EPILEPSI
Pembimbing :
dr. Ivan Riyanto Widjaja Sp.A(K)
Disusun oleh:
Anggit Anggarda
Paramitha (1102018186)
I III
PENDAHULUAN ANALISA KASUS
II
TINJAUAN PUSTAKA
I. LATAR BELAKANG
Nama An. RA
Umur 31 th Umur 28 th
Riwayat Persalinan
BBL 3200 gr
PBL 49 cm
LK Tidak ingat
Langsung menangis Ya
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama 6 bulan
Psikomotor Tengkurap 3 bulan
Duduk 6 bulan
Berdiri 11 bulan
Berjalan 12 bulan
Bicara 12 bulan
Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar
pemerintah
lengkap, tanpa
booster
I. LAPORAN KASUS
Pemeriksaan Fisik
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital :
119/80 mmHg Suhu 36,80C
Tekanan darah
92 x/menit, kuat angkat, 98%
Frekuensi nadi teratur, seirama dengan Saturasi
dalam
keempat ekstremitas udara
22 x/menit, irama teratur ruang
Frekuensi napas
I. LAPORAN KASUS
Status Gizi
Antropometri Kurva CDC
83,3% 94,3%
baik normal
BB/TB IMT/U
95,2%
normal 14,6 gizi
baik
Lingkar kepala normocephal
I. LAPORAN KASUS
Status Generalis
Kepala Normocephal, bulat, simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata, ekspresi wajah normal, simetris, tidak ada bagian tertinggal
Mata palpebra tidak edema, tidak ada bekas luka, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor, refleks cahaya (+/+), tidak ada sekret
Telinga Simetris, tidak tuli, lubang lapang, tidak ada sumbatan, tidak ada serumen, tidak
ada perdarahan, tidak ada cairan
I. LAPORAN KASUS
Status Generalis
Hidung Bentuk normal, tidak ada lesi ataupun benjolan, tidak ada secret, tidak ada
perdarahan, tidak ada cairan
Mulut Bibir kering, tonsil T1-T1 (fossa tonsilaris), faring tidak hiperemis, tidak edem,
dan tidak bergranul. Uvula di tengah, tidak hiperemis. Lidah tidak ada bercak putih
atau luka
Status Generalis
Paru I : bentuk normal, pernapasan torakoabdominal, gerak dada simetris saat statis dan
dinamis, tidak ada retraksi sela iga, tidak ada massa, lesi, ataupun luka
P : pergerakan dada simetris, tidak ada nyeri tekan atau massa
P : sonor pada kedua lapang paru
A : suara napas vesikuler, tidak terdapat rhonki dan wheezing
Status Generalis
Abdomen I : rata, tidak ada benjolan, luka, ataupun bekas operasi
A : bising usus tidak meningkat
P : supel, tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada organomegali
P : timpani di seluruh lapang abdomen
Kulit Sawo matang, lembab, tidak ada lesi, bekas luka, ataupun ruam
I. LAPORAN KASUS
Status Neurologis
- Saraf kranial : baik, dalam batas normal
- Motorik : 5/5/5/5
- Sensorik : tidak ada kelainan
- Rangsang meningeal: kaku kuduk, Brudzinski I & II, kernig sign, laseq sign
-/-
- Refleks fisiologis : Biceps, Triceps, Knee-patella, Achilles +/+
- Refleks patologis : Babinski, chaddok, hofman tromner -/-
I. LAPORAN KASUS
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah (13/08/2022)
I. LAPORAN KASUS
Resume
An. RA usia 7 tahun 6 bulan datang ke IGD dengan keluhan kejang sejak 1 hari SMRS.
Frekuensi kejang 5 kali di rumah, 1 kali di IGD, durasi 5-10 detik, kaku pada seluruh badan,
mata mendelik, tidak sadar saat kejang. Setelah kejang pasien sadar, bibir miring ke kiri, lemas,
dan bengong. Kejang tidak didahului demam, aura, mual, muntah, sakit kepala, dan nyeri perut.
Pertama kali kejang saat usia 3 tahun setelah jatuh, pola kejang sama dengan durasi 25 menit.
Setelah itu pasien selalu kejang setiap bulan. Biasanya kejang setelah bermain hp terlalu lama,
pasien sering tidur larut malam.
I. LAPORAN KASUS
Resume
Pasien sering terjatuh, tangan tremor, dan sempoyongan. Ibu pasien memiliki riwayat
kejang dua kali saat usia 2 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan
pemeriksaan secara general dalam batas normal, antropometri gizi baik perawakan normal,
dan pemeriksaan neurologis tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
peningkatan eritrosit, leukositosis, dan trombositosis, serta peningkatan RDW. Hitung jenis
eosinofil menurun, neutrofil meningkat, limfosit menurun, dan monosit menurun.
I. LAPORAN KASUS
Tatalaksana
Medikamentosa
- IVFD Dextrose 5% ¼ NS + KCl 1000 cc/24 jam
- Cefotaxime 3 x 500 mg IV
- Bila kejang Bolus fenobarbital 200 mg, dilanjutkan 2x35 mg IV
I. LAPORAN KASUS
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Epilepsi
Epidemiologi
Definisi
Konseptual :kelainan otak yang ditandai Penyakit neurologis
tersering pada anak 61-124/100.000 kasus
dengan kecenderungan terus menerus untuk
(negara berkembang)
menimbulkan bangkitan epileptik
33,3-82/100.000
Operational (ILAE) kasus
● Minimal 2 bangkitan tanpa provokasi/
2 bangkitan refleks dengan selisih 24
jam
(negara barat)
♂>♀
● 1 bangkitan tanpa provokasi/ 1
bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadi dalam 10 tahun
● Sudah ditegakkan dx sindrom epilepsi
II. TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tipe Epilepsi
Klasifikasi
1. Epilepsi Umum:
- Kejang absans, mmioklonik, atonik, tonik, dan kejang
Tipe Kejang
tonik-klonik
- EEG aktivitas gelombang lonjakan umum
- Fokal
- General
- Tidak diketahui 2. Epilepsi Fokal:
- Termasuk unifocal dan multifocal, mempengaruhi satu
hemisfer
- EEG pelepasan epileptiform lokal
4. Tidak diketahui
Klasifikasi
II. TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi
Sindrom Epilepsi
sindrom epilepsi mengacu pada sekelompok tanda yang
menggabungkan dari jenis kejang, EEG, dan tanda pencitraan yang
berhubungan satu sama lain
II. TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi Infeksi
Etiologi paling umum. Contoh: neurocysticercosis,
Struktural tuberkulosis, HIV, malaria serebral, subakut, panensefalitis
Terdapat kelainan structural pada sklerosis, toksoplasmosis serebral
neuroimaging
Metabolik Adanya perubahan biokimia di seluruh
tubuh
Genetik
Akibat mutase genetik. Didasarkan Ada bukti peradangan SSP yang
Imun
pada Riwayat keluarga, penelitian, dimediasi autoimun
dan temuan molekuler
Tidak diketahui
Patofisiologi
1. Kejang terjadi bila terdapat depolarisasi berlebihan pada neuron dalam sistem saraf pusat. Depolarisasi terjadi akibat
adanya potensial membran sel neuron yang dipengaruhi oleh keseimbangan antara Exitatory Post Synaptic Potential
(EPSP) dan Inhibitory Post Synaptic Potential (IPSP).
2. Beberapa neurotransmiter berperan dalam proses eksitasi. Eksitator asam amino terutama L-glutamat, mempunyai
peranan utama dalam terjadinya bangkitan.
3. Terdapat peningkatan pelepasan glutamat di otak yang berhubungan dengan aktivitas epileptik. GABA merupakan
neurotransmiter inhibisi yang utama di susunan saraf pusat.
4. Inhibisi GABAergic dapat terjadi di presinaptik (pelepasan GABA dari saraf terminal GABAergic ke dalam presinaptik
saraf terminal menyebabkan penurunan pelepasan neurotransmiter) atau di postsinaptik (disebabkan oleh interaksi
antara GABA dengan reseptor spesifik postsinaptik).
5. GABA berikatan dengan 2 macam reseptor yaitu GABA-A dan GABA-B untuk menghasilkan inhibisi neuron. GABA
dikatabolisme di postsinaptik oleh GABA-transaminase
6. Tidak berfungsinya sistem GABA ini dapat disebabkan oleh adanya defect pada pelepasan GABA di sinaps atau
reseptor GABA postsinaptik.
Lanjutan patofisiologi
7. Pada kondisi normal, EPSP diikuti segera oleh inhibisi GABAergic.
8. Hipersinkronisasi sel-sel neuron terjadi bila mekanisme eksitasi lebih dominan. Jika aktivitas sel-sel neuron yang
hipersinkronisasi ini berjalan terus, akan lebih banyak lagi sel-sel neuron yang teraktivasi dan menyebabkan bangkitan
epilepsy
9. Hipersinkronisasi yang abnormal dapat memberikan karakteristik yang abnormal pada elektroensefalogram
10. Pada beberapa jenis bangkitan, penjalaran sangat cepat sehingga seluruh otak termasuk kedua hemisfer serebri
terlibat secara simultan disertai gerakan tonik klonik yang masif.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi
II. TINJAUAN PUSTAKA
Diagnosis KLINIS
Pemeriksaan Fisik
- Umumnya normal
Anamnesis - Bergantung pada etiologi
- Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pasca kejang
- Terapi epilepsi sebelumnya, respon terhadap OAE
- Penyakit lain yang diderita
Pemeriksaan Penunjang
- Riwayat epilepsi atau penyakit lain di keluarga - Elektroensefalografi (EEG)
- Riwayat di kandungan, kelahiran, tumbuh kembang - Pencitraan (MRI)
- Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam
deteksi lesi otak
- Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
Diagnosis banding
KEJANG DEMAM MENINGITIS
- Kejang demam adalah -Peradangan pada selaput otak yang
bangkitan kejang yang disebabkan oleh bakteri
terjadi pada suhu rektal -Umumnya didahului oleh
diatas 38 C yang ISPA/saluran cerna
disebabkan oleh proses -Gejala demam, >TIK (nyeri kepala,
ekstrakrania tanpa adanya mual-muntah), penurunan
gangguan elektrolit atau kesadaran, letargis, lesu dan kejang.
tanpa demam -PF: penurunan kesadaran, rangsang
, umumnya terjadi pada meningeal (+), UUB menonjol,
usia 6 bulan sampai 60 defisit neurologis fokal.
bulan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tata laksana
Tata laksana
Tata laksana
Tata laksana
Tindakan bedah pertimbangkan pada kasus tetap kejang meski dengan OAE
kombinasi, terdakat kombinasi, atau gagal dengan diet ketogenic
Faktor
pencetus Epilepsi
Sering main game hp Anamnesis:
Kejang yang tidak terprovokasi sebanyak 5 Trauma
dengan layer kedap-kedip
kali dalam 24 jam. Kejang tidak sadar, (kelainan structural?)
seluruh badan kaku, mata mendelik