekstrasel maupun intrasel mengakibatkan sel-sel tubuh mengalami
dehidrasi.

6.6 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang manifestasi klinis Pielonefritis
Gambaran atau gejala umum yang didapati pada penderita pielonefritis adalah :
 Demam tinggi, diikuti menggigil
 Nyeri dibagian perut dan pinggang
 Mual
 Muntah
 Terkadang didapati gejala iritasi pada buli, yaitu disuria, frekuensi, dan urgensi
 Leukositosis

16
 Pada urinalisis, didapati adanya pyuria dan bakteriuria
(Purnomo, 2011)

6.7 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang Pielonefritis
a) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentangkeadaan umum pasien dan pemeriksaan
urologi. Seringkali, kelainan-kelainan di bidang urologi menimbulkan manisfetasi klinis
sistemik. Semua keadaan di atas mengharuskan kita untuk memeriksa keadaan umum pasien
secara menyeluruh. Pada pemeriksaan urologi harus diperhatikan setiap organ mulai
dari pemeriksaan ginjal, buli- buli, genetalia eksternal, dan pemeriksaan neurologi [Dasar-
dasar Urologi, 2011].
Pemeriksaan Ginjal
Pemeriksaan ini dilkukan untuk mengetahui adanya pembesaran ginjal atau tidak, untuk
mengetahui adanya nyeri tekan pada daerah costovertebra angle (CVA) atau tidak dengan cara
melakukan palpasi daerah pinggang secara bimanual.
Pemeriksaan Buli-Buli
Pada pemeriksaan buli-buli memperhatika apakah adan benjolan/massa atau jaringan parut
bekas irisan/operasi di suprasimfisis.
Pemeriksaan Genetalia Eksterna
Pada inspeksi genetalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan
pada penis/urethra antara lain : mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia,stenosis
pada meatus urethra eksterna, dll.
Pemeriksaan Neurologi
Ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yangmengakibatkan
kelainan pada sistem urogenetalia, seperti pada lesi motor neuron ata ulesi saraf perifer yang
merupakan penyebab dari buli-buli neurogen.
1. Inspeksia.
a. Dapat dilihat ada atau tidaknya pembesaran pada daerah pinggang atau
abdomensebelah atas 
b. Ekspresi atau mimik wajah meringis
c. Pasien tampak menggigit menahan kesakitan.
d. Pasien tampak memegang area pinggang atau abdomene.
e. Pasien tampak tidak bisa menahan BAK
2. Palpasi

17
a. Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan.
tangankiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas
sedangkantangan kanan meraba ginjal dari depan.
b. Terdapat nyeri pada pinggang dan perut
c. Adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar)
d. Dahi dan kulit tubuh teraba panas)
3. Perkusi
a. Dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kosto-vertebra (yaitu
sudutyang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra).
b. Terdengar suara tendernessd.
4. Auskultasia.
a. Suara usus melemah seperti ileus paralitik
b) Pemeriksaan Laboratorium
1. Urinalisis
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus-kasus urologi.
Pemeriksaan ini meliputi uji :
a. Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine.
b. Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH, protein, dan gula dalam
urine.
c. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder), atau
bentukan lain di dalam urine.
Pada pasien yang menderita pielonefritis saat pemeriksaan urinalisis
ditemukanadanya piuria, bakteriuria (terdapat bakteri di dalam urine), dan
hematuria(terkandung sel-sel darah merah di dalam urine).
2. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit,
lajuendap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.Pada pasien dengan
pielonefritis, hasil pemeriksaan darah rutinnya menunjukkanadanya leukositosis
(menurunnya jumlah atau kadar leukosit di dalam darah)disertai peningkatan laju
endap darah.
3. Tes Faal Ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar
kreatinin,kadar ureum, atau BUN (blood urea nitrogen), dan klirens kreatinin.
PemeriksaanBUN, ureum atau kreatinin di dalam serum merupakan uji faal ginjal
yang palingsering dipakai di klinik. Sayangnya kedua uji ini baru menunjukkan
kelainan padasaat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya.Maka daripada itu,

18
pasien  pielonefritis baru akan menunjukkan adanya penurunanfaal ginjal bila sudah
mengenai kedua sisi ginjal.
4. Kultur Urin
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan infeksi saluran kemih. Pada pria,
urineyang diambil adalah sample  urine porsi tengah (midstream urine), pada
wanitasebaiknya diambil melalui kateterisasi, sedangkan pada bayi dapat diambil
urinedari aspirasi suprapubik atau melalui alat penampung urine.Jika didapatkan
kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam medium tertentu untukmencari jenis kuman
dan sekaligus sensitifitas kuman terhadap antibiotika yangdiujikan. Pada pasien
dengan  pielonefritis, hasil pemeriksaan kultur urinenyaterdapat bakteriuria.
[Dasar-dasar Urologi, 2011]

c) Pemeriksaan Radiologis
1. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto skrinning
untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Pasien dengan pielonefritis, pada hasil
pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan adanya kekaburan dari bayangan otot
psoas dan mungkin terdapat bayangan radio opak dari batu salurankemih.
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pielografi Intra Vena (PIV) atau  Intravenous Pyelography (IVP) atau
dikenaldengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang
dapatmenggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras radio-
opak.Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan
fungsiginjal.Hasil pemeriksaan PIV pada pasien pielonefritis  terdapat bayangan
ginjalmembesar dan terdapat keterlambatan pada fase nefrogram.
3. Sistografi
Sistografi adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Dari sistogram
dapatdikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam buli-buli. Pemeriksaan
ini juga dapat untuk menilai adanya inkontinensia stress pada wanita dan
untukmenilai adanya refluks vesiko-ureter.
4. Uretrografi
Uretrigrafi adalah pencitraan urethra dengan memakai bahan kontras. pemeriksaan
inidilakukan untuk mengetahui dan menilai panjang striktura urethra, traumaurethra,
dan tumor urethra atau batu non-opak pada urethra.
5. Pielografi Retrograd (RPG)

19
Pemeriksaan ini adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas (dari ginjal hingga
ureter) dengancara memasukkan kontras radio-opak langsung melalui kateter ureter
yangdimasukkan transurethra.
6. Pielografi Antegrad
Pemeriksaan adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan dengan cara
memasukkankontras melalui sistem saluran (kaliks) ginjal.
[Dasar-dasar Urologi, 2011]

6.8 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kriteria diagnosis Pielonefritis
Pada kriteria diagnosis ini lebih mengacu kepada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan juga
pemeriksaan penunjang, yaitu:
a) Anamnesis
 Demam lebih dari 38°C
 Nyeri pada pinggang
 Disuria
 Mual dan muntah
 Nafsu makan turun dan berat badan turun
 Polyuria dan haus berlebihan
 Sakit kepala berlebihan
 Nafsu makan rendah
 Keletihan
b) Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksia.
a. Dapat dilihat ada atau tidaknya pembesaran pada daerah pinggang atau
abdomensebelah atas 
b. Ekspresi atau mimik wajah meringis
c. Pasien tampak menggigit menahan kesakitan.
d. Pasien tampak memegang area pinggang atau abdomen.
e. Pasien tampak tidak bisa menahan buang air kecil
f. Pembesaran pada pinggang
2. Palpasi
a. Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan.
tangankiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas
sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan. Didapatkan ginjal teraba
membesar, nyeri pinggang dan perut.
b. Terdapat nyeri pada pinggang dan perut

20
c. Adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar)
d. Dahi dan kulit tubuh teraba panas)
3. Perkusi
a. Dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kosto-vertebra (yaitu sudutyang
dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra).
b. Terdengar suara tendernessd.
c. Nyeri ketuk CVA positif
d. Nyeri tekan pada ginjal
e. Nyeri pada area suprapubic
4. Auskultasia.
a. Suara usus melemah seperti ileus paralitik
b. Terdapat suara tenderness
[Dasar-dasar Urologi, 2011]
c) Pemeriksaan Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
1. Pielografi intravena : foto polos yg menggambarkan sistem urinaria bahan
kontras radio opak. Pada penderita tampak ginjal yg membesar.
2. Pemeriksaan darah : leukositosis
3. Urinalisis : pyuria, bacteriuria, dan hematuria
4. Bakteriologis : pewarnaan gram pada bakteri
5. Pembiakan bakteri : untuk memastikan bakteri
6. USG dan foto BNO : untuk menyingkirkan diagnosis kemungkinan obstruksi
atau batu saluran kemih.
[Winarto, 2009]

6.9 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis banding Pielonefritis
Perlu dibuat diagnosis banding dengan inflamasi pada organ di sekitar ginjal antara lain:
a. Pankreatitis
Nyeri tumpul hebat (rasa sakit seperti ditekan atau diremas) di sekitar bagian perut atas. Nyeri
ini bisa bertambah buruk dan menjalar sepanjang punggung hingga bagian bawah tulang
belikat kiri.
b. Kolesistitis
Rasa sakit bertambah parah saat menarik napas panjang, mual, muntah, dan nafsu makan
hilang
c. Divertikulitis
Nyeri pada perut, rasa nyeri akan lebih terasa sesaat setelah makan atau ketika bergerak.
[Dasar-dasar Urologi, 2011]

21
6.10 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tatalaksana Pielonefritis
Prinsip pengobatan infeksi saluran kemih adalah memberantas (eradikasi) bakteri dengan
antibiotika.
Tujuan pengobatan :
 Menghilangkan bakteri penyebab Infeksi saluran kemih.
 Menanggulangi keluhan (gejala).
 Mencegah kemungkinan gangguan organ (terutama ginjal).

Tata cara pengobatan :


 Menggunakan pengobatan dosis tunggal.
 Menggunakan pengobatan jangka pendek antara 10-14 hari.
 Menggunakan pengobatan jangka panjang antara 4-6 minggu.
 Menggunakan pengobatan pencegahan (profilaksis) dosis rendah.
 Menggunakan pengobatan supresif, yaitu pengobatan lanjutan jika pemberantasan
(eradikasi) bakteri belum memberikan hasil.

Terdapat tiga pilar penatalaksanaan pyelonephritis, yaitu terapi suportif meliputi resusitasi cairan
dan obat simtomatik, terapi antimikroba yang bergantung pada kemungkinan organisme penyebab,
dan kontrol sumber yang dievaluasi 24-48 jam setelah terapi.
1. Perawatan Gawat Darurat dan Indikasi Rawat Inap
Pada pasien yang telah terdiagnosis pyelonephritis akut, perlu dilakukan
pemeriksaan apakah terdapat indikasi klinis untuk rawat inap segera, seperti
keadaan sepsis atau syok sepsis, hemodinamik tidak stabil, pasien imunokompromis,
pasien hamil, atau tidak ada pemilihan antibiotik oral yang sesuai.
Pada kasus pasien yang datang dengan keadaan sepsis, diperlukan resusitasi cairan
yang agresif (30 ml/kgBB kristaloid isotonik seperti cairan salin normal dalam waktu 3
jam) serta pemberian antibiotik empiris yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Apabila tidak terdapat indikasi klinis untuk rawat inap segera, lakukan observasi di unit
gawat darurat selama 24 jam. Pasien yang mengalami mual muntah yang persisten,
dehidrasi, instabilitas hemodinamik, atau pasien merasa sangat sakit, pasien harus dirawat
inap. Namun, jika terdapat perbaikan klinis setelah penanganan di unit gawat darurat,
pasien dapat dipulangkan dengan peresepan antibiotik oral dengan obat simptomatik sesuai
dengan keluhan.
Pasien rawat inap yang telah mengalami perbaikan klinis dalam waktu 3 hari dan
dapat mengonsumsi obat per oral, pasien dapat dipulangkan.
2. Terapi Suportif

22
Obat-obatan simtomatik berupa antipiretik, analgesik, dan antiemetik dapat
digunakan sesuai gejala yang ada. Pada pasien yang terdapat demam dan nyeri dapat
diberikan paracetamol atau obat-obatan antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen dan
diklofenak. Pemberian omeprazole dan domperidone dapat membantu mengurangi keluhan
mual dan muntah, Apabila intake oral pasien kurang baik, hidrasi intravena diperlukan.
3. Terapi Antimikroba
Pemilihan antimikroba bergantung pada kemungkinan organisme penyebab dan
resistensi mikroba berdasarkan data epidemiologis dan faktor risiko individual. Berikut
tabel agen antimikroba yang dapat digunakan dalam menatalaksana pyelonephritis.

Agen Antibiotik Dosis Oral Dosis Intravena Aturan Pakai

Penisilin

Amoxicillin 500 mg 500 mg 2-3 kali/hari


Amoxiclav 500/125 mg - 2-3 kali/hari
Ampicillin/Sulbaktam - 150-200 mg/kgBB/hari 4-6 kali/hari
Aztreonam - 1–2g 3-4 kali/hari

Sefalosporin

Cefotaxime - 1-2 g 2-3 kali/hari


Ceftriaxone - 1-2 g 1 kali/hari

Fluorokuinolon

Ciprofloxacin 500 mg 400 mg 2 kali/hari


Levofloxacin 250-750 mg 250-750 mg 1 kali/hari

Aminoglikosida

Amikacin - 7.5 mg/kg 2 kali hari


Gentamicin - 5-7 mg/kg 1 kali /hari

Golongan Antibiotik Lainnya

Kotrimoksazol 160/800 mg 8-10 mg/kgBB (trimethoprim) 2 kali/hari


Tabel 1. Tatalaksana Pielonefritis
4. Kontrol Sumber
Setelah dilakukan pengobatan dengan antimikroba, perlu dilakukan evaluasi
dengan melihat perbaikan secara klinis 24-48 jam setelah terapi. Apabila didapatkan

23
adanya perburukan gejala atau tidak ada perbaikan klinis, perlu dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk melihat apakah terdapat obstruksi, abses, atau infeksi necrotizing. Evaluasi
dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi atau CT Scan untuk melihat apakah terdapat
hidronefrosis, abses, atau inflamasi.
5. Follow Up
Setelah durasi pemberian antibiotik selesai, 7-14 hari setelah pemberian antibiotik,
sebaiknya dilakukan kembali urinalisis dan kultur urine untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi apakah masih terdapat mikroba atau resistensi antibiotik untuk mencegah
rekurensi penyakit. Jika masih terdapat mikroba pengobatan dilanjutkan dan identifikasi
jenis antibiotik yang masih sensitif terhadap mikroba.

6.11 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prognosis Pielonefritis


Secara keseluruhan sebagian besar kasus pielonefritis dikelola dalam pengaturan rawat
jalan dengan sebagian besar pasien membaik dengan antibiotik oral. Biasanya, wanita muda
termasuk yang paling mungkin dirawat sebagai pasien rawat jalan.
(Chung VY, Tai CK, Fan CW, Tang CN, 2014)
Meskipun pielonefritis membaik dalam banyak kasus, masih ada morbiditas dan mortalitas
yang signifikan yang dapat dikaitkan dengan kasus parah penyakit ini. Angka kematian secara
keseluruhan telah dilaporkan sekitar 10% hingga 20% dalam beberapa penelitian dengan studi
terbaru dari Hong Kong menemukan tingkat kematian mendekati 7,4%. Lebih penting lagi,
penelitian ini menemukan bahwa usia tua (lebih dari 65 tahun), jenis kelamin laki-laki, gangguan
fungsi ginjal, atau adanya koagulasi intravaskular diseminata terkait dengan peningkatan
mortalitas. Dengan pengakuan yang tepat dari etiologi yang mendasari dan intervensi segera
dengan pengobatan yang memadai, bahkan pasien dengan pielonefritis berat umumnya memiliki
hasil yang baik.
(Bethel J, 2012)

6.12 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang komplikasi Pielonefritis


Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum &
Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
a. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula
akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama pada penderita diabetes
melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
b. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan
ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga
ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.

24
c. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan
perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari
hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan
pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang
mangakibatkan terbentuknya batu). (Suzanne, et al., 2010)

Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang
berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal)
yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi.
Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung
beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Selain itu juga dapat ditemukan temuan
komplikasi lainnya ketika dilihat secara mikroskopik yaitu adanya glomerulosklerosis pada
parenkim ginjal yang mungkin masih baik atau semakin lama akan buruk. (Suzanne, et al., 2010)

6.13 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pencegahan Pielonefritis


Faktor risiko dari pielonefritis dapat dikurangi dengan melakukan langkah pencegahan, hal
ini terkhususnya bagi wanita dimana guna untuk mecegah terjadinya infeksi saluran kemih,
diantaranya yaitu :

1) Dianjurkan untuk banyak minum air putih. Cairan dari proses berkemih dapat membantu
menghilangkan bakteri yaitu melalui urin. Selain itu dapat mencegah pielonefritis akut dan
meningkatkan fungsi ginjal.
2) Menghindari menahan kencing.
3) Buang air kecil setelah melakukan hubungan intim. Kencing sesegera mungkin setelah
hubungan intim membantu membersihkan bakteri dari uretra, serta mengurangi risiko
infeksi.
4) Menyeka air dari depan ke belakang setelah buang air kecil dan setelah buang air besar, hal
ini membantu mencegah masuknya bakteri ke dalam uretra dan struktur diatasnya.
(American Kidney Fund, 2017)
5) pengobatan dengan krim atau pil estrogen sedang dipelajari lebih lanjut sebagai cara
untuk mencegah ISK pada wanita menopause.
(American College of Obstetricians and Gynecologists, 2017)
6) Selain intervensi perilaku, ada juga penelitian yang berfokus pada jus cranberry, probiotik,
dan antibiotik profilaksis dosis rendah untuk mencegah ISK.
(Stone SC, Mallon WK, Childs JM, Docherty SD, 2005)

25
6.14 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Integrasi Keislaman tentang Pielonefritis
Salah satu etiologi dari penyakit Pielonefritis adalah kurangnya kesadaran akan kebersihan
diri dan cara membersihkan kemaluan yang salah setelah berkemih, yangmana dalam kondisi ini
menjadi salah satu penyebab masuknya bakteri dengan jalur ascending. Apabila dikaitkan dengan
ke-Islaman, dapat dilihat bahwa agama Islam sudah mengajarkan tata cara membersihkan diri
setelah berkemih, atau dikenal dengan istilah Istinja’. Hal ini dijelaskan melalui salah satu hadist
riwayat Muslim, yaitu :

Artinya :

Dari Abu Malik Al-Harits bin ‘Ashim Al-Asy’ari r.a, mengatakan, “Rasulullah SAW
bersabda, ‘Bersuci itu sebagian dari iman, kalimat alhamdulillah (segala puji bagi Allah) itu
memenuhi timbangan. Kalimat subhanallah (Mahasuci Allah) dan alhamdulillah (segala puji bagi
Allah), keduanya memenuhi antara langit dan bumi. Shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti
nyata, kesabaran adalah sinar, Al-Qur’an adalah hujjah yang membelamu atau hujjah yang
menuntutmu. Setiap manusia berbuat, seakan-akan ia menjual dirinya, ada yang memerdekakan
dirinya sendiri, ada juga yang membinasakan dirinya sendiri.’” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no.
223].

Selain itu, dijelaskan pula menurut keterangan yang didapat dari Fathul Qarib, dalam kitab
Safinatun Naja, dijelaskan bahwa bersuci memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

 Terampil
Apabila selesai berkemih dan sisa-sisanya tidak dibersihkan dengan baik, maka
dapat memicu lokasi timbulnya bermacam-macam penyakit yang mungkin menginfeksi
saluran perkemihan dan pencernaan. Oleh karean itu, dalam bersuci, masalah terampil ini
penting untuk diperhatikan, baik dari tatacara bersuci yang benar, mengenali berbagai jenis
najis, dan juga dari cara membersihkannya dengan benar sesuai kaidah yang ditentukan
(Kitab Safinatun Naja).
 Tuntas
Pada kitab Safinatun Naja dijelaskan jika penggunaan air dalam kegiatan bersuci
lebih diutamakan karena dapat menghilangkan warna, bentuk, bau dan rasa yang lebih baik

26
dibanding media lain. Bersuci haruslah bersih, meliputi empat hal yang wajib dihilangkan,
yaitu bau, warna, bentuk, dan rasa (Kitab Safinatun Naja).
 Tepat Guna
Dalam berkemih, hendaknya perlu diperhatikan bersih tidaknya bilasan/ bersuci
yang dilakukan. Salah satu cara yang dikenal dan dianjurkan adalah Istibra’, yaitu memijat
perlahan perut bagian bawah atau disekitar kemaluan sembari berdehem untuk
mengeluarkan sisa-sisa kencing yang dirasa masih tertinggal. Selain untuk mengurangi
adanya sisa urine yang nantinya bisa memicu terjadinya penyakit, hal ini juga dilakukan
agar terjaminnya bersuci, demi sahnya beribadah (Kitab Safinatun Naja).
 Tempat yang Sesuai
Beberapa tempat yang dianggap tidak sesuai adalah bekas galian, air yang
menggenang, tempat-tempat berteduh, dan di bawah pohon. Hal ini selain mengganggu
fungsi lingkungan juga erat kaitannya dengan kegiatan baik manusia dan hewan, yangmana
sulit untuk mendeteksi najis tidaknya dari lokasi-lokasi ini (Kitab Safinatun Naja).

BAB VII
PETA KONSEP

27
BAB VIII
SOAP

Subjective

28
Data Umum Pasien:
1. Nama : Sdri. Putu
2. Usia : 15 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
KU: Nyeri berat di pinggang kiri seperti kemeng-kemeng selama 10 hari.
RPS:
 Demam (+) sejak 6 hari yang lalu.
 Nyeri perut, mual, muntah (+) sejak 2 minggu.
 Sering BAK (anyang-anyangen)
 Nyeri perut bagian bawah terutama diakhir kencing
RPD: Sering BAK (anyang-anyangen)
RPK : -
Riwayat Lain-lain : menggunakan obat pembersih kewanitaan 5 bulan terakhir.
Objective
Pada pemerisaan fisik didapatkan:
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
GCS : 456
Vital Sign
TD : 109/65 mmHg
Nadi : 101x/menit
Pernapasan : 27x/menit
Suhu : 39,8ºC.
SPO2 : 100% o room air
BB : 52 kg
Pemeriksaan Fisik :
1. Kepala Leher : an -/-, ict -/-, pembesaran kelenjar getah bening (-)
2. Rongga mulut : faring : hiperemis -, tonsil : T1/T1
3. Jantung : S1S2 single, murmur -, ghallop –
4. Paru : vesikuler/vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-
5. Abdomen : flat, supel, BU+ turun, nyeri ketok CVA sinistra (+), nyeri suprapubik (+)
6. Ekstremitas : warm acral, edema -/-
Darah Lengkap :
1. Hb : 13 gr/dl
2. Leukosit : 25.500 sel/mm3
3. Trombosit : 289.000 sel/mm3

