Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS PADA AGREGAT

ANAK USIA SEKOLAH DI KOMUNITAS

DISUSUN OLEH : B19 AJ1

1. MUHAMMAD ROZIQIN 131611123017


2. OKTAPIANTI 131611123018
3. MUHAMMAD ANIS TASLIM 131611123019
4. AMIRA AULIA 131611123020
5. DWI HARTINI 131611123021
6. BAIQ SELLY SILVIANI 131611123022
7. KHOLIDATUL AZIZAH 131611123023
8. NUR SAYYID JALALUDDIN RUMMY 131611123024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Kesehatan Komunitas Pada Agregat Anak Usia
Sekolah Di Komunitas”.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami hambatan dan


kesulitan, tapi berkat bimbingan dari semua pihak maka makalah ini dapat
terselesaikan, untuk itu berkenanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :

1. Eka Misbahatul M. Has., S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen penanggung


jawab mata kuliah Komunitas II.
2. Elida Ulfiana, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen fasilitator
3. Seluruh staf Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
4. Rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga khususnya
program B19
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan
berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca, guna menambah wawasan dalam
asuhan keperawatan pada pasien asma

Surabaya, Oktober
2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................
II
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
III
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................
3
C. Tujuan................................................................................................................................
4
D. Manfaat..............................................................................................................................
4
BAB II: TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas
1. Definisi Keperawatan Komunitas...............................................................................
5
2. Tujuan Dan Fungsi Keperawatan Komunitas.............................................................
6
3. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas...............................................................
7
B. Asuhan Keperawatan Komunitas......................................................................................
8
1. Pengkajian...................................................................................................................
8
2. Analisa Dan Diagnosa Keperawatan Komunitas........................................................
8
3. Perencanaan.................................................................................................................
9
4. Penatalaksanaan (Implementasi).................................................................................
9
5. Evaluasi.......................................................................................................................
10
C. Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Community Health Nusring)
1. Definisi........................................................................................................................
10
2. Tujuan..........................................................................................................................
11
3. Sasaran........................................................................................................................
11
D. Anak Usia Sekolah............................................................................................................
14
E. Upaya Kesehatan Anak Usia Sekolah...............................................................................
15
1. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)..................................................................
15
2. Pemberian Asupan Gizi Seimbang..............................................................................
17
3. Menjaga Kebersihan Gigi Dan Mulut.........................................................................
20
BAB III: PENGKAJIAN KOMUNITAS AGREGAT ANAK USIA
SEKOLAH..............................................................................................................................
23
BAB IV: DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS....................................................
30
BAB V: RENCANA DAN STRATEGI POKJAKES ANAK USIA SEKOLAH...............
33
BAB VI: KESIMPULAN.......................................................................................................
38
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang
mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan
kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan
nilai yang telah melembaga (Sumijatun dkk, 2006).
Keperawatan komunitas di bagi berdasarkan kelompok usia
diantaranya adalah kelompok usia anak sekolah. Menurut Wong (2008), anak
sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi
pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung
jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka,
teman sebaya, dan orang lainnya.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 mulai masuk
sekolah merupakan hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak
masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti misalnya
pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi
dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi,
kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi.
Pelayanan kesehatan pada anak termasuk pula intervensi pada anak usia
sekolah. (Profil Kesehatan Indonesia, 2014)
Sulitnya memenuhi target penjaringan SD/MI dapat disebabkan oleh
beberapa masalah. Masalah utama yang sering ditemukan di daerah yaitu
kurangnya tenaga di puskesmas sedangkan jumlah SD/MI cukup banyak,
sehingga untuk melaksanakan penjaringan kesehatan membutuhkan waktu
lebih lama. Selain itu juga manajemen pelaporan belum terintegrasi dengan
baik. Walaupun kegiatan penjaringan kesehatan telah dilaksanakan di
puskesmas namun di beberapa provinsi, pengelola program UKS di
kabupaten/kota berada pada struktur organisasi yang berbeda sehingga
menjadi penyebab koordinasi pencatatan dan pelaporan tidak berjalan dengan
baik. (Profil Kesehatan Indonesia, 2014)

2
Penjaringan kesehatan diukur dengan menghitung persentase SD/MI
yang melakukan penjaringan kesehatan terhadap seluruh SD/MI yang menjadi
sasaran penjaringan. Cakupan SD atau sederajat yang melaksanakan
penjaringan kesehatan untuk siswa kelas satu pada tahun 2014 di Indonesia
sebesar 82,17%, mengalami peningkatan dibandingkan cakupan tahun 2013
yang sebesar 73,91%. Namun, belum mencapai target Renstra 2014 sebesar
95%. Dari Gambar 5.39 diketahui bahwa sebagian besar provinsi belum
memenuhi target Renstra 2014 yang sebesar 95%, hanya delapan provinsi
yang telah mencapai target. Terdapat empat provinsi dengan capaian 100%,
yakni Provinsi Kalimantan Barat, Bali, DI Yogyakarta, dan Kepulauan
Bangka Belitung. Capaian terendah terdapat di Provinsi Papua sebesar 0%,
diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebesar 13,51%, dan Papua Barat sebesar
41,81%. (Profil Kesehatan Indonesia, 2014)
Indikator Penjaringan pada Renstra 2010-2014, berbeda dengan
Renstra 2015-2019. Jika pada akhir tahun 2014 indikator difokuskan kepada
sekolah, maka pada renstra 2015 lebih difokuskan kepada Puskesmas.
Penentuan target didapatkan dari data dasar akhir tahun 2014 dimana cakupan
sekolah yang melaksanakan sebesar 82% (bila dikonversi kedalam jumlah
puskesmas menjadi sebesar inimal 40%) dari target sebesar 95% dengan rata-
rata peningkatkan indicator ini sebesar 5% dan peningkatan sebesar 8,3%
dibandingkan tahun 2013. Pada capaian tahun 2015, puskesmas
melaksanakan penjaringan kesehatan peserta didik kelas I mencapai target
yang telah ditetapkan. (Profil Kesehatan Indonesia, 2015)
Capaian pada tahun 2015 sebesar 57% yang berarti sebanyak 5.541
puskesmas sudah melaksanakan penjaringan peserta didik kelas I. sedangkan
target nasional tahun 2015 sebesar 50% dengan demikian dari 34 provinsi
terdapat 19 provinsi yang mencapai target Puskesmas melaksanakan
penjaringan kesehatan peserta didik kelas I. (Profil Kesehatan Indonesia,
2015)
Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk
pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka
juga merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan
baik. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini diutamakan untuk siswa
SD/sederajat kelas satu. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan bersama tenaga lainnya yang terlatih (guru UKS/UKSG dan dokter
kecil). Tenaga kesehatan yang dimaksud yaitu tenaga medis, tenaga
keperawatan atau petugas puskesmas lainnya yang telah dilatih sebagai
tenaga pelaksana UKS/UKGS. Guru UKS/UKGS adalah guru kelas atau guru
yang ditunjuk sebagai pembina UKS/UKGS di sekolah dan telah dilatih
tentang UKS/UKGS. Dokter kecil adalah kader kesehatan sekolah yang
biasanya berasal dari murid kelas 4 dan 5 SD dan setingkat yang telah
mendapatkan pelatihan dokter kecil. (Profil Kesehatan Indonesia, 2015)
Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran tentang kebersihan dan
kesehatan gigi bisa dilaksanakan sedini mungkin. Kegiatan ini dilakukan
untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang pentingnya menjaga
kesehatan gigi dan mulut pada khususnya dan kesehatan tubuh serta
lingkungan pada umumnya. (Profil Kesehatan Indonesia, 2015)
Upaya kesehatan pada kelompok ini yang dilakukan melalui
penjaringan kesehatan terhadap murid SD/MI kelas satu juga menjadi salah
satu indikator yang dievaluasi keberhasilannya melalui Renstra Kementerian
Kesehatan. Kegiatan penjaringan kesehatan selain untuk mengetahui secara
dini masalah-masalah kesehatan anak sekolah sehingga dapat dilakukan
tindakan secepatnya untuk mencegah keadaan yang lebih buruk, juga untuk
memperoleh data atau informasi dalam menilai perkembangan kesehatan anak
sekolah, maupun untuk dijadikan pertimbangan dalam menyusun
perencanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS). (Profil Kesehatan Indonesia, 2015)
Masalah-masalah kesehatan pada anak usia sekolah yang muncul
biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan. Sehingga
isu yang lebih menonjol adalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
seperti cara menggosok gigi yang benar, cuci tangan pakai sabun, dan
kebersihan diri lainnya. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, menunjukkan
bahwa kurang dari 10% orang-orang Indonesia yang menggosok gigi dengan
benar.
Menurut Depkes RI 2007, beberapa penyakit yang dapat ditularkan di
sekolah akibat perilaku tidak sehat anak sekolah maupun akibat lingkungan
yang tidak sehat adalah ISPA, diare dengan atau tanpa muntah, infeksi virus
lain (cacar/rubela), infeksi kulit (termasuk kutu rambut), infeksi telinga
(manifestasi infeksi virus/ISPA).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada
tahun 2007, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi
tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di
Indonesia pada tahun 2011 adalah lima diantara 1.000 balita yang berarti
sebanyak 150.000 balita meninggal pertahun atau sebanyak 12.500 balita
perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 balita perjam atau seorang balita
perlima menit. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi penderita ISPA di
Indonesia adalah 9,4% ( Depkes, 2012).
Tahun 2010, pemeriksaan gigi mulut dilakukan pada 1.012.469 murid
dari 4.374.983 murid SD/MI (23,14%) dan sebanyak 546.465 anak
membutuhkan perawatan,namun hanya 60,28% murid yang mau dirawat. Hal
ini mungkin disebabkan karena anak-anak takut pada peralatan gigi sehingga
mereka menolak dirawat. Sementara untuk pelayanan di poli gigi puskesmas
tercatat 222.022 tindakan pencabutan gigi tetap dan 148.279 tindakan
penambalan dengan rasio tambal / cabut sebesar 0,67. (Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, 2010)
Berdasarkan masalah diatas, maka untuk dapat mencapai kondisi
kesehatan yang optimal, kesehatan masyarakat Indonesia haruslah dimulai
dari bawah, yaitu terciptanya keadaan dan kesadaran tiap individu atau
keluarga dalam masyarakat untuk mengupayakan hidup sehat dalam
kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana mahasiswa mampu menerapkan konsep asuhan keperawatan
komunitas pada anak usia sekolah?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar serta asuhan keperawatan
komunitas pada agregat anak usia sekolah.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi keperawatan komunitas
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dan fungsi keperawatan
komunitas
c. Mahasiswa mampu menjelaskan strategi intervensi keperawatan
komunitas
d. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan
komunitas
e. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep keperawatan kesehatan
masyarakat (Community Health Nursing)
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian anak usia sekolah
g. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya kesehatan anak usia sekolah
h. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan komunitas pada
agregat anak usia sekolah

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan makalah ini dapat membantu dan mempermudah
mahasiswa dalam memahami dan membentuk kerangka berpikir secara
sistematis tentang asuhan keperawatan komunitas pada agregat anak usia
sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan komunitas pada
kelompok khusus yaitu agregat anak usia sekolah.
b. Masyarakat khususnya anak usia sekolah serta orang tua dan
masyarakat mampu memahami dan menerapkan prinsip hidup bersih
dan sehat.

BAB II

TINJAUAN TEORI

6
A. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas
1. Definisi Keperawatan Komunitas
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang
mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan
kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma
dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun dkk, 2006). Misalnya di
dalam kesehatan di kenal kelompok ibu hamil, kelompok ibu menyusui,
kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok masyarakat dalam
suatu wilayah desa binaan dan lain sebagainya. Sedangkan dalam
kelompok masyarakat ada masyarakat petani, masyarakat pedagang,
masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan sebagainya (Mubarak,
2006).
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat
(public health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta
mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara
berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif
secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses
keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan
manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan
(Mubarak, 2006).
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan
keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan
berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan klien,
keluarga, kelompok serta masyarakat melalui langkah-langkah seperti
pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan
(Wahyudi, 2010).

2. Tujuan Dan Fungsi Keperawatan Komunitas


a. Tujuan keperawatan komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk
pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-
upaya sebagai berikut.
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap
individu, keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks
komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health
general community) dengan mempertimbangkan permasalahan
atau isu kesehatan masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga,
individu, dan kelompok.
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat mempunyai kemampuan untuk:
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami;
2) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah
tersebut;
3) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan;
4) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi;
5) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka
hadapi, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam
memelihara kesehatan secara mandiri (self care).

b. Fungsi keperawatan komunitas


1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah
bagi kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan
masalah klien melalui asuhan keperawatan.
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai
dengan kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan
masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan
peran serta masyarakat.
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan
dengan permasalahan atau kebutuhannya sehingga mendapatkan

7
penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat
mempercepat proses penyembuhan (Mubarak, 2006).

3. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya
setelah belajar dari pengalaman sebelumnya, selain faktor
pendidikan/pengetahuan individu, media masa, Televisi, penyuluhan
yang dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya. Begitu juga dengan
masalah kesehatan di lingkungan sekitar masyarakat, tentunya
gambaran penyakit yang paling sering mereka temukan sebelumnya
sangat mempengaruhi upaya penangan atau pencegahan penyakit yang
mereka lakukan. Jika masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat
individual tidak akan mampu mencegah, apalagi memberantas
penyakit tertentu, maka mereka telah melakukan pemecahan-
pemecahan masalah kesehatan melalui proses kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar proses
transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula
seperangkat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi adanya
kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau masyarakat sendiri.
Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-
Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun WHO yaitu
”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan; baik fisik, mental dan sosialnya;
sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial.

c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman
bagi lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat
dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan
komunitas melalui upaya ini berbagai persoalan di dalam lingkungan
masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih cepat

B. Asuhan Keperawatan Komunitas


Pelayanan dalam asuhan keperawatan komunitas sifatnya
berkelanjutan dengan pendekatan proses keperawatan sebagai pedoman
dalam upaya menyelesaikan masalah kesehatan komunitas. Proses
keperawatan komunitas meliputi pengkajian, analisa dan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi:
1. Pengkajian
Pengkajian komunitas adalah untuk mengidentifikasi faktor (positif
dan negatif) yang berhubungan dengan kesehatan dalam rangka
membangun strategi untuk promosi kesehatan. Dimana menurut model
Betty Neuman (Anderson and Mc Farlane, 2000) yang dikaji meliputi
demografi, populasi, nilai keyakinan dan riwayat kesehatan individu yang
dipengaruhi oleh sub system komunitas yang terdiri dari lingkungan fisik,
perumahan, pendidikan, keselamatan dan transportasi, politik
pemerintahan, kesehatan, pelayanan sosial, komunikasi, ekonomi dan
rekreasi. Aspek-aspek tersebut dikaji melalui pengamatan langsung, data
statistik, angket dan wawancara.
2. Analisa dan Diagnosa Keperawatan Komunitas
Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian dianalisa
seberapa besar stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat
reaksi yang timbul dalam masyarakat tersebut. Kemudian dijadikan dasar
dalam pembuatan diagnosa atau masalah keperawatan. Diagnosa
keperawatan menurut Muecke (1995) terdiri dari masalah kesehatan,
karakteristik populasi dan lingkungan yang dapat bersifat aktual, ancaman
dan potensial.
3. Perencanaan
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder,
tersier yang cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang
sesuai dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Proses didalam tahap
perencanaan ini meliputi penyusunan, pengurutan masalah berdasarkan
diagnosa komunitas sesuai dengan prioritas (penapisan masalah),
penetapan tujuan dan sasaran, menetapkan strategi intervensi dan rencana
evaluasi.
4. Pelaksanaan (Implementasi)
Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat
pencegahan (Anderson dan Mcfarlene, 1985), yaitu:
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau
disfungsi dan diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya,
mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum dan perlindungan
khusus terhadap suatu penyakit. Misalnya, kegiatan penyuluhan gizi,
imunisasi, stimulasi dan bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada
saat terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan
ditemukannya masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini
menekankan pada diagnosa dini dan inervensi yang tepat untuk
menghambat proses penyakit atau kelainan sehingga memperpendek
waktu sakit dan tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi
intervensi segera terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai
balita.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada
pengembalian individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari
ketidakmampuan keluarga. Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya
kecacatan atau ketidakmampuan yang menetap bertujuan untuk
mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat proses penyakit.
5. Evaluasi
Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan
hasil yang diharapkan. Evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur,
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah
melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan kriteria
evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat
keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.

C. Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Community Health


Nursing)
1. Definisi
Keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) adalah suatu
bidang dalam keperawatan kesehatan yang merupakan perpaduan antara
keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif
masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif, preventif secara
berkesinambungan (Depkes,2006)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
279/menkes/sk/iv/2006 mengenai PERMENKES, keperawatan kesehatan
masyarakat merupakan salah satu kegiatan pokok Puskesmas yang sudah
ada sejak konsep Puskesmas di perkenalkan.Perawatan Kesehatan
Masyarakat sering disebut dengan PHN (Public HealthNursing) namun
pada akhir-akhir ini lebih tepat disebut CHN (CommunityHealth Nursing).
Perubahan istilah public menjadi community, terjadi dibanyak negara
karena istilah “public” sering kali di hubungkan dengan bantuan dana
pemerintah (government subsidy atau public funding), sementara
keperawatan kesehatan masyarakat dapat dikembangkan tidak hanya oleh
pemerintah tetapi juga oleh masyarakat atau swasta, khususnya pada
sasaran individu (UKP), contohnya perawatan kesehatan individu di
rumah (home health nursing).
Keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) pada dasarnya
adalah pelayanan keperawatan profesional yang merupakan perpaduan
antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep keperawatan yang
ditujukan pada seluruh masyarakat dengan penekanan pada kelompok
resiko tinggi. Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal
dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan
penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention)
dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pelayanan keperawatan.
2. Tujuan
Tujuan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah
meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah
keperawatan kesehatan masyarakat yang optimal. Pelayanan keperawatan
diberikan secara langsung kepada seluruh masyarakat dalam rentang
sehat–sakit dengan mempertimbangkan seberapa jauh masalah kesehatan
masyarakat mempengaruhi individu, keluarga, dan kelompok maupun
masyarakat
3. Sasaran
Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah seluruh
masyarakat termasuk individu, keluarga, kelompok beresiko tinggi
termasuk kelompok/ masyarakat penduduk di daerah kumuh, terisolasi,
berkonflik, dan daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan
Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat dapat diberikan
secara langsung pada semua tatanan pelayanan kesehatan , yaitu :
a. Unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) yang
mempunyai pelayanan rawat jalan dan rawat nginap
b. Rumah
Perawat “home care” memberikan pelayanan secara langsung pada
keluarga di rumah yang menderita penyakit akut maupun kronis. Peran
home care dapat meningkatkan fungsi keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang mempunyai resiko tinggi masalah kesehatan.
c. Sekolah
Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care)
diberbagai institusi pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan
tinggi, guru dan karyawan). Perawat sekolah melaksanakan program
screening kesehatan, mempertahankan kesehatan, dan pendidikan
kesehatan
d. Tempat kerja/industry
Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung dengan kasus
kesakitan/kecelakaan minimal di tempat kerja/kantor, home industri/
industri, pabrik dll. Melakukan pendidikan kesehatan untuk keamanan
dan keselamatan kerja, nutrisi seimbang, penurunan stress, olah raga
dan penanganan perokok serta pengawasan makanan.
e. Barak-barak penampungan
Perawat memberikan tindakan perawatan langsung terhadap kasus
akut, penyakit kronis, dan kecacatan fisik ganda, dan mental.
f. Puskesmas keliling
Pelayanan keperawatan dalam puskesmas keliling diberikan kepada
individu, kelompok masyarakat di pedesan, kelompok terlantar.
Pelayanan keperawatan yang dilakukan adalah pengobatan sederhana,
screening kesehatan, perawatan kasus penyakit akut dan kronis,
pengelolaan dan rujukan kasus penyakit.
g. Panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak, panti
wreda, dan panti sosial lainya serta rumah tahanan (rutan) atau
lembaga pemasyarakatan (Lapas).
h. Pelayanan pada kelompok kelompok resiko tinggi
1) Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, lansia
mendapat perlakukan kekerasan
2) Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan kesehatan jiwa
3) Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penyalahgunaan obat
4) Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok lansia,
gelandangan pemulung/pengemis, kelompok penderita HIV
(ODHA/Orang Dengan Hiv-Aids), dan WTS
Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan,
membimbing dan mendidik individu, keluarga, kelompok, masyarakat
untuk menanamkan pengertian, kebiasaan dan perilaku hidup sehat
sehingga mampu memelihara dan meningkatkan derajad kesehatannya.
Keperawatan kesehatan masyarakat berorientasi pada proses pemecahan
masalah yang dikenal dengan “proses Keperawatan” (nursing proses) yaitu
metoda ilmiah dalam keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan
sebagai cara terbaik dalam memberikan pelayanan keperawatan yang
sesuai respon manusia dalam menghadapi masalah kesehatan. Langkah
langkah proses keperawatan kesehatan masyarakat adalah pengakajian,
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Dalam penerapan proses
keperawatan, terjadi proses alih peran dari tenaga keperawatan kepada
klien (sasaran) secara bertahap dan berkelanjutan untuk mencapai
kemandirian sasaran dalam menyelesaikan masalah kesehatannya.
Berdasarkan uraian diatas, pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Merupakan perpaduan pelayanan keperawatan dan kesehatan
masyarakat
b. Adanya kesinambungan pelayanan kesehatan (continuity of care)
c. Fokus pelayanan pada upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan
pencegahan penyakit (preventif) baik pada pencegahan tingkat pertama,
kedua maupun ketiga
d. Terjadi proses alih peran dari perawat kesehatan masyarakat kepada
klien (individu, keluarga, kelompok, masyarakat) sehingga terjadi
kemandirian
e. Ada kemitraan perawat kesehatan masyarakat dengan masyarakat dalam
upaya kemandirian klien.
f. Memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain serta masyarakat
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
279/menkes/sk/iv/2006)

D. Anak Usia Sekolah


Menurut UU RI No. IV th 1979 tentang kesejahteraan anak,
disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21
tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut UU RI No. I th 1974 Bab IX
ps 42 disebutkan bahwa anak yang sah adalah yang dilahirkan dalam atau
sebagai perkawinan yang sah.
Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization)
yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun , sedangkan di Indonesia
lazimnya anak yang berusia 7-12 tahun.
Menurut Wong (2008), anak sekolah adalah anak pada usia 6-12
tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika
anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam
hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia
sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk
keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh
keterampilan tertentu.
Tahap usia ini disebut juga sebagai usia kelompok (gangage), di mana
anak mulai mengalihkan perhatian dan hubungan intim dalam keluarga
kerjasama antara teman dan sikap-sikap terhadap kerja atau belajar (Gunarsah,
2006).
Dengan memasuki SD salah satu hal penting yang perlu dimiliki anak
dalam kematangan sekolah, tidak saja meliputi kecerdasan dan ketrampilan
motorik, bahasa, tetapi juga hal lain seperti dapat menerima otoritas tokoh lain di
luar orang tuanya, kesadaran akan tugas, patuh pada peraturan dan dapat
mengendalikan emosi-emosinya (Gunarsah, 2006).
Pada masa anak sekolah ini, anak-anak membandingkan dirinya dengan
teman-temannya di mana ia mudah sekali dihinggapi ketakutan akan kegagalan
dan ejekan teman. Bila pada masa ini ia sering gagal dan merasa cemas, akan
tumbuh rasa rendah diri, sebaliknya bila ia tahu tentang bagaimana dan apa yang
perlu dikerjakan dalam menghadapi tuntutan masyarakatnya dan ia berhasil
mengatasi masalah dalam hubungan teman dan prestasi sekolahnya, akan timbul
motivasi yang tinggi terhadap karya dengan lain perkataan terpupuklah”industry”
(Gunarsah, 2006).
E. Upaya Kesehatan Anak Usia Sekolah
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 mulai masuk
sekolah merupakan hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak
masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti misalnya
pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi
dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi,
kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi.
Pelayanan kesehatan pada anak termasuk pula intervensi pada anak usia
sekolah.
Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk
pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka
juga merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan
baik. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini diutamakan untuk siswa
SD/sederajat kelas satu. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan bersama tenaga lainnya yang terlatih (guru UKS/UKSG dan dokter
kecil).
1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan
perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompo atau
masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Dibidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan
lingkungan harus diprakagakan perilaku mencuci tangan dengan sabun,
pengelolaan air minum dan makanan yang memenuhi syarat,
menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, pengelolaan limbah
cair yang memenuhi syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok
di dalam ruangan dan lain-lain. Di bidang kesehatan ibu dan anak serta
keluarga berencana harus dipraktikkan perilaku meminta pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan, menimbang balita setiap bulan,
mengimunisasi lengkap bayi, menjadi akseptor keluarga berencana dan
lain-lain. Di bidang gizi dan farmasi harus dipraktikkan perilaku makan
dengan gizi seimbang, minum Tablet Tambah Darah selama hamil,
memberi bayi air susu ibu (ASI) eksklusif, mengonsumsi Garam
Beryodium dan lainlain. Sedangkan di bidang pemeliharaan kesehatan
harus dipraktikkan perilaku ikut serta dalam jaminan pemeliharaan
kesehatan, aktif mengurus dan atau memanfaatkan upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat (UKBM), memanfaatkan Puskesmas dan
fasilitas pelayanan kesehatan lain dan lain-lain. (Kemenkes RI, 2011)
Manusia hidup di berbagai tatanan, yaitu berbagai tempat atau
system social dimana ia elakukan kegiatan sehari-harinya. Di setiap
tatanan, factor-faktor individu, lingkungan fisik dan lingkungan social
berinteraksi dan menimbulkan dampak terhadap kesehatan. (Kemenkes
RI, 2011)
Telah di tetapkan adanya lima tatanan, yaitu salah satunya tatanan
di institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren, seminari, padepokan
dan lain-lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat
menciptakan Institusi Pendidikan Ber-PHBS, yang mencakup antara lain
mencuci tangan menggunakan sabun, mengonsumsi makanan dan
minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di
tempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi Narkotika, Alkohol,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), tidak meludah sembarang
tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain. (Kemenkes RI, 2011)
Namun demikian, fokus pembinaan adalah pada PHBS tatanan
rumah tangga. Dalam Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup bersih dan
Sehat (Kemenkes RI, 2011) berdasarkan pada rapat Koordinasi Promosi
Kesehatan Tingkat Nasional, pada tahun 2007 indikator PHBS di Rumah
Tangga di ubah menjadi persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita setiap bulan,
menggunakan air besih, mencuci tangan dengan sabun, menggunakan
jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, mengonsumsi buah dan sayur
setiap hari, melakukan aktivitas fisik setap hari dan tidak merokok di
dalam rumah.

2. Pemberian Asupan gizi Seimbang


Golongan umur ini sudah mempunyai daya tahan tubuh yang
cukup. Mereka jarang terjangkit infeksi atau penyakit gizi. Tetapi
kebutuhan nutrien justru bertambah, karena mereka sering melakukan
berbagai aktivitas, seperti bermain di luar rumah, olahraga, pramuka, dan
kegiatan sekolah lainnya. Kebutuhan energi pada golongan umur 10-12
tahun lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan
yang lebih pesat dan aktivitas yang lebih banyak. Sejak umur 10-12 tahun
kebutuhan energi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Selain
itu, anak perempuan yang sudah haid memerlukan tambahan protein dan
mineral besi (Markum, dkk, 2002).
Tujuan pemberian makan pada bayi dan anak adalah : 1)
Memberikan nutrien yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yang
dimanfaatkan untuk tumbuh kembang yang optimal, penunjang berbagai
aktivitas, dan pemulihan kesehatan setelah sakit, dan 2) Mendidik
kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan makan, belajar
menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu
(Markum, dkk, 2002).
Makan bersama dengan anggota keluarga tetap dianjurkan untuk
menjalin keakraban keluarga. Beberapa anak kurang menyukai makanan
di rumah dan lebih banyak jajan di luar karena itu harus pandai-pandai
memilih dan menghidangkan makanan di rumah. Namun sewaktu-waktu
anak dapat makan di luar bersama keluarga (Markum, dkk , 2002).
Cara pemberian makan pada anak yang tidak tepat dapat
menjadikan anak sulit makan, contohnya memberikan makanan dengan
kasar atau dengan marah-marah, suka memaksa anak untuk cepat-cepat
menghabiskan makanan setiap kali makan, memberikan makan terlalu
banyak, menetapkan banyak aturan yang harus dilakukan anak pada saat
makan, dan waktu yang tidak tepat (Widodo, 2009).
a. Pengaturan Makan pada Anak Usia Sekolah (7-12 Tahun)
Jadwal pemberian makan merupakan kelanjutan dari jadwal
masa bayi dengan sedikit penyesuaian, menjadi sebagai berikut : 3
kali makan utama (pagi, siang, dan malam/sore), diantaranya
diberikan makanan kecil atau jajanan, dan bila mungkin tambahan
susu (Markum, dkk, 2002). Secara lebih terinci jadwal yang
dianjurkan adalah :
Table 1.1 Pola Makanan Anak Usia 7-12 Tahun
Tabel 1.1 Pola 7-9 tahun 9-12 tahun
Makanan Anak Usia 7- BB 23kg(1900 BB 30 kg(2100
12 Tahun kkal) kkal)
Jam pemberian makan g urt g urt
06.00 : susu + gula 200 1 gelas 200 1 gelas
07.00 : nasi 1) 100 ¾gelas 150 1 gelas
telur 50 1 butir 50 1 butir
10.00 : kue 50 1potong 50 1 potong
12.00 : nasi 1) 150 1 gelas 200 1 ½ gelas
hewani 2) 50 1potong 50 1 potong
nabati 3) 25 1potong 25 1 potong
sayuran 50 ½ gelas 75 ¾ gelas
buah 50 1potong 50 1 potong
16.00 : bubur kacang 200 1 gelas 200 1 gelas
hijau 4) 150 1 gelas 150 1 gelas
18.00 : nasi 50 1potong 50 1 potong
hewani 25 1potong 25 1 potong
nabati 50 ½ gelas 75 75 ¾ gelas
sayuran 50 1potong 50 1 potong
buah 200 1 gelas 200 1 gelas
21.00 : susu gula 20 2 buah 20 2 buah
biskuit 5)
Sumber : Sub bagian Gizi anak FKUI/RSCM

Keterangan :
a. Dapat diganti dengan makanan penukarnya seperti roti, jagung,
kentang, sagu.
b. Diartikan sumber protein hewani : daging, telur, hati, ikan laut,
ikan tawar.
c. Diartikan sumber protein nabati : tahu, tempe, kacang-kacangan.
d. Dapat diganti dengan makanan penukar sebanyak 25 gram.
e. Berat biskuit “Regal” : 8-10 gr/buah
f. Berat biskuit “ Farley” : 15-16 gr/buah
g. Urt : ukuran rumah tangga
h. G : gram
Jenis bahan makanan pokok untuk dihidangkan terdiri atas : 1)
Serealia, yang merupakan makanan pokok dan sumber kalori.
Misalnya tepung, beras, ubi, ketela, sagu, jagung. 2) Makanan asal
hewan sebagai lauk-pauk dan sumber protein hewan, seperti telur,
daging, jeroan, ikan tawar , ikan laut, dan daging unggas. 3) Sayuran
sebagai lauk-pauk. Misalnya kacang-kacangan sebagai sumber protein
nabati, seperti kacang hijau, kacang panjang, daun-daunan seperti
bayam, kangkung, daun ketela, kubis, dan umbi-umbian seperti
wortel, bit (makanan yang telah diolah menjadi tahu dan tempe). 4)
Buah-buahan merupakan sumber vitamin A dan vitamin C, seperti
alpukat, nenas, pisang, jeruk, pepaya, dan mangga (Markum, dkk,
2002).
b. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
Angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary
Allowances (RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang
harus dipenuhi dari makanan untuk mencukupi hampir semua orang
sehat. Tujuan utama penyusunan AKG ini adalah untuk acuan
perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi makanan
individu/masyarakat ( Almatsier, 2001).
Hardiansyah dan Tambunan (2004) mengartikan Angka
Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi
dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok
umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik
agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial
yang diharapkan. Selanjutnya Angka Kecukupan Protein (AKP) dapat
diartikan rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein
yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai hampir semua
populasi sehat (97.5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin, dan
ukuran tubuh tertentu pada tingkat aktivitas sedang.

Table 1.2 Angka kecukupan energi dan protein pada anak usia sekolah
Tabel 1.2 Berat Tinggi Badan Angka Angka
Angka Badan (kg) (kg) Kecukupan Kecukupan
Kecukupan Energi Protein
Energi dan (kkal/orang/har (gram/orang/ha
Protein pada i) ri)
Anak Usia
Sekolah Umur
(tahun)
7-9 25.0 120 1800 45
Pria 35.0 138.0 2050 50
10-12
Wanita 10-12 38 145 2050 50
Sumber : Hardiansyah dan Tambunan (2004) diacu dalam Widya
karya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004.

3. Menjaga kebersihan gigi dan mulut


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 93
dan 94, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam
bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan
penyakit gigi, dan pemulihan kesehatan gigi yang dilakukan secara
terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan dan dilaksanakan melalui
pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi
masyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah, serta pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas
pelayanan, alat dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman, bermutu,
dan terjangkau oleh masyarakat. (Kemenkes RI, 2012)
Kebersihan mulut dan gigi bertujuan untuk mencegah terbentuknya
plak. Plak adalah transparan dan melekat pada gigi, khususnya dekat dasar
kepala gigi dan melekat pada gigi atau plak merupakan lapisan lengket
pada gigi yang mengandung bakteri dan sisa makanan yang terbentuk
pada gigi, menjelaskan bahwa plak yang menempel pada celah- celah dan
fissure gigi akan menghasilkan zat asam (acis) yang apabila tidak teratur
di bersihkan, secara perlahan akan merusak gigi, plak akan melapisi
permukaan enamel gigi, dan pada akhirnya menyebaban penyakit gusi
(periodontal disease). Plak juga dapat menyebabkan
tanggalnya gigi. Menggososk gigi dan flossing dapat membersihkan plak
menempel pada gigi. (Potter, Patricia A, 2005)
Gigi adalah bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisinya
bahan organic dan airnya sedikit sekali, sebagian besar terdiri dari bahan
anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak dalam rongga mulut yang
terlindungi dan basah oleh air liur (Kemenkes RI, 2014)
Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut pada
sebagian besar penduduk Indonesia. Di banyak negara, sebagian besar
karies pada anak-anak masih tidak diobti sehingga mengakibatkan sakit
gigi, penyakit pulpa, ulserasimukosa di jaringan sekitarnya, abses dan fi
stula. Kondisi ini dapat berdampak pada kesehatan umumanak. Di seluruh
dunia, karies berkontribusi 15 kali lebih tinggi sebagai beban penyakit
disabilityadjusted life year (DALY) dibandingkan dengan penyakit
periodontal. Keterbatasan (disable) berarti rasa sakit dan
ketidaknyamanan serta kurangnya perawatan diri, sering tidak masuk
sekolah, gangguan kognisi, terganggunya kegiatan interpersonal,
gangguan tidur dan berkurangnya energi. (Kemenkes RI, 2012)
Survei Nasional Riskesdas 2007 melaporkan sebesar 75%
penduduk Indonesia mengalami riwayat karies gigi; dengan rata-rata
jumlah kerusakan gigi sebesar 5 gigi setiap orang, diantaranya 4 gigi
sudah dicabut ataupun sudah tidak bisa dipertahankan lagi, sementara
angka penumpatan sangat rendah (0,08 gigi per orang). Juga dilaporkan
penduduk Indonesia yang menyadari bahwa dirinya bermasalah gigi dan
mulut hanya 23%, dan diantara mereka yang menyadari hal itu, hanya
30% yang menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga profesional
gigi. Ini berarti effective demand untuk berobat gigi sangat rendah, yaitu
hanya 7%. Temuan selanjutnya adalah angka keperawatan yang sangat
rendah, terjadinya keterlambatan perawatan yang tinggi, sehingga
kerusakan gigi sebagian besar berakhir dengan pencabutan. (Kemenkes
RI, 2012)
Pendekatan WHO saat ini untuk upaya pelayanan kesehatan gigi
dilakukan dengan pendekatan Basic Package of Oral Care (BPOC) atau
Paket Dasar Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di puskesmas,
(Kemenkes RI, 2012) yang terdiri dari:
a. Penanganan Kegawatdaruratan Gigi dan Mulut (Oral Urgent
Treatment/OUT) yang terdiri atas 3 elemen mendasar:
1) Tindakan mengurangi rasa sakit melalui tindakan pemberian obat-
obatan dan perawatan penambalan gigi
2) Pertolongan pertama infeksi gigi dan mulut serta trauma gigi dan
jaringan penyangga
3) Rujukan untuk kasus-kasus yang kompleks
b. Tersedianya Pasta Gigi yang mengandung fl uoride dengan harga
terjangkau (Aff ordable Fluoride Toothpaste/AFT) dan
c. Penambalan gigi dengan invasi minimal (tanpa bur)/Atraumatic
Restorative Treatment (ART).
Situasi di sebagian besar negara belum berkembang dan sejumlah
komunitas kurang mampu di negara maju membutuhkan perubahan
dalam metode pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Pelayanan kesehatan
gigi dan mulut konvensional harus diganti kan dengan pelayanan yang
mengikuti prinsip-prinsip Oral Health Care. (Kemenkes RI, 2012)
BAB III

PENGKAJIAN KOMUNITAS PADA AGREGAT ANAK USIA SEKOLAH

DI RW 03 KELURAHAN MULYOREJO KECAMATAN MULYOREJO


KOTA SURABAYA

A. Pengkajian Data Umum


Berdasarkan data pengkajian komunitas di RW III RT 1 Kelurahan
Pacarkeling Kecamatan Tambaksari Kota Surabaya pada tanggal 1 Oktober
2016 dan kegiatan Focused Group Discusion (FGD) pada tanggal 2 Oktober
2016 diperoleh data sebagai berikut:
1. Lokasi : RT 01 RW 03 Kelurahan Tambaksari Kecamatan Pacarkeling,
Surabaya
2. Batas Daerah/Wilayah :
a. Utara : RT 03
b. Selatan : RT 02
c. Barat : RT 03
d. Timur : RT 02

Tabel 3.1 Hasil Winshieldsurvey di RT 01 RW 03 Kelurahan Tambaksari


Kecamatan Pacarkeling, Kota Surabaya tanggal 1 Oktober 2016

Elemen Deskripsi
Lingkungan Perumahan
Fisik Hampir seluruh warga dengan anak usia sekolah memiliki
rumah dengan status kepemilikan sendiri. Seluruh rumah
bertipe permanen dengan lantai terbuat dari tegel. Terdapat
jendela disetiap rumah di RT 01 RW 03 namun jendela
jarang dibuka karena tidak terbiasa. Pencahayaan di dalam
rumah di siang hari sebagian besar baik, namun masih ada
beberapa ruamah dengan pencahayaan yang kurang. Jarak
antara rumah dengan tetangga sebagian besar rumah warga
saling berhimpitan, jalan/gang kecil dan sempit dan hanya
cukup dilalui satu motor atau sepeda jalan ini juga sering
digunakan oleh anak-anak sebagai tempat bermain sepatu
roda. Sebagian besar rumah RT 01 RW 03 tidak memiliki
halaman dengan rerata luas rumah 4 m2 , terdapat 1 KK
yang memiliki kandang untuk ternak burung dan terdapat
tikus disekitaran gang.

Sumber air :
Sekitar 70% warga di RT 01 RW 03 menggunakan air
PDAM untuk masak dan minum sedangkan sisanya sudah
mulai menggunakan air sumur, warga yang menggunakan
air PDAM untuk keperluan minum selalu memasak air
terlebih dahulu. Untuk keperluan mandi/mencuci sebagian
besar warga menggunakan air PDAM sedangkan sisanya
menggunakan air sumur. Jarak antara sumber air dengan
septic tank yakni >10 m pada hampir semua rumah.
Sebagian masyarakat menggunakan bak penampungan air
sementara, dengan kondisi tempat penampungan yang
sebagian besar dalam keadaan tertutup. Kondisi air dalam
penampungan semuanya tidak berasa/berwarna dan bersih.
Serta tidak terdapat jentik dalam tempat penampungan air.

Pembuangan sampah :
Semua warga di RT 01 RW 03 membuang sampah di TPA
dengan frekuensi pengambilan sampah oleh petugas setiap
1x sehari, jarak tempat sampah dan rumah > 5m

Pembuangan limbah :
Semua keluarga di RT 01 RW 03 terbiasa BAB dan BAK di
jamban/WC. Jenis jamban yang digunakan merupakan
jamban leher angsa. Semua keluarga memiliki tempat
pembuangan limbah berbentuk got dan hampir sebagian
besar kondisi air mengalir lancar.

Pendidikan Jumlah anak usia sekolah (7-12 tahun) di wilayah Gresikan


adalah 68 orang anak.
Sarana pendidikan yang tersedia di wilayah Gresikan adalah
satu SD di gresikan gang 2, satu TK yaitu TK Harapan di
gresikan IV dan PAUD di balai desa.

Keamanan tidak terdapat sistem keamanan seperti pos kamling di


dan wilayah Gresikan. Sebagian besar warga menggunakan
Transportasi sepeda motor atau sepeda sebagai alat transportasi pribadi
dan menggunakan angkutan umum seperti angkot dan
becak.

Politik dan Sitem pemerintahan yang ada di wilayah Gresikan adalah


Pemerintahan RT, RW, Camat, sdt. Selain itu terdapat beberapa kelompok
pelayanan masyarakat seperti PKK dan Posyandu namun
tidak terdapat karang taruna di wilayah Gresikan. Adanya
peran serta politik dan kebijakan pemerintah dalam
pelayanan sistem pelayanan kesehatan yang diterapkan.
Sedangkan tokoh agama dan masyarakat yang paling
berpengaruh di Gresikan 5 yaitu bapak Arifin (ketua RT),
dan bapak Ahmad (tokoh agama).

Yankes dan Layanan kesehatan :


Yansos Sarana kesehatan terdekat di wilayah Gresikan yakni
puskesmas dan posyandu. Sebagian besar masyarakat
membawa keluarganya ke rumah sakit bila sakit. Sebelum
dibawa ke pelayanan kesehatan, semua warga biasanya
membeli obat bebas. Jarak antara layanan kesehatan dengan
pemunkiman warga sekitar 1 km.

Layanan Sosial :
Fasilitas pendidikan yang ada di wilayah Gresikan adalah
satu SD, satu TK, dan satu PAUD, tidak ada sarana olahraga
di wilayah Gresikan, terdapat satu masjid dan satu mushola
sebagai sarana tempat ibadah, dan terdapat satu pasar
tradisional sebagai sarana kegiatan ekonomi warga.

Mode Komunikasi Formal :


Komunikasi Warga biasanya menggunakan HP sebagai alat komunikasi,
selain itu warga juga biasanya membaca koran dan
menonton TV sebagai sarana utnuk mendapatkan informasi.

Komunikasi informal :
Warga di wilayah Gresikan v RW... RT... biasanya
menggunakan speacker masjid untuk menyampaikan
pengumuman atau mengumpulkan warga.

Ekonomi Datasosial ekonomi :


Hampir semua keluarga dengan anak usia sekolah di
wilayah Gresikan RT.. RW.. berpenghasilan rata-rata lebih
dari 1.000.000. Namun hanya sebagian kecil warga yang
memiliki tabungan.

Rekreasi Tidak ada sarana rekreasi di daerah Gresikan, warga


biasanya berkumpul di gang untuk mengobrol dan
bercengkrama, selain itu gang di wilayah Gresikan v RW..
RT.. juga biasnaya digunakan oleh anak-anak untuk
bermain.

B. Data Sekunder
1. Proporsi Anak Usia Sekolah RW 03 Berdasarkan Jenis Kelamin
JENIS KELAMIN

30; 44% Laki-Laki


Perempuan

38; 56%

Gambar 3.1 Proporsi Anak Usia Sekolah Berdasarkan Jenis Kelamin di RT


01 RW 03 Kelurahan Tambaksari Kecamatan Pacarkeling,
Kota Surabaya pada tanggal 1 Oktober 2016
Gambar 3.1 menunjukkan bahwa proporsi anak usia sekolah pada rentang
usia 5-12 tahun berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 30 orang dan
perempuan sebanyak 38 orang.

2. Proporsi Anak Usia Sekolah RT 01 RW 03 Berdasarkan Status Gizi

STATUS GIZI
2; 3%

16; 24%

Baik Cukup Kurang

50; 74%

Gambar 3.2 Proporsi Anak Usia Sekolah Berdasarkan Status Gizi di RT 01


RW 03 Kelurahan Tambaksari Kecamatan Pacarkeling, Kota
Surabaya pada tanggal 1 Oktober 2016
Gambar 3.2 menunjukkan bahwa proporsi anak usia sekolah pada rentang
usia 5-12 tahun berdasarkan status gizi yaitu gizi baik sebanyak 50 orang, gizi
cukup sebanyak 16 orang dan gizi kurang sebanyak 2 orang.

3. Proporsi Anak Usia Sekolah RT 01 RW 03 Berdasarkan Imunisasi


STATUS IMUNISASI

Lengkap Tidak Lengkap

68; 100%

Gambar 3.3 Proporsi Anak Usia Sekolah Berdasarkan Status Gizi di RT 01


RW 03 Kelurahan Tambaksari Kecamatan Pacarkeling, Kota
Surabaya pada tanggal 1 Oktober 2016
Gambar 3.3 menunjukkan bahwa proporsi anak usia sekolah pada rentang
usia 5-12 tahun berdasarkan status imunisasi seluruh anak usia sekolah telah
mendapatkan imunisasi secara lengkap.

4. Proporsi Anak Usia Sekolah RT 01 RW 03 Berdasarkan Kebiasaan

Gosok Gigi

KEBIASAAN GOSOK GIGI

26; 38%
Rajin Tidak Rajin Tidak Pernah

42; 62%

Gamba2r Proporsi Anak Usia Sekolah Berdasarkan Kebiasaan Gosok Gigi


3.4 di RT 01 RW 03 Kelurahan Tambaksari Kecamatan Pacarkeling,
Kota Surabaya pada tanggal 1 Oktober 2016
Gambar 3.4 menunjukkan bahwa proporsi anak usia sekolah pada rentang
usia 5-12 tahun berdasarkan kebiasaan gosok gigiyaitu rajin sebanyak 42 orang
dan tidak rajin sebanyak 26 orang.

5. Proporsi Anak Usia Sekolah RW 03 Berdasarkan Kejadian Sakit Gigi


KEJADIAN SAKIT GIGI

26; 38%
Ya Tidak

42; 62%

Gambar 3.5 Proporsi Anak Usia Sekolah Berdasarkan Kejadian Sakit Gigi di
RT 01 RW 03 Kelurahan Tambaksari Kecamatan Pacarkeling,
Kota Surabaya pada tanggal 1 Oktober 2016

Gambar 3.5 menunjukkan bahwa proporsi anak usia sekolah pada rentang
usia 5-12 tahun berdasarkan kejadian sakit gigi yaitu senyak 54 orang pernah
mengalami sakit gigi dan sebanyak 14 orang tidak pernah mengalami sakit gigi

6. Proporsi Anak Usia Sekolah RW 03 Berdasarkan Kejadian ISPA

KEJADIAN ISPA
12; 18%

Ya Tidak

56; 82%

Gambar 3.5 Proporsi Anak Usia Sekolah Berdasarkan Kejadian ISPA di RT 01


RW 03 Kelurahan Tambaksari Kecamatan Pacarkeling, Kota
Surabaya pada tanggal 1 Oktober 2016

Gambar 3.5 menunjukkan bahwa proporsi anak usia sekolah pada


rentang usia 5-12 tahun berdasarkan kejadian ISPAyaitu sebanyak 56
orang pernah mengalami ISPA dan sebanyak 12 orang tidak pernah
mengalami ISPA

C. Data saat FGD


Tabel 3.2 Hasil Focus Group Discussion RT 01 RW 03 Kelurahan Tambaksari
Kecamatan Pacarkeling, Kota Surabaya pada tanggal 1 Oktober 2016
No Masalah POKJA Solusi yang sudah Rencana solusi
dilakukan
1 Kurangnya Belum pernah ada Mengadakan
pengetahuan ibu pendidikan penyuluhan
dalam mencegah kesehatan yang (pendidikan
dan menangani diberikan pada Ibu kesehatan) pada ibu
secara mandiri anak dengan anak usia terkait dengan
usia sekolah yang sekolah pencegahan dan
mengalami masalah penanganan anak
kesehatan dengan ISPA dan
khususnya ISPA Karies gigi
dan karies gigi
2 Kurangnya Sudah pernah Memberikan
pendidikan dilakukan tentang pelatihan cuci
kesehatan anak usia penyuluhan PHBS tangan pakai sabun
sekolah tentang namun masih dan gosok gigi
perilaku hidup belum termotivasi serta mengadakan
bersih dan sehat untuk melakukan pelatihan dan
(PHBS) dalam kehidupan lomba untuk
sehari-hari membuat makanan
sehat pada anak
usia anak sekolah
3 Kurangnya belum pernah Mengadakan
pengetahuan anak dilakukan kegiatan lomba menghias
tentang makanan tentang menghias makanan sehat dan
sehat makanan sehat penyuluhan tentang
makanan sehat
pada anak usia
sekolah
BAB IV

ANALISA DATA DAN PRIORITAS MASALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DI RT 01 RW 03 KELURAHAN TAMBAKSARI KECAMATAN PACARKELING,


KOTA SURABAYA

A. Analisa Data
Dari hasil pendataan, maka data-data yang ada dianalisa sebagai berikut :
Tabel 4.1 Analisa data asuhan keperawatan komunitas di RT 01 RW 03 Kelurahan Tambaksari Kecamatan Pacarkeling, Kota Surabaya
pada tanggal 1 Oktober 2016
Sasaran Data Domain Kelas Kode Masalah
Keperawatan
Komunitas DO : Domain I : Kelas 2 : 000188 Perilaku kesehatan
1. Dari 68 anak di RT 01 RW 03 terdapat 26 Promosi Menejemen cenderung beresiko
orang anak atau 38% anak tidak rajin sikat gigi Kesehatan Kesehatan 00099 Ketidakefektifan
atau melakukan sikat gigi sesuai dengan aturan pemeliharaan
2. Terdapat 56 anak mengalami ISPA 6 bulan terakhir kesehatan
3. Terdapat lebih dari 50% anak yaitu 62% anak
mengalami sakit gigi 6 bulan terakhir
4. Tedapat 50 anak yang memiliki gizi baik, 16 anak
memiliki gizi cukup dan 2 orang anak memiliki
gizi

31
kurang.
5. Tampak ibu-ibu yang membiarkan anaknya jajan
sembarangan di lingkungan rumah.
6. Di waktu sekolah tampak pada jam istirahat anak-
anak menyerbu pedagang yang berjualan di luar
sekolah, jenis jajanan seperti “cilok”, baso goreng,
dll dengan saus warna merah terang.
7. Terdapat 1 kios kecil di dalam sekolah, namun
hanya menyediakan jajanan kering dan
gorengan.
8. Terdapat tempat cuci tangan di sekolah namun
hanya ada 3 keran tanpa ada sabun.

DS :
1. Ibu mengatakan anaknya sering belanja jajanan di
sembarang tempat
2. Beberapa orang tua mengatakan gigi anak mereka
berlubang dan berwarna hitam
3. Beberapa ibu mengatakan belum mengetahui secara
detail tentang penanganan secara mandiri anak usia
sekolah yang mengalami masalah kesehatan
khususnya kerusakan gigi
4. Beberapa orang tua mengatakan anaknya pernah
mengalami diare 6 bulan terakhir.
5. Beberapa ibu mengatakan anaknya pernak menderita
batuk, pilek, dan sakit gigi 6 bulan terakhir ini.
B. Penapisan Masalah
Dari hasil analisa data, dilaporkan data yang kemudian dilakukan penapisan masalah untuk menentukan prioritas masalah, adapun
penapisan tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.2 Penapisan masalah asuhan keperawatan komunitas di RW III RT I Kelurahan Pancarkelling Kec. Tambak Sari Kota Surabaya
Diagnosa keperawatan Pentingnya Perubahan positif untuk Penyelesaian untuk Total Score
penyelesaian masalah penyelesaian di komunitas peningkatan kualitas hidup
1 : rendah 0 : tidak ada 0 : tidak ada
2 : sedang 1 : rendah 1 : rendah
3 : tinggi 2 : sedang 2 : sedang
3 : tinggi 3 : tinggi
Perilaku kesehatan 3 3 2 8
cenderung berisiko pada
agregat anak usia sekolah di
RW III RT I Kelurahan
Pancarkelling Kec. Tambak
Sari Kota Surabaya
Ketidakefektifan 3 3 3 9
pemeliharaan kesehatan anak
usia sekolah di RW III RT I
Kelurahan Pancarkelling
Kec. Tambak Sari Kota
Surabaya

32
1. BAB V

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS

3. ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DI RT 01 RW 03 KELURAHAN TAMBAKSARI KECAMATAN


PACARKELING, KOTA SURABAYA

A. Diagnosa Keperawatan
4. Dari hasil analisa data dan skoring, maka didapatkan diagnosa keperawatan komunitas sesuai prioritas sebagai berikut:
5. Tabel 5.1 Diagnosa keperawatan asuhan keperawatan komunitas RW 01 RW 03 Kelurahan Tambaksari Kecamatan Pacarkeling, Kota
Surabaya pada tanggal 1 Oktober 2016

6. Sas
aran 7. Domain 8. Kelas 9. Kode 10. Diagnosa Keperawatan Komunitas
11. Ko 12. Domain I : 14. Kelas 2 : 16. 000188 17. Perilaku kesehatan cenderung beresiko
munitas 13. Promosi 15. Menejemen 21. 00099 22. Ketidakefektifan pemeliharaan
Kesehatan Kesehatan kesehatan
23.
B. Rumusan Diagnosis Keperawatan
24. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada agregat anak usia sekolah di RW III RT I Kelurahan Pancarkelling Kec. Tambak Sari
Kota Surabaya
25. Perilaku kesehatan cenderung beresiko pada agregat anak usia sekolah di RW III RT I Kelurahan Pancarkelling Kec. Tambak Sari
Kota Surabaya.

26. 26.
27. BAB VI

28. RENCANA DAN STRATEGI POKJAKES ANAK USIA SEKOLAH

29. DI RW 03 KELURAHAN MULYOREJO KECAMATAN MULYOREJO KOTA SURABAYA

A. Intervensi Keperawatan untuk Pokja Anak Usia Sekolah


30. Dari hasil analisa data yang telah dilakukan, maka didapatkan diagnosa keperawatan komunitas sesuai prioritas dan
disusunlah kriteria intervensi dan hasil pada asuhan keperawatan kelompok/komunitas menggunakan pendekatan prevensi primer,
sekunder, dan tersier.
31. Adapun perencanaan yang akan kami laksanakan adalah sebagai berikut.
32. Tabel 6.1 Intervensi kperawatan asuhan keperawatan komunitas RW 01 RW 03 Kelurahan Tambaksari Kecamatan Pacarkeling,
Kota Surabaya pada tanggal 1 Oktober 2016
33. DATA 34. DIAGNOS 35. TUJU 36. NOC 37. NIC
A AN
(NANDA/I
NCP)
38. Kasus agregat 39. Domain 1 : 41. Tujua 45. Prevensi Primer : 55. Prevensi Primer :
anak usia sekolah : 40. Promosi n: 46. 56.
1. Dari 68 anak di RT 01 Kesehatan 42. Berkur 47. Domain IV; 57. Domain 3: Perilaku
RW 03 terdapat 26 1. Ketidakefektifa angnya Pengetahuan kesehatan 58.
orang anak atau 38% n pemeliharaan perilak dan perilaku. 59. Kelas S; Edukasi klien
anak tidak rajin sikat kesehatan u 48.  5510:Pendidikan kesehatan (210)
gigi atau melakukan (00188) berisik 49. Kelas S; Pengetahuan  5520:Memfasilitasi pembelajaran
sikat gigi sesuai o anak kesehatan
dengan aturan 2. Perilaku usia  1805:Pengetahuan; perilaku (244).
2. Terdapat 56 anak kesehatan sekola sehat .  5604 Pengajaran kelompok (372)
mengalami ISPA cenderung h dan  1832:Pengetahuan; promosi  5618:Pengajaran
6 bulan terakhir beresiko menin kesehatan. prosedur/tindakan (371).
3. Terdapat lebih dari (00099) gkatny  1854:Pengetahuan; diet sehat 60.
50% anak yaitu 62% a 61. Domain 7; Komunitas
 1855:Pengetahuan; gaya
anak mengalami sakit efektifi 62.
hidup sehat .
gigi 6 bulan terakhir tas 63. Kelas C; Promosi
50.
4. Tedapat 50 anak yang pemeli 51. Kelas Q; Perilaku sehat kesehatan komunitas
memiliki gizi baik, 16 haraan 1600:Kepatuhan perilaku  8750: Pemasaran sosial di
anak memiliki gizi keseha 
 1621:Kepatuhan perilaku; diet masyarakat (351).
cukup dan 2 orang tan
sehat . 64.
anak memiliki gizi pada
kurang. anak  1602Perilaku promosi kesehatan
5. Tampak ibu-ibu yang usia .
membiarkan anaknya sekola  1603:Pencarian perilaku sehat .
jajan sembarangan di h.  1606Partisipasi dalam
lingkungan rumah. 43. pengambilan keputusan
6. Di waktu sekolah 44. perawatan kesehatan.
tampak pada jam 52.
istirahat anak-anak 53. Kelas R; Health Beliefs
menyerbu pedagang  1704:Health beliefs; perceived
yang berjualan di luar threat
sekolah, jenis jajanan 54.
seperti “cilok”, baso 68. Prevensi Sekunder : 91. Prevensi Sekunder :
goreng, dll dengan
69. 92.
saus warna merah
terang. 70. Kelas T; Kontrol resiko 93. Domain 3; Perilaku
dan keamanan 94. Kelas O; Terapi perilaku
7. Terdapat 1 kios kecil 71. Level 3: Intervensi 95. Level 3; Intervensi
di dalam sekolah,  1902:Kontrol resiko .  4310: Terapi aktifitas (73)
namun hanya  1934:Keamanan dan  4350:Manajemen perilaku
menyediakan jajanan kesehatan serta perawatan (92)
kering dan gorengan. lingkungan .  4360:Modifikasi perilaku (95)
8. Terdapat tempat cuci 72. 96.
tangan di sekolah 73. Domain V; Kesehatan 97. Domain 4; Keamanan
namun hanya ada 3 yang dirasakan. 98. Kelas V; Manajemen
keran tanpa ada sabun. 74. resiko
9. Ibu mengatakan 75. Kelas U; Kesehatan dan  Manajemen lingkungan
anaknya sering belanja Kualitas Hidup (6480).
jajanan di sembarang 76. Level 3: Intervensi
tempat  Manajemen lingkungan;
 2008:Status kenyamanan . keamanan (6486).
10. Beberapa orang tua
 2009:Status kenyamanan;  Surveilance (6650).
mengatakan gigi anak
lingkungan . 99.
mereka berlubang dan
berwarna hitam  2006:Status kesehatan 100.Domain 6; Sistem
11. Beberapa ibu individu . kesehatan
mengatakan belum  2000:Kualitas hidup 101.Kelas Y; Mediasi
mengetahui secara  2005:Status kesehatan terhadap sistem
detail tentang peserta didik 102.kesehatan
penanganan secara 77.  7320:Manajemen kasus (113)
mandiri anak usia 78. Kelas EE; Kepuasan  7400:Panduan sistem
sekolah yang terhadap perawatan kesehatan (212).
mengalami masalah  3014:Kepuasan klien . 103.
kesehatan khususnya  3015:Kepuasan manajemen 104.Kelas A; Manajemen
kerusakan gigi kasus . sistem kesehatan
12. Beberapa orang tua  3007:Kepuasan terhadap  7620:Pengontrolan berkala
mengatakan anaknya lingkungan fisik (132).
pernah mengalami  3010:Kepuasan terhadap  7726:Preceptor; peserta didik
diare 6 bulan terakhir. keamanan . (306).
13. Beberapa ibu  3012:Kepuasan terhadap 105.
mengatakan anaknya pengajaran. 106. Domain 7: Komunitas,
pernak menderita  3005:Kepuasan terhadap 107. Kelas D; Manajemen
batuk, pilek, dan sakit fungsi asistensi . resiko komunitas.
gigi 6 bulan terakhir 79. 108. Level 3: Intervensi
ini. 80. Domain VI; Kesehatan  6489: Manajemen lingkungan;
keluarga komunitas (178).
81. Kelas Z; Kualitas hidup 109.
keluarga 110.
82. Level 3: Intervensi
 2606:Status kesehatan
keluarga .
83.
84. Domain VII; Kesehatan
komunitas
85. Kelas BB; Weel
Being komunitas
86. Level 3: Intervensi
 2701:Status kesehatan
komunitas .
 2700:Kompetensi
komunitas .
87.
88. Kelas CC; Proteksi
kesehatan komunitas.
89. Level 3: Intervensi
 2807:Efektifitas skrining
kesehatan komunitas .
 2808:Efektifitas program
komunitas .
90.
114. Prevensi Tersier : 120.Prevensi Tersier :
115. 121.
116.Domain VI; 122. Domain 5; Keluarga
Kesehatan keluarga 123. Kelas X; Perawatan
117.Kelas Z; Kualitas siklus kehidupan.
hidup keluarga  7040: Dukungan terhadap
118.Level 3: Intervensi caregiver (113).
 2605:Partisipasi tim  7140: Dukungan keluarga
kesehatan dalam keluarga . (193).
119. 124.
125.BAB VII

126.KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
127. Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan
masyarakat (public health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif
secara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing process) untuk
meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2006).
128. Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu,
dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta masyarakat melalui langkah-
langkah seperti pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan (Wahyudi, 2010).
129. Dalam proses keperawatan komunitas terdapat 3 sasaran dalam memberikan asuhan keperwatan , yaitu individu, keluarga
dan kelompok. Dalam kelompok khusus, salah satunya terdapak asuhan keperawatan komunitas pada kelompok anak usia sekolah.
Dimana menurut Wong (2008), anak sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak.
Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman
sebaya, dan orang lainnya.
130. Banyak masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti misalnya pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi, kecacingan, kelainan
refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi. Oleh karena itu pelayanan kesehatan pada anak termasuk intervensi yang harus
diperhatikan oleh perugas kesehatan.
131.131.
B. Saran
132. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas khususnya pada agregat
anak usia sekolah:
1. Pentingnya melibatkan warga masyarakat, orang tua, serta guru dalam mendukung pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) khususnya pada anak usia sekolah.
2. Perlu adanya pemantauan dan tindak lanjut terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan seperti promosi kesehatan ataupun
kegiatan-kegiatan pelatihan oleh kader kesehatan, petugas puskesmas dan instansi kesehatan.
3. Pemantauan dan tindak lanjut dilakukan dengan tujuan melihat apakah prinsip perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) telah
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

133.

134.
135.
136.DAFTAR PUSTAKA
137. 138. Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Status
Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
139.
140. Gunarsah, Singgih 2008.Dasar dan Teori
Perkembangan Anak Seri Psikologi. Gunung
Mulia, Jakarta.
141.
142. Kementerian Kesehatan RI. 2006. Pedoman
Penyelenggaraan Upaya Keperawatan
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas. Jakarta.
143.
144. . 2011. Pedoman
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Jakarta
145.
146. . 2012. Pedoman Paket
Dasar Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di
Puskemas. Jakarta
147.
148.....................................2015. Profil Kesehatan
Indonesia 2015. Jakarta
149.
150. Mubarak, dkk 2006. Ilmu Keperawatan
Komunitas Konsep dan Aplikasi, Salemba
Medika, Jakarta.
151.
152. Potter, Patricia A dan Perry , Anne Griffin.
2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan.
Jakarta: EGC
153.
154. Wong, Donna L. 2008. Pedoman Klinis

Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

155.
1

Anda mungkin juga menyukai