Anda di halaman 1dari 15

MENGAPLIKASIKAN KESEHATAN YANG BAIK

DAN KESEJAHTERAAN (SDGs 3)

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia kelas 75

Gideon Ivan Panjaitan 140110190089


Syifa Fauziah 260110190037
Muhammad Haidar Daffa 200110190328
Paramitha Ayu Aidi 260110190089
Fitri Nawang Wulan 230110190121
Acep Mochammad Maulana 200110190083

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019/2020
ABSTRAK

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Oleh karena itu,
dunia melalui PBB yang berwadahkan Sustainable Development Goals menaruh perhatian
yang banyak pada poin-poin masalah yang sering terjadi pada lingkungan hidup dan alam
sekitarnya. Masalah penting yang penulis bahas merupakan poin kesehatan, yang merupakan
salah satu wujud nyata bahwa dunia masih memperhatikan hal ini. Hal tersebut tercantum
pada salah satu dari ketujuhbelas poin-poin penting Sustainable Development Goals (SDGs)
pada tujuan ke-3 SDGs yaitu Kesehatan yang baik dan Kesejahteraan. Hal ini terjadi karena
masih banyaknya problematika kesehatan dalam skala dunia yang hingga kini belum dapat
diatasi dengan efisien. Sehingga, masalah-masalah yang berkaitan erat dengan kesehatan
harus segera diatasi. Dalam hal ini, Indonesia berperan aktif, berperan aktif serta turut ikut
serta dalam wadah SDGs. Hal tersebut membuktikan bahwa Indonesia masih perlu
berkembang , yang di mana salah satunya merupakan masalah kesehatan, agar masyarakat
atau warganya hidup sejahtera.
ABSTRACT

Health is a very important thing in life. Therefore, the world through the United
Nations with the Sustainable Development Goals put a lot of attention on the points of
problems that often occur in the environment and the natural surroundings. The important
issue that the author discusses is a health point, which is a clear manifestation that the world
is still paying attention to this. This is stated in one of the seventeen important points of
Sustainable Development Goals (SDGs) in the 3rd objective of the SDGs, namely good
health and well-being. This happens because there are still many health problems on a world
scale that up to now have not been able to be overcome efficiently. Thus, problems that are
closely related to health must be addressed immediately. In this case, Indonesia plays an
active role, plays an active role and participates in the SDGs container. This proves that
Indonesia still needs to develop, one of which is a health problem, so that the community or
its citizens live well.
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat
menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Pendidikan Kewarganegaraan bagi para Mahasiswa Padjajaran Bandung tentang SDGs.
Selain itu tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang
pengetahuan SDGs.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rani Sukmadewi, S,AB.,M.AB
selaku dosen Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan
makalah ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan
Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih
dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jatinangor, 02 Desember 2001

Penyus
un
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Isu tentang permasalahan kesehatan merupakan dua dari 17 Tujuan


Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal) atau SDGs, yang
merupakan lanjutan dan penyempurnaan dari Tujuan Pembangunan Milenium atau
MDGs yang telah berakhir pada tahun 2015. Dua dari 17 tujuan SDG menyangkut
kesehatan tersebut terdiri dari 1) menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong
kesejahteraan bagi semua orang di segala usia; 2) menjamin ketersediaan dan
manajemen air dan sanitasi bagi semua orang secara berkelanjutan (Sustainable
Development, 2016).

Untuk mencapai tujuan SDGs yang terkait dengan menjamin kehidupan yang
sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua di segala usia, ada banyak target yang
harus dicapai hingga tahun 2030 mendatang, diantaranya yaitu mengurangi rasio
kematian ibu; mencegah kematian balita; mengakhiri epidemik AIDS, malaria, dan
TBC; mengurangi kelahiran prematur; program perencanaan keluarga; penguatan dan
pencegahan penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol; dan sederet panjang target
lainnya yang berhubungan dengan pembangunan di bidang kesehatan.

Sedangkan untuk mencapai tujuan SDGs tentang menjamin ketersediaan dan


manajemen air dan sanitasi targetnya adalah penyediaan air bersih; mencapai akses
sanitasi dan higienis untuk pembuangan tinja yang layak dan merata untuk semua
orang; meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi; melaksanakan penerapan
manajemen air yang terintegrasi; melindungi dan memulihkan ekosistem yang
berhubungan dengan air; dan mendukung partisipasi komunitas lokal untuk
meningkatkan manajemen air dan sanitasi.

Pencapaian SDGs dalam bidang kesehatan ini membutuhkan mobilisasi


sumber daya keuangan dan pengeluaran yang besar. Akan tetapi besarnya
pengeluaran yang diperlukan untuk mencapai hal ini dapat terbuang jika tidak ada
efisiensi dan konsistensi dalam upaya mencapai target kesehatan yang diinginkan.
Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem anggaran kesehatan yang efisien dalam
memecahkan permasalahan kesehatan yang masih belum diselesaikan dengan baik.
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan di bidang
kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan
pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara memadai
(Dinas Kesehatan, 2007).

Sayangnya, di Indonesia pelayanan kesehatan yang memadai belum dapat


dirasakan secara merata oleh semua masyarakat. Masih rendahnya kualitas dan
pelayanan kesehatan di Indonesia tercermin dari rendahnya anggaran kesehatan per
tahunnya. Anggaran kesehatan di Indonesia masih tergolong sangat kecil, baik dari
sisi pemerintah maupun sisi masyarakat. WHO merekomendasikan bahwa setiap
negara sebaiknya mengeluarkan 5% dari GDP-nya untuk pembiayaan kesehatan
(WHO, 2010). Pada umumnya negara maju memiliki pengeluaran kesehatan yang
sangat fleksibel, bahkan hingga melebihi angka yang direkomendasikan oleