Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan tidak hanya sekedar proses formal yang dilakukan seseorang dari

pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi saja. Bukan pula semata-mata hanya sebuah

proses yang dijalankan oleh seseorang untuk mendapatkan gelar atau pengakuan bahwa ia

telah menyelesaikan proses pendidikan tersebut. Jika baru sekedar memahami bahwa

pendidikan adalah apa yang disebutkan di atas, maka seseorang itu belum dapat dikatakan

memahami makna pendidikan yang sebenarnya.

Paul Engrand pada tahun 1970 mengemukakan konsep pendidikan sepanjang hayat,

long life education, sebagai laporan kepada UNESCO, yang berimplikasi berupa

terselenggaranya belajar sepanjang hayat, long life learning. Konsep pendidikan yang

diajukan oleh Paul Engrand tersebut selaras dengan konsep pendidikan yang juga

dicanangkan oleh Islam. Sebuah pepatah arab menyatakan “Tarbiyah madal hayah” yang

berarti “pendidikan sepanjang hidup”. Pepatah tersebut menjelaskan kepada kita bahwa

pendidikan tidak terbatas hanya pada pendidikan formal saja, dan juga tidak terbatas pada

usia. Melainkan bahwa seseorang itu harus terus melakukan proses pendidikan sampai akhir

hayatnya, dengan begitu seseorang akan menyadari bahwa pendidikan merupakan sebuah

kebutuhan bagi dirinya.

Menyadari bahwa pendidikan merupakan sebuah kebutuhan bagi setiap manusia, maka

dengan begitu akan terwujudnya manusia-manusia yang senantiasa belajar. Menurut Gagne,

belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berbuah

perilakunya sebagai akibat pengalaman. Seseorang dapat mengetahui hal-hal apa saja yang

dapat bermanfaat dan merugikan diri serta orang lain melalui belajar. Ilmu yang dapat

bermanfaat bagi kehidupan manusia diantara nya adalah ilmu matematika.

Matematika sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan tidak hanya sekedar berisikan

rumus-rumus yang digunakan untuk menyelesaikan sebuah soal dan juga tidak hanya ilmu

yang berisikan simbol atau notasi yang terkadang sulit dimengerti oleh siswa. Jika
matematika yang selama ini dipahami oleh siswa adalah hal yang demikian, maka tugas guru

adalah memberikan pemahaman yang benar kepada siswa bahwa matematika merupakan

salah satu dari cabang ilmu pengetahuan yang melatih orang-orang yang mempelajarinya

berpikir secara sistematis, terstruktur, dan logis.

Berpikir itu sendiri menurut Bochenski merupakan perkembangan ide dan konsep.

Berkembangnya ide dan konsep tak lepas dari pengaruh informasi yang didapatkan

seseorang. Informasi yang didapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh seseorang

untuk melakukan sesuatu hal. Misalkan seseorang hendak memutuskan untuk memilih

sekolah mana yang akan dipilih berikutnya. Tindakan yang diambil yaitu memilih sekolah

didasari oleh informasi yang diperoleh mengenai kelebihan atau kekurangan sekolah

tersebut.

Proses berpikir merupakan bagian yang tidak akan pernah terpisahkan di dalam proses

belajar. Jika seseorang itu belajar, pasti akan terjadi proses berpikir di dalamnya. Begitu pula

dengan pembelajaran matematika, proses berpikir menjadi bagian yang penting. Hal ini

berkaitan erat bahwa matematika melatih seseorang itu berpikir dalam menyelesaikan suatu

masalah, dimulai dari mengidentifikasi, mengumpulkan informasi yang dapat dijadikan

bahan penyelesaian masalah serta membuat kesimpulan. Mengacu dari hal tersebut, lahirlah

proses berpikir yang sangat identik dengan pembelajaran matematika yang dinamakan

kemampuan berpikir matematis. Diantaranya yaitu kemampuan berpikir logis, Kemampuan

berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir reflektif. Keempat

kemampuan tersebut biasa disebut dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order

thinking skill).

Pada keempat kemampuan berpikir tingkat tinggi tersebut, terdapat kemampuan berpikir

matematika yang belum dikembangkan oleh sebagian guru di Indonesia yaitu kemampuan

berpikir reflektif matematis siswa. Hal ini mengakibatkan kemampuan berpikir reflektif

matematis siswa masih tergolong rendah.

Dari hasil studi terhadap sejumlah siswa SMA di Indonesia memperoleh beberapa

temuan diantaranya: Dalam mengajar, guru lebih banyak memberikan rumus dan konsep

matematika yang sudah jadi dan tidak mengajak siswa berpikir untuk menemukan rumus
dan konsep matematika yang dipelajarinya; Hampir lebih dari 60% siswa belum mampu

menyelesaikan tugas-tugas berpikir reflektif matematis, misalnya tugas menginterpretasi,

mengaitkan, dan mengevaluasi. Kemampuan berpikir reflektif yang rendah ini pula yang

menjadi salah satu faktor rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah

matematis. Hal ini ditandai hasil tes PISA pada tahun 2012, Indonesia berada diperingkat

ke-64 dari 65 Negara yang berpartisipasi dalam tes dengan skor 375, jauh dibawah rata-rata

yaitu 494. Ditunjukkan pula bahwa rata-rata kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal

level 5 dan 6 sangat rendah, yaitu hanya 0,3 sangat jauh dari rata-rata 12,6. Berpikir reflektif

matematis merupakan salah satu proses berpikir yang diperlukan di dalam proses pemecahan

masalah matematis.7 Proses belajar, meneliti, dan memecahkan masalah akan maksimal

hasilnya apabila kemampuan berpikir reflektif seseorang cukup baik. Untuk itu penting bagi

guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa, sehingga dengan

kemampuan berpikir tersebut dapat membantu siswa dalam menyelesaikan suatu masalah

matematis.

Beberapa hal yang menyebabkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa

tergolong rendah diantaranya pembelajaran yang dilakukan oleh sebagian guru di indonesia

masih menggunakan teacher centered learning atau pembelajaran terpusat pada guru,

dimana salah satu karakteristik pembelajaran berbasis teacher centered yakni receiving

information (menerima informasi).9 Pada pembelajaran berbasis teacher centered siswa

hanya menerima informasi yang diberikan oleh guru kurang adanya interaksi dan

pengolahan atas informasi yang didapat. Hal ini berlawanan dengan pembelajaran berbasis

student centered atau pembelajaran terpusat pada siswa, yang salah satu karakteristiknya

yaitu interacting and processing information (berinteraksi dan pengolahan informasi).10

Oleh karena itu guru perlu menerapkan pembelajaran yang menjadikan siswa aktif dalam

belajar, mengajak siswa untuk berpikir dan mengolah informasi yang didapatkan, sehingga

kemampuan berpikir reflektif matematis siswa dapat meningkat.

Seiring perkembangan zaman saat ini, para ahli telah banyak mengembangkan model

pembelajaran yang dapat mengajak siswa berperan aktif dalam pembelajaran, salah satu nya

yaitu model pembelajaran MASTER. Model pembelajaran ini merupakan tahapan


pelaksanaan pembelajaran dari metode accelerated learning (Pembelajaran yang

dipercepat).

Model pembelajaran ini memiliki enam tahap pembelajaran yang dapat diingat dengan

mudah melalui singakatan MASTER yaitu: (1) Motivating Your Mind (Memotivasi Pikiran),

siswa harus dalam keadaan relaks, percaya diri, dan termotivasi dalam belajar. (2) Acquiring

The Information (memperoleh informasi), siswa dalam belajar memperoleh dan menyerap

fakta-fakta dasar. (3) Searching Out the Meaning (Menyelidiki Makna), siswa berdiskusi

dalam kelompok untuk menyelidiki makna yang terdapat pada fakta dan informasi yang baru

saja diperoleh. (4) Triggering The Memory (Memicu Memori), siswa diberikan pertanyaan-

pertanyaan seputar fakta dan informasi yang baru dipelajari untuk memicu memori serta

pemahaman siswa akan fakta dan informasi yang baru ia dapatkan. (5) Exhibiting What You

Know (Memamerkan Apa Yang Anda Ketahui), siswa mempersentasikan fakta dan

informasi yang baru saja dipelajari kepada siswa lainnya. (6) Reflecting How You’ve

Learned (Merefleksikan Bagaimana Anda Belajar), Siswa bersama guru merefleksikan

pelajaran yang telah dipelajari dan bagaimana proses pembelajaran itu dilakukan.

Pada langkah-langkah model pembelajaran MASTER di atas, model pembelajaran ini

memiliki langkah-langkah pembelajaran yang secara khusus membantu siswa dalam

mengolah informasi yang didapatkan, dimulai dari siswa mendapatkan informasi pada tahap

Acquiring The Information, berdiskusi untuk menyelidiki makna dari informasi yang

diperoleh pada tahap Searching Out the Meaning. Informasi yang bermakna yakni ketika

informasi yang baru didapat memiliki kaitan dengan informasi yang sudah ada sebelumnya,

dalam hal ini informasi tersebut dapat dijadikan modal dalam menyelesaikan sebuah

permasalahan matematis. Tahap Triggering The Memory dan Exhibiting What You Know

adalah tahapan dimana siswa diuji tentang sejauh mana memahami informasi yang

didapatkan, baik itu diuji dengan pertanyaan ataupun dengan mempresentasikan informasi

tersebut kepada siswa yang lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik menerapkan model pembelajaran MASTER

untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. Oleh karena itu peneliti
akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran MASTER

terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan penjelasan di atas kita dapat mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut

1. Kemampuan berpikir reflektif matematis kurang dikembangkan

2. Pembelajaran masih terpusat kepada guru dan siswa kurang terlibat aktif

3. Rendah nya kemampuan berpikir reflektif matematis siswa

C. PEMBATASAN MASALAH

Agar penelitian ini dapat terarah serta efektif dan efesien maka diperlukan nya

pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai

berikut

1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran MASTER.

2. Kemampuan yang akan diteliti adalah kemampuan berpikir reflektif matematis siswa

dengan indikator sebagai berikut :

a. Dapat menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep matematika yang terlibat.

b. Dapat mengevaluasi atau memeriksa kebenaran suatu argumen berdasarkan konsep

atau sifat yang digunakan.

c. Dapat mengidentifikasi konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal

matematika yang tidak sederhana.

d. Dapat menarik analogi dari dua kasus serupa.

3. Materi yang disampaikan pada saat penelitian adalah Peluang.

D. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian-uraian di atas kita dapat merumuskan masalah di atas sebagai berikut :
1. Bagaimana kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran MASTER?

2. Bagaimana kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional?

3. Apakah kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran MASTER lebih tinggi dibandingkan dengan

yang menggunakan model pembelajaran secara konvensional?

E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memperoleh informasi mengenai pengaruh model pembelajaran MASTER terhadap

kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

2. Memperoleh informasi mengenai pengaruh model pembelajaran konvensional terhadap

kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

3. Menganalisis perbedaan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang diajar

dengan model pembelajaran MASTER dengan siswa yang diajar dengan model

pembelajaran konvensional.

F. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Peneliti

Dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.

2. Bagi Siswa

Siswa lebih terlibat aktif dalam pembelajaran dan mengembangkan kemampuan berpikir

reflektif matematis siswa.

3. Bagi Guru

Sebagai masukan akan pilihan model pembelajaran yang dapat mengembangkan

kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

4. Bagi Sekolah
Jika hasil penelitian ini menunjukkan model pembelajaran MASTER dapat meningkatkan

kemampuan berpikir reflektif matematis siswa, maka sekolah dapat merekomendasikan

metode pembelajaran ini pada materi matematika yang lain nya.

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. DESKRIPSI TEORITIK

1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis

Kemampuan berpikir terbagi menjadi dua, yakni kemampuan berpikir tingkat rendah

(low order thinking skill) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking

skill). Diantara kemampuan berpikir tingkat tinggi terdapat kemampuan berpikir reflektif.

Kata kunci dari berpikir reflektif adalah refleksi. Jadi, berpikir reflektif merupakan

proses berpikir dimana terjadi aktivitas merefleksikan ide atau masalah atau informasi

yang diterima.1 Pengertian berpikir reflektif dapat ditinjau dari beberapa pendapat.

Kaparnos mengatakan bahwa berpikir reflektif adalah “The capacity of human minds and

brains in understanding and creating knowledge”, kapasitas pikiran dan otak manusia

dalam memahami dan membuat pengetahuan.

Paden mengatakan bahwa berpikir reflektif adalah “An analysis and making

judgment about what has happened”, suatu analisis dan membuat keputusan mengenai

apa yang terjadi.3 Bruning menyatakan bahwa proses berpikir reflektif ini melibatkan

kemahiran berpikir seperti menafsirkan masalah, membuat kesimpulan, menilai,

menganalisis, kreatif dan aktivitas metakognitif.


Selain itu berpikir reflektif adalah proses membuat pemaknaan yang bergerak dari

satu pengalaman ke depan dengan membuat pemahaman yang lebih dalam hubungannya

dan mengkoneksikan pengalaman atau ide-ide yang lain. King dan Kitchener

mendefinisikan keterampilan berpikir reflektif sebagai kemampuan untuk

mengembangkan solusi yang baik untuk masalah yang tidak memiliki jawaban tunggal

dan jawaban yang benar jelas.6 Mazow memasukkan kerangka Weast menjadi panduan

kerja untuk kelas yang menunjukkan bahwa seseorang terlibat dalam berpikir reflektif

ketika ia:

a. Menentukan informasi yang dibutuhkan untuk memahami masalah

b. Mengakses informasi yang tersedia, termasuk sumber-sumber yang terpercaya dalam

bidang terkait

c. Mensintesis informasi yang dikumpulkan

d. Menciptakan makna sementara yang masuk akal yang dapat dipertimbangkan

kembali dan dimodifikasi sebagai salah satu bahan belajar lagi

Lebih lanjut Dewey mengatakan terdapat lima komponen yang berkenaan dengan

kemampuan berpikir reflektif diantaranya:

a. Merasakan dan mengidentifikasi masalah

b. Membatasi dan merumuskan masalah

c. Mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah

d. Mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data

yang dibutuhkan

e. Melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan mennggunakannya

sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan

Kemudian Dewey menjelaskan lima keadaan logis dalam pengalaman reflektif yaitu:

a. A felt difficulty yaitu kesulitan yang dirasakan terjadi karena konflik di dalam

pengalaman.
b. Its location and definition yaitu dalam situasi reflektif sederhana dalam merasakan

kesulitan dan memahami masalah.

c. Suggestion of possible solution yaitu saran atau solusi yang mungkin.

d. Development by reasoning of the bearings of the suggestions yaitu membangun

penalaran melalui saran yang diberikan.

e. Further observation and experiment leading to its acceotance or rejection yaitu

tahapan yang menekankan pengujian dan konfirmasi hipotesis.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai berpikir reflektif diatas, dapat disimpulkan

bahwa berpikir reflektif adalah sebuah proses berpikir seseorang dalam memahami,

mengidentifikasi, menganalisis masalah berdasarkan informasi yang relevan serta

menentukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Kemampuan berpikir reflektif matematis memiliki beberapa indikator yang dapat

dijadikan acuan seseorang itu apakah dapat dikatakan memiliki kemampuan berpikir

reflektif matematis yang baik ataupun sebaliknya. Indikator tersebut berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Nindiasari antara lain:

1. Dapat menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep matematika yang terlibat.

2. Dapat mengidentifikasi konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal

matematika yang tidak sederhana.

3. Dapat mengevaluasi / memeriksa kebenaran suatu argument berdasarkan konsep / sifat

yang digunakan.

4. Dapat menarik analogi dari dua kasus serupa.

5. Dapat menganalisis dan mengklarifikasi pertanyaan dan jawaban.

6. Dapat menggeneralisasi dan menganalisis generalisasi.

7. Dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi.

8. Dapat membedakan antara data yang relevan dan tidak relevan.

9. Dapat memecahkan masalah matematis.

Indikator yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu:


1. Dapat menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep matematika yang terlibat.

2. Dapat mengevaluasi / memeriksa kebenaran suatu argument berdasarkan konsep / sifat

yang digunakan.

3. Dapat mengidentifikasi konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal

matematika yang tidak sederhana.

4. Dapat menarik analogi dari dua kasus serupa.

2. Model Pembelajaran MASTER

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar sejak awal sampai

akhir dan disajikan secara khas oleh guru.11 Berkenaan dengan model pembelajaran,

Bruce Joyce dan Marsha Weil mengetengahkan empat kelompok model pembelajaran

yaitu:

a. Model interaksi sosial

b. Model pengolahan informasi

c. Model personal humanisti

d. Model modifikasi tingkah laku

Berkenaan dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru, dibutuhkan model

pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengolah informasi yang didapatkan

sehingga siswa dapat menemukan pemahamannya secara baik dan mandiri. Setiap proses

pembelajaran, selalu akan ada tiga komponen penting yang saling terkait satu sama lain.

Tiga komponen penting itu adalah:

a. Kurikulum, materi yang akan diajarkan

b. Proses, bagaimana materi diajarkan

c. Produk, hasil dari proses pembelajaran

Diantara ketiga komponen tersebut, proses merupakan bagian yang menjadi jembatan

atau penghubung antara materi ajar dengan hasil belajar. Jika proses yang digunakan
baik, maka materi ajar akan tersampaikan dengan baik sehingga hasil belajar yang

diharapkan baik pun dapat dicapai. Metode pembelajaran yang akan dipilih haruslah

menjadikan proses pembelajaran itu menjadi efesien, efektif dan menyenangkan. Diantara

banyaknya metode pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli, terdapat metode

pembelajaran yang dikembangkan oleh Lozanov yakni metode accelerated learning.

Metode accelerated learning menurut DePorter merupakan pendekatan yang

sistematis terhadap pembelajaran untuk seluruh orang yang berisi elemen-elemen khusus,

yang ketika digunakan bersama mendorong siswa untuk belajar lebih cepat, efektif dan

menyenangkan.

DePorter dan Hernacki dalam bukunya yang berjudul, Quantum Learning,

menyatakan bahwa accelerated learning adalah memungkinkan siswa untuk belajar

dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi dengan

kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang secara sekilas tampak tidak

mempunyai persamaan : hiburan, permainan, warna, cara berpikir positif, kebugaran

fisik, dan kesehatan emosional. Namun semua unsur ini bekerja sama untuk

menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.

Meir dan Rose mengungkapkan prinsip-prinsip accelerated learning yaitu:

1. Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.

2. Belajar adalah berkreasi bukan mengkonsumsi.

3. Kerja sama membantu proses belajar.

4. Pembelajaran berlangsung pada berbagai tingkatan secara simultan.

5. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik).

6. Emosi positif sangat membantu pembelajaran.

Metode accelerated learning dibagi menjadi enam tahapan pembelajaran, dimana

keenam tahapan tersebut dapat diingat dengan mudah dengan menggunakan singkatan

MASTER, berikut langkah-langkah pembelajarannya:

a. Motivating Your Mind (Memotivasi Pikiran), siswa harus dalam keadaan relaks,

percaya diri, dan termotivasi dalam belajar.


b. Acquiring The Information (Memperoleh informasi), siswa dalam belajar memperoleh

dan menyerap fakta-fakta dasar. Dimana siswa secara individual perlu melihat,

mendengar, atau melibatkan diri secara fisik dalam proses belajar

c. Searching Out the Meaning (Menyelidiki Makna), siswa berdiskusi dalam kelompok

untuk menyelidiki makna yang terdapat pada fakta dan informasi yang baru saja

diperoleh.

d. Triggering The Memory (Memicu Memori), siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan

seputar fakta dan informasi yang baru dipelajari untuk memicu memori serta

pemahaman siswa akan fakta dan informasi yang baru ia dapatkan.

e. Exhibiting What You Know (Memamerkan Apa Yang Anda Ketahui), siswa

mempersentasikan fakta dan informasi yang baru saja dipelajari kepada siswa lainnya.

f. Reflecting How You’ve Learned (Merefleksikan Bagaimana Anda Belajar), Siswa

bersama guru merefleksikan pelajaran yang telah dipelajari dan bagaimana proses

pembelajaran itu dilakukan.

3. Model Pembelajaran Konvensional

Model Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang lazim diterapkan

oleh guru di kelas. Model pembelajaran ini menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran

atau lebih dikenal dengan istilah Teacher Centered. Adapun strategi yang biasa

digunakan dalam model pembelajaran konvensional yakni strategi pembelajaran

ekspositori. Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada

sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara

optimal. Metode pembelajaran yang sering digunakan untuk mengaplikasikan strategi ini

adalah metode kuliah atau ceramah.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Ida Fauziah Syam (2015) dengan judul “Pengaruh Metode Accelerated Learning terhadap

Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa”. Adapun indikataor pemahaman


konsep matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menyajikan konsep dalam

berbagai macam bentuk representasi matematis, mengembangkan syarat perlu dan syarat

cukup suatu konsep, menggunakan prosedur atau operasi tertentu dan mengaplikasikan

konsep atau algoritma pemecahan masalah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

adanya pengaruh yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar dengan

menerapkan metode accelerated learning dengan kelompok siswa yang belajar dengan

menerapkan model konvensional. Dimana nilai rata-rata kelompok siswa yang belajar

dengan menerapkan metode accelerated learning sebesar 58,52 sedangkan nilai rata-rata

kelompok siswa yang belajar dengan menerapkan model konvensional sebesar 47,45.

2. Fadhila Putri (2014) dengan judul “Pengaruh Pendekatan Metakognitif dan KAM

terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa”. Ada pun indikator yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu : Mendeskripsikan situasi atau masalah matematik,

mengidentifikasi situasi atau masalah matematik, menginterpretasi, mengevaluasi,

memprediksi cara penyelesaian, dan membuat kesimpulan. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang diajar dengan

menggunakan pendekatan metakognitif lebih tinggi daripada nilai rata-rata kemampuan

berpikir reflektif matematis keseluruhan. Adapun rata-rata kemampuan berpikir reflektif

matematis jika ditinjau dari KAM siswa maka diperoleh kelompok KAM tinggi memiliki

rata-rata kemampuan berpikir reflektif matematis lebih tinggi dari pada nilai rata-rata

kemampuan berpikir reflektif matematis keseluruhan.

C. Kerangka Berpikir

Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah sebuah proses berpikir seseorang dalam

memahami, mengidentifikasi, dan menganalisis masalah berdasarkan informasi yang relevan

serta menentukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Melalui berpikir

reflektif matematis, siswa dengan sadar mampu menjalankan proses berpikir untuk

menemukan solusi permasalahan berdasarkan informasi yang didapatkan. Oleh karena itu,
kemampuan berpikir reflektif matematis sangat baik untuk dikembangkan oleh siswa di

dalam pembelajaran matematika.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran MASTER adalah salah satu

model pembelajaran yang dapat melatih kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

Model pembelajaran MASTER dapat membangun kesadaran siswa dalam belajar serta

membantu siswa dalam membangun konsep matematis berdasarkan informasi yang

didapatkan. Siswa diberikan motivasi untuk membangun kesadaran belajar dan melatih

siswa dalam memahami informasi sampai kepada menemukan sebuah konsep matematis

berdasarkan informasi yang didapatkan. Proses ini diharapkan dapat menjadikan

pembelajaran lebih bermakna, dikarenakan siswa diajak untuk menemukan konsep

matematis secara bersama.

Kegiatan pembelajaran pada model MASTER terbagi menjadi enam tahapan yaitu

motivating, acquiring, searching, triggering, exhibiting, dan reflecting. Tahapan-tahapan ini

saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Tahapan pertama yaitu motivating. Pada tahap ini siswa mendapatkan motivasi melalui

penayangan video motivasi yang sudah disiapkan untuk membangun kesiapan belajar siswa

dan kesadaran siswa akan pentingnya belajar. Tahap awal ini membantu siswa untuk

merefleksikan diri akan pentingnya belajar.

Tahapan kedua yaitu acquiring. Pada tahap ini siswa dihadapkan pada suatu ilustrasi

permasalahan. Siswa diminta untuk membaca dan memahami ilustrasi tersebut dengan baik.

Untuk mengetahui informasi apa saja yang didapatkan pada ilustrasi tersebut. Pada tahap ini

dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematisnya

indikator menginterpretasi.

Tahapan ketiga yaitu searching. Pada tahap ini siswa dihadapkan dengan pertanyaan

untuk menggali informasi yang didapatkan pada tahap sebelumnya. Pertanyaan yang

diberikan juga mengarahkan siswa untuk dapat menemukan konsep matematis apa yang

terdapat didalam ilustrasi tersebut. Pada tahap ini dapat membantu siswa untuk

meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematisnya indikator mengidentifikasi.


Tahap keempat yaitu triggering. Pada tahap ini siswa diberikan soal yang berkaitan

dengan konsep yang baru saja ditemukan untuk memperkuat pemahaman siswa akan konsep

tersebut. Pada tahap ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir

reflektif matematisnya indikator mengevaluasi.

Tahap kelima yaitu exhibiting. Pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil pekerjaannya

kepada temannya yang lain didepan kelas. Hal ini untuk memperkuat lagi pemahaman siswa

akan konsep matematis yang ia dapatkan. Pada tahap ini dapat membantu siswa untuk

meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematisnya indikator mengevaluasi.

Tahap keenam yaitu reflecting. Pada tahap ini siswa merefleksikan kemampuannya dalam

memahami konsep yang didapatkan dengan menyelesaikan soal yang yang diubah dari tahap

triggering. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dalam

memahami konsep jika soal yang diberikan terdapat informasi yang berbeda dengan soal

sebelumnya. Pada tahap ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan

berpikir reflektif matematisnya indikator mengevaluasi dan menarik analogi.

Adapun kerangka berpikir penelitian disajikan sebagai berikut:

Berdasarkan keterkaitan antara model pembelajaran MASTER dengan indikator

kemampuan berpikir reflektif matematis siswa diatas, diduga model pembelajaran MASTER

dapat meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.


D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoritik dan kerangka berpikir yang telah di uraikan di atas, maka

dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “kemampuan berpikir reflektif

matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran MASTER lebih

tinggi daripada kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang diajar dengan model

pembelajaran konvensional.”

Anda mungkin juga menyukai