PENDAHULUAN
Defisiensi besi atau sering disebut juga anemia gizi besi (AGB) yaitu suatu
kondisi dimana seseorang mengalami ketidak cukupan jumlah besi untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. anemia gizi besi terutama disebabkan oleh makanan
yang dikonsumsi kurang mengandung zat besi terutama dalam bentuk besi-heme,
dan adanya gangguan absorpsi. Selain itu juga diakibatkan oleh kenaikan
kebutuhan besi seperti pada masa pertumbuhan, kehilangan darah yang berlebihan
(menstruasi, melahirkan), dan terinfeksi parasit kronis seperti malaria, cacing
tambang (Darlan, 2012).
Kekurangan Vitamin A akan mempengaruhi berbagai fungsi penting
tubuh, antara lain system imunitas, penglihatan, sisitem reproduksi dan
pembelahan sel, sehingga dapat diperkirakan risiko terhadap pencapaian
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dari seorang anak. Pemerintah
indonesi telah mengupayakan berbagai program untuk mengatasi kekurangan
vitamin A, terutama pada anak-anak, antara lain melalui program suplementasi
kapsul vitamin Auntuk anak balita setiap 6 bulan, penganekaragaman makanan,
pemanfaatan pekarangan dan fortifikasi (Achadi dkk., 2010).
Vitamin D juga merupakan salah satu zat gizi yang penting untuk tulang.
Apabila tubuh kekurangan (defisiensi) vitamin D baik yang berasal dari asupan
makanan maupun dari dalam tubuh dengan bantuan sinar matahari maka absorpsi
kalsium dapat terganggu dan kemudian terganggu pula proses mineralisasi
(pembentukan) tulang (Prasetya dkk., 2015).
Berkurangnya asam folat dan vitamin B12 juga dapat mengganggu proses
metabolisme keduanya dalam tubuh, menimbulkan berbagai kelainan saraf,
berkurangnya memori dan mempengaruhi perkembangan fetus pada wanita hamil.
Asam folat memiliki berbagai peran penting bagi tubuh, terutama dalam
pembentukan DNA dan pembentukan sel-sel baru (Primavera, 2016).
Gangguan akibat kekurangan iodium adalah gangguan tubuh yang
disebabkan oleh kekurangan iodium sehingga tubuh tidak dapat menghasilkan
hormone tiroid. Salah satu cara penanggulangannya adalah dengan fortifikasi
garam dapur dengan iodium (Permatasari dkk., 2017).
BAB III. PEMBAHASAN
2. Fortifikasi Zat Besi yang Sulit Larut dalam Air, tetapi Mudah Larut dalam
Larutan Bersifat Asam
Jenis fortifikan ini mudah diserap tubuh karena larut dalam asam.
Fortifikasi zat besi dari jenis ini yang paling banyak digunakan adalah ferro
fumarate dan ferri saccharate.
3. Fortifikasi Zat Besi yang Tidak Larut Air dan Sulit Larut dalam Larutan
Bersifat Asam
Jenis fortifikan ini memiliki daya serap yang relatif rendah. Fortifikan zat
besi jenis ini yang paling umum digunakan adalah kelompok ferri phospat (ferri
ortophospat dan ferri pyrophospat.
3.2 Zink
Sebagai zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, zink juga sering
digunakan sebagai fortifikan. Salah satu fortifikasi zink pernah dilakukan pada
susu fermentasi, yang ditambahakan yaitu Zink Glukonat, Zink aspartate, Zink
Sulfat.
Berdasarkan sifatnya fortifikasi zink dapat dikelompokkan menjadi tiga
jenis yaitu :
1. Larut air (Zink Asetat, Zink glukonat, Zink sulfat)
2. Tidak larut air tapi larut asam (Zink Oksida)
3. Sangat larut air (Zink klorida)
Tabel 2. Senyawa Zink yang Digunakan Sebagai Fortifikan.
3.3 Vitamin A
Jenis fortifikan vitamin A utama untuk fortifikasi adalah :
- Retinil asetat
- Retinil palmitat
- Provitamin A (β-karoten )
Retinil asetat dan retinil palmitat merupakan bentuk sterifikasi vitamin A
komersial yang biasa digunakan sebagai bahan fortifikasi makanan.
Provitamin A berwarna kuning kemerahan sehingga banyak digunakan untuk
fortifikasi margarin atau minuman berwarna serupa.
Umumnya vitamin A difortifikasikan ke bahan makanan berbasis lemak karena
sifat vitamin A merupakan vitamin yang larut lemak.
Bentuk fortifikan vitamin A dapat berupa vitamin A bentuk kering yang dapat
dicampurkan ke bahan makanan kering ataupun dilarutkan dalam bahan
makanan berbasis air.
Vitamin A bentuk lemak dapat dicampurkan ke bahan makanan berbasis lemak
seperti minyak, margarin atau susu.
Untuk bahan makanan yang berbasis air atau berbentuk kering, vitamin A
dapat ditambahkan dalam bentuk terenkapsulasi.
Berdasarkan hal tersebut fortifikan vitamin A dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
1. Dalam komponen lemak (oily form) sehingga dapat ditambahkan langsung
pada makanan berbasis lemak atau diemulsikan dengan bahan berbasis air dan
2. Bentuk kering (terenkapsulasi).
3.4 Vitamin D
Bentuk vitamin D2 (ergokalsiferol) maupun D3 (kolekalsiferol) dapat
digunakan untuk fortifikasi vitamin D pada makanan. Keduanya mempunyai
kesamaan yaitu :
- Aktivitas biologis yang sama
- Sensitif terhadap oksigen dan kelembapan
- Mudah bereaksi dengan mineral.
Vitamin D3 lebih banyak digunakan untuk fortifikasi pada serealia dengan
level fortifikasi sebanyak 100.000 IU atau 25 mg D 3 per gram. Bentuk kering
fortifikan vitamin D biasanya mengandung tokoferol sebagai pelindung dari
reaksi oksidasi atau interaksi dengan mineral lainnya. Makanan yang difortifikasi
dengan vitamin D :
- Sereal untuk sarapan
- Yoghurt
- Margarin dan minyak sayur
Tabel 5. Fortifikasi Wajib Margarin dengan Vitamin A dan D.
3.5. Yodium
Yodium merupakan salah satu unsur mineral makro yang sangat
dibutuhkan tubuh dalam jumlah relatif kecil. Terdapat dua bentuk kimiawi dari
yodium yang dapat digunakan untuk fortifikasi bahan makanan, yaitu iodida dan
iodat. Kalium iodida (KI) ditambahkan ke garam meja. Kalium iodat (KIO3)
adalah bentuk lain untuk makanan fortifikasi. Bentuk iodat memiliki kelarutan
dalam air lebih rendah daripada bentuk iodida. Iodida biasanya tidak berwarna
tapi menjadi kuning setelah berada di udara karena iodida dioksidasi menjadi
Iodium.
Tabel 6. Kecukupan Yodium yang Dianjurkan (Per Orang Dewasa).