Anda di halaman 1dari 9

BAB I

1.1 Pendahuluan
Epilepsi merupakan kelainan neurologik yang sering dijumpai, beberapa jenis di
antaranya merupakan penyakit serius yang sulit ditangani. Diperkirakan 0,41% populasi
mengidap salah satu jenis epilepsi. Penyakit ini masih tetap menjadi perhatian karena sifat
serangannya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan, sehingga menyebabkan pengidapnya
merasa cemas, malu dan takut bergaul dengan masyarakat umum. Cara penanggulangan
epilepsi yang utama sampai saat ini ialah dengan penggunaan obat-obat anti epilepsi. Kendati
saat ini obat-obat anti epilepsi yang ada cukup efektif untuk sebagian besar kasus diperkirakan
sekitar 25% pasien epilepsi masih mengalami serangan, meskipun telah menggunakan obat.
Selain itu obat-obat yang ada tidak bebas dari efek samping; dan yang ringan sampai yang
cukup serius seperti gangguan kognitif, gangguan fungsi hepar, leukopeni atau
dismorfogenesis. Ada juga yang menyebabkan reaksi hipersensitif berupa ruam kulit sampai
sindrom Steven-Johnson (Riyanto, 1996).
Karbamazepin ditemukan dan diteliti oleh ahli kimia bernama Walter Schindler dan
J.R Geigy AG di Basel, Swiss pada tahun 1953, sebelum ditemukannya obat anti epilepsi.2
Karbamazepin merupakan senyawa trisiklik dan pada awalnya ditujukan untuk mengobati
neuralgia trigeminal, neuralgia glosofaringeal, dan digunakan pula sebagai anti depresan.
Dalam perkembangannya, terutama sejak tahun 1959, karbamazepin benar-benar merupakan
“kuda beban” dalam deretan OAE. Karbamazepin segera menjadi obat pilihan pertama yang
utama untuk jenis bangkitan parsial dan jenis tertentu bangkitan umum. Di Eropa
karbamazepin paling sering diresepkan oleh para dokter.3 Karbamazepin digunakan sebagai
anti konvulsan di Inggris sejak tahun 1965. Sementara itu di Amerika Serikat karbamazepin
resmi dipakai sebagai OAE pada tahun 1974. Karbamazepin tidak efektif untuk bangkitan
lena, mioklonus dan akinetik (Harsono, 2007).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui mengenai morfologi obat, farmakodinamik, farmakokinetik, dosis,
bentuk sediaan obat, efek samping obat serta kontraindikasi dari karbamazepin.

1
BAB II

2.1 Morfologi Obat Karbamazepin


Meskipun belum jelas dari struktur 2 dimensinya, karbamazepin atau 5H-
dibenzo[b,f]azepine-5-carboxamide, banyak kesamaan dengan fenitoin. Stuktur ureid (-N-
CO-NH2) dijumpai dalam cincin heterosiklik dari sebagian besar obat-obat anti epilepsi
termasuk karbamazepin. Struktur 3 dimensi menunjukkan konformasi yang sama dengan
fenitoin (Katzung, 1994).

2.2 Farmakodinamik Karbamazepin


Aksi karbamazepin sebagai OAE belum diketahui secara pasti. Yang sudah diketahui
adalah bahwa karbamazepin melakukan stabilisasi membran neuron baik yang pre maupun
pasca sinaptik dengan cara blokade terhadap saluran natrium. Mekanisme ini mungkin
merupakan hal utama disamping mekanisme yang lain dalam bentuk blokade terhadap
NMDA (N-methyl-Daspartate) receptor activated sodium dan blokade terhadap aliran
masuknya kalsium ke dalam sel. Aksi terhadap saluran natrium mengulangi cetusan berulang
yang terus menerus dari aksi potensial yang merupakan aktivitas epileptik. Disamping hal-hal
tersebut juga ada dugaan bahwa karbamazepin beraksi terhadap reseptor yang lain, termasuk
reseptor-reseptor purin, monoamine, dan asetilkolin (Harsono, 2007).

2.3 Farmakokinetik Karbamazepin


Sekitar 75-85 % karbamazepin diabsorbsi di traktus gastrointestinal. Absorbsi berjalan
lambat dan tidak menentu. Karbamazepin mempunyai sifat farmakokinetik yang agak unik,
yang mengakibatkan pemakaian dalam praktik klinik menjadi agak sulit. Sifat tadi adalah
sebagai berikut (Marry, J., et all, 2005) :
1. Pada penderita yang berbeda, dengan dosis yang sama dapat terjadi variasi intra dan
inter individual dalam hal kadar obat dalam serum.3
2. Karbamazepin mengalami metabolism menjadi carbamazepin- 10,11-epoxide yang
berada dalam darah dan zat ini terbukti mempunyai efek antikonvulsan sekaligus
berperan dalam terjadinya efek samping.
3. Karbamazepin mempunyai waktu paroh awal 20-40 jam, tetapi karbamazepin
mengalami oto-induksi (proses ini selesai dalam waktu 1 bulan) sehingga waktu paroh

2
menurun menjadi 11-27 jam sesudah terapi jangka panjang, dan 5-14 jam selama
terapi kombinasi. Antara 75-85 % karbamazepin diikat oleh protein plasma. Fraksi
karbamazepin bebas berkisar antara 20-40% dari konsentrasi plasma total. Sementara
itu konsentrasi karbamazepin dalam caitan serebrospinal berkisar antara 17-31%.3
4. Karbamazepin mengalami metabolisme di hati. Karbamazepin menginduksi enzim-
enzim metabolism obat didalam hati dan oleh karena itu waktu paruhnya berkurang
pada pemakaian kronis. Aktivas system P-450 hati yang menguat juga meningkatkan
metabolisme obat-obat antiepilepsi lainnya.3,5 Pertama kali, karbamazepin mengalami
epoksidasi menjadi carbamazepin-10,11-epoxide dan kemudian mengalami hidrolisis
menjadi carbamazepin-10, 11-trans-dihydrodiol. Di samping itu juga ada metabolit
yang terkonjugasi maupun yang tidak terkonjugasi, dan kurang dari 1% karbamazepin
diekskresi melewati urin.
(Marry, J., et all, 2005)

2.4 Dosis dan Bentuk Sediaan Obat Karbamazepin


Karbamazepin sangat efektif untuk semua serangan epilepsi parsial (sederhana dan
kompleks) dan sering merupakan obat pilihan pertama. Selain itu, obat tersebut sangat efektif
untuk serangan tonik-klonik dan digunakan untuk mengobati neuralgia trigeminal.
Karbamazepin kadang-kadang digunakan untuk penderita maniak-depresif untuk
memperbaiki gejala (Marry, J., et all, 2005).
Nama Dosis Dewasa Dosis Anak Bentuk
Dagang Sediaan
Bamgetol Epilepsi awal 100- 10-20 mg/kgBB/hr Kapsull salut
200 mg 1-2x/hr, kmd selaput 200
ditingkatkan 400mg mg
2-3x/hr. Pd beberpa
pasien perlu 1600-
2000mg/hr

Mania & profilaksis


maniadepresif awal
200-400 mg/hr

3
terbagi dalam 2 dosis,
ditingkatkan 200
mg/hr dalam dosis
terbagi, maks.1200
mg/hr

Rasa sakit pd
Diabetik Neuropati
200 mg
2-4x/hr

2.5 Efek Samping Obat Karbamazepin


Efek samping karbamazepin pada umumnya terjadi pada awal terapi, atau apabila
dosisnya terlalu tinggi. Begitu dicapai kondisi stabil maka pada umumnya tidak terjadi efek
samping atau apabila muncul maka sifatnya ringan. Efek samping yang paling sering terjadi
pada saat awal terapi adalah rasa mengantuk, nyeri kepala, diplopia, dizziness, dan ataksia.
Hal demikian sebenarnya dapat dihindari dengan cara pemberian dosis awal serendah mugkin
kemudian dinaikkan secara perlahan-lahan. Apabila dosisnya terlalu tinggi maka efek
samping yang muncul adalah ataksia,dizziness, dan pandangan kabur atau diplopia.
Disamping hal-hal tersebut diatas maka efek samping karbamazepin dapat dikategorikan
sebagaimana berikut ini (Katzung, 1994) :
Efek samping kardiovaskular paling sering terjadi pada penderita lanjut usia. Hal
demikian ini mungkin disebabkan oleh penyakit kardiovaskular arteriosklerotik yang ada pada
individu yang bersangkutan. Disfungsi nodus sinus atau A-V block, apabila terjadi, paling
sering dijumpai pada penderita berusia diatas 70 tahun dan dapat menghilang dengan
penurunan dosis karbamazepin (Katzung, 1994).
Efek samping dermatologik bervariasi, dari ruam ringan (sekitar 3%) sampai dengan
dermatitis eksfoliativa, nekrolisis epidermal toksika, systemic lupus erythematosus, dan
sindrom Steven-Johnson yang dapat bersifat fatal (Katzung, 1994).

