Anda di halaman 1dari 38

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Infeksi Traktus Urinarius (UTI) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa
memandang usia, terutama perempuan. UTI bertanggung jawab atas sekitar tujuh
juta kunjungan Klien kepada dokter setiap tahunnya di Amerika Serikat
(Stamm,1998). Secara mikro biologi UTI dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria
bermakna (ditemukan mikroorganisme patogen 105 ml pada urin pancaran tengah
yang dikumpulkan pada cara yang benar). Abnormalitas dapat hanya
berkolonisasi bakteri dari urine (bakteriuria asimtomatik) atau bakteriuria dapat
disertai infeksi simtomatikndari struktur-struktur traktus urinarius/ UTI umumnya
dibagi dalam dua sub kategori besar: UTI bagian bawah (uretritis,sistitis,
prostatitis) dan UTI bagian atas (pielonefritis akut). Sistitis akut (infeksi vesika
urinaria) dan pielonefritis akut ( infeksi pelvis dan interstisium ginjal) adalah
infeksi yang paling berperan dalam menimbulkan morbilitas tetapi jarang berakhir
sebagai gagal ginjal progresif.

1.2 Rumusan Masalah


1.1.1. Bagaimana definisi dan klasifikasi Pielonefritis?
1.1.2. Bagaimana epidemiologi Pielonefritis?
1.1.3. Apa saja etiologi Pielonefritis?
1.1.4. Bagaimana tanda dan gejala Pielonefritis?
1.1.5. Bagaimana patofisiologi Pielonefritis?
1.1.6. Bagaimana komplikasi dan prognosis Pielonefritis?
1.1.7. Bagaimana pengobatan dan pencegahan Pielonefritis?
1.1.8. Bagaiamana asuhan keperawatan pada anak dengan Pielonefritis?
1.3 Tujuan
Adapun beberapa tujuan kami dalam menyusun makalah ini antara lain:

1.3.1 Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi Pielonefritis;


1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi Pielonefritis;
1.3.3 Untuk mengetahui etiologi Pielonefritis;
1.3.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala Pielonefritis;
1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi Pielonefritis;
1.3.6 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Pielonefritis;
1.3.7 Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan Pielonefritis;
1.3.8 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
Pielonefritis.

1.4 Implikasi keperawatan


Bidang keperawatan merupakan suatu bidang ilmu yang sangat berpengaruh
terhadap kondisi sehat dan sakit dari seorang individu. Dalam keilmuan
keperawatan terdapat proses keperawatan yang digunakan untuk melakukan
penatalaksanaan terhadap suatu permasalahan kesehatan, termasuk
penatalaksanaan terhadap gangguan sistem perkemihan yakni Pielonefritis.
Melalui makalah ini, mahasiswa keperawatan maupun tenaga kesehatan dapat
lebih mendalami mengenai penyakit glomerulonefritis dan penatalaksanaannya,
akan tetapi tetap dengan diimbangi dari referensi lainnya. Proses asuhan
keperawatan yang diulas dalam makalah ini juga dapat digunakan oleh mahasiswa
keperawatan maupun tenaga profesional keperawatan dalam menghadapi klien
dengan gangguan glomerulonefritis.
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang
sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama
1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka
dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan
interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula
dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit
(paling umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih
ke ureter dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis
mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah,
penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolik.

2.1.1 Pielonefritis akut


Pielonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena
terapi tidak sempurna atau infeksi baru. Dimana 20% dari infeksi yang berulang
terjadi dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian
bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran
urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal
biasanya membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat
dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi
dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi (Indra, 2011).
Pielonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering
ditemui. Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Infeksi
ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian
bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya
terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat mencapai
kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan bertambah
pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun. Demikian pula, penderita
kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah terkena
infeksi ginjal dan saluran kemih (Indra, 2011).

2.1.2 Pielonefritis kronis


Pielonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena
faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pielonefritis kronis
dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang
kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal
ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi
dan tidak  berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi
ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang
gawat.

2.2 Epidemiologi
Pielonefritis adalah penyakit yang sangat umum, dengan 12-13 kasus per
tahun per 10.000 penduduk pada wanita dan 3-4 kasus per 10.000 pada pria. Dan
wanita muda paling mungkin menderita penyakit ini, karena adanya aktivitas
seksual. Bayi dan orang tua juga berisiko tinggi, karena adanya perubahan
anatomi dan status hormonal. Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria. Pielonefritis kronis terjadi lebih sering pada bayi
dan anak-anak muda dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa
(Indra, 2011).

2.3 Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus
besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan
penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Selain E.coli bakteri lain yang
juga turut serta dapat mengakibatkan pielonefritis seperti Klebsiella, golongan
Streptokokus. Infeksi biasanya  berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung
kemih. Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah
oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan
ureter di tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai  penyumbatan fisik pada
aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air
kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh
lainnya melalui aliran darah. Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko
terjadinya infeksi ginjal adalah:
a. Kehamilan
b. kencing manis
c. keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh
untuk melawan infeksi.

2.4 Tanda dan gejala


Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba
berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah.
Selain itu, beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian
bawah biasanya sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut
berkontraksi kuat. Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri
hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya
iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit
untuk dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat
samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.
Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan
utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik
air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Pielonefritis
kronis pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya (gagal ginjal). Berikut tanda dan gejala pielonefritis akut
dan pielonefritis kronis.
a. Pielonefritis akut
1. Demam
2. Menggigil
3. nyeri panggul
4. nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)
5. lekositosis
6. adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
7. disuria
8. biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi.
b. Pielonefritis kronis  
1. tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
2. keletihan
3. sakit kepala
4. nafsu makan rendah
5.  poliuria
6. haus yang berlebihan
7. kehilangan berat badan
8. infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai gagal
ginjal  pada akhirnya.

2.5 Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis,
Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal
berasal dari luar tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra),
merambat ke kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagianatas yang
menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian
menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi
bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan
bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau
obstruksi saluran kemih yang mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu
atau tumor.
Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari
banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme penyebab.
Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari
uretra. Beberapa faktor predisposisi pielonefritis adalah obstruksi urin, kelainan
struktur, urolitiasis, benda asing, refluks. Bakteri uropatogenik yang melekat pada
pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter,
dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel
uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut (Hanson, 1999 dalam
Kusnawar, 2001).
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang
berfungsi sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi
bakteri seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat,
membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan
selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter
dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada
refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang
terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria,
akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali
(frekuensi), dan sakit waktu miksi (disuria). Mukosa vesika urinaria menjadi
edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat terjadi melalui
collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi
maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis
akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat
membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial,
akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu.
Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat
mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal
(renal scarring) (Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001).
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang
tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan
pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis
dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis
akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecilserta atrophic.
Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

2.6 Komplikasi dan Prognosis


Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut:
1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan
darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila
ginjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat
terjadinya obstruksi.
2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter
yangdekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis
dansistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami
pereganganakibat adanya pus.
3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan
meluaske dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir
(mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan
parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai
organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu).
a. Pielonefritis akut Prognosis pielonefritis baik bila memperlihatkan
penyembuhan klinis maupun  bakteriologis terhadap antibiotic.
b. Pielonefritis kronis Bila diagnosis pielonefritis kronis terlambat dan
kedua ginjal telah menyusut  pengobatan konserfatif semata-mata untuk
mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh.

2.7 Pengobatan
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari atau ampisilin
500 mg 4x sehari selama 5 hari. Setelah diberikan terapi antibiotik 4– 6
minggu, dilakukan  pemeriksaan urin ulang untuk memastikan bahwa infeksi
telah berhasil diatasi.  
b. Pada penyumbatan,kelainan struktural atau batu,mungkin perlu dilakukan
pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.
c. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka
diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut.
d. Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas
mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas
dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh
bakteri feces.
Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun
2007:
1. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial
seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin
dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro)
selama 14 hari.
2. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa
nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat
farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin
(Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
3. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal
secara  progresif.

2.8 Pencegahan
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang harus
dilakukan:
a. Minum banyak air (sekitar 2,5 liter) untuk membantu pengosongankandung
kemih serta kontaminasi urin.
b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
c. Banyak istirahat di tempat tidur.
d. Terapi antibiotika.
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak
pernah mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara
membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa
membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal
tersebut untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air besar
agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang uretra. Pada waktu pemasangan
kateter harus diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi.
BAB 3. PATHWAY

Diabetes
Penurunan Kehamilan
Imunitas
Peradangan Obstruksi
Bakteri : E.coli,
Klebsielle, kandung kemih,
ISK bawah VUR
Streptococus

Peyebaran bakteri memasuki sal. Kemih atas di bagian medulla-kortek

Infeksi tubulus dan penyebaran ke interstitial

Pengeluaran
PIELONEFRITIS
Stress tubuh hormone stress
“ katekolamin “
Terjadi reaksi inflamasi Adanya lesi di
pelvis ginjal
Antigen
Kerusakan Reaksi antigen-antibodi
mengeluargan Peningkatan asam
parenkim ginjal
endositosik Keluarnya lambung
Pelepasan mediator inflamasi
eritrosit terbawa
oleh urin
Ep “Perangsangan pusat
endogen pirogen “ Nyeri akibat
Kalekrein Histamin
Histamin
thermostat di peradangan
hipotalamus parenkim ginjal
Pengaktifan Merangsang
prostaglandin pusat sensori
nyeri
Anemia Mual-muntah
Vasodilatasi
pembuluh darah
Nyeri menyebar ke Oksihemoglobin
pinggang
Peningkatan aliran
Nausea
darah pembuluh renal
Otot
Nyeri pinggang
Peningkatan vol. kekurangan
energi
Nyeri Akut darah aa. afferent
Hipertermi
Kelemahan
Peningkatan suplai
Gangguan pola tidur darah filtrasi

Peningkatan GFR Intoleransi


aktivitas

Laju filtrasi > Defisiensi


Gangguan dalam kecepatan reabsorsi
pemekatan kemih reabsorsi

Gangguan dalam Laju filtrasi >


Defisiensi
pemekatan kemih kecepatan reabsorsi reabsorsi
Terbentuknya urin Elektrolit dan Penurunan
Penurunan
encer air hanya eabsorsi K+ dan
transport cairan
sedikit dapat ion lainnya
ke sel
diserap
Peningkatan vol. urin Penurunan
Dehidrasi sel2 kontraktilitas otot
Cairan dlm tubuh polos dan penurunan
lumen banyak peristaltik
Peningkatan
frekuensi berkemih Kekurangan Volume Penurunan nafsu makan
Cairan dan mual-muntah

Poliuri Pengeluaran cairan


berlebih
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan
Eliminasi Urin
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
4.1.1 Identitas Klien
a. Nama
Berisi nama lengkap klien yang mengalami pielonefritis.
b. Jenis Kelamin
Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada
pria. Penyakit infeksi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
dengan laki-laki, karena anatomi dari sistem perkemihan wanita (terutama
uretra) yang lebih pendek dari pria sehingga mudah terserang infeksi yang
disebabkan oleh bakteri.
c. Usia
Anak-anak dan orang dewasa memiliki resiko tinggi terhadap penyakit
pielonefritis ini. Dan pielonefritis kronis terjadi lebih sering pada bayi dan
anak-anak muda dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa.
d. Alamat
Lingkungan tempat tinggal yang kotor dan tidak sehat dapat meningkatkan
resiko terkena penyakit pielonefritis terutama temapt sanitasi yang buruk,
karena dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteri yang menyebabkan
infeksi.
e. Agama
Agama tidak mempengaruhi sesorang untuk terkena penyakit pielonefritis.
f. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di tempat dan gaya hidup yang tidak bersih maka
akan berisiko lebih tinggi terkena infeksi pielonefritis.
4.1.2 Status Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien dengan penyakit pielonefritis biasanya mengeluhkan nyeri di punggung
bagian bawah, dan juga gejala yang timbul secara tiba-tiba berupa demam,
menggigil, mual dan muntah.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji seberapa lamanya gejala berlangsung (saat proses masuknya bakteri ke
kandung kemih sehingga menyebabkan infeksi), nyeri abdomen atau
punggung belakang, demam atau gejala peradangan lainnya, perubahan selera
makan, penurunan berat badan, dan kebiasaan buang air kecil/BAK
(frekuensi, warna, dll). Perhatikan juga adanya riwayat transfusi darah, dan
penggunaan obat-obat intravena.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji penyakit kesehatan terdahulu Klien yang dapat berhubungan dengan
timbulnya penyakit pielonefritis yang diderita. Misalnya infeksi saluran
kemih/ISK, kencing manis, batu ginjal, riwayat kehamilan pada wanita yang
memungkinkan terjadinya infeksi oleh bakteri yang naik dari saluran kemih
bawah, dipermudah oleh stasis urine akibat adaptasi kehamilan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji riwayat penyakit keluarga apakah ada keluarga yang memiliki penyakit
infeksi atau gangguan sistem perkemihan. Namun penyakit pielonefritis
bukan penyakit genetik.
e. Riwayat Imunisasi
Imunisasi berfungsi sebagai penunjang sistem pertahanaan tubuh, sehingga
apabila seorang anak tidak diberikan imunisasi tepat pada usianya maka anak
tersebut dapat beresiko terserang oleh bakteri yang dapat memicu terjadinya
penyakit pielonefritis.
4.1.3 Pola fungsi kesehatan
a. Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pada anak yang mengalami penyakit pielonefritis pola hidup sehat harus
ditingkatkan dalam menjaga kebersihan diri, perawatan, gaya hidup sehat. Ibu
juga berkewajiban rutin memeriksakan anaknya dan melakukan imunisasi
secara rutin. Ibu hamil harus sering melakukan pemeriksaan urin untuk
mengetahui penyakit secara dini.
b. Pola Nutrisi – Metabolisme
Pada umumnya setelah menderita penyakit ini pola makannya tidak teratur
karena mengalami penurunan nafsu makan, dan juga nausea dan vomitus.
Sehingga berat badan Klien akan menurun dan terlihat lemah karena intake
nutrisi yang tidak adekuat dan gangguan metabolisme.
c. Pola Eliminasi
Klien yang mengalami pielonefritis akan mengalami gangguan pada pola
eliminasi, seperti disuria saat berkemih pada pielonefritis akut dan poliuria
pada pielonefritis kronis. Selain itu juga terdapat nyeri saat berkemih, hal ini
bisa diakibatkan karena kejang ureter dari hasil infeksi.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur klien pielonefritis biasanya tidak bisa nyenyak, sering
terbangun karena terganggu akibat nyeri yang dirasakan pada punggung
belakang. Biasanya nyeri disebabkan oleh kejang ureter karena adanya
infeksi.
e. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien dengan penyakit pielonefritis jarang mengalami gangguan konsep diri,
hanya saja menimbulkan kecemasan atau kekhawatiran karena kurangnya
pengetahuan terhadap penyakit yang dialami.
f. Pola Latihan dan Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan oleh klien dengan penyakit pielonefritis terbatas dan
terganggu, tidak dapat melakukannya secara bebas. Hal ini dikarenakan nyeri
pada punggung bagian belakang. Selain itu klien juga merasakan lemas.
g. Pola Hubungan dan Peran
Mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik.
Hubungan dengan keluarga yang baik akan memberikan dukungan pada
Klien untuk cepat sembuh, dapat terlihat dengan adanya keluarga yang
menemaninya di rumah sakit. Hubungan Klien dengan tim medis maupun
perawat yang baik dan kooperatif akan memudahkan proses perawatan.
h. Pola Reproduksi/ Seksual
Kaji apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan
dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita pielonefritis bisa saja
mengalami gangguan dalam reproduksi, apabila infeksi yang terjadi pada
saluran perkemihan menimbulkan komplikasi pada sistem reproduksi yang
secara letak anatomi dekat dengan sistem perkemihan.
i. Pola Koping dan Toleransi Stres
Dukungan keluarga sangat berpengaruh dalam memotivasi klien untuk
mengurangi tingkat stres atau kecemasan yang dirasakan.
j. Pola Keyakinan dan Nilai
Meyakini bahwa penyakit yang diderita merupakan takdir dan kehendak
Tuhan. Klien tetap bisa menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang
diyakininya. Kaji apakah ada keyakinan yang dapat memperparah infeksi.

4.1.4 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum
Seorang anak dengan penyakit pielonefritis didapatkan keadaan umum yang
lemah dan lemas.
b. Kesadaran
Klien dengan pielonefritis umumnya tidak mengalami penurunan kesadran
dan kompos mentis.
c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah klien mengalami peningkatan tekanan darah atau hipertensi,
denyut nadi juga meningkat, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40°C,
dan frekuensi pernapasan pada klien juga meningkat di atas 24x/menit.
d. Berat badan
Berat badan biasanya ditemukan mengalami penurunan karena klien yang
mengalami mual dan muntah sehingga intake nutrisi tidak adekuat.
e. Kepala
Bentuk kepala biasanya simetris, tidak ada nyeri tekan. Tidak ada kelainan
pada bagian kepala.
f. Wajah
Wajah simetris, ekspresi wajah meringis bila terjadi kejang ureter yang
mengakibatkan nyeri, dan tidak adanya nyeri tekan.
g. Mata
Pada mata klien dengan pielonefritis tampak simetris, sklera terlihat putih,
konjungtiva tidak anemis (kecuali pada klien yang mengalami hemolisis
akibat endotoksin sehingga klien mengalami anemia akut), gerakan bola mata
normal, refleks pupil terhadap cahaya normal (jika diberi cahaya pupil akan
mengecil), keadaan bulu mata normal, dan tidak adanya nyeri tekan.
h. Hidung dan Sinus
Tidak ada kelainan pad bagian ini. Hidung tampak simetris dan tidak adanya
nyeri tekan.
i. Leher
Pada kelenjar tiroid tidak mengalami pembengkakan. Perlu juga dikaji apakah
ada peningkatan tekanan vena jugularis atau tidak.
j. Thorax
Bentuk dada klien yang menderita pielonefritis biasanya simetris. Sekitar 1
sampai 2 persen wanita dengan pielonefritis anterpartum mengalami
insufisiensi pernapasan dengan keparahan beragam akibat edema paru dan
cedera alveolus yang disebabkan oleh endotoksin. Pada beberapa wanita,
paru-paru mengalami gangguan berat disertai timbulnya sindrom distres
pernapasan akut yang memerlukan ventilasi mekanis.
k. Genetalia dan anus
Pada penderita pielonefritis tidak ditemukannya kelainan pada organ
genetalia dan anus.
l. Abdomen
Pada klien dengan penyakit pielonefritis ditemukan adanya nyeri pegal di satu
atau kedua daerah pinggang lumbal dan nyeri tekan pada sudut kostovertebra.
Dapat juga terjadi pembesaran di salah satu atau kedua ginjal saat dilakukan
palpasi dan terkadang otot perut mengalami kontraksi yang kuat.
m. Ekstermitas
Pada ekstermitas tidak terdapat kelainan/normal.

4.1.5 Pemeriksaan Urologi


a. Pemeriksaan ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran atau
pembengkakan pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas dan mengkaji
ada atau tidaknya nyeri tekan. Ginjal teraba membesar.
b. Pemeriksaan Buli-Buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan
parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis.
c. Pemeriksaan Neurologi
Ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang
mengakibatkan kelainan pada sistem urogenetalia, seperti pada lesi motor
neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab dari buli-buli
neurogen.

1. Inspeksi
a) Dapat dilihat ada atau tidaknya pembesaran pada daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas
b) Ekspresi atau mimik wajah meringis
c) Klien tampak menggigil
d) Klien tampak memegang area pinggang atau abdomen
e) Klien tampak tidak bisa menahan BAK
2. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua
tangan. tangan kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat
ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan.
a) Terdapat nyeri pada pinggang dan perut
b) Adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar)
c) Dahi dan kulit tubuh teraba panas
3. Perkusi
Dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kosto-vertebra (yaitu
sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra). Pada
klien pielonefritis akan terdengar suara tenderness
4. Auskultasi
Suara usus melemah seperti ileus paralitik.

4.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus-kasus
urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:
1) Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine
2) Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH, protein, dan
gula dalam urine
3) Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder),
atau bentukan lain di dalam urine.
Pada Klien yang menderita pielonefritis saat pemeriksaan urinalisis
ditemukan adanya piuria, bakteriuria (terdapat bakteri di dalam urine),
dan hematuria (terkandung sel-sel darah merah di dalam urine).
1) Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting
adanya infeksi saluran kemih atau ISK. Leukosuria positif bila
terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment
air kemih
2) Hematuria positif bila terdapat 5-10 eritosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
b. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.
Pada Klien dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan darah rutinnya
menunjukkan adanya leukositosis (menurunnya jumlah atau kadar
leukosit di dalam darah) disertai peningkatan laju endap darah.
c. Test Faal Ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar
kreatinin, kadar ureum, atau BUN (blood urea nitrogen), dan klirens
kreatinin. Pemeriksaan BUN, ureum atau kreatinin di dalam serum
merupakan uji faal ginjal yang paling sering dipakai di klinik. Sayangnya
kedua uji ini baru menunjukkan kelainan pada saat ginjal sudah
kehilangan 2/3 dari fungsinya.
Maka daripada itu, Klien pielonefritis baru akan menunjukkan adanya
penurunan faal ginjal bila sudah mengenai kedua sisi ginjal.
d. Kultur Urine
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan infeksi saluran kemih. Pada
pria, urine yang diambil adalah sample urine porsi tengah (mid stream
urine), pada wanita sebaiknya diambil melalui kateterisasi, sedangkan
pada bayi dapat diambil urine dari aspirasi suprapubik atau melalui alat
penampung urine.
Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam medium
tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus sensitifitas kuman
terhadap antibiotika yang diujikan. Pada Klien dengan pielonefritis, hasil
pemeriksaan kultur urinenya terdapat bakteriuria.
2. Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)
a. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrinning untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Klien dengan
pielonefritis, pada hasil pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan
adanya kekaburan dari bayangan otot psoas dan mungkin terdapat
bayangan radio-opak dari batu saluran kemih.
b. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP) atau
dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang
dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras
radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi
dan kelainan fungsi ginjal.
Hasil pemeriksaan PIV pada Klien pielonefritis terdapat bayangan ginjal
membesar dan terdapat keterlambatan pada fase nefrogram.
c. Sistografi
Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Dari sistogram
dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam buli-buli.
Pemeriksaan ini juga dapat untuk menilai adanya inkontinensia stress
pada wanita dan untuk menilai adanya refluks vesiko-ureter.
d. Uretrografi
Adalah pencitraan urethra dengan memakai bahan kontras. pemeriksaan
ini dilakukan untuk mengetahui dan menilai panjang striktura urethra,
trauma urethra, dan tumor urethra atau batu non-opak pada urethra.
e. Pielografi Antegrad
Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan dengan cara
memasukkan kontras melalui sistem saluran (kaliks) ginjal.
f. Pielografi Retrograd (RPG)
Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas (dari ginjal hingga ureter)
dengan cara memasukkan kontras radio-opak langsung melalui kateter
ureter yang dimasukkan transurethra.
4.2 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
4.2.1 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
DS: Nyeri akut Nyeri akut
1 Klien mengatakan
merasa kesakitan jika nyeri pinggang
berkemih
Nyeri menyebar ke
pinggang
DO:
Urin sangat pekat, suhu
tubuh 39 C nyeri akibat peradangan
ginjal

merangsang pusat sensori


nyeri

Mediator Kalekrein

DS: Gangguan Eliminasi Urin Gangguan Eliminasi


2 Klien mengatakan Urin
bahwa dia sering ke Poliuri
kamar mandi untuk
miksi lebih banyak dari Peningkatan frekuensi
biasanya. berkemih

DO : Peningkatan volume urin


Urin output Klien lebih
dari 1500/hari Terbentuknya urin encer

Gangguan dalam
Pemekatan Urin

DS : Hipertermi Hipertermi
3 Klien mengatakan
bahwa ia merasa Peningkatan Suhu Tubuh
menggigil dan
badannya terasa hangat. Peningkatan Thermostat
Tubuh
DO:
Suhu tubuh Klien Perangsangan thermostat
mencapai 38 C tubuh di Hipotalamus
Pengaktifan Prostaglandin

Pelepasan Mediator
Endogen Pirogen

DS : Kekurangan Volume Ketidakseimbangan


4 Klien mengeluh bahwa Cairan Volume Cairan
badannya terasa lemas. kurang dari
Dehidrasi sel-sel tubuh. kebutuhan tubuh
DO:
Urin output Klien lebih Penurunan transport
dari 1500 ml/hari dan cairan ke sel
frekuensi berkemih
Klien meningkat. Defisiensi Reabsorbsi

Peningkatan GFR

DS : Nutrisi kurang dari Kebutuhan Nutrisi


5 Klien mengatakan kebutuhan tubuh. kurang dari
kurang nafsu makan kebutuhan tubuh.
dan sering mual dan Penurunan nafsu makan
muntah dan mual-muntah

DO : Penurunan kontraktilitas
Klien tampak letih dan otot polos dan penurunan
makanan Klien utuh. peristaltik

Penurunan Rearbsorpsi
ion K dan ion lainnya

Defisiensi Rearbsopsi

Peningkatan GFR

DS : Nausea Nausea
6 Klien mengatakan
bahwa dia seering mual Mual-Muntah
dan muntah
Peningkatan Asam
DO : Lambung
Klien tampak sering
memegang perut dan Pelepasan hormone stress
muntah dengan katekolamin
frekuensi yang sering
DS : Intoleransi Aktivitas Intoleransi Aktivitas
7 Klien mengatakan
bahwa dia merasa Kelemahan
lemas dan tidak dapat
beraktivitas. Otot kekurangan energy

DO: Oksihemoglobin menurun


Klien tidak dapat
beraktivitas dan hanya Anemia
diam di tempat tidur
Keluarnya eritrosit
terbawa oleh urin

Adanya lesi pada pelvis


ginjal

DS : Gangguan pola tidur Gangguan Pola


8 Klien mengatakan tidur
bahwa dia tidak bisa Nyeri dan demam yang
tidur karena menggigil dirasakan Klien
dan nyeri yang
dirasakan.

DO:
Klien sering terbangun
di malam hari karena
nyeri yang dirasakan
oleh Klien

4.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem
urinaria yang ditandai dengan Klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang
dan sulit tidur, suhu tubuh meningkat, dan leokosit meningkat.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada saluran kemih
yang di tandai dengan Klien sering berkemih, jumlah volume urin meningkat.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau infeksi yang
ditandai dengan suhu tubuh meningkat (380 C), kulit hangat dan menggigil.
4. Ketidakseimbangan Volume Cairan Tubuh kurang dari Kebutuhan Tubuh
dengan peningkatan laju metabolik (demam) dan pengeluaran cairan yang
berlebih (poliuri) yang di tandai dengan Klien terlihat lemas, frekuensi
berkemih meningkat.
5. Gangguan Nutrisi kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan akibat dari penurunan kontraktilitas otot polos dan
penurunan peristaltic ditandai dengan Klien terlihat lemah dan makanan
Klien utuh.
6. Nausea berhubungan dengan peningkatan asam lambung ditandai dengan
Klien mengeluh sering mual dan muntah.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keluarnya otot kekurangan energi
ditandai dengan Klien merasa lemah dan diam di tempat tidur, klien mudah
lelah, terlihat pucat dan lemas.
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan demam yang dirasakan
Klien ditandai dengan Klien sering terbangun di malam hari akibat nyeri yang
dirasakannya.
4.3 Perencanaan

Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tinfakan a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
dengan proses inflamasi keperawatan selama 3x24 jam karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
dan infeksi pada sistem Klien tidak mengalami nyeri, b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
urinaria yang ditandai dengan kriteria hasil: c. Bantu Klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dengan klien mengeluh a. mampu tindakang kenyamanan yang efektif yang pernah dilakukan,
nyeri pada bagian mengontrol nyeri (tahu seperti distraksi, relaksasi, atau kompres hangat/dingin.
pinggang dan sulit penyebab nyeri, mampu d. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
tidur, suhu tubuh menggunakan tehnik seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
meningkat, dan leokosit nonfarmakologi untuk e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
meningkat. mengurangi nyeri, mencari f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk memberikan intervensi yang
bantuan); tepat
b. melaporkan g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,
bahwa nyeri berkurang dengan distraksi, kompres hangat/ dingin
menggunakan manajemen h. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgetik untuk
nyeri; mengurangi nyeri
c. mampu i. Tingkatkan istirahat
mengenali nyeri (skala, j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
intensitas, frekuensi dan tanda lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
nyeri); prosedur
d. menyatakan rasa k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
nyaman setelah nyeri pertama kali
berkurang;
e. tanda vital dalam
rentang normal;
f. tidak mengalami
gangguan tidur;

2 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urin
urinarius berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam b. Tentukan pola berkemih normal Klien dan perhatikan variasi
dengan infeksi pada pola eliminasi urine Klien c. Dorong peningkatan pemasukan
saluran kemih yang di kembali optimal, dengan kriteria d. Kaji keluhan kandung kemih penuh.
tandai dengan klien hasil: pola eliminasi membaik, e. Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin.
sering berkemih, tidak terjadi tanda-tanda gangguan f. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin.
jumlah volume urin berkemih (urgensi, oliguri, g. Kolaborasikan dalam pemberian antibiotik
meningkat disuria)
3 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan a. Monitor suhu sesering mungkin
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam b. Monitor warna dan suhu kulit
dengan proses Klien menunjukkan : suhu tubuh c. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
peradangan atau dalam batas normal dengan d. Monitor penurunan tingkat kesadaran
infeksi yang kreiteria hasil: e. Monitor intake dan output
ditandai dengan a. Suhu 36 – 37C f. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian anti piretik dan
suhu tubuh b. Tanda-tanda vital dalam batas analgesik
meningkat (380 normal g. Selimuti Klien
C), kulit hangat c. Tidak ada perubahan warna h. Berikan kompres dingin kepada Klien pada lipat paha dan
dan menggigil. kulit dan tidak ada pusing, aksila
merasa nyaman i. Tingkatkan sirkulasi udara
j. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
k. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
l. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
m. Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran
mukosa)
4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
volume cairan tubuh: keperawatan selama 3x24 jam b. Pasang kateter urin jika diperlukan
kurang dari kebutuhan defisit volume cairan teratasi c. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN ,
berhubungan dengan dengan kriteria hasil: Hmt , osmolalitas urin)
peningkatan laju a. mempertahankan urine output d. Monitor tanda-tanda vital
metabolik (demam) dan sesuai dengan usia dan bb, bj e. Monitor masukan makanan / cairan
pengeluaran cairan urine normal; f. Monitor status nutrisi
yang berlebih (poliuri) b. tekanan darah, nadi, suhu g. Berikan diuretik sesuai interuksi
yang di tandai dengan tubuh dalam batas normal; h. Monitor berat badan
klien terlihat lemas, c. tidak ada tanda tanda i. Monitor elektrolit
frenkuensi berkemih dehidrasi, elastisitas turgor j. Monitor tanda dan gejala dari odema
meningkat kulit baik, membran mukosa k. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
lembab, tidak ada rasa haus edema, distensi vena leher, asites)
yang berlebihan; l. Kaji lokasi dan luas edema
d. orientasi; terhadap waktu dan
tempat baik
e. jumlah dan irama pernapasan
dalam batas normal;
f. elektrolit, hb, hmt dalam batas
normal;
g. ph urin dalam batas normal;
h. intake oral dan intravena
adekuat.
4.4 Pelaksanaan

No Diagnosa Implementasi
1. Nyeri akut a. Telah dilakukan pemantauan tanda-tanda vital
berhubungan b. Telah dilakukan pengkajian nyeri secara
dengan proses komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
inflamasi dan durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
infeksi pada sistem presipitasi.
urinaria yang c. Telah dilakukan observasi reaksi nonverbal
ditandai dengan dari ketidaknyamanan Klien .
klien mengeluh d. Telah diberikan bantuan kepada Klien dan
nyeri pada bagian keluarga dalam mencari dan menemukan
pinggang dan sulit tindakan kenyamanan yang efektif yaitu
tidur, suhu tubuh relaksasi dan kompres
meningkat, dan e. Telah dilakukan pengendalian faktor
leokosit meningkat. lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
yaitu suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
f. Telah dikaji tipe dan sumber nyeri
g. Telah dijarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
hangat.
h. Telah dilakukan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgetik untuk mengurangi
nyeri
2. Gangguan a. Telah dikaji pemasukan dan pengeluaran dan
eliminasi urinarius karakteristik urin
berhubungan b. Klien diminta untuk minum setidaknya dua
dengan infeksi liter
pada saluran kemih c. Mengkaji keluhan kandung kemih penuh.
yang di tandai d. Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium;
dengan klien sering elektrolit, BUN, kreatinin.
berkemih, jumlah e. Telah dilakukan kolaborasi dalam pemberian
volume urin antibiotic
meningkat
3. Hipertermia a. Telah dilakukan monitor suhu setiap 2 jam
berhubungan b. Telah dilakukan monitor warna dan suhu kulit
dengan proses dengan hasil warna kuning langsat dan suhu
peradangan atau dingin
infeksi yang c. Telah dilakukan monitor tekanan darah, nadi
ditandai dengan dan RR, dengan hasil TD:145/90, nadi: 100,
suhu tubuh dan RR 24x/menit
meningkat (380 C), d. Telah dilakukan kolaborasikan dengan dokter
kulit hangat dan dalam pemberian anti piretik dan analgesik
menggigil. e. Telah menginstruksikan kepada keluarga klien
untuk menyelimutu klien
f. Telah diberikan kompres dingin kepada Klien
pada lipat paha dan aksila
g. Telah dilakukan monitor hidrasi yakni pada
turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
4 Ketidakseimbangan a. Telah dilakukan pencatatan intake dan output
volume cairan cairan tubuh secara akurat
tubuh: kurang dari b. Telah dilakukan monitor hasil lab yang sesuai
kebutuhan dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas
berhubungan urin)
dengan c. Telah dilakukan pengkajian tanda-tanda vital
peningkatan laju d. Telah dilakukan pengkajian status nutrisi
metabolik (demam) e. Telah dilakukan pemberian diuretik sesuai
dan pengeluaran instruksi dokter
cairan yang f. Telah dilakukan pengukuran berat badan
berlebih (poliuri) g. Telah dilakukan pengkajian elektrolit
yang di tandai h. Telah dilakukan pengkajian tanda dan gejala
dengan klien dari odema, dengan hasil tidak terjadi oedema
terlihat lemas,
frenkuensi
berkemih
meningkat

4.5 Evaluasi

No Diagnosa Evaluasi
1 Nyeri akut berhubungan S : Klien mengatakan bahwa nyeri yang
dengan proses inflamasi dan dirasakannya sudah mulai berkurang.
infeksi pada sistem urinaria Klien masih susah tidur.
yang ditandai dengan klien O : Skala nyeri klien berkurang dari 5 ke
mengeluh nyeri pada bagian 3
pinggang dan sulit tidur, suhu A : Masalah teratasi sebagian.
tubuh meningkat, dan leokosit P : Intervensi dilanjutkan
meningkat
2. Gangguan eliminasi urinarius S : Klien mengatakan bahwa frekuensi
berhubungan dengan infeksi berkemihnya mulai berkurang
pada saluran kemih yang di O : Jumlah urin output klien berkurang.
tandai dengan klien sering A: Masalah teratasi sebagian.
berkemih, jumlah volume urin P : Intervensi dilanjutkan
meningkat
3 Hipertermia berhubungan S : Klien mengatakan bahwa tubuhnya
dengan proses peradangan atau tidak lagi menggigil
infeksi yang ditandai dengan O : Suhu tubuh klien turun menjadi 37,5
suhu tubuh meningkat (380 C), C
kulit hangat dan menggigil. A : Masalah teratasi sebagian
P :Intervensi dilanjutkan dengan
modifikasi.
4 Ketidakseimbangan volume S : Klien mengatakan bahwa dirinya
cairan tubuh: kurang dari sudah tidak lemas lagi.
kebutuhan berhubungan O : Urine output klien berkurang dari
dengan peningkatan laju sebelumnya.
metabolik (demam) dan A : Masalah teratasi sebagian
pengeluaran cairan yang P : Intervensi dilanjutkan
berlebih (poliuri) yang di
tandai dengan klien terlihat
lemas, frekuensi berkemih
meningkat

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula
dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit
(paling umum adalah Escherichia coli) yang telah menyebar dari kandung kemih
ke ureter dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis
mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah,
penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolic. Pielonefritis terbagi
menjadi dua yaitu pielonefritis akut dan pielonefritis kronis.
Penyebab dari pielonefritis itu sendiri disebabkan oleh infeksi bakteri yang
berasal dari kelamin naik pada kandung kemih. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya infeksi ginjal antara lain batu
ginjal, kehamilan, kencing manis, dan keadaan yang menyebabkan sistem
kekebalan tubuh menurun. Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul
secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual
dan muntah. Selain itu, beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran
kemih bagian bawah biasanya sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Pengobatan yang perlu dilakukan antara lain pemberian antibiotic untuk
membunuh bakteri dan pembedahan apabila ada penyumbatan. Pencengahan
terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak pernah mengalami infeksi
saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara membersihkan setelah
buang air besar, minum banyak air, perhatikan makanan konsumsi, dan istirahat
cukup.

5.2 Saran
Sebagai seorang perawat perlunya kita untuk memberikan pendidikan
kesehatan bagi masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Karena kesadaran
masyarakat saat ini kurang memperhatikan kebersihan. Pada makalah ini sudah
dijelaskan penyebab terjadinya pielonefritis, maka perlunya kita untuk
memperhatikan kebersihan organ perkemihan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Indra, Ibaadi. 2011. Infeksi Saluran Kemih-Pielonefritis.


http://ibaadi.com/2011/09/infeksi-saluran-kemih-pielonefritis.html (12
September 2013).

Kusnawar, Yanto. 2001. Hubungan Infeksi Saluran Kemih dengan Partus


Prematurus. Tesis.

Muttaqin, Arif, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. 2009-2011.


Jakarta: EGC.

Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Brunner &


Suddarth Edisi 8 Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.

Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 9.


Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat
    Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat
    Dokumen4 halaman
    Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat
    ropusan
    Belum ada peringkat
  • PPOK1
    PPOK1
    Dokumen6 halaman
    PPOK1
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • PPOK6
    PPOK6
    Dokumen5 halaman
    PPOK6
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • RHDD2225555
    RHDD2225555
    Dokumen1 halaman
    RHDD2225555
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Sindroma Nefrotiklugygrtv
    Sindroma Nefrotiklugygrtv
    Dokumen22 halaman
    Sindroma Nefrotiklugygrtv
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • PPOK1
    PPOK1
    Dokumen6 halaman
    PPOK1
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Sindroma Nefrotikyyyyyy
    Sindroma Nefrotikyyyyyy
    Dokumen16 halaman
    Sindroma Nefrotikyyyyyy
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Referat Tinea Kapitis - Alham
    Referat Tinea Kapitis - Alham
    Dokumen22 halaman
    Referat Tinea Kapitis - Alham
    Alham Wahyudin
    Belum ada peringkat
  • PPOK1
    PPOK1
    Dokumen6 halaman
    PPOK1
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • PPOK1
    PPOK1
    Dokumen6 halaman
    PPOK1
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Rhbhvgiuiub
    Rhbhvgiuiub
    Dokumen2 halaman
    Rhbhvgiuiub
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • RHDD222
    RHDD222
    Dokumen3 halaman
    RHDD222
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • RHDD222333
    RHDD222333
    Dokumen2 halaman
    RHDD222333
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Sindroma Nefrotik22
    Sindroma Nefrotik22
    Dokumen22 halaman
    Sindroma Nefrotik22
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Sindroma Nefrotik Idiopatik Revisi
    Sindroma Nefrotik Idiopatik Revisi
    Dokumen22 halaman
    Sindroma Nefrotik Idiopatik Revisi
    SherZalattha KuchikiElf
    Belum ada peringkat
  • Cotri 2
    Cotri 2
    Dokumen3 halaman
    Cotri 2
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Sindroma Nefrotik22
    Sindroma Nefrotik22
    Dokumen22 halaman
    Sindroma Nefrotik22
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Faktor Predisposisi Mastitis
    Faktor Predisposisi Mastitis
    Dokumen1 halaman
    Faktor Predisposisi Mastitis
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Sindroma Nefrotik22
    Sindroma Nefrotik22
    Dokumen22 halaman
    Sindroma Nefrotik22
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • K8 Kelumpuhan
    K8 Kelumpuhan
    Dokumen33 halaman
    K8 Kelumpuhan
    belle2602
    Belum ada peringkat
  • Candidiasis 2019
    Candidiasis 2019
    Dokumen24 halaman
    Candidiasis 2019
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Referat Marasmus Kwashiorkor
    Referat Marasmus Kwashiorkor
    Dokumen33 halaman
    Referat Marasmus Kwashiorkor
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • RHD 24635
    RHD 24635
    Dokumen3 halaman
    RHD 24635
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • Sindroma Nefrotik Idiopatik Revisi
    Sindroma Nefrotik Idiopatik Revisi
    Dokumen22 halaman
    Sindroma Nefrotik Idiopatik Revisi
    SherZalattha KuchikiElf
    Belum ada peringkat
  • RHD 24635
    RHD 24635
    Dokumen3 halaman
    RHD 24635
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • RHD 2
    RHD 2
    Dokumen3 halaman
    RHD 2
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • COTRIMOXAZOLE
    COTRIMOXAZOLE
    Dokumen3 halaman
    COTRIMOXAZOLE
    Ayu Wening
    100% (3)
  • RHD 24635
    RHD 24635
    Dokumen3 halaman
    RHD 24635
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat
  • RHD 2
    RHD 2
    Dokumen3 halaman
    RHD 2
    Nur Muhamad Rohman
    Belum ada peringkat