PENDAHULUAN
Prediksi WHO, tahun 2020 angka kejadian PPOK akan meningkat dari
posisi 12 ke 5 sebagai penyakit terbanyak di dunia dan dari posisi 6 ke 3,
sebagai penyebab kematian terbanyak. Polusi udara terutama asap rokok
ditengarai penyebab meningkatnya prevalensi penderita penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK).
Jika seseorang datang dengan keluhan batuk-batuk lama, kadang-
kadang susah buat bernafas dan terutama dia adalah seorang perokok maka
kemungkinan dia mengalami penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) atau di dunia
internasional dikenal sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
utama dari penyakit ini dan hampir semua negara melaporkan konstribusi
rokok sebagai penyebab PPOK”.1,3
Di Indonesia kebiasaan merokok masih merupakan perilaku yang sulit
dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat
dikendalikan. Kebiasaan merokok makin banyak terlihat pada usia muda bahkan
sudah dimulai pada anak sekolah dasar. Karena efek asap rokok yang demikian
signifikan pada angka kejadian PPOK, maka sebagai seorang dokter punya
tanggung jawab untuk ikut memberikan edukasi kepada pasien agar bisa
berhenti merokok. Proses berhenti dari kebiasaan merokok ini memang tidak
semudah membalik telapak tangan, butuh niat yang kuat dari penderita dan
kalau perlu bisa dibantu dengan farmakoterapi. Kebiasaan merokok ini bahkan
bisa masuk kategori candu karena begitu seseorang mencoba merokok maka
nikotin yang terserap dalam darah akan diteruskan ke otak dan ditangkap oleh
reseptor alfa 4 beta 2 sehingga merangsang pelepasan dopamin yang
memberikan rasa nyaman. Sehingga saat seseorang berhenti merokok, dopamin
akan berkurang dan menimbulkan hilangnya rasa nyaman selanjutnya akan
timbul keinginan kembali untuk merokok, terjadilah lingkaran setan yang akan
sangat sulit diputuskan.
Untuk itu butuh dukungan dari semua pihak untuk membantu seseorang
berhenti merokok. Saat ini sudah ada terapi farmakologi untuk membantu
seseorang yang ingin berhenti merokok. Dengan berhenti merokok diharapkan
status kesehatan masyarakat menjadi lebih baik dan prevalensi PPOK terutama
di Indonesia bisa menurun.
BAB II
PPOK
Penyakit Paru Obstruksi Kronik
1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversibel2.(guideline GOLD terbaru)
2. Gejala Klinis
.
3. Faktor Resiko
3.1. Genetik.
PPOK adalah penyakit yang melibatkan banyak gen dan
merupakan contoh klasik interaksi gen dan lingkungan. Faktor resiko
genetik yang telah diketahui adalah defisiensi alpha-1 antitrypsin, suatu
penghambat yang bersikulasi dari protease serine.1
3.2. Merokok.
Perokok memeliki prevalensi yang lebih tinggi menderita gejala
dan gangguan fungsi paru, penurunan FEV1 setiap tahun dan angka
mortalitas PPOK yang lebih besar. Resiko PPOK pada perokok,
bergantung pada banyaknya rokok yang dikonsumsi, usia pertama kali
mulai merokok, jumlah total rokok yang dihisap pertahun dan status
merokok saat ini.
3.3. Debu dan Bahan Kimia Okupasi.
Paparan partikel dan bahan kimia okupasi, juga merupakan faktor
resiko berkembangnya PPOK. Meliputi agen kimia dan debu organik dan
anorganik serta bau-bauan.
3.4. Polusi Udara Dalam Rumah.
Pembakaran pada tungku atau kompor yang tidak berfungsi
dengan baik, dapat menyebabkan polusi udara di dalam ruangan.
3.5. Polusi Udara Di Luar Rumah.
Peranan polusi udara luar rumah dalam menyebabkan PPOK
tidak jelas, tetapi tampaknya lebih kecil dibandingkan merokok. Polusi
udara dari pembakaran hutan, asap kendaraan bermotor dan asap-asap
pabrik.
3.6. Stress Oksidatif.
Paru-paru secara terus menerus terpapar oleh oksidan yang
dikeluarkan secara endogendari fagosit dan jenis sel lainnya, atau secara
eksogen dari polusi udara atau asap rokok. Akibat dari
ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan maka paru-paru
mengalami stress oksidatif. Selain menghasilkan perlukaan langsung,
juga mengaktivase mekanisme molekuler yang menginisiasi inflamasi
paru.
3.7. Infeksi.
Kolonisasi bakteri yang dihubungkan dengan inflamasi saluran
nafas, dapat juga berperan dalam eksaserbasi. Akibatnya akan
menyebabkan penurunan fungsi paru dan menimbulkan gejala
gangguaan pernafasan.
3.8. Status Sosioekonomi
3.9. Nutrisi.
3.10. Asma.
Pada orang dewasa dengan asma memeliki resiko 12x lipat lebih
besar menderita PPOK, dibandingkan orang dewasa tanpa menderita
asma
BAB III
Patogenesis dan Patofisologis PPOK
Sel inflamasi : Makrofag, (CD8+ > CD4+) limfosit T, limfosit B, folikel limfoid,
fibroblas, beberapa neutrofil atau eosinofil.
Perubahan struktural : penebalan dinding saluran nafas, fibrosis peribronkial,
eksudat inflamasi luminal, penyempitan saluran nafas, peningkatan respon
inflamasi dan eksudat yang berhubungan dengan kegawatan penyakit.
Parenkim Paru (bronkioulus respirasi dan alveoli)
Sel inflamasi : Makrofag, CD8+ limfosit T
Perubahan struktural : kerusakan dinding alveolar, apoptosis dinding epitel
dan endotel.
Emfisema sentrilobular : dilatasi dan kerusakan bronkiolus respirasi (paling
banyak pada perokok)
Emfisema parasinar : kerusakan kantung alveolar dan bronkiolus respirasi
(banyak terdapat pada defisiensi alpha-1 antitrypsin)
Vaskular Pulmonal