4
Efek samping yang menyangkut elektrolit cukup bervariasi. Hiponatremia ringan (Na
< 135 mEq/L) terjadi pada 20% penderita yang diberi karbamazepin. Hiponatremia sedang
(Na << 130 mEq/L) paling sering terjadi berkaitan dengan usia lanjut, dosis karbamazepin
yang tinggi, dan kadar Na dasar yang memang rendah (Katzung, 1994)
Efek samping yang menyangkut tiroid berupa penurunan kadar T3 dan T4; namun
demikian jarang yang berlanjut kea rah hipotiroidisme secara klinis, bahkan apabila hasil
pemeriksaan laboratorik menunjukkan nilai di bawah normal. Sementara itu efek kraniofasial
ringan, hipoplasia kuku, dan keterlambatan pertumbuhan (Katzung, 1994).

2.6 Kontra Indikasi Karbamazepin


Kontra Indikasi pemberian karbamazepin adalah penderita hipersensitif, blok AV pada
penyakit jantung, riwayat intermitten porfiria akut MAOI, SLE, riwayat depresi sumsum
tulang, hamil, menyusui, penyakit hati dan ginjal (Gan, V., 1995).

2.7 Interaksi Obat Karbamazepin


Beberapa interaksi obat yang secara klinis relevan denganfarmakokinetik adalah
sebagai berikut :
1. Karbamazepin menginduksi metabolism siklosporin A, antidepresan trisiklik
2. Kadar karbamazepin meningkat dengan pemberian dengan pemberian calcium chanel
blockers (verapamil, diltiazem), eritromisin dan antibiotic makrolid lainnya, isoniazid,
simetidin , dan propoksifen
3. Karbamazepin meningkatkan metabolism fenitoin dalam berbagai derajat
4. Karbamazepin smeningkatkan biotransformasi pirimidon menjadi enobarbital
5. Karbamazepin meningkatkan metabolisme valproat, etosuksimid, dan lamotrigin
6. Metabolisme karbamazepin ditingkatkan oleh fenitoin, fenobarbital dan felbamat
7. Felbamat meningkatkan kadar carbamazepin epoxide
(Richard, 2008).

Karbamazepin-Antikoagulan

5
Efek anti koagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah
dan mencegah pembekuan. Akibatnya : walaupun diberikan antikoagulan, darah tetap
membeku.
Karbamazepin-Doksisiklin
Efek doksisiklin dapat berkurang. Doksisiklin adalah antibiotika yang digunakan
untuk melawan infeksi. Akibatnya : Infeksi tidak memberikan tanggapan terhadap pengobatan
dengan doksisiklin kecuali jika dosis ditingkatkan
Karbamazepin - Antibiotika Eritromisin
Efek karbamazepin dapat meningkat. Akibatnya : Efek samping merugikan mungkin
terjadi akibat terlalu banyak karbamazepi. Gejala yang dilaporkan antara lain mual, pusing,
nanar, nyeri perut. Eritromisin adalah antibiotika yng digunakan untuk melawan infeksi.
Karbamazepin – Metadon
Efek metadon dapat berkurang. Metadon adalah analgetika narkotika yang digunakan
untuk membantu penderita yang ketagihan morfin membebaskan diri dari ketergantungannya
pada heroin atau narkotika lain. Akibatnya : ketagihan tak dapat dikendalikan dengan baik
Karbamazepin – Propoksifen
Efek karbamazepin dapat meningkat. Akibatnya : Efek samping merugikan dapat
tejadi akibat terlalu banyak karbamazepin. Gejala yang dilaporkan anatara lain. Pusing, Mual,
nyeri perut, nanar. Propoksifen adalah analgetika.
Karbamazepin – Troleandomisin
Efek karbamazepin dapat meningkat. Akibatnya : Efek samping merugikan dapat
tejadi akibat terlalu banyak karbamazepin. Gejala yang dilaporkan anatara lain. Pusing, Mual,
nyeri perut, nanar. Trolendomisin adalah antibiotika yang digunakan untuk melawan infeksi.
(Richard, 2008).

BAB III

6
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

7
Gan,V; Utama,H. Antikonvulsi dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: FK UI. 1995
Harsono. Epilepsi Edisi Kedua. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 2007
Katzung G, Bertram. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta: EGC. 1994
Mary, J. Mycek, Richard A. Harvey, Pamela C. Champe. Farmakologi Ulasan Bergambar
Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. 2005
Richard, H. 2008. Interaksi Obat Anti Konvulsan, medicafarm. antikonvulsan. diakses 25
Maret 2009
Riyanto, B. Obat-obat Antiepilepsi. Cermin Dunia Kedokteran No. 110 Tahun 1996.

8
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai