Anda di halaman 1dari 51

PRESENTASI KASUS

EPILEPSI
Pembimbing :
dr. Ivan Riyanto Widjaja Sp.A(K)

Disusun oleh:
Anggit Anggarda
Paramitha (1102018186)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD KOJA JAKARTA UTARA
PERIODE 8 Agustus – 15 Oktober 2022
DAFTAR ISI

I III
PENDAHULUAN ANALISA KASUS

II
TINJAUAN PUSTAKA
I. LATAR BELAKANG

- Pada anak, proses pertumbuhan dan perkembangan sangat penting


- Epilepsi  gangguan neurologis paling sering pada anak, insidensi tertinggi
pada tahun pertama kehidupan
- Prevalensi di negara berkembang : 61-124/100.000 anak/tahun
- Diagnosis tidak mudah  misdiagnosis 25%
- Komorbiditas epilepsi  gangguan intelektual, belajar, kurang perhatian,
hiperaktivitas
- OAE  pilihan utama terapi
I. LAPORAN KASUS

Nama An. RA

Jenis Kelamin Laki-laki

Tanggal Lahir 02 Maret 2015 (7 tahun 6 bulan)


IDENTITA
S PASIEN Alamat Jl. Malaka II

Pendidikan Belum sekolah lagi (terakhir TK)

Tanggal Masuk RS 13/08/2022

Ruang Bangsal anak lumba - lumba


I. LAPORAN KASUS
IDENTITAS ORANG TUA

Nama ayah Tn.F Nama ibu Ny.B

Umur 31 th Umur 28 th

Suku bangsa Batak Suku bangsa Jawa

Alamat Jl. Malaka II Alamat Jl. Malaka II

Pendidikan SMK Pendidikan SMP

Pekerjaan Karyawan swasta Pekerjaan Karyawan swasta

Agama Islam Agama Islam


I. LAPORAN KASUS

Anamnesis KU : Kejang sejak 1 hari SMRS


16 Agustus 2022

Riwayat Penyakit Sekarang


- Pasien datang ke IGD RSUD Koja
- Kejang sejak 1 hari SMRS
- Frekuensi kejang 5 kali di rumah, 1 kali di IGD
- Durasi 5-10 detik tiap kejang
- Saat kejang  kaku seluruh tubuh, mata mendelik, tidak sadar
- Setelah kejang  tertidur, 10 menit kemudian bangun dan sadar, lalu kejang
lagi
I. LAPORAN KASUS

Riwayat Penyakit Sekarang


- Setelah kejang ke lima  bibir miring ke kiri, lemas, bengong
- Sebelum kejang tidak ada demam, mual, muntah, sakit kepala, ataupun nyeri
perut
- BAB dan BAK normal
- Kejang pertama kali, diawali jatuh (kepala belakang
Usia 3 tahun
terbentur lantai)
- Tidak disertai demam, mual, muntah, berdarah, ataupun
pingsan.
- Durasi kejang 25 menit
I. LAPORAN KASUS

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Kehamilan


- Riwayat kejang sejak usia 3 tahun - ANC ke bidan tiap bulan
- Riwayat trauma kepala usia 3 tahun - Tidak ada penyakit
- Tidak ada Riwayat penyakit lainnya kehamilan

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Persalinan


- Riwayat kejang 2 kali pada ibu pasien saat - Bersalin di RS
berusia 2 tahun. Kejang tidak disertai - Penolong : dokter obgyn
demam - Spontan cukup bulan (37
minggu)
I. LAPORAN KASUS

Riwayat Persalinan
BBL 3200 gr

PBL 49 cm

LK Tidak ingat

Langsung menangis Ya

Pucat/biru/kuning/kejang Tidak ada

APGAR Langsung menangis, warna kemerahan,


gerak aktif

Kelainan bawaan Tidak ada


I. LAPORAN KASUS

Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama 6 bulan
Psikomotor Tengkurap 3 bulan

Duduk 6 bulan

Berdiri 11 bulan

Berjalan 12 bulan

Bicara 12 bulan

Membaca dan menulis 6 tahun

Gangguan perkembangan Tidak ada


mental/emosi
I. LAPORAN KASUS

Riwayat Imunisasi

Imunisasi dasar
pemerintah
lengkap, tanpa
booster
I. LAPORAN KASUS

Riwayat Personal Sosial


- Tinggal Bersama kedua orang tua
- Rumah berada di lingkungan padat penduduk
- Sumber air bersih: PAM
- Toilet milik pribadi
- Makanan keseharian: nasi dan lauk (ayam/tahu/tempe) dan sayuran
I. LAPORAN KASUS

Pemeriksaan Fisik
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital :
119/80 mmHg Suhu 36,80C
Tekanan darah
92 x/menit, kuat angkat, 98%
Frekuensi nadi teratur, seirama dengan Saturasi
dalam
keempat ekstremitas udara
22 x/menit, irama teratur ruang
Frekuensi napas
I. LAPORAN KASUS

Status Gizi
Antropometri Kurva CDC

Berat badan 20 kg BB/U 20/24 x 100% = 83,3%  Baik


Tinggi badan 117 cm TB/U 117/124 x 100% = 94,3%  Normal
BMI 14,6 kg/m2 BB/TB 20/21 x 100% = 95,2%  Normal
(normoweight)
IMT/U 20/(117^2) = 14,6  Gizi baik
Lingkar kepala 51 cm

Kesan : gizi baik, perawakan normal


BB/U TB/U

83,3% 94,3%
baik normal
BB/TB IMT/U
95,2%
normal 14,6 gizi
baik
Lingkar kepala normocephal
I. LAPORAN KASUS

Status Generalis
Kepala Normocephal, bulat, simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata, ekspresi wajah normal, simetris, tidak ada bagian tertinggal

Mata palpebra tidak edema, tidak ada bekas luka, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor, refleks cahaya (+/+), tidak ada sekret

Telinga Simetris, tidak tuli, lubang lapang, tidak ada sumbatan, tidak ada serumen, tidak
ada perdarahan, tidak ada cairan
I. LAPORAN KASUS

Status Generalis
Hidung Bentuk normal, tidak ada lesi ataupun benjolan, tidak ada secret, tidak ada
perdarahan, tidak ada cairan

Mulut Bibir kering, tonsil T1-T1 (fossa tonsilaris), faring tidak hiperemis, tidak edem,
dan tidak bergranul. Uvula di tengah, tidak hiperemis. Lidah tidak ada bercak putih
atau luka

Leher Tidak ada pembesaran KGB (leher dan ketiak)


I. LAPORAN KASUS

Status Generalis
Paru I : bentuk normal, pernapasan torakoabdominal, gerak dada simetris saat statis dan
dinamis, tidak ada retraksi sela iga, tidak ada massa, lesi, ataupun luka
P : pergerakan dada simetris, tidak ada nyeri tekan atau massa
P : sonor pada kedua lapang paru
A : suara napas vesikuler, tidak terdapat rhonki dan wheezing

Jantung I : iktus kordis tidak terlihat


P : iktus kordis tidak teraba
P : tidak dilakukan
A : bunyi jantung I-II murni regular, tidak terdapat murmur dan gallop
I. LAPORAN KASUS

Status Generalis
Abdomen I : rata, tidak ada benjolan, luka, ataupun bekas operasi
A : bising usus tidak meningkat
P : supel, tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada organomegali
P : timpani di seluruh lapang abdomen

Genitalia Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan rektum Tidak dilakukan pemeriksaan

Anggota gerak Akral hangat, CRT<2 detik, tidak ada deformitas

Kulit Sawo matang, lembab, tidak ada lesi, bekas luka, ataupun ruam
I. LAPORAN KASUS

Status Neurologis
- Saraf kranial : baik, dalam batas normal
- Motorik : 5/5/5/5
- Sensorik : tidak ada kelainan
- Rangsang meningeal: kaku kuduk, Brudzinski I & II, kernig sign, laseq sign
 -/-
- Refleks fisiologis : Biceps, Triceps, Knee-patella, Achilles  +/+
- Refleks patologis : Babinski, chaddok, hofman tromner  -/-
I. LAPORAN KASUS

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah (13/08/2022)
I. LAPORAN KASUS

Resume
An. RA usia 7 tahun 6 bulan datang ke IGD dengan keluhan kejang sejak 1 hari SMRS.
Frekuensi kejang 5 kali di rumah, 1 kali di IGD, durasi 5-10 detik, kaku pada seluruh badan,
mata mendelik, tidak sadar saat kejang. Setelah kejang pasien sadar, bibir miring ke kiri, lemas,
dan bengong. Kejang tidak didahului demam, aura, mual, muntah, sakit kepala, dan nyeri perut.
Pertama kali kejang saat usia 3 tahun setelah jatuh, pola kejang sama dengan durasi 25 menit.
Setelah itu pasien selalu kejang setiap bulan. Biasanya kejang setelah bermain hp terlalu lama,
pasien sering tidur larut malam.
I. LAPORAN KASUS

Resume
Pasien sering terjatuh, tangan tremor, dan sempoyongan. Ibu pasien memiliki riwayat
kejang dua kali saat usia 2 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan
pemeriksaan secara general dalam batas normal, antropometri gizi baik perawakan normal,
dan pemeriksaan neurologis tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
peningkatan eritrosit, leukositosis, dan trombositosis, serta peningkatan RDW. Hitung jenis
eosinofil menurun, neutrofil meningkat, limfosit menurun, dan monosit menurun.
I. LAPORAN KASUS

Diagnosis Kerja Tatalaksana

Epilepsi Non Medikamentosa


1. Berikan edukasi kepada orang tua
mengenai penyakit epilepsy
2. Edukasi ke orang tua hal-hal yang harus
dilakukan bila Kembali kejang
3. Rencana EEG
I. LAPORAN KASUS

Tatalaksana

Medikamentosa
- IVFD Dextrose 5% ¼ NS + KCl 1000 cc/24 jam
- Cefotaxime 3 x 500 mg IV
- Bila kejang  Bolus fenobarbital 200 mg, dilanjutkan 2x35 mg IV
I. LAPORAN KASUS

Prognosis
Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam


Follow up
II. TINJAUAN PUSTAKA

Epilepsi

Epidemiologi
Definisi
Konseptual :kelainan otak yang ditandai Penyakit neurologis
tersering pada anak 61-124/100.000 kasus
dengan kecenderungan terus menerus untuk
(negara berkembang)
menimbulkan bangkitan epileptik
33,3-82/100.000
Operational (ILAE) kasus
● Minimal 2 bangkitan tanpa provokasi/
2 bangkitan refleks dengan selisih 24
jam
(negara barat)
♂>♀
● 1 bangkitan tanpa provokasi/ 1
bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadi dalam 10 tahun
● Sudah ditegakkan dx sindrom epilepsi
II. TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tipe Epilepsi
Klasifikasi
1. Epilepsi Umum:
- Kejang absans, mmioklonik, atonik, tonik, dan kejang
Tipe Kejang
tonik-klonik
- EEG  aktivitas gelombang lonjakan umum
- Fokal
- General
- Tidak diketahui 2. Epilepsi Fokal:
- Termasuk unifocal dan multifocal, mempengaruhi satu
hemisfer
- EEG  pelepasan epileptiform lokal

3. Kombinasi umum dan fokal

4. Tidak diketahui
Klasifikasi
II. TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi

Sindrom Epilepsi
sindrom epilepsi mengacu pada sekelompok tanda yang
menggabungkan dari jenis kejang, EEG, dan tanda pencitraan yang
berhubungan satu sama lain
II. TINJAUAN PUSTAKA

Etiologi Infeksi
Etiologi paling umum. Contoh: neurocysticercosis,
Struktural tuberkulosis, HIV, malaria serebral, subakut, panensefalitis
Terdapat kelainan structural pada sklerosis, toksoplasmosis serebral
neuroimaging
Metabolik Adanya perubahan biokimia di seluruh
tubuh
Genetik
Akibat mutase genetik. Didasarkan Ada bukti peradangan SSP yang
Imun
pada Riwayat keluarga, penelitian, dimediasi autoimun
dan temuan molekuler
Tidak diketahui
Patofisiologi
1. Kejang terjadi bila terdapat depolarisasi berlebihan pada neuron dalam sistem saraf pusat. Depolarisasi terjadi akibat
adanya potensial membran sel neuron yang dipengaruhi oleh keseimbangan antara Exitatory Post Synaptic Potential
(EPSP) dan Inhibitory Post Synaptic Potential (IPSP).
2. Beberapa neurotransmiter berperan dalam proses eksitasi. Eksitator asam amino terutama L-glutamat, mempunyai
peranan utama dalam terjadinya bangkitan.
3. Terdapat peningkatan pelepasan glutamat di otak yang berhubungan dengan aktivitas epileptik. GABA merupakan
neurotransmiter inhibisi yang utama di susunan saraf pusat.
4. Inhibisi GABAergic dapat terjadi di presinaptik (pelepasan GABA dari saraf terminal GABAergic ke dalam presinaptik
saraf terminal menyebabkan penurunan pelepasan neurotransmiter) atau di postsinaptik (disebabkan oleh interaksi
antara GABA dengan reseptor spesifik postsinaptik).
5. GABA berikatan dengan 2 macam reseptor yaitu GABA-A dan GABA-B untuk menghasilkan inhibisi neuron. GABA
dikatabolisme di postsinaptik oleh GABA-transaminase
6. Tidak berfungsinya sistem GABA ini dapat disebabkan oleh adanya defect pada pelepasan GABA di sinaps atau
reseptor GABA postsinaptik.
Lanjutan patofisiologi
7. Pada kondisi normal, EPSP diikuti segera oleh inhibisi GABAergic.
8. Hipersinkronisasi sel-sel neuron terjadi bila mekanisme eksitasi lebih dominan. Jika aktivitas sel-sel neuron yang
hipersinkronisasi ini berjalan terus, akan lebih banyak lagi sel-sel neuron yang teraktivasi dan menyebabkan bangkitan
epilepsy
9. Hipersinkronisasi yang abnormal dapat memberikan karakteristik yang abnormal pada elektroensefalogram
10. Pada beberapa jenis bangkitan, penjalaran sangat cepat sehingga seluruh otak termasuk kedua hemisfer serebri
terlibat secara simultan disertai gerakan tonik klonik yang masif.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi
II. TINJAUAN PUSTAKA
Diagnosis KLINIS
Pemeriksaan Fisik
- Umumnya normal
Anamnesis - Bergantung pada etiologi
- Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pasca kejang
- Terapi epilepsi sebelumnya, respon terhadap OAE
- Penyakit lain yang diderita
Pemeriksaan Penunjang
- Riwayat epilepsi atau penyakit lain di keluarga - Elektroensefalografi (EEG)
- Riwayat di kandungan, kelahiran, tumbuh kembang - Pencitraan (MRI) 
- Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam
deteksi lesi otak
- Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
Diagnosis banding
KEJANG DEMAM MENINGITIS
- Kejang demam adalah -Peradangan pada selaput otak yang
bangkitan kejang yang disebabkan oleh bakteri
terjadi pada suhu rektal -Umumnya didahului oleh
diatas 38 C yang ISPA/saluran cerna
disebabkan oleh proses -Gejala demam, >TIK (nyeri kepala,
ekstrakrania tanpa adanya mual-muntah), penurunan
gangguan elektrolit atau kesadaran, letargis, lesu dan kejang.
tanpa demam -PF: penurunan kesadaran, rangsang
, umumnya terjadi pada meningeal (+), UUB menonjol,
usia 6 bulan sampai 60 defisit neurologis fokal.
bulan
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tata laksana

1. Tata laksana Umum


- Informasi bagi anak, orang tua, dan keluarga
- Informasi untuk sekolah
- Manajemen risiko  keamanan, Sudden Unexpeccted Death in Epilepsy (SUDEP)
- Pencetus kejang  deprivasi tidur, demam, alcohol, video game, pencetus spesifik
II. TINJAUAN PUSTAKA
OAE LINI PERTAMA

Tata laksana

2. Tata laksana medikamentosa


- Pastikan diagnosis epilepsy atau sindrom
epilepsy
- Respons individu bergantung tipe kejang dan
klasifikasi
- Evaluasi tiap kunjungan
- 70% berespon baik terhadap OAE lini
pertama atau kedua  OAE kombinasi (bila
gagal)
OAE LINI KEDUA
TATALAKSANA
TATALAKSANA
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tata laksana

2. Tata laksana medikamentosa


● Efek samping 
❖Peningkatan berat badan
❖Valproat berkaitan dengan penambahan berat badan
❖Gangguan kognitif
❖Fenobarbital dapat menyebabkan gangguan kognitif
❖Gangguan fungsi hati
❖ Asam valproat berhubungan dengan peningkatan enzim
● transaminase. Peningkatan dibawah 3x nilai normal dan asimtomatik tidak memerlukan
penghentian OAE
- Penghentian OAE  bebas kejang selama 2 tahun atau lebih
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tata laksana

3. Tata laksana non medikamentosa

Diet Ketogenik  kandungan lemak tinggi, rendah karbohidrat, cukup protein 


menurunkan frekuensi kejang

Tindakan bedah  pertimbangkan pada kasus tetap kejang meski dengan OAE
kombinasi, terdakat kombinasi, atau gagal dengan diet ketogenic

Stimulasi nervus vagus  efektif dalam mengurangi frekuensi kejang


II. TINJAUAN PUSTAKA
Prognosis

- Anak yang memiliki gangguan neurologis lebih berisiko mengalami


kejang kedua dengan jarak yang dekat
- Secara keseluruhan, prognosis epilebih anak lebih baik daripada dewasa
- Status epilleptikus dan gambaran EEG abnormal  prognosis buruk
Tatalaksana
III. ANALISA KASUS Non Medikamentosa
- Edukasi orang tua mengenai penyakit
- Edukasi hal yang harus dilakukan saat kejang
Riwayat ibu - Rencana EEG
kejang Medikamentosa
- IVFD Dextrose 5% ¼ NS + KCl 1000 cc/24 jam
- Cefotaxime 3 x 500 mg IV
Genetik? - Bila kejang  Bolus fenobarbital 200 mg, dilanjutkan
2x35 mg IV

Faktor
pencetus Epilepsi
Sering main game hp Anamnesis:
Kejang yang tidak terprovokasi sebanyak 5 Trauma
dengan layer kedap-kedip
kali dalam 24 jam. Kejang tidak sadar, (kelainan structural?)
seluruh badan kaku, mata mendelik

Riwayat jatuh dan kepala


Sering tidur malam
terbentur
Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Epilepsi pada Anak. Kementeri Kesehat Republik Indones [Internet]. 2017;1–79.
Available from: https://www.idai.or.id/professional-resources/pedoman-konsensus/pedoman-
nasional-pelayanan-kedokteran-tata-laksana-epilepsi-pada-anak
2. Fine A, Wirrell EC. Seizures in children. Pediatr Rev [Internet]. 2020;1–3. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32611798/
3. Minardi C, Minacapelli R, Valastro P, Vasile F, Pitino S, Pavone P, et al. Epilepsy in children:
From diagnosis to treatment with focus on emergency. Journal of Clinical Medicine. 2019.
4. Scheffer IE, Berkovic S, Capovilla G, Connolly MB, French J, Guilhoto L, et al. ILAE
classification of the epilepsies: Position paper of the ILAE Commission for Classification and
Terminology. Epilepsia. 2017;
5. Vera R, Dewi M, Nursiah N. Sindrom Epilepsi Pada Anak. Maj Kedokt Sriwij. 2014;46(1):72–
6.
6. Pasumarthi K, Li C. Epilepsy Pathogenesis [Internet]. 2022 [cited 2022 Sep 10]. Available from:
https://calgaryguide.ucalgary.ca/Epilepsy-Pathogenesis/
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai