Anda di halaman 1dari 38

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................

SKENARIO.........................................................................................................................................

BAB I: KATA SULIT……………………………………………………………………………..

BAB II: RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………...

BAB III: BRAINSTORMING……………………………………………………………………….

BAB IV: PETA MASALAH………………………………………………………………………

BAB V: TUJUAN PEMBELAJARAN…………………………………………………………..

BAB VI: TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………….

BAB VII: PETA KONSEP…………………………………………………………………………

BAB VIII: SOAP…………………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………

1
SKENARIO
“Kasian Sekali Anak Anita”
Anak Anita berusia 4 tahun diantar oleh orang tuanya ke poliklinik THT-KL dengan nyeri telinga
kanan sejak 2 jam yang lalu. Pasien tampak kesakitan sekali dan menangis terus. Keluhan ini baru
pertama kali dialami pasien. Keluhan disertai batuk pilek sejak 4 hari yang lalu. Riwayat mengorek
telinga tidak ada.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
Keadaan umum: tampak kesakitan, rewel
Airway: tidak sesak
Breathing: frekuensi napas 28x/m
Circulation: denyut nadi 125x/m, temperatur 38,8°C, tekanan darah 100/80 mmHg
Pemeriksaan telinga (D):
Preaurikula: tidak didapatkan fistel
Aurikula: normal, liang telinga lapang, membran timpani tampak hiperemis dan menonjol ke arah
liang telinga luar
Retroaurikula: tidak hiperemi, tidak edema, tidak ada sikatriks
Setelah melakukan pemeriksaan, dokter segera memberikan resep obat minum dan obat tetes
telinga yang harus segera diberikan ke pasien. Dokter berpesan untuk periksa kembali jika tidak
ada perbaikan gejala dalam 1 hari.

2
BAB I
KATA SULIT

1. Preaurikular
Bagian di depan daun telinga. Bagian luar telinga seblum daun telinga, sebelum tragus.
2. Retroaurikular
Bagian belakang telinga.
3. Fistel
- Hubungan abnormal yang berkembang antara dua bagian tubuh yang terpisah satu sama
lain.
- Nama lain kista, terowongan atau lubang.
- Pada kondisi normal tidak berhubungan, terjdi karena uatu kondisi penyakit atau operasi.
4. Sikatriks
- Ruam sekunder berupa jaringan ikat baru sebagai pengganti dermis dan epidermis yang
hilang.
- Jaringan parut yang terbentuk setelah jejas atau luka yang sifatnya menarik.

3
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa pasien mengeluh nyeri telinga sejak 2 jam yang lalu?
2. Apakah ada hubungan batuk pilek dengan keluhan pasien sekarang?
3. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan pasien?
4. Mengapa dokter menanyakan riwayat mengorek telinga?
5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada kasus tersebut?
6. Apa obat oral dan obat tetes yang diberikan dokter?
7. Mengapa dokter menyuruh periksa kembali apabila tidak ada pebaikan gejalan setelah satu
hari?
8. Apa working diagnosis dan diagnosis banding dari skenario tersebut?

4
BAB III
BRAINSTORMING
1. Mengapa pasien mengeluh nyeri telinga sejak 2 jam yang lalu?
- Dari anatomi hidung yang memilki saluran yang menghubungankan antara hidung dan
telinga yaitu tuba eustachia ke nasofaring ke telinga tengah. Karena danya batuk pilek
menandakan adanya bakteri dari saluran pernapasan, yang dapat menyebar secra ascending
, jadi masuk ke saluran telinga tengah.secara ascenden karena mukosa yang menyatu, dan
adanya edema menyebabkan tuba eustachius menyumbat dan menyebabkan tekanan
negative, menyebabkan adanya infeksi ascenden. Cairan yang ada di telinga tengah, cairan
menumpuk di kaum timpani dan infeksi, terjadi reaksi nflamasi dan penekanan cairan
terhadap mukosa kavum timpani dan menyebabkan nyeri. Nyeri juga dikarekan adanya
pelepasan sitokin brupa bradikinin yang dapat menimbulkan manifestasi nyeri.
- Dari mulut (tengorokan) yang menyambung ke tuba eustachius yang menyambunng,
menyebabkan adanya bakteri yang menyebar ke telnga dan menyebabkan adanya
manifestasi berupa nyeri.
- Dari tuba eusachius normalnya silia ke tuba ke nasofaring, ketika mekanisme gagal
menyebabkan terjadinya penyebaran ascenden.
- Karena anak-anak tuba eustachius yang lebih datar, kemungkinann penyebaran ascending
semakin besar, dan dapat menyumbat nsofaing, dan menarik cairan.
2. Apakah ada hubungan batuk pilek dengan keluhan pasien sekarang?
- Hubungan batuk pilek menjadi faktor risiko dari penyakit hudung dan tenggorokan. Ketika
batuk pilek yang lam aditangani, dapat menyebabkan efusi, inflamasi di daerah tuba
eustachii dan saluran pernapasan yang akhirnya ascending karena adanya struktur anatomi.
- Dari anatomi hidung yang memilki saluran yang menghubungankan antara hidung dan
telinga yaitu tuba estachia ke nasofaring ke telinga tengah. Karena danya batuk pilek
menandakan adanya bakteri dari saluran pernapasan, yang dapat menyebar secra ascending
, jadi masuk ke saluran telinga tengah.secara ascenden karena mukosa yang menyatu, dan
adanya edema menyebabkan tuba eustachius menyumbat dan menyebabkan tekanan
negative, menyebabkan adanya infeksi ascenden.
3. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan pasien?
- Tambahan karena adenoid yang lebih mnyumbat nasofaring  terjadi mekanisme tekanan
negative  menarik cairan ke dalam telinga bagian tengah
- Karena tuba eustachii pada anak yang lebih datar dan lebih pendek (17,5 mm) dibandingan
dewasa yang dapat mencapai 7,5 mm menyebabkan penyebaran infeksi secara ascending
akan lebih besar pada anak.
- Untuk jenis kelamin  perempuan dan laki-laki hampir sama, laki-laki lebih sering

5
4. Mengapa dokter menanyakan riwayat mengorek telinga?
- Menyingkirkan diagnosis lain. Ketika ada luka di telinga bagian luar, bisa muncul
diagnosis otitis eksterna.
- Mengetahui etiologi dari pasien, apakah terkena trauma atau karena penyebaran ascending
5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada kasus tersebut?
- KU : sedikit kesakitan, rewel, karena tidak bisa mengungkapkan
- Nadi : meningkat (kadar cairan dalam tubuh lebih banyak, menarik cairan dalam tubuh
sehingga menimbulkan peningkatan denyut nadi)
- Prearikular tidak ada fistel (untuk menari kemunginan etiologi linnya, ada ang lahir dengan
fistel)
- Membrane timpani menonjol ke liang keluar (karena adanya cairan yang mendorong ke
bagian depan) dan hiperemis (karena keterlibatan sel inflamasi (histamine)  vasodilatasi
dari pembuluh darah)
6. Apa obat oral dan obat tetes yang diberikan dokter?
- Karena inflamasi dan bakteri, perlu diberikan antibiotic seperti sephalosprorin, ampicillin,
sephalosporin dan asam klavulanat.
- Obat analgesiK dan obat antipiretik
7. Mengapa dokter menyuruh periksa kembali apabila tidak ada pebaikan gejalan setelah satu
hari?
- Karena adanya penumpukan cairan  jika tidak ditangani dengan cepat  tumpukan
cairan berlebihan  perforasi membrane timpani (untuk mencegh kompliksinya brupa
perforasi membrane timpani)
- Melihat apakah perlu dilakukan miringotomi atau tidak (rujuk ke spesialis THT)
8. Apa working diagnosis dan diagnosis banding dari skenario tersebut?
- Karena inflamsi di tuba eustachius , dan baru 2 jam  otitis media akut
- Karena pasien mengeluh nyeri telinga dan demam, riwaat batuk pilek, membrane menonjol
 ciri otitis media
- Ddx: dari perbdaan stadium kataral (belum ada secret yang keluar), supuratif (sudah ada
secret yang keluar dari telinga), perforasi (sudah ada lubang di membrane timpani dan
keluar cairan)
- Ddx: Otitis Media Kronik, otitis media efusi (otitis media serosa).

6
BAB IV
PETA MASALAH

Faktor resiko
a
Anak Anita 4 tahun

epidemiologi

anamnesa
Pemeriksaan Fisik
KU: tampakkesakitandanrewel
KU: Airway: tidaksesak
Nyeritelingakanansejak
2 jam yang lalu Breathing: frekuensinapas 28x/mnt

RPS: Circulation: Denyut nadi 125X/menit,


Suhutubuh38,8 ◦C, Tekanandarah
 Keluhanpertam 100/80 mmHg
apasien
 (+) PemeriksaanTelinga:
Batukdanpilek Preaurikula: (-) fistel
4 hari yang lalu
Aurikula: normal, liangtelingalapang,
membran timpani hieperemis
patofisiologi
Retroaurikula: (- hiperemis), (-) edema,
Gejala klinis (-) sikratriks

etiologi

komplikasii Diagnosis banding:


Kriteria Diagnosis 1. Otitis media kronis
Faktor resiko
2. Otitis media akut
Klasifikasi 3. Otitis media Efusi
(serosa)
Diagnosis Banding

Diagnosis: Otitis media akut

Tatalaksana: Antibiotik, antipiretik,


TatalaksanadanPencegahan
analgesic dantetestelinga

7
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Anatomi dan Fisiologi Tuba
Eustachius
2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Definisi Dan Klasifikasi Otitis Media
3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Epidemiologi Otitis Media
4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Etiologi Otitis Media
5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Faktor Risiko Otitis Media
6. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Patofisiologi Otitis Media
7. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Otitis Media
8. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang
Otitis Media
9. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Kriteria Diagnosis Otitis Media
10. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Diagnosis Banding Otitis Media
11. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Otitis Media
12. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Komplikasi Otitis Media
13. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Prognosis Otitis Media
14. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Pencegahan Otitis Media

8
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Anatomi dan Fisiologi Tuba
Eustachius
Bagian luar gendang telinga terpajan ke tekanan atmosfer yang mencapainya melalui
saluran telinga. Bagian dalam gendang telinga yang menghadap ke rongga telinga tengah juga
terpajan ke tekanan atmosfer melalui tuba eustakius (auditorius), yang menghubungkan telinga
tengah ke faring (bagian belakang tenggorokan). Tuba eustakius dalam keadaan normal
tertutup, tetapi dapat membuka oleh gerakan menguap, mengunyah, dan menelan. Pembukaan
ini memungkinkan tekanan udara di telinga tengah menyamai tekanan atmosfer sehingga
tekanan di kedua sisi membran timpani setara. Sewaktu perubahan tekanan eksternal yang
cepat (misalnya ketika pesawat lepas landas), gendang telinga menonjol dan menimbulkan
nyeri karena tekanan di luar telinga berubah semenrara tekanan di telinga tengah tidak
berubah. Membuka tuba eustakius dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua sisi
membran timpani menjadi sama, menghilangkan distorsi akibat tekanan sewaktu gendang
telinga kembali ke bentuknya semula (Sherwood, 2011).

Gambar 1. Anatomi telinga


(Sumber: Sherwood, 2011)

9
Gambar 2. Sistem auditori perifer
(sumber: Probst, 2006)

Tuba eustakius atau tuba auditorius merupakan saluran yang menghubungkan telinga
tengah dengan nasofaring. Dari orifisium nasofaringeal tuba Eustachius berjalan kearah latero-
postero-superior menuju orifisium timpanal. Dengan demikian orifisium timpanal lebih tinggi
2-2,5 cm dibandingkan level orifisium nasofaringeal dengan membentuk sudut 400 -450
dengan bidang horizontal. Panjang tuba Eustachius pada orang dewasa sekitar 31-38 mm.
Tuba Eustachius pada bayi dan anak relatif lebih lebar, pendek dan horizontal dengan
membentuk sudut 100 dengan bidang horizontal. Keadaan seperti ini dapat memudahkan
terjadinya penjalaran radang atau infeksi dari nasofaring ke kavum timpani pada bayi (Bailey,
2001).

Gambar 3. Perbedaan tuba eustakius dewasa dan anak-anak.(sumber : Bailey, 2001).

10
Tuba eustakius rnenghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral
tuba eustakius adalah yang bertulang, sementara duapertiga bagian medial bersifat
kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara
kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian tulang rawan berjalan melintasi dasar
tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup
tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-
masing disarafi oleh pleksus faringealis dan nervus mandibularis. Tuba eustakius berfungsi
untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi mernbrana timpani (Adam, 1997).

Gambar 4. Tuba eustakius. Terdiri dari daerah bertulang (lateral), daerah kartilago (medial) dan isthmus
(sumber: Probst, 2006)

Tiga perempat kerangka medial dari eustachius tube adalah tulang rawan yang dikelilingi
oleh jaringan ikat, jaringan adiposa, dan epitel pernapasan. Tulang rawan tuba eustachius,
merupakan pengait yang dibentuk pada penampang, distabilkan dan digerakkan oleh kontraksi
dari tensor veli palatini dan levator otot veli palatini saat menelan atau menguap. Tuba
eustakius dengan demikian akan dibuka, memungkinkan untuk menyamakan tekanan. Lapisan
epitel kartilago komposisinya mirip dengan faring dengan epitel sel kolumnar
pseudostratifikasi dan banyak kelenjar mukosa. Bagian posterior untuk penyatuan bagian
tulang rawan dan osseus dari tuba eustakius tempat isthmus berada, mukosa menjalani transisi
ke berbentuk kuboid atau berbentuk sel epitel kolumnar rendah mirip dengan epitel rongga
timpani (Snow, 2003).

11
Gambar 5. Potongan koronal dan transversal tuba eustakius. Muskulus dan kartilago
(sumber : Bailey, 2001).

Fungsi tuba eustakius adalah (1) ventilasi, (2) drainase, dan (3) proteksi telinga tengah
dari kontaminasi sekresi nasofaring. Ventilasi memungkinkan keseimbangan tekanan atmosfer
pada kedua sisi membrana timpani. Tuba akan membuka melalui kerja otot bilamana terdapat
perbedaan tekanan sebesar 20 hingga 40 mrnHg. Untuk melakukan fungsi ini, diperlukan otot
tensor veli palatini yang utuh (Adam, 1997). Drainase sekresi telinga tengah ke dalam
nasofaring dengan bantuan sistem mukosiliar dari ET (eustachian tube) dan selaput lendir
telinga tengah.

Gambar 6. Fisiologi tuba eustakius


(sumber : Bailey, 2001).

12
a. Fungsi Ventilasi
Fungsi ini adalah dimana tuba eustachius mempertahankan tekanan udara (1 atm)
didalam cavum timpani sama dengan tekanan udara luar atau sama dengan tekanan
atmosfir. Dalam keadaan normal, telinga tengah merupakan suatu ruang tertutup dan penuh
berisi udara. Mukosa telinga tengah secara perlahan-lahan akan mengabsorbsi udara dan
nitrogen dari telinga tengahsehingga akhirnya tekanan udara dalam telinga tengah akan
menurun. Pada orang dewasa, kecepatan absorbsi udara ini sekitar 1 ml/24 jam.1,8,9,10,12
Dengan terbukanya tuba Eustachius secara periodik maka udara akan masuk untuk
menyeimbangkan lagi tekanan di telinga tengah. Pembukaan lumen tuba Eustachius dapat
terjadi baik secara aktif dan pasif. Pembukaan secara aktif terjadi oleh kontraksi muskulus
tensor veli palatine pada saat menelan, menguap atau mengunyah. Pada orang dewasa
gerakan menelan dapat terjadi beberapa kali dalam 1 menit dan dalam keadaan tidur terjadi
sekali dalam 5 menit. Tuba Eustachius bekerja paling efisien bila dalam posisi tegak
(Bailey, 2001). Efisiensi tuba Eustachius akan menurun seiring dengan semakin rebahnya
tubuh. Menurut Ingelstedt dkk (1967), yang dikutip dari bluestone.1 Volume udara yang
melewati tuba Eustachius akan berkurang 1/3 bila tubuh kita membentuk sudut 200
terhadap bidang horizontal dan berkurang 2/3 bila kita berbaring.
b. Fungsi Drinase
Mukosa kavum timpani dan tuba Eustachius memiliki sel-sel yang yang menghasilkan
sekret. Tuba Eustachius mengalirkan secret ini dari kavum timpani kearah nasofaring
dengan suatu transpor mukosiliar. Fungsi drainase secret oleh tuba Eustachius dipengaruhi
oleh aktifitas sel-sel bersilia, grafitasi, gradasi tekanan udara sepanjang tuba Eustachius
dan viskositas secret itu sendiri (Bailey, 2001).
c. Fungsi Proteksi
Pada keadaan normal tuba eustachius selalu dalam keadaan tertutup sewaktu istirahat.
Dengan demikian dapat menghalangi sekret dan kuman dari nasofaring masuk kedalam
kavum timpani. Cairan nasofaring dapat masuk ke tuba Eustachius bila diberi suatu
tekanan positif kuat. Bersin sewaktu hidung buntu, menangis, menelan sambil menutup
hidung, menyelam atau lepas landasnya pesawat terbang dapat meningkatkan tekanan
nasofaring yang dapat menyebabkan kegagalan dari fungsi proteksi tuba (Bailey, 2001).

2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Definisi Dan Klasifikasi Otitis
Media
Definisi

13
Otitis Media merupakan suatu peradangan yang terjadi pada seluruh atau sebagian
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Salah satu jenis
dari otitis media adalah otitis media akut (OMA). Otitis media akut merupakan peradangan
pada telinga dibagian tengah dengan gejala dan tanda yang terjadi secara cepat. Gejala
pengikut berupa gejala sistemik, misalnya otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, dan
otore jika terjadi perforasi membran timpani. Tanda dari terjadinya inflamasi berupa
pembengkakan membran timpani, adanya cairan dibelakang membran timpani, dan otore.
Berdasarkan klasifikasinya, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media
non-supuratif. (Kreschner, 2007)
Klasifikasi
Otitis media menurut klasifikasinya terdiri atas otitis media supuratif dan non-supuratif,
yang keduanya memiliki bentuk akut dan kronis. Selain itu, terdapat juga otitis media spesifik
yang terdiri atas otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitis media adhesif.
(Ghanie, 2010)
a. Otitis Media Supuratif
 Otitis Media Supuratif Akut
Merupakan infeksi telinga tengah akut yang terjadi dalam waktu singkat,
berlangsung dalam kurun waktu tiga minggu atau kurang akibat infeksi bakteri
piogenik dan mengeluarkan nanah. Salah satu contoh bakteri penyebab adalah
Streptococcus hemoliticus. (Djaafar et.al, 2007)
 Otitis Media Supuratif Kronis
Menurut Panduan Praktik Klinis Bidang THT-KL, tahun 2015 menyebutkan otitis
media supuratif kronik terbagi atas dua jenis, yaitu :
- Otitis Media Supuratif Kronik tipe Aman merupakan radang kronik telinga tengah
yang disertai perforasi membran timpani dan sekret liang telinga, yang berlangsung
lebih dari dua bulan, baik hilang timbul, maupun terus menerus tanpa disetai
kolesteatoma pada telinga tengah.
- Otitis Media Supuratif Kronik tipe Bahaya merupakan radang kronik telinga tengah
yang disertai perforasi membran timpani dan sekret liang telinga, yang berlangsung
lebih dari dua bulan, baik hilang timbul, maupun terus menerus dan disetai adanya
kolesteatoma pada telinga tengah.
b. Otitis Media Non-Supuratif
 Otitis Media Serosa Akut merupakan kondisi dimana didapati adanya sekret di telinga
tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba (Pai, et.al, 2012)
 Otitis Media Serosa Kronik yang membedakannya dengan otitis media serosa akut
adalah cara terbentuknya sekret. Pada otitis media serosa akut sekret terjadi secara
tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga, sedangkan pada

14
keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala
pada telinga yang berlangsung lama. (Pai, et.al, 2012)
 Otitis Media Adhesif merupakan didapatinya jaringan fibrosis di telinga tengah akibat
proses peradangan yang telah berlangsung lama sebelumnya. Keadaan ini dapat
berupa komplikasi dari otitis media non-supuratif yang menyebabkan rusaknya
mukosa telinga tengah. (Pai, et.al, 2012)
 Otitis Media dengan Efusi adalah efusi telinga tengah dengan tidak ditemukan tanda
infeksi akut, seperti otalgia dan demam. Otitis ini dapat terjadi pasca pengobatan otitis
media akut sebelumnya. Lama efusi dapat dibagi tiga, akut (kurang dari 3 minggu),
sub akut (3 minggu-3 bulan) dan kronis (lebih dari 3 bulan). Efusi dapat bersifat
serosa, mukoid dan purulen. (Pai, et.al, 2012)

3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Epidemiologi Otitis Media


Hampir 85% anak memiliki episode otitis media akut paling sedikit satu kali dalam 3
tahun pertama kehidupan dan 50% anak mengalami 2 episode atau lebih. Anak yang
menderita otitis media pada tahun pertama, mempunyai kenaikan risiko otitis media kronis
ataupun otitis media berulang. Insiden penyakit akan cenderung menurun setelah usia 6 tahun.
Episode yang sering berulang mengakibatkan peningkatan kekhawatiran dan kecemasan orang
tua, disamping juga biaya kesehatan yang harus ditanggung. Pada negara berkembang
komplikasi yang sering ditemukan adalah gangguan pendengaran, untuk itu pemberian
vaksinasi pneumokokus penting untuk mencegah otitis media dan komplikasinya.
Prevalensi otitis media akut di tiap-tiap negara bervariasi, berkisar antara 2,3-20%.
Berdasarkan penelitian pada tahun 1993 sampai 1996 pada beberapa provinsi di Indonesia
didapatkan prevalensi penyakit telinga tengah populasi segala umur di Indonesia sebesar 3,9
%. Di Indonesia belum ada data nasionalbaku yang melaporkan angka kejadian otitis media
akut. (Sirlan, 1998)
Sekitar 70% anak di bawah 3 tahun mengalami minimal satu kali episode otitis media.
Dilaporkan bahwa kasus otitis media lebih banyak ditemukan pada neonatus hingga anak usia
7 tahun dengan puncak insidensi pada usia 2 tahun. (Tanto, 2016)

4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Etiologi Otitis Media


1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian,
65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri
terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-
patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri
penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh

15
Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus
dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-
hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus
dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani
rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis
mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada
anak-anak (Kerschner, 2007).
2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada
anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus
(sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau
enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,
menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat
antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007).
Pada penelitian distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari cairan telinga tengah,
dari 2807 orang pasien OMA di Pittsburgh Otitis Media Research Center, pada tahun 1980
sampai dengan 1989 adalah seperti berikut:

Diagram 1.Distribusi Mikroorganisme

5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Faktor Risiko Otitis Media
Menurut buku Kapita Selekta Kedokteran (2014), faktor risiko otitis media (OM) dibagi
menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik, yaitu:
Tabel 1. Faktor Risiko Otitis Media
Intrinsik Ekstrinsik

16
Predisposisi genetic Kurang/tidak memperoleh ASI (air susu ibu)
Usia Riwayat infeksi saluran napas atas 
semakin sering infeksi berulang, semakin
mudah terjadi OM
Bayi dan anak lebih mudah mengalami OM Penyakit hidung dan/ atau sinus
karena tuba Eustachius pendek, lebar, dan
agak horizontal
Jenis kelamin : laki-laki > perempuan Kunjungan rutin ke pusat layanan kesehatan
 meningkatkan risiko pajanan pathogen
Ras : kulit putih Amerika dan Kanada, suku Pajanan asap rokok  mengganggu bersihan
Aborigin Australia lebih rentan daripada mukosilier  risiko infeksi naik ke
ras Afrika-Amerika cavum timpani
Kelainan anatomi :
 Palatoskisis  insersio tensor veli palatini
di palatum mole tidak ada sehingga sulit
membuka tuba dengan adekuat saat
proses mengunyah
 Kelainan kraniofasial lain
 Sindrom down
Kelainan system imun :
 Imaturitas imun
 Alergi : alergi inhalasi berpengaruh besar,
terutama pada anak (5-80% kasus).
Imunokompromais:
Tumor ganas, acquired immune deficiency
syndrome (AIDS), terapi imunosupresif,
defisiensi immunoglobulin

6. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Patofisiologi Otitis Media


Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran
napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit,
sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke
dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba
Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi
gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi
cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis
media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu,

17
mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi
mikroba patogen pada secret (Kerschner, 2007).
Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator
inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga
dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum
pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi
lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran
tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya
dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema
pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien
dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius,
sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan
hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini
karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal
dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke
telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan
adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring
menganggu drainase melalui tuba Eustachius(Kerschner, 2007).
Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba
telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi
obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga
mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di
tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif
lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba
Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain
itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba
Eustachius (Kerschner, 2007).

18
Gambar 7. Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewasa

Stadium Oma
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada
perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium
hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi
(Djaafar, 2007).

Gambar 8. Membran Timpani Normal

a) Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah,
dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus
menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba
Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-
kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda

19
dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada
stadium ini (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

b) Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi


Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret
eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi
berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan
tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh
dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung
dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang
meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan
satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 9. Membran Timpani Hiperemis


c) Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah
di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah
menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang
purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah
liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat
tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam
tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler

20
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih
lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah
kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah
akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran
timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi
lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya
tidak utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 10. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen


d) Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah
nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur
nyenyak.
Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai
dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (Djaafar, 2007;
Dhingra, 2007).

21
Gambar 11. Membran Timpani Perforasi
e) Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya
dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal
hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang
dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun
tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi
kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media
supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap,
dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami
perforasi membran timpani (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
7. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Otitis Media
Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak
pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhambat pada membran timpani,
terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore.
a. Menurut PPK tahun 2014 gejala yang muncul tergantung pada stadium OMA yang sedang
dialami.
b. Stadium oklusi tuba: telinga terasa penuh, nyeri, pendengaran dapat berkurang
c. Stadium hiperemis: nyeri telinga makin intens, demam, anak rewel dan gelisah, muntah,
nafsu makan hilang, sering memegang telinga yang nyeri
d. Stadium supurasi, sama dengan stadium hiperemis
e. Stadium perforasi: keluar secret dari lubang telinga
f. Stadium resolusi: intensitas keluhan sepeti deman, nyeri, rewel mulai mereda. Namun, jika
perforasi permanen, pendengaran akan tetap terganggu.
Tanda:

22
a. Suhu yang meningkat terutama pada stadium supurasi
b. Hasil otoskopi
Otoskopi adalah pemeriksaan membrane timpani dengan menggunakan otoskop. Pada otoskopi
beberapa hal yang perlu dievaluasi diantaranya adalah
1. Kontur: normal/retraksi/menonjol.
a. Pada otitis media efusi, membran timpani retraksi.
b. Pada otitis media oklusi tuba, membran timpani akan terlihat retraksi.
c. Pada otitis media akut fase supurasi membran timpani akan menonjol.
2. Warna: abu-abu/kuning/merah/merahmuda/biru.
a. Pada otitis media efusi, membran timpani berwarna kuning atau biru.
b. Pada otitis media akut stadium  hiperemis membran timpani tampak inflamasi
(merah/merah muda).
3. Kejernihan/translusen: translusen/semi berawan/berawan.
a. Membran timpani normalnya adalah translusen dan memantulkan cahaya (refleks
cahaya positif). Pada otitis media kejernihan membran timpani berawan dan refleks
cahaya biasanya negatif.
4. Perforasi: Pada otitis media perforasi, membran timpani tidak intak (perforasi) dan sekret
positif.
a. Pada otitis media resolusi, membran timpani tidak intak dan sekret negatif.
b. Perforasi otitis media biasanya terjadi pada kuadran posterior atau inferior membran
timpani.
c. Pada otitis media supuratif kronis benigna perforasi terjadi pada membrane timpani
bagian sentral.
d. Pada otitis media supuratif kronis maligna perforasi terjadi di attic/pars tensa disertai
dengan koleastoma (Baraiban, 1997)
Pemeriksaan otoskop pneumatik juga dapat dilakukan untuk melihat mobilitas membran
timpani dengan hasil normal/meningkat/menurun/tidak mobil. Membran timpani seharusnya
bergerak terhadap aplikasi sedikit tekanan positif atau negative (Baraiban, 1997).

Tabel 2 : Hasil Otoskopi pada OMA

23
8. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Pemeriksaan Fisik Dan
Penunjang Otitis Media
Pemeriksaan fisik pada otitis media akut dapat ditemukan berdasarkan dari fase
atau stadium penyakit ini. Pemeriksaan yang paling sering ditemukan pada penderita
otitis media akut ialah ditemukannya demam dan nyeri telinga. Selain itu, diagnosis
otitis media akut juga bisa dipastikan dengan pemeriksaan fisik berupa:
1. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan pada telinga dengan menggunakan pulpen dengan senter yang
digunakan untuk memeriksa telinga bagian luar dan bagian telinga dalam.
Pemeriksaan otoskopi ini juga dapat mengurangi hingga 30% kesalahan diagnosis
yang biasa terjadi. Dikarenakan pada kebanyakan tenaga klinis memeriksa pasien
dengan otitis media akut hanya pada gejala klinis dan warna dari membran timpani,
sedangkan pada ahli THT lebih memperhatikan gerak dan posisi membrane timpani
(Dhingra, 2018).
Pada pemeriksaan otoskopi pada otitis media akut ditemukan membran
timpani retraksi, hiperemis, pembuluh darah meninjol dan terlihat bulging.
Pemeriksaan otoskopi juga berfungsi untuk melihat adanya perfusi pada membran
timpani untuk menentukan terapi selanjutnya (Dhingra, 2018).
2. Pemeriksaan Garpu Tala
Pada tes garpu tala digunakan untuk memastikan fungsi pendengaran pada
penderita otitis media apakah masih normal atau terjadi penurunan. Terbukti pada
pemeriksaan garpu tala ini ditemukan penurunan fungsi pendengaran pada
penderita otitis media khusunya otitis media akut (Dhingra, 2018).

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis otitis media akut tidak cukup dengan pemeriksaan fisik, akan tetapi juga
ditopang dengan dilakukannya pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan yaitu:
1. Otoskopi pneumatik
Jika pada pemeriksaan otoskopi tadi hanya dapat memberikan teknik
diagnosis dengan benar sebesar 60-70% sedangkan pada otoskopi pneumatik dapat
menaikkan presentase pendiagnosisan otitis media akut dengan benar sebesar 70-

24
90% (Kathryn, 2013). Otoskopi pneumatik ini digunakan untuk mendiganosis dari
otitis media akut dan juga otitis media efusi. Hasil pemeriksaan ini sangat
membantu saat serumen dibersihkan dari saluran auditori eksternal. Pemeriksaan
ini digunakan dengan cara meniupkan udara ke dalam membran timpani dan
menguji pergerakan membran timpani.
2. Pemeriksaan X-rays
Pada rontgen atau X-rays mastoid akan menunjukkan kerutan pada sel udara
karena eksudat yang keluar. Pada hasil ini hanya bisa didapatkan di dalam tubuh
penderita otitis media akut pada stadium supuratif (Dhingra, 2018).
3. Tympanometry
Timpanometri bisa dilakukan untuk tambahan baik bagi pemeriksaan
otoskopi maupun otoskopi pneumatik. Timpanometri memiliki spesifikasi sebesar
70-90% dalam mendeteksi cairan telinga bagian tengah akan tetapi tergantung
dengan kerjasama dengan pasien. Jika pasien adalah anak-anak, apakah pasien bisa
dilakukan timpanometri dengan kooperatif. Jik dikombinasikan dengan
pemeriksaan otoskopi, mungkin hasilnya akan sangat membantu dalam
mendiagnosis otitis media dengan efusi (Otitis media, 2000).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menyisipkan sumbat lunak kecil ke
dalam lubang saluran telinga anak. Sumbat ini berisi speaker, mikrofon, atau
perangkat yang mampu mengubah tekanan udara di saluran telinga. Anak
merasakan tekanan udara berubah di telinga atau mendengar beberapa nada singkat.
Walaupun tes ini memberikan informasi tentang kondisi telinga tengah, tes ini tidak
menentukan nilai fungsi pendengaran. Seorang dokter mungkin menyarankan tes
pendengaran untuk anak yang sering mengalami infeksi telinga untuk menentukan
tingkat gangguan pendengaran(Otitis media, 2000).

25
9. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Kriteria Diagnosis Otitis
Media
Menurut Kerschner 2007,kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal, antara lain :
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah.
Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada
membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani dan terdapat
cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani,
nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

26
10. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Diagnosis Banding Otitis
Media

