Anda di halaman 1dari 14

No.

Tugas :26
Nama :Khaira Ummah
NIM :I1031181047
Tema :Konsep Keluarga dan Kesehatan Reproduksi dalam
Keluarga

Daftar Isi
A. Pendahuluan.............................................................................................................................2

B. Tinjauan Pustaka.....................................................................................................................6

B.1.Pengertian Keluarga........................................................................................................6

B.2.Kedudukan Keluarga......................................................................................................6

B.3.Kesehatan Reproduksi dalam Keluarga........................................................................7

B.4Peran Keluarga dalam Kesehatan Reproduksi.............................................................8

B.5 Keluarga dan Kesehatan Reproduksi dalam Keluarga...............................................9

C. Rangkuman............................................................................................................................10

D. Soal..........................................................................................................................................10

E. Daftar pustaka.......................................................................................................................10

1
A. Pendahuluan

Frame
Masalah Kesehatan Reproduksi Keluarga menjadi hal yang sangat penting
untuk dibahas dikarenakan peran keluarga saat ini kurang mendominasi dalam
menyampaikan sumber informasi terkait kesehatan reproduksi khususnya bagi
remaja. Mengenai hal itu maka perlu peran dan dukungan lebih efektif dalam
menyampaikan informasi terkait KRR. Hal ini dikarenakan peran anggota keluarga
yang menjadi sumber informasi dan pendidik utama tentang kesehatan reproduksi
remaja, juga tentang perencanaan kehidupan remaja di masa yang akan datang.
Peningkatan kesehatan reproduksi bagi remaja dan generasi muda merupakan
salah satu upaya peningkatan kualitas hidup manusia yang akan meningkatkan indeks
sumber daya manusia di masa yang akan datang. Hal tersebut disebabkan karena
jumlah remaja cukup besar yaitu 26,67% dari total penduduk Indonesia, dimana usia
15-24 tahun tidak kurang dari 40,75 juta jiwa dan usia 10- 14 tahun sebanyak 22,7
juta jiwa (Kusyogo dkk, 2008).
Pengaruh-pengaruh negatif yang rawan di masa remaja seperti narkoba,
kriminal, dan kejahatan seks. Ketidaksiapan remaja dalam menghadapi perubahan-
perubahan yang terjadi pada diri dan lingkungan sekitarnya dapat menimbulkan
berbagai perilaku menyimpang ( Ramdhiani, 2011). Kenyataan yang ada di Indonesia
saat ini, masalah yang paling banyak terjadi pada remaja yaitu kehamilan dan infeksi
menular seksual (IMS), HIV/AIDS, penyalahgunaan obat dan narkotika, merokok,
dan perilaku kekerasan seperti perkosaan.

Masalah
Masalah remaja dengan alat reproduksinya kurang mendapat perhatian karena
umur relatif muda, masih dalam status pendidikan dan seolah-olah remaja bebas dari
kemungkinan menghadapi masalah penyulit dan penyakit yang berkaitan dengan alat
reproduksinya. Tindakan menyimpang yang mengkhawatirkan adalah masalah yang
berkaitan dengan seks bebas, penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah,
atau kehamilan yang tidak dikehendaki. Remaja yang mencari identitas diri akan
sangat mudah menerima informasi berkaitan dengan masalah fungsi alat
reproduksinya yang cenderung menjurus kearah pelaksanaan hubungan seks. Hal ini
dikarenakan kurangnya peran serta orangtua, karena kesibukan mencari nafkah
sehingga kurang memperhatikan anaknya, serta kurangnya pengetahuan orangtua
yang berhubungan dengan pendidikan mereka).
Dalam hal kesehatan, permasalahan juga banyak ditemukan seperti seks
bebas, penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah dan kehamilan yang
tidak dikehendaki. Menurut Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia tahun
2007, sebesar 1,3% perempuan mengaku pernah melakukan hubungan seks sebelum
menikah dan 6,4 % remaja laki-laki pernah melakukan hubungan seks sebelum
menikah. Menurut Dien (2007), berbagai faktor seperti jenis kelamin, usia pubertas,
pengetahuan, pola asuh orang tua, jumlah pacar, lama pertemuan dengan pacar dan
paparan media elektronik dan cetak berhubungan dengan perilaku seksual remaja.
Penelitian lain menunjukan bahwa pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin,

2
pendidikan, status ekonomi rumah tangga, akses terhadap informasi, komunikasi
dengan orang tua, dan keberadaan teman memiliki hubungan yang signifikan dengan
perilaku berisiko seperti merokok, minum alkohol, melakukan hubungan seksual pra
nikah dan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Indonesia ( Lestary dkk, 2011).

Data Sekunder (GNPK atau data kualitatif)


Problem pemahaman mengenai kesehatan reproduksi juga dialami para
remaja. Berdasarkan survey kependudukan tahun 2007, Indonesia masih memiliki
angka pernikahan dini yang sangat tinggi dengan rata-rata 19 tahun usia pernikahan.
Ini dikarenakan 20,9% remaja perempuan telah hamil diluar nikah, 38,75 melakukan
seks bebas. Survey kesehatan reproduksi remaja putri di beberapa kota besar
menunjukkan selama tahun 2011 terdapat 41% telah melakukan hubungan seksual
sebelum nikah.
Terdapat kenaikan yang cukup signifikan pada kasus aborsi yang dilakukan
remaja perempuan. Kuntari menyebutkan bahwa di Indonesia angka abortus remaja
perempuan mencapai 2-2,6 juta kasus pertahunnya atau sekitar 43 kasus aborsi setiap
100 kehamilan usia muda antara 15-24 tahun. Kasus lain berkaitan dengan problem
penyakit menular seksual lainnya adalah meningkatnya jumlah angka penderita
dengan HIV/AIDS. Tahun 2012 sebanyak 26.483 kasus HIV/AIDS terjadi pada
kelompok usia muda antar 20-29 tahun. Tahun 2013 terdapat 29.031 kasus
HIV/AIDS terjadi pada keompok usia muda. Hasil survei Komisi Nasional
Perlindungan Anak di 33 provinsi tahun 2008 di Indonesia didapatkan bahwa 97%
remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, 93,7% remaja pernah ciuman,
stimulasi genital dan seks oral, 62,7% sudah tidak perawan lagi, dan 21,2% remaja
mengaku pernah aborsi (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan
Keluarga Berencana [BPMPKB], 2010).
Data tingginya angka pernikahan dini, kasus hamil di luar nikah, tingkat
aborsi, dan orang terinfeksi HIV/AIDS menunjukkan fakta yang memprihatinkan,
terlebih realitas ini dialami kaum muda sebagai generasi bangsa. Remaja adalah masa
penting dalam perjalanan kehidupan. Masa ini membutuhkan tanggung jawab secara
sosial lebih tinggi untuk menuju pada masa dewasa dan kematangan. Idealnya remaja
menjadi generasi yang membanggakan, benar-benar menikmati seluruh perjalanan
masa remajanya dengan menyenangkan. Remaja yang di didik mulai dari lingkungan
keluarga yang sehat akan lebih mudah untuk belajar dengan segala hal secara
sungguh-sungguh untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki. (Hasanah,
2016)

Sampaikan dampak
Masalah reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat
berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan
kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak
hanya berpengaruh terhadap remaja itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga,
masyarakat dan bangsa pada akhirnya. Permasalahan kesehatan reproduksi pada
remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut: (1) perilaku berisiko, (2) kurangnya
akses pelayanan kesehatan, (3) kurangnya informasi yang benar dan dapat

3
dipertanggungjawabkan, (4) banyaknya akses pada informasi yang salah tanpa
tapisan, (5) masalah PMS termasuk infeksi HIV/AIDS, (6) tindak kekerasan seksual,
seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial, (6) kehamilan
dan persalinan usia muda yang berisiko kematian ibu dan bayi. Dan (7) kehamilan
yang tak dikehendaki, yang sering kali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan
komplikasinya ( Hasanah, 2016).

Area specifik
Akibat berubahnya nilai-nilai kehidupan keluarga dan masyarakat menjadikan
masa remaja menjadi masa yang tidak begitu menguntungkan. Remaja dinilai
memiliki pengetahuan yang rendah terkait dengan fungsi dan anatomi alat reproduksi.
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya informasi yang tidak valid mengenai
kesehatan reproduksi sehingga berdampak pada ketidakmampuan remaja dalam
merawat alat reproduksinya. Hal ini bisa saja menyebabkan terjadinya kehamilan
yang tidak diinginkan, praktik aborsi yang dapat membawa resiko kematian pada
remaja. Rendahnya pemenuhan hak-hak reproduksi dapat diketahui dengan masih
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka
Kematian Bawah Lima Tahun (AK BALITA) yang terjadi saat ini, sehingga
mengharuskan adanya peran orang terdekat seperti keluarga untuk bisa mengatasinya
(Anas, Hikmah, 2010)

Elaborasi
Berdasarkan hasil penelitian Gustiani tahun 2016 dia menyatakan bahwa
remaja adalah populasi yang rentan mengalami masalah seksual dan perlu mendapat
perhatian khusus. Penelitiannya menunjukkan tujuan dan memberikan gambaran
fungsi afektif keluarga dan perilaku seksual remaja di salah satu Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Negeri di Kota Depok.
Hasil penelitiannya menunjukkan remaja yang mendapatkan pengetahuan dan
pola asuh secara afektif dari keluarga yang baik memiliki resiko masalah kesehatan
reproduksi yang rendah. Sehingga menunjukkan pentingnya fungsi afektif keluarga.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Utami (2012) mengenai hubungan
peer group dengan perilaku seksual remaja yang menunjukkan bahwa sebagian besar
remaja memiliki perilaku seksual yang aman.
Namun hal ini berbeda dengan hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia (SKRRI) tahun 2002-2003 yang menemukan remaja yang pernah
berhubungan seksual pada usia 14-19 tahun untuk perempuan sebanyak 34,7% dan
laki-laki sebanyak 30,9%. Hasil survey Komnas Perlindungan Anak di 33 provinsi
tahun 2008 di Indonesia didapatkan bahwa 97% remaja SMP dan SMA pernah
menonton film porno, 93,7% remaja pernah ciuman, stimulasi genital dan seks oral,
62,7% sudah tidak perawan lagi, dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi (Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana, 2010)

Kesenjangan
Berdasarkan hasil oleh Schoeny (2010) mengenai asosiasi longitudinal dengan
perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa orang tua memainkan peran penting

4
untuk intervensi keluarga dalam pencegahan risiko seksual. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa angka kejadian perilaku seksual remaja minoritas, tetapi tidak
dipungkiri bahwa perilaku seksual berisiko rendah dapat berkembang menjadi
perilaku seksual berisiko tinggi jika tidak ada pengawasan dari guru atau orang tua
remaja tersebut. Namun tidak hanya peran keluarga yang berkembang setelah
diakukannya dukungan afektif ternyata pengaruh dari luar seperti teman sebaya juga
dapat menyebabkan masalah dalam kesenjangan perilaku seksual pada remaja seperti
tentang pemahaman tata nilai dan agama yang baik serta memberikan informasi yang
baik dan bertanggung jawabagar remaja tidak salah dalam mendapatkan informasi
dan memilih teman sebaya (Qoriaty, Azizah, 2017).

Studi Pendahuluan
Permasalahan-permasalahan yang terjadi diseputar kesehatan reproduksi
remaja seperti berpacaran, hingga kepersoaalan seks pranikah tidak lain berakar dari
kedekatan yang tidak terjalin antara orangtua dan anak. Kegagalan dalam
pembentukan sejak usia dini dapat menyebabkan anak tidak memiliki self respect dan
self esteem, anak tidak bisa melindungi diri dari pengaruh orang di luar rumah,
terlebih saat seorang anak memasuki usia remaja. Dimana masa remaja dianggap
masa topan badai dan stress, mereka sudah mulai memiliki keinginan sendiri dan
mulai dekat dengan teman-teman sebayanya. Kegagalan dalam masa pembentukan
dapat menyebabkan remaja tidak lihai menolak dan mengatakan tidak, mereka tidak
terlatih mengendalikan emosi termasuk mengalihkan keinginan terhadap dorongan
seksual ke kegiatan yang lebih positif, seperti berolahraga dan berkegiatan di
sekolah/kampus. Hasil analisis hubungan antara sikap keluarga dan perilaku keluarga
didapat nilai p. value 0,833, yang dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara
sikap keluarga dengan perilaku keluarga terhadap kesehatan reproduksi remaja di
Kabupaten Balangan 2015. Ini mengartikan ada factor lain yang menentukan
pembinaan keluarga tentang kesehatan reproduksi remaja selain sikap keluarga itu
sendiri (Qoriaty, Azizah, 2017)

Apa Fokus Masalah yang anda akan tulis


Fokus masalah yang terjadi saat ini khususnya di Indonesia yaitu masih
tertinggal jauh dalam aspek kesehatan reproduksi termasuk kesehatan reproduksi
remaja (BKKBN, 2012). Permasalahan utama yang dialami oleh remaja Indonesia
yaitu ketidaktahuan terhadap tindakan yang harus dilakukan sehubungan dengan
perkembangan yang sedang dialami, khususnya masalah kesehatan reproduksi
remaja. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih rendahnya pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi remaja. Remaja perempuan yang mengetahui tentang
masa subur sebanyak 29% dan remaja laki-laki sebanyak 32,2%. Remaja perempuan
dan remaja laki-laki yang mengetahui resiko kehamilan jika melakukan hubungan
seksual untuk pertama kali masing-masing baru mencapai 49,5% dan 45,5 %.
Perubahan emosional selama masa remaja dan pubertas sama dramatisnya dengan
perubahan fisik. Remaja banyak menghadapi proses pengambilan keputusan oleh
karena itu mereka memerlukan informasi yang akurat tentang system reproduksi
remaja yang dapat di dukung melalui peranan keluarga (Lukmana, Yuniarti, 2017)

5
Tujuan dan manfaat anda menulis tema tersebut
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui “Konsep Keluarga dan
Pentingnya Kesehatan Reproduksi dalam Keluarga”. Sedangkan manfaat dari
penulisan ini setidaknya dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang Konsep Keluarga secara utuh, khususnya bagi
mahasiswa Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Kedokteran, Universitas
Tanjungpura Pontianak.

B. Tinjauan Pustaka

B.1. Pengertian Keluarga


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016) mendefinisikan keluarga
sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa
orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan. Keluarga dipahami sebagai kelompok primer yang terdiri dari
dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan
darah, hubungan perkawinan, dan adopsi. Definisi tersebut menunjukkan bahwa
keluarga mensyaratkan adanya hubungan perkawinan, hubungan darah, maupun
adopsi sebagai pengikat. Seluruh anggota keluarga juga harus tinggal bersama-sama
di bawah satu atap (Wiratri, 2018)
Selain itu, kepala keluarga dalam definisi ini selalu mengacu kepada suami atau
ayah, seperti yang dapat dirujuk pada Undang Undang (UU) No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Selanjutnya, keluarga juga dipahami sebagai kesatuan interaksi
dan komunikasi yang terlihat dari keterlibatan semua orang dalam memainkan peran,
baik itu sebagai suami dan istri, orang tua dan anak, maupun anak dan saudara. Dari
proses interaksi dan komunikasi tersebut, keluarga diharapkan dapat berperan penting
dalam mempertahankan suatu kebudayaan bersama, sebagaimana juga dinyatakan
dalam (UU) No. 1 Tahun 1974.
Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa keluarga adalah
hubungan terikat antara satu orang dan sekelompok orang yang lain yang saling
bergantung serta memiliki perasaan beridentitas satu sama lain dan dalam peranannya
mereka saling memelihara kebutuhan psikososial anggota-anggotanya dan
kesejahteraan hidupnya secara umum.

B.2. Kedudukan Keluarga


Kedudukan keluarga dalam peran kesehatan reproduksi dalam keluarga sangat
penting. Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang
kehidupan keluarganya. Dengan memiliki pekerjaan yang tetap maka kepala keluarga
akan lebih mampu memenuhi kebutuhan keluarga selain itu juga anak akan lebih
memiliki panutan sehingga peran orangtua yang memiliki pekerjaan sangat
dibutuhkan. Khususnya orang tua merupakan model/panutan dan menjadi tokoh
teladan bagi remajanya. Pola tingkah laku nya, cara berekspresi, cara berbicara
orangtua yang pertama kali dilihat mereka, yang kemudian akan dijadikan panutan

6
dalam kehidupannya. Peran penting orangtua dapat dimulai dengan memberikan
contoh perilaku kesehatan reproduksi dalam kehidupan sehari-hari seperti tidak
melakuakan hubungan seksual sebelum menikah, menjaga kebersihan alat kelamin
dan tidak mengkonsumsi napza.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Belian (2012), dengan hasil
penelitian ada hubungan antara peran orangtua dalam pendidikan menstruasi dengan
perilaku saat menstruasi pada siswi kelas VIII di SMP N 1 Banguntapan Bantul. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa orangtua para siswa telah menjadi pendamping
anaknya dalam proses perubahan dari masa anak anak kemasa remaja (masa pubertas)
hal ini tentunya sangat dipengaruhi juga oleh umur responden yang sebagian besar
masih berusia 13 tahun (53,0%). Ayah dan ibu adalah orangtua yang harus menjadi
orang yang terdekat dengan anak. Apabila orangtua dekat dengan anak, maka
otomatis mereka dapat melihat kemungkinan kesulitan yang dialami anak. Orangtua
berperan penting dalam pembentukan kepribadian anakdalam hal ini orangtua harus
mampu menjadi pendidik, pengasuh dan konsultan bagi anak. memberi saran bukan
yang menentukan keputusan. Namun orangtua harus tahu batas haknya sebagai
penanggung jawab.

B.3. Kesehatan Reproduksi dalam Keluarga


Menurut BKKBN (2007), kesehatan reproduksi merupakan keadaan terbebas
dari kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi tidak aman, penyakit menular seksual
(PMS), HIV/AIDS, serta terbebas dari semua bentuk pelecehan dan kekerasan
seksual. Motivasi dan pengetahuan remaja yang memadai dalam menjalani masanya
secara sehat, diharapkan mampu untuk memelihara kesehatan dirinya sehingga
mampu memasuki masa kehidupan berkeluarga dengan reproduksi yang sehat. Tidak
tersedianya informasi yang memadai tentang KRR memaksa remaja berusaha
mencari akses informasi tersebut dan melakukan eksplorasi sendiri terutama melalui
media. Kurangnya pengetahuan dan pencarian informasi yang salah mengenai KRR
dapat mempengaruhi perilaku beresiko pada remaja yang dikenal dengan tiga
ancaman dasar kesehatan reproduksi remaja atau Triad Kesehatan Reproduksi
Remaja (TRIAD KRR), meliputi seksualitas (kekerasan sexual, kehamilan di luar
nikah, perkawinan usia dini, free sex, HIV/AIDS, dan Napza (BKKBN, 2007).
Kesehatan reproduksi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hasil penelitian Cahyo,
Kurniawan, & Margawati (2008) menunjukan faktor pengetahuan, peran orang tua,
dan akses informasi memiliki berpengaruh terhadap KRR. Pengetahuan merupakan
faktor pendorong perilaku seseorang dimana pengetahuan baik akan mendorong
perilaku yang baik juga (Notoatmodjo, 2007 dalam penelitian Solehati 2019). Orang
tua memiliki peran yang besar dalam memberikan informasi terkait kesehatan
reproduksi pada anak remajanya. Semakin besar peran orangtua, semakin baik juga
praktik kesehatan reproduksi yang remaja lakukan (Cahyo, Kurniawan, & Margawati,
2008). Hal ini terjadi karena orangtua merupakan lingkungan primer bagi
anakanaknya yaitu merupakan hubungan antar manusia yang paling intensif dan
paling awal terjadi dalam keluarga (Solehati, 2019).

7
1. B.3.1 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Keluarga
Ruang lingkup dalam Kesehatan Reproduksi Keluarga meliputi TRIAD KRR
yang terdiri dari Seksualitas, HIV/AIDS, dan NAPZA yang merupakan tiga resiko
terhadap kesehatan reproduksi yang umumnya menyerang remaja sebagai kelompok
yang paling beresiko dalam keluarga. Menurut BKKBN tahun 2007 ruang lingkup
dalam program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) meliputi : (a) Perkembangan
seksualitas dan resikonya, (b) HIV ( Human immunodefeciency virus ), dan AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrom), (c) NAPZA (Narkotika, Alkohol,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya). Permasalahan kesehatan reproduksi pada
remaja adalah keinginan untuk mengetahui masalah sehubungan dengan reproduksi,
khususnya masalah seksual dan NAPZA bahkan ingin mencobanya.
Hasil survei perilaku berisiko remaja oleh CDC tahun 2011, ditemukan bahwa
ada sebesar 47,4 % remaja pernah melakukan hubungan seksual, 39,8 % tidak
menggunakan kondom terakhir kali mereka berhubungan seks, dan 15,3 % pernah
melakukan hubungan seks dengan empat atau lebih orang selama hidup mereka.
Temuan ini memungkinkan remaja menjadi kelompok yang berisiko terhadap
Kehamilan Tidak Diinginkan, infeksi menular seksual termasuk HIV dan AIDS
(CDC, 2011). Selain masalah sexual, narkoba juga merupakan ancaman yang sedang
menjadi incaran bagi para remaja. Jumlah pengguna Narkoba ditemukan sampai
tahun 2008 adalah 115.404, dimana para pengguna diantaranya adalah remaja pelajar
sekolah berjumlah 5.484. (Badan Narkotika Nasional, 2008). Perilaku seks bebas dan
pengguna narkoba beresiko untuk terserang HIV/AIDS. Jumlah kasus AIDS secara
kumulatif sampai dengan Juni 2011 sebesar 26.483 kasus, 45,9% (Kemenkes RI,
2012)

B.4. Peran Keluarga dalam Kesehatan Reproduksi


Dalam pertumbuhan dan perkembangan, anak membutuhkan uluran tangan
kedua orangtuanya, orangtualah yang paling bertanggungjawab dalam pendidikan dan
perkembangan eksistensi anak, termasuk kebutuhan-kebutuhan kearah kepribadian
yang harmonis dan matang. Informasi yang dimiliki orangtua mempengaruhi dalam
sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam melakukan pola
asuh terhadap anak. Melalui komunikasi orangtua hendaknya betul-betul menjadi
sumber informasi dan pendidik utama tentang kesehatan reproduksi remaja, juga
tentang perencanaan kehidupan remaja di masa yang akan datang. Hal ini
dikarenakan dalam keluarga merupakan lingkungan belajar yang pertama, dimana
orang tua terutama ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan
informasi mengenai kesehatan reproduksi pada anaknya secara benar.
Peran orangtua begitu sangat penting, terlebih dalam era modernisasi sekarang
ini, orang tua sangat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan perkembangan pesat media
yang mudah diakses dimana-mana menyebabkan remaja dini mudah sekali terpapar
dengan informasi-informasi negatif yang tidak tersaring dengan baik di internet.
Menyebabkan peran dan kontrol langsung dari orang tua harus diterapkan. Melalui
hal ini penting untuk diketahui peran orang tua dapat memberikan pengetahuan

8
tentang perilaku seks yang menyimpang pada remaja perlu di ajarkan sejak usia dini.
Pemahaman tata nilai dan agama yang baik serta memberikan informasi yang baik
dan bertanggung jawabagar remaja tidak salah dalam mendapatkan informasi dan
memilih teman sebaya.

B.5. Keluarga dan Kesehatan Reproduksi dalam Keluarga


Keluarga sebagai anggota atau unit personal yang paling dekat dengan remaja
di rumah diharapkan dapat menjadi hal yang paling mendasar untuk dijadikan fokus
utama dalam menanamkan informasi terkait Kesehatan Reproduksi. Hal ini
dikarenakan menurut hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI)
tahun 2007 menyatakan bahwa remaja mendapatkan informasi tentang kesehatan
reproduksi remaja lebih banyak dari teman dan guru, baik pada remaja laki-laki
maupun perempuan. Dari data tersebut terlihat bahwa remaja lebih sedikit yang
mendapatkan informasi kesehatan reproduksi remaja dari orang tua.
Dampak jika remaja tidak mengetahui tentang kesehatan reproduksi berupa
praktik kesehatan yang buruk, kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), anemia,
aborsi, meningkatnya kejadian HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainya
(BKKBN, 2007; Cahyo, 2008; Respati, 2013). Penyebab mendasar dari keadaan
tersebut adalah rendahnya pendidikan remaja, kurangnya ketrampilan petugas
kesehatan, kurangnya kesadaran semua pihak termasuk orang tua akan pentingnya
penanganan kesehatan remaja (Kemenkes RI, 2008). Upaya yang bisa dilakukan
untuk meningkatkan pengetahuan remaja adalah dengan meningkatkan peran orang
tua untuk memberikan pendidikan seks secara intensif sejak dini dengan
menggunakan komunikasi yang efektif, sehingga remaja bias merasa nyaman untuk
membicarakan kesehatan reproduksi dengan orang tuanya dan transfer informasi dari
orang tua kepada remaja bisa efektif.
Perlu diketahui juga topik yang lebih sering dijadika pembahasan pada
kesehatan reproduksi antara orang tua dan remaja yaitu mengenai cara menjaga organ
reproduksi dan menstruasi. Remaja pada umumnya hanya membicarakan hal-hal
yang terbatas dengan orang tuanya mengenai kesehatan reproduksi. Hal ini sesuai
dengan penelitian bahwa topik yang sering dibicarakan mengenai menstruasi,
HIV/AIDS dan alat kontrasepsi, hanya membicarakan 1 atau 2 topik saja, dan terbatas
pada hal-hal yang tidak sensitif mengenai kesehatan reproduksi (Dessie, 2015; Manu,
2015; Nandwe, 2012).
Selain itu media website banyak digunakan oleh remaja sejak internet
menjangkau rumah dan sekolah, sehingga waktu yang dipergunakan remaja untuk
mengakses internetpun semakin meningkat karena mudah diakses, murah dan
bersofat pribadi (Nwagnu, 2007; Widyastari, 2010). Rerata penggunaan internet pada
remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan remaja laki-laki. Tempat
mengakses internet lebih banyak dari warung internet dan Handphone. Secara umum
3 urutan tersering yang digunakan remaja untuk mengakses website melalui

9
handphone, warung internet, sekolah dan rumah yang tidak dipengaruhi oleh jenis
kelamin, usia dan etnis ( Borzekowski, 2006).

C. Rangkuman
Masalah Kesehatan Reproduksi Keluarga menjadi hal yang sangat penting
untuk dibahas dikarenakan peran keluarga saat ini kurang mendominasi dalam
menyampaikan sumber informasi terkait kesehatan reproduksi khususnya bagi
remaja. Mengenai hal itu maka perlu peran dan dukungan lebih efektif dalam
menyampaikan informasi terkait KRR. Hal ini dikarenakan peran anggota keluarga
yang menjadi sumber informasi dan pendidik utama tentang kesehatan reproduksi
remaja, juga tentang perencanaan kehidupan remaja di masa yang akan datang.
Keluarga memiliki peran yang besar dalam memberikan informasi terkait
kesehatan reproduksi pada anak remajanya. Semakin besar peran orangtua, semakin
baik juga praktik kesehatan reproduksi yang remaja lakukan Hal ini terjadi karena
orangtua merupakan lingkungan primer bagi anak-anaknya yaitu merupakan
hubungan antar manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga
(Solehati, 2019)

D. Soal
1. Apa yang yang menjadi fokus dalam ruang lingkup Kesehatan Reproduksi
Keluarga?
1. Bagaimana pentingnya kedudukan keluarga dalam Kesehatan Reproduksi
Keluarga (KRR)?
2. Faktor-faktor apa yang mendasari masalah dalam Kesehatan Reproduksi
Keluarga (KRR)??
3. Bagaimana konsep keluarga secara umum ?
4. Apakah saat ini anda merasa peran keluarga sudah mendominasi dalam
Kesehatan Reproduksi Keluarga (KRR)?

E. Daftar pustaka

Kusyogo, Purwanto, Anggraini. (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik


Kesehatan Reproduksi Remaja di SMA Negeri 1 Purbalingga Kabupaten
Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. (Vol. 3, No. 2)
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/j pki/article/download/2540/2250,
diakses 22 November 2019)
Ramdhiani. (2011).Program Bimbingan dan Konseling untuk Meningkatkan Sikap
Remaja Terhadap Kesehatan Reproduksi. Jurnal Universitas Pendidikan
Indonesia.

10
(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_ppb_040296_chapter1.pdf,
diakses22 November 2019).
Indonesia Young Adult Reproductive Health Survey (2007)
Nursal, Dien G.A. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Perilaku Seksual Murid
SMU Negeri di Kota Padang. (2007). Jurnal Kesehatan Masyarakat
Lestary, Heny dan Sugiharti. (2007). Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia menurut
Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI). Jurnal Kesehatan
Reproduksi, 2011; 1
Hasanah. (2016). Pemahaman Kesehatan Reproduksi bagi Perempuan : Strategi
mencegah berbagai resiko masalah reproduksi remaja. Jurnal Universitas
Islam Negeri WaliSongo Semarang. Volume 11, No 2, April 2016
Anas, Siti Hikmah. (2010). Sketsa Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Studi
Gender dan Anak Yin Yang

Nurmansyah, Aufa, Amran. (2013). Role of Family, Society, and Media as a Source
of Information on Reproductive Health Amongst University Students. Jurnal
Kesehatan Reproduksi Vol. 3 No 1, April 2013 : 16 – 23

BPMPKB. (2010). Panduan pengelolaan pusat informasi dan konseling remaja (PIK
Remaja). Jakarta: BPMPKB

Gustiani, Ungsianik. (2016). Gambaran Fungsi Afektif Keluarga dan Perilaku


Seksual Remaja. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 19 No.2, Juli 2016,
hal 85-91 pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203

Utami, P.P. (2012). Hubungan peer group dengan perilaku seksual remaja di SMA N
103 Jakarta Timur (Skripsi sarjana). Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia

BPMPKB. (2010). Panduan pengelolaan pusat informasi dan konseling remaja (PIK
Remaja). Jakarta: BPMPKB

Qoriaty, Azizah. (2017). Relationship Parental Attitude to the Development of the


reproductive health in Adolescents in Balangan. Jurnal An-Nadaa, Desember
2017, hal. 39-42

Schoeny, M.E. (2010). How can parents make a difference? Longitudinal


associations with adolescent sexual behavior. Journal of Family Psychology,
24 (6), 731–739.

11
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, (2012).Survey Demografi
dan Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan.

Lukmana, Yuniarti. (2017). Gambaran Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi


Remaja pada Siswa SMP di Yogyakarta. Indonesian Journal of Nursing
Practices.

Wiratri. (2018). Revisiting The Concept of Familiy in Indonesia Society. Jurnal


Kependudukan Indonesia. Vol. 13 No. 1 Juni 2018, 15-26 ISSN: 1907-2902

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Pedoman umum program


indonesia sehat dengan pendekatan keluarga. Jakarta : Kementrian Kesehatan
RI

Undang Undang (UU) No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Belian. (2012). Hubungan Peran Orangtua dalam Pendidikan Menstruasi dengan


Perilaku saat Menstruasi Pada Remaja Putri Kelas VII di Smp N 1
Banguntapan Bantul Yogyakarta 2012. Naskah Publikasi. Tidak
diterbitkan: D IV Bidan Pendidik Stikes Aisyiyah Yogyakarta

Solehati, Rahmat, Kosasih. (2019). Relation of Media On Adolescents Reproductive


Health Attitude and Behavior. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik
Vol. 23 No.1, Juni 2019: 40-53

Cahyo,K., Kurniawan,T.p., & Margawati, A. (2008). Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Praktik Kesehatan Reproduksi Remaja Di SMA Negeri 1
Purbalingga Kabupaten Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 3
(2): 86-101

BKKBN. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan BKKBN 2006. Panduan


Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja.
Jakarta:Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi – BKKBN

Notoadmojo, S. (2007). dalam penelitian Solehati, Rahmat, Kosasih. (2019). Relation


of Media On Adolescents Reproductive Health Attitude and Behavior. Jurnal
Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 23 No.1, Juni 2019: 40-53

Centers for Disease Control and Prevention [CDC]. (2011). Youth risk behavior
surveillance United States, 2009. MMWR, 59 (No. SS– 5).

Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI), (2007) dalam BKKBN.


(2007). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Program Kependudukan dan KB Nasional Tahun 2007. Jakarta :
BKKBN

12
Respati, W.S. (2010). Problematika Remaja Akibat Kurangnya Informasi Kesehatan
Reproduksi. Journal Ilmiah Bunga Rampai, Vol. 7 No. 1 Januari 2010

Kementerian Kesehatan RI. (2008). Pusat Promosi Kesehatan: Pedoman Pengelolaan


Promosi Kesehatan, Dalam Pencapaian PHBS. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI

Dessie, Y., Berhane, Y., Worku, A. (2015). Parent-Adolescent Sexual and


Reproductive
Health Communication Is Very Limited and Associated with Adolescent Poor
Behavioral Beliefs and Subjective Norms: Evidence from a Community Based
CrossSectional Study in Eastern Ethiopia. PLOS ONE,
DOI:10.1371/journal.pone.0129941.
July 13, 2015

Manu, a., et al. 2015. Parent-Child Communication About Sexual and Reproductive
health: Evidence from The Brong Ahafo Region, Ghana. Reproductive Health
(2015)
12:16.

Nundwe, C.S. 2012. Barrier Communication Between Parents And Adolescents


Concerning Sexual And Reproductive Health Issues: A Case Study of
Kinondoni
Municipality, Tanzania. Dissertation. Muhimbili University of Health and
Allied
Sciences. Wawan, & Dewi. (2011). Teori Dan Pengukuran Pengetahuan,
Sikap, Dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nwagwu, W.E. 2007. The Internet as a source of reproductive health information


among adolescent girls in an urban city in Nigeria. BMC Public Health 2007,
7:354.

Widyastari, D.A., Shaluhiyah, Z., Widjanarko, B. 2011. Urinating After Sexual


Intercourse Prevents Pregnancy: Adolescents' Misconceptions of
Reproductive Health Knowledge. Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 1 No. 2,
April 2011 : 102-112.

Borzekowski, D.L.G., Fobil, J.N., Asante, K.O. 2006. Online Access by Adolescents
in Acra: Ghanaian Teens' Use of The Internet for Health Information.
Developmental Psychology Vol. 42, No. 3, 450-458
Putro, G. (2009). Alternatif Pengembangan Model Kesehatan Reproduksi Remaja.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 1 no. 1: 23 -31

13
14

Anda mungkin juga menyukai