29
4. LED : 12 mm/jam
Pemeriksaan Urin :
1. Makroskopik :
Warna : jingga
Kekeruhan : keruh
2. Mikroskopik :
BJ : 1.002
pH : 6,8
Leukosit : 350-360 / LPB
Eritrosit : 50-60 / LPB
Protein : +2
Urobilin : negatif
Assessment 1
1. DDx:
a. Pielonefritis
b. Batu ginjal diserati infeksi
c. Batu ureter disertai infeksi
d. Kolesistitis
e. Pneumotitis
2. WDx :
Pielonefritis

Planning 1
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Pemeriksaan Urin (Urinalisis)
3. Tes Faal Ginjal
4. Pielografi Intra Vena (PIV)
Assessment 2
Pielonefritis e.c Cystitis
Planning 2
Tata Laksana Farmakologis

1. Ciprofloxacin 2 x 500 mg / hari selama 7-14 hari


2. Paracetamol 3 x 500 mg prn
3. Vitamin BC 1 x 1 tablet
Tata Laksana Non-Farmako

1. Menjaga kebersihan genital

30
2. Mencuci genital dari ascending ke descending
3. Tidak menggunakan pembersih kewanitaan

DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Basuki P. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto.

31
Gardjito W, Puruhito, Iwan A et al. Saluran Kemih dan Alat Kelamin Lelaki. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit EGC;2005.

Winarto. Prevalensi kuman ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamase) dari material darah di
RSUP Dr. Kariadi Tahun 2004-2005. Semarang: Media Medika Indonesia Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. 2009:260 – 67.
Pattman R, Snow M, Handy P et al. Oxford Handbook of Genitourinary Medicine, HIV, and AIDS.
1st Edition. Newcastle: Oxford University Press;2005.

Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Edisi 3. Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001.

Tuasikal, MA. 2019. Hadist Arbain #23 : Keutamaan Besuci, Shalat, Sedekah, Sabar, Shahibul
Quran. Dikutip pada 10 Oktober 2019, pukul 15.45 dari https://rumaysho.com/20082-hadits-
arbain-23-keutamaan-bersuci-shalat-sedekah-sabar-shahibul-quran.html.

NU Online. 2017. Hal-hal Penting saat Bersuci Setelah Buang Air. Diakses pada 10 Oktober 2019
pukul 15.45 dari https://islam.nu.or.id/post/read/79434/hal-hal-penting-saat-bersuci-setelah-
buang-air

Suzanne, et al., 2010, Brunnerand Suddart’s Textbooks of Medical Nursing, USA: Lippincott
Williams and Wilkins.

Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi 1. Pengurus
Besar Ikatan Dokter Indonesia (Indonesian Medical Association). Jakarta. 2017.

Underwood, JCE. Patologi umum dan sistemik vol 2. 2nd ed. Jakarta: EGC.1999
Kidney infection. American Kidney Fund. http://www.kidneyfund.org/kidney-disease/kidney-
problems/kidney-infection.html. Accessed May 4, 2017.

Frequently asked questions. Gynecologic problems FAQ050. Urinary tract infections. American
College of Obstetricians and Gynecologists. http://www.acog.org/~/media/For
Patients/faq050.pdf?dmc=1&ts=20140523T1534363926. Accessed May 4, 2017.

Stone SC, Mallon WK, Childs JM, Docherty SD. Emphysematous pyelonephritis: clues to rapid
diagnosis in the Emergency Department. J Emerg Med. 2005 Apr;28(3):315-9.

Chung VY, Tai CK, Fan CW, Tang CN. Severe acute pyelonephritis: a review of clinical outcome
and risk factors for mortality. Hong Kong Med J. 2014 Aug;20(4):285-9. [PubMed]

Bethel J. Acute pyelonephritis: risk factors, diagnosis and treatment. Nurs Stand. 2012 Oct 3-
9;27(5):51-6; quiz 58. [PubMed]

32

Anda mungkin juga menyukai