27
No Pembeda Otitis Media Otitis Ekterna Otitis Media Efusi
1. Suhu Meningkat Meningkat -
2. Otoskopi a. OE akut difus: liang 1. Maleus tampak
telinga luar sempit, kulit pendek,
liang telinga luar hiperemis retraksi dan
dan edema dengan batas berwarna putih
yang tidak jelas, dan dapat kapur.
ditemukan sekret minimal. 2. Kadang-
b. OE akut sirkumskripta: kadang tinggi
furunkel pada liang telinga cairan atau
luar gelembung
otitis media
serosa dapat
tampak lewat
membrane
timpani yang
semitransparan
.
3. Membrane
timpani dapat
berwarna biru
atau keunguan
bila ada
produk-produk
darah dalam
telinga
4. Kadang-
kadang tampak
gelembung
udara (air
bubles) atau
permukaan
cairan dalam
kavum timpani
(air-fluid
level).
5. Reflek cahaya
berubah atau
menghilang
(Megantara, 2008)
3. Tes Penala Dapat ditemukan tuli Tes garputala: Normal atau Tes Garputala :
konduktif, yaitu: tes Rinne tuli konduktif untuk
(-) dan tes Schwabach membuktikan
28
memendek pada telinga adanya tuli
yang sakit, tes Weber konduksi
Tabel 3. Diagnosis banding otitis media, perbedaan otitis media, otitis eksterna, dan otitis
media efusi. (Kapita Selekta, 2014)
Menurut Buku Kapita Selekta (2014) diagnosis banding dari otitis media akut yaitu Otitis
media supuratif kronik, otitis eksterna, tumor ganas faring atau laring, dan juga meningitis.
Tipe OMSK yang berulang juga dapat dijadikan diagnosis banding dari otiits media akut.
Menurut Soepardi (2016), Paratoskisis juga dapat dijadikan diagnosis banding dari otitis
media, hal ini dikarenakan terdapat gangguan dari otot tensor felipalatini yang juga dapat
menyebabkan infeksi pada telinga tengah.

11. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Otitis Media
1. Pada stadium oklusi
Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk
membuka kembali tubaEustachius, sehingga tekanan negatif di
telingatengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin
05 % dalam laruTan fIsiologik (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1%
dalam larutan fisiologis untuk yang berumur diatas 12 tahun dan pada
orang dewasa.Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika
diberikan apabila penyebab penyakitadalah kuman, bukan oleh virus
atau alergi (Djaafar, 2007).
2. Stadium pre-supurasi
Tatalaksana yang diberikan pada stadium pre-supurasi OMA
adalah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Antibiotika yang
dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal
diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang
adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa,
dankekambuhan (Djaafar, 2007).
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila
pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak,
ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4
dosis, atau amoksisilin 40 mg/kg BB/hari dibagi dal Zainul A., Helmi,
Ratna D. Restut, 2007).
Tabel 3. Antibiotik untuk Terapi Otitis Media Akut

29
Sumber: Panduan Praktis Klinis bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer, 2014.

3. Pada stadium supurasi


Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus
disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan
miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari (Djaafar, Zainul A., Helmi, Ratna D. Restut, 2007).
4. Pada stadium perforasi
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan
kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan
yang diberikan adalah obat cuci telinga H 2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari (Djaafar, 2007).
Menurut PPK (2014), pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga:
 H2O2 3%, 3 kali sehari, 4 tetes di telinga yang sakit, didiamkan
selama 2 – 5 menit.
 Asam asetat 2%, 3 kali sehari, 4 tetes di telinga yang sakit.
 Ofloxacin, 2 kali sehari, 5 – 10 tetes di telinga yang sakit, selama
maksimal 2 minggu
5. Stadium resolusi
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur pulih kembali
ke keadaan normal, tidak terdapat sekret dan perforasi membran
timpani menutup. Apabila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak
sekret mengalir di lubang telinga luar melalui perforasi membran
timpani. Keadaan ini dapat disebabkan oleh berlanjutnya edema pada
bagian telinga tengah. Pada kondisi ini pemberian antibiotik dapat
dilanjutkan hingga 3 minggu (Djaafar, 2007).
Apabila setelah 3 minggu pengobatan, sekret masih banyak maka
kemungkinan telah terjadi mastoiditis. Apabila OMA berlanjut dengan
keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan
ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan
sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK) (Djaafar, 2007).
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA
rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan
adenoidektomi.

30
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran
timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat
langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat
dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila
terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007).
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat,
demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis,
labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi
third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali
terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan
miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang
respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line,
untumenidentifikasi mikroorganisme melalui kultur (Djaafar, 2007).
2. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani,
dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan
pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak
memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau
pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa
timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi
telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding
dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang
telah dijalankan (Djaafar, 2007).
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis
media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah
menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil
masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang
tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan
adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan
rinosinusitis rekuren (Djaafar, 2007).
12. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Komplikasi Otitis Media
Komplikasi dari otitits media akut dapat terjadi melalui, (Djaafar, 2007)

31
1. Penyebaran hematogen
2. Melalui jalan yang ussdah ada, seperti ; fenestra rotundum, meatus akustikus internus,
ductus perilimfatik dan ductus endolimfatik
3. Melalui erosi tulang
Komplikasi otitis media akut dapat dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan komplikasi
intracranial. Komplikasi untratemporal terdiri dari: (Leskinen, 2005)
1. Mastoiditis akut, merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada usia kurang
dari tiga tahun, paling sering pada laki-laki.
2. Petrositis
3. Labirintitis serosa dan supuratif
4. Paralisis fasialis, paresis fasialis jarang ditemukan pada anak dengan OMA dengan insiden
0.23/1.00.
5. Perforasi membrane timpani, perforasi membrane timpani ditemukan sekitar 24%-29.5 %
pada anak dengan otitis media akut yang ditandai dengan ottorhea, yang dapat mengiritasi
liang telinga dan dapat menyebabkan infeksi telinga luar.
Komplikasi intrakranial terdiri dari : (Leskinen, 2005)
1. Meningitis
2. Encephalitis
3. Hidrosefalus otikus
4. Abses otak
5. Ekstradural abses
6. Subdural empyema
Thrombosis sinus lateralis
13. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Prognosis Otitis Media
Tingkat keparahan gejala dan usia pasien menentukan kemungkinan keberhasilan
pengobatan antibiotik. Otitis media akut pada anak di bawah usia 2 memiliki prognosis yang
buruk. Hal ini terkait dengan peningkatan jumlah kekambuhan otitis media akut, serta
perkembangan otitis media dengan efusi 6 bulan kemudian pada 35% anak-anak. Otitis media
akut pada kelompok usia yang lebih tua biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan antibiotik.

14. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Pencegahan Otitis Media
Strategi pencegahan khusus yang berlaku untuk semua bayi dan anak-anak seperti
imunisasi terhadap infeksi pernafasan virus atau khusus terhadap bakteri yang menyebabkan
otitis media saat ini tidak tersedia. Meskipun demikian, diketahui bahwa anak-anak yang
dirawat dalam pengaturan kelompok, serta anak-anak yang hidup dengan orang dewasa yang
merokok, memiliki lebih banyak infeksi telinga. Karena itu, seorang anak yang rentan terhadap

32
otitis media harus menghindari kontak dengan teman bermain yang sakit dan asap rokok
lingkungan.
Bayi yang menyusu dari botol sambil berbaring juga tampak terkena otitis media lebih
sering. Anak-anak yang telah disusui sering memiliki lebih sedikit episode otitis media.
Penelitian telah menunjukkan bahwa obat flu dan alergi seperti antihistamin dan dekongestan
tidak membantu dalam mencegah infeksi telinga. Harapan terbaik untuk menghindari infeksi
telinga adalah pengembangan vaksin terhadap bakteri yang paling sering menyebabkan otitis
media. Para ilmuwan saat ini sedang mengembangkan vaksin yang menunjukkan harapan
dalam mencegah otitis media. Penelitian klinis tambahan harus diselesaikan untuk memastikan
efektivitas dan keamanannya (Gates GA, 1996).
Mengingat OM seringkali berulang pada bayi dan anak, sebaiknya tata laksana preventif
dibedakan sesuai kategori pasien :
 Bebas efusi antarepisode MO :
1) terapi antibiotic untuk setiap episode
2) antibiotic profilaksis dengan amoxicillin 20 mg/kg BB per hari
3) miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi
4) vaksin terhadap H.influenzae atau S.pneumoniae
5) adenoidektomi
 Efusi persisten antarepisode OM  pemasangan pipa ventilasi
(Kapita selekta, 2014)

33
BAB VII
PETA KONSEP

34
BAB VIII
SOAP

Subjective
An.Anita, 4 tahun

KU: Nyeri telinga kanan sejak 2 jam yang lalu

RPS:

 Batuk dan pilek sejak 4 hari yang lalu


RPD: -

RPK: -

RSE: -

Riwayat mengorek: -
Objective
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak kesakitan, rewel

Tekanan darah 100/80 mmHg, denyut nadi 125 x/menit, frekuensi napas 28x/menit, suhu 38,8oC

Kepala/Leher:

Telinga kanan :

 Preaurikula : fistel (-)


 Aurikula : normal, liang telinga lapang, membran timpani hiperemis dan menonjol kearah
liang telinga luar
 Retroaurikula : hiperemis (-), edema (-), sikatriks (-)
Jantung: dbn

35
Paru-paru: dbn

Abdomen : dbn

Ekstrimitas: dbn
Assessment 1
WDx: Otitis Media Akut
DDx:  

 Otitis media akut


 Otitis media serosa
 Trauma tuba eustachius
Planning 1
Observasi
Assessment 2
Otitis Media Akut stadium supurasi
Planning 2
Tata Laksana Farmakologis :

 Amoxicillin 40mg/KgBB/hari terbagi 3 dosis


 Ibuprofen 150 mg 4x/hari
KIE :

 Periksa kembali jika tidak membaik dalam 1 hari


 Hindari asap rokok dan faktor pencetus lainnya

36
Daftar Pustaka

Bailey,Byron J., Karen H Calhoun, et al. 2001. Head & Neck Surgery Otolaryngology. 3rd edition.
Philadelphia: JB Lippincot Company. p. 1253-62.
Baraiban R. http://www.clinicalmicrobiologyandinfection.com. [Online].; 1997. Available from:
http://www.clinicalmicrobiologyandinfection.com/article/S1198-743X(14)64947-
8/fulltext#cesec70.
Dhingra PL, Shruti Dhingra. 2018. Disorders of Middle Ear: Diseases of Ear, Nose and Throat &
Head and Neck Surgery Ed 7. 10(7): 67-69
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R. D., 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi, E. A.,
Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R. D., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Gates GA. Cost-effectiveness considerations in otitis media treatment. Otolaryngol Head Neck
Surg. 114 (4). April 1996. 525–530
Ghanie A., 2010. Penatalaksanaan Otitis Media Akut pada Anak. Palembang: Departemen THT-
KL FK Unsri/RSUP M.Hoesin.
Kathryn M. Harmes, Md; R. Alexander Blackwood, Md, Phd; Heather L. Burrows, Md, Phd;
James M. Cooke, Md; R. Van Harrison, Phd; And Peter P. Passamani, Md. 2013. Otitis
Media: Diagnosis and Treatment. Michigan: University of Michigan Medical School.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 18 th
ed. USA: Saunders Elsevier.
Leskinen K. 2005. Complications of Acute Otitis Media in Children. Current Allergy and Asthma
Reports.
Otitis Media. American Academy of Pediatrics. 141 Northwest Point Boulevard Elk Grove Village,
IL 60007–1098. October 2000.

37
Pai S, Sanjay R, Parikh SR. 2012. Otitis media. In: Lawlani AK ed. Current diagnosis and
treatment in otolaryngology head and neck surgery. Third edition. New York: Mc graw
hill
Sirlan F, Suwento R, 1998 Hasil survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran.
Soepardi.E.A, N.Iskandar, J.Bashiruddin, R.D.Restuti. 2016. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Vol VI(6). Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Suprapto, N,. et. al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius.

38

Anda mungkin juga menyukai