Anda di halaman 1dari 41

RHINOSINUSITIS AKUT EC

BAKTERI
Disusun Oleh

Anggit
(1102018186)

Pembimbing
● dr. Arroyan Wardhana, Sp.THT-KL
● dr. Irma Suryati, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG DAN


TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT PUSAT UMUM DAERAH KOJA
STATUS
PASIEN
ANAMNESIS
Ny. P(♀) 72
KU : Keluar ingus berbau busuk pada hidung kiri sejak 5 hari SMRS
KELUHAN TAMBAHAN: Disertai nyeri kepala dan nyeri pada pipi kiri dan hidung kiri terasa
tersumbat

• Pasien datang dengan keluhan keluar ingus dari


hidung kiri berbau busuk dan demam 38,6 C sejak 5 Riwayat penyakit dahulu
hari SMRS. Tidak ada keluhan serupa
• ingus kental warna kuning kehijauan keluhan
dirasakan terus menerus disertai nyeri kepala dan
nyeri pada pipi kiri sejak 5 hari SMRS. pasien juga
mengeluhkan adanya lendir yang mengalir di Riwayat penyakit obat
tenggorokan. Tidak ada
• Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 minggu Riwayat Penyakit keluarga
terakhir disertai pilek dan hidung terasa tersumbat sisi Tidak ada
kiri
• Pasien juga mengaku penciuman berkurang dan 1
minggu terakhir pasien mengeluhkan gigi geraham
kiri atas terasa sakit
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : CM
GCS : 15
Gizi : BB sekarang: 55 Kg, TB : 152 cm
Tanda Vital  
1. TD kanan = kiri : 110/70 mmHg
2. Nadi kanan = kiri : 87 X/Menit
3. Pernapasan : 20 x/menit
4. Suhu : 36,5 oC
KEPALA : Dalam batas normal
LEHER : dalam batas normal
PARU, JANTUNG : Resp spontan, VBS +/+, Wh -/-, Rh -/-, BJ I/II regular, murmur (-)
ABDOMEN : dalam batas normal
EKSTREMITAS : dalam batas normal
Pemeriksaan fisik

• Telinga :
1. Preaurikular : tidak ada fistula, kelainan
kongenital, radang, trauma maupun nyeri
tekan tragus
2. Aurikula: bentuk notmotia, tidak tampak
kelainan
3. Retroaurikula : tidak ada edema, hiperemis
4. Mastoid : tidak ada edema, hiperemis, nyeri
tekan
5. MAE : dalam batas normal
6. Membran timpani: intak, tidak ada retraksi,
bulging, hiperemis maupun edema
Test pendengaran

Pemeriksaan menggunakan Garpu Tala


Auris
No Pemeriksaan
Dextra Sinistra
1 Tes Rinne + +
2 Tes Weber Lateralisasi tidak ada
3 Tes Schwabach Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa

Interpretasi Hasil NORMAL


Pemeriksaan fisik

• Hidung kanan : dalam batas normal


• Hidung kiri : Palpasi nyeri tekan pada pipi kiri. pada pemeriksaan hidung
vestibulum kiri tampak sekret mukopurulen yang mengalir, pada cavum nasi kiri
tampak mukosa hiperemis, pada meatus nasi inferior kiri dan meatus nasi
medius kiri tampak mukosa hiperemis, edema disertai dengan sekret
mukopurulen, konka tampak hipertrofi.
• Pada pemeriksaan mulut gigi geraham atas kiri tampak berlubang disertai
dengan gusi eritem dan edema, faring tampak post nasal drip 
Resume
• Anamnesis
• Pasien datang dengan keluhan keluar ingus dari hidung kiri berbau busuk sejak 5 hari SMRS.
• Ingus kental warna kuning kehijauan keluhan dirasakan terus menerus disertai nyeri kepala dan nyeri pada pipi
kiri sejak 5 hari SMRS. pasien juga mengeluhkan adanya lendir yang mengalir di tenggorokan.
• Nyeri pada pipi kiri dan rasa penuh pada wajah. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 minggu terakhir
disertai pilek dan hidung terasa tersumbat.
• Pasien juga mengaku penciuman berkurang dan 1 minggu terakhir pasien mengeluhkan gigi geraham kiri atas
terasa sakit dan saat ini masih sakit, belum dilakukan pengobatan dan hanya minum anti nyeri.
• Pada pemeriksaan fisik tampak Palpasi nyeri tekan pada pipi kiri. pada pemeriksaan hidung vestibulum kiri
tampak sekret mukopurulen yang mengalir, pada cavum nasi kiri tampak mukosa hiperemis, pada meatus nasi
inferior kiri dan meatus nasi medius kiri tampak mukosa hiperemis, edema disertai dengan sekret
mukopurulen, konka tampak hipertrofi. Pada pemeriksaan mulut gigi geraham atas kiri tampak berlubang
disertai dengan gusi eritem dan edema, faring tampak post nasal drip
Diagnosis banding

• Rhinosinusitis akut ec virus


• Sinusitis Akut
Diagnosis Kerja

• Rhinosinusitis akut ec bakteri


tatalaksana
1. Amoksisilin 3x500 mg peroral (10-14 hari)
2. Asam mefenamat 3x500 mg peroral
3. Fluticason Furoat nasal spray 2x2 puff
4. Cuci hidung dengan Nacl 0,9 % 2x sehari
5. Pseudoefedrine HCL 120 mg + Loratadine 5 mg 1x1 hari
6. Konsul Gigi
edukasi
1. Istirahat yang cukup
2. Perilaku hidup bersih dan sehat seperti mencuci tangan dan etika batuk
yang baik untuk mencegah penularan infeksi virus, bakteri, jamur yang bisa
menjadi faktor risiko terjadinya sinusitis.
3. Minum obat secara teratur
4. Kembali ke fasilitas kesehatan bila gejala tidak membaik
● Quo ad vitam : ad bonam
● Quo ad sanationam : ad
PPROGNOSIS bonam
● Quo ad fungsionam : ad
bonam
TINJAUAN
PUSTAKA
ANATOMI HIDUNG

• Hidung luar berbentuk piramid dengan


bagian-bagiannya dari atas kebawah:
pangkal hidung (bridge), batang hidung
(dorsum), puncak hidung (tip), ala nasi,
kolumela, lubang hidung (nares anterior).
• Hidung luar dibentuk oleh kerangka
tulang dan tulang rawan yang dilapisi
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot
kecil yang berfungsi melebarkan dan
menyempitkan lubang hidung.
ANATOMI SINUS PARANASAL

• Pada bagian depan septum terdapat


anastomosis dari cabang-cabang
arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis
anterior, arteri labialis superior dan
arteri palatina mayor, yang disebut
pleksus Kiesselbach (Little’s area)
yang letaknya superfisial dan mudah
cedera oleh trauma, sehingga sering
menjadi sumber epistaksis.
DRAINASE SINUS
• Sinus maksilaris, sinus frontalis dan
sinus etmoidalis anterior bermuara
ke meatus nasal media
• Sinus sphenoid dan sinusetmoidalis
posterior bermuara ke meatus nasal
superior
ANATOMI HIDUNG

• Pada bagian depan septum terdapat


anastomosis dari cabang-cabang
arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis
anterior, arteri labialis superior dan
arteri palatina mayor, yang disebut
pleksus Kiesselbach (Little’s area)
yang letaknya superfisial dan mudah
cedera oleh trauma, sehingga sering
menjadi sumber epistaksis.
FISIOLOGI HDUNG

● Fungsi penghidu
● Fungsi respirasi
● Fungsi fonetik
● Refleks nasal
Rhinosinusiti
s akut
Definisi

• Rinosinusitis (RS) adalah suatu kondisi


peradangan yang melibatkan hidung dan
sinus paranasal.
• Secara klinik rinosinusitis adalah
keadaan yang terjadi sebagai
manifestasi adanya peradangan yang
mengenai mukosa rongga hidung dan
sinus paranasal
Definisi

• Rhinosinusitis akut pada orang dewasa


didefinisikan sebagai: awitan tiba-tiba dari
dua atau lebih gejala, salah satunya harus
baik hidung tersumbat/obstruksi/kongesti
atau keluarnya cairan dari hidung (drip
hidung anterior/posterior):
• ± nyeri/tekanan wajah,
• ± pengurangan atau hilangnya penciuman
selama <12 minggu; dengan interval bebas
gejala jika masalahnya berulang.
etiologi

• Penyebab utama dan terpenting dari dari


rhinosinusitis adalah obstruksi ostium
sinus.
• Berbagai faktor baik lokal maupun sistemik
dapat menyebabkan inflamasi atau kondisi
yang mengarah pada obstruksi ostium sinus.
Berbagai faktor tersebut meliputi infeksi
saluran nafas atas,alergi, paparan bahan iritan,
kelainan anatomi, defisiensi imun dan lain-
lain.
• Infeksi bakteri atau virus,alergi dan
berbagai bahan iritan dapat menyebabkan
inflamasi mukosa hidung
Epidemiologi

• Rhinosinusitis akut mempengaruhi 3 dari


1000 orang di Inggris. Sinusitis kronis
mempengaruhi 1 dari 1000 orang.
• Sinusitis lebih sering terjadi di musim
dingin daripada di musim panas.
• Wanita memiliki lebih banyak episode
sinusitis infektif daripada pria karena.
Tingkat infeksi pada wanita adalah 20,3%,
dibandingkan dengan 11,5% pada pria
Klasifikasi

1. Rinosinusitis akut (RSA)  Bila gejala RS berlangsung sampai 4 minggu.


2. Rhinosinusitis berulang  Gejala dan tanda sesuai dengan RSA,tetapi memburuk setelah 5 hari
atau menetap selama lebih dari 10 hari.
3. Rinosinusitis sub akut (RSSA)  Rinosinusitis akut dengan gejala yang berlangsung antara 4
sampai 12 minggu. Kondisi ini merupakan kelanjutan perkembangan RSA yang tidak
menyembuh dalam 4 minggu.
4. Rinosinusitis kronis (RSK). Bila gejala RS berlangsung lebih dari 12 minggu.
5. Rinosinusitis kronis dengan eksaserbasi akut  Rinosinusitis kronis pada umumnya
mempunyai gejala yang menetap. Pada suatu saat dapat terjadi gejala yang tiba-tiba memburuk
karena infeksi yang berulang. Gejala akan kembali seperti semula setelah pengobatan dengan
antibiotik akan tetapi tidak menyembuh
patogenesis
Patogenesis
● Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama
berkembangnya sinusitis. Patofisiologi RS digambarkan sebagai lingkaran tertutup, dimulai
dengan inflamasi mukosa hidung khususnya kompleks ostiomeatal (KOM). Secara skematik
patofisiologi RS sebagai berikut: Inflamasi mukosa hidung  pembengkakan (udem) dan
eksudasi  obstruksi (blokade) ostium sinus  gangguan ventilasi dan drainase,resorpsi
oksigen dalam rongga sinus  hipoksia (oksigen menurun,pH menurun,tekanan negatif) 
permeabilitas kapiler meningkat  transudasi,peningkatan eksudasi serous,penurunan
fungsi silia  retensi sekresi di sinus atau pertumbuhan kuman. Sebagaian besar kasus RS
disebabkan karena inflamasi akibat dari infeksi virus dan rinitis alergi. Infeksi virus yang
menyerang hidungdan sinus paranasal menyebabkan udem mukosa dengan tingkat
keparahan yang berbeda. Virus penyebab tersering adalah coronavirus,rhinovirus,virus
influenza A dan respiratory syncytial virus (RSV) 3.
Diagnosis - anamnesis

• Gejala awitan tiba-tiba dari dua atau lebih


gejala, salah satunya harus baik hidung
tersumbat/obstruksi/kongesti atau keluarnya
cairan dari hidung (drip hidung
anterior/posterior): ± nyeri/tekanan wajah, ±
pengurangan atau hilangnya penciuman
selama <12 minggu; dengan interval bebas
gejala jika masalahnya berulang.
• Identiifikasi adakah demam, nyeri local,
ingus berbau?
Pemeriksaan fisik
• Palpasi: Gejala nyeri tekan di daerah sinus
terutama sinus frontal dan maksila kadang
• Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat
dijumpai adanya kelainan-kelainan di rongga
hidung yang berkaitan dengan RS seperti
hiperemi,sekret,udem,krusta,septum
deviasi,polip atau tumor.
• Sedangkan rinoskopi posterior adalah
pemeriksaan untuk melihat rongga hidung bagian
belakang dan nasofaring. Melalui pemeriksaan ini
dapat diketahui kelainan yang terdapat di belakang
rongga hidung dan nasofaring seperti post nasal
drib dan lain-lain3
Transluminasi

• Merupakan pemeriksaan yang sederhana


terutama untuk menilai adanya kelainan pada
sinus maksila. Pemeriksaan ini dapat
memperkuat diagnosis RS apabila terdapat
perbedaan hasil transiluminasi antara sinus
maksila kiri dan kanan
Radiologis

• Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah


foto sinus paranasal (Water’s,Caldwel dan
lateral), CT scan dan MRI. Foto sinus paranasal
cukup informatif pada RSA akan tetapi CT scan
merupakan pemeriksaan radiologis yang
mempunyai nilai objektif yang tinggi.
• Indikasi pemeriksaan CT scan adalah untuk
evaluasi penyakit lebih lanjut apabila
pengobatan medikamentosa tidak memberi
respon seperti yang diharapkan.
Lainnya

• Pemeriksaan CRP: CRP adalah biomarker hematologis (tersedia sebagai uji cepat)
kit pengujian dekat pasien) dan meningkat pada infeksi bakteri. Nya penggunaan
telah dianjurkan dalam infeksi saluran pernapasan sebagai penunjang untuk
menargetkan infeksi bakteri dan dengan demikian membatasi yang tidak perlu
penggunaan antibiotic
• Pemeriksaan LED : Penanda peradangan seperti laju endap darah (LED)
meningkat di rhinosinusitis bacterial akut, mungkin mencerminkan keparahan
penyakit dan dapat menunjukkan kebutuhan akan pengobatan yang lebih agresif
dengan cara yang mirip dengan CRP
• Prokalsitonin
Tatalaksana - medikamentosa

• Dekongestastan : Dekongestan dapat diberikan dalam bentuk topikal maupun


sistemik (oral). Dekongestan topikal dapat diberikan dalam bentuk tetes maupun
semprot hidung. Penggunaan dibatasi tidak lebih dari 5 hari
• Kortikosteroid : Kortikosteroid topikal (semprot hidung) dilaporkan bermanfaat
pada pengobatan RSA maupun RSK baik dengan atau tanpa latar belakang alergi.
Kortikosteroid topikal dapat mengurangi inflamasi dan mengurangi sensitifitas
reseptor kolinergik mukosa rongga hidung sehingga mengurangi sekresi.
• Antihistamin : Untuk menghindari efek kolinergik dapat digunakan antihistamin
generasi II (loratadin,setirizin,terfenadin) atau turunannya seperti
desloratadin,levosetirizin maupun feksofenadin.
• Antibiotik
Antibiotik
Terapi bedah

• Pada umumnya RSA tidak


memerlukan tindakan bedah, kecuali
beberapa kasus yang mengalami
komplikasi atau tidak memberikan
respon dengan terapi medis yang
tepat. Tindakan bedah bisa berupa
irigasi sinus (antral lavage), nasal
antrostomy, operasi Caldwell-Luc
dan Functional Endoscopic Sinus
Surgery (FESS)
Terapi bedah

• Pada umumnya RSA tidak


memerlukan tindakan bedah, kecuali
beberapa kasus yang mengalami
komplikasi atau tidak memberikan
respon dengan terapi medis yang
tepat. Tindakan bedah bisa berupa
irigasi sinus (antral lavage), nasal
antrostomy, operasi Caldwell-Luc
dan Functional Endoscopic Sinus
Surgery (FESS)
Komplikasi

• Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya


adalah Selulitis preseptal, selulitis orbita,
abses subperiosteal, abses orbita, trombosis
sinus kavernosus
• Komplikasi intrakranial juga dapat terjadi. Ini
termasuk terbentuknya hematoma subdural,
hematoma epidural, meningitis, atau empiema
subdural (yang terakhir datang dengan tingkat
kematian yang tinggi).
Prognosis

• Sekitar 40% kasus sinusitis akut


sembuh secara spontan tanpa
antibiotik. Penyembuhan spontan
untuk sinusitis virus adalah 98%.
Pasien dengan sinusitis akut, bila
diobati dengan antibiotik yang
tepat, biasanya menunjukkan
perbaikan yang cepat. Tingkat
kekambuhan setelah pengobatan
yang berhasil kurang dari 5%.
KESIMPULAN

Rinosinusitis akut adalah keadaan yang terjadi sebagai manifestasi adanya


peradangan yang mengenai mukosa rongga hidung dan sinus paranasal dengan
durasi <12 minggu. Penyebab nya dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus.
Gejala klinis pada rhinosinusitis akut dapat berupa hidung tersumbat, terdapat post
nasal drip anterior maupun posterior, penurunan penciuman, demam, nyeri maupun
peningkatan CRP/LED. Tatalaksana yang dapat diberikan berupa dekongestan,
antihistamin, cuci hidung, antibiotik, dan kortikosteroid. Tatalaksana yang tepat
dapat menghasilkan prognosis yang baik
Daftar pustaka

1. Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Basic Anatomy. 1st ed. Singapore : Elsevier Churcill Livingstone; 2012.
p. 2.
2. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
3. Husni T. Diagnosis dan Penanganan Rinosinusitis. J Major [Internet]. 2015;212–29. Available from:
http://conference.unsyiah.ac.id/TIFK/1/paper/viewFile/783/78
4. Fokkens WJ, Lund VJ, Hopkins C, Hellings PW, Kern R, Reitsma S, et al. European Position Paper on
Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2020. 2020;58(February).
5. DeBoer DL, Kwon E. Acute Sinusitis. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547701/
6. Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Keempat, Jakarta
FKUI, 2000; 91, 127-31.
7. Masood A, Moumoulidis I, Panesar J. Acute rhinosinusitis in adults: An update on current management.
Postgrad Med J. 2017;83(980):402–8.
8. Medscape. Acute sinusitis diagnostic and management. 2021. Available from
https://emedicine.medscape.com/article/232670-treatment
9. Radiopedia. Acute rhinosinusitis. 2022. Available from https://radiopaedia.org/articles/acute-sinusitis
THANKS
CREDITS: This presentation template was created
by Slidesgo, including icons by Flaticon,
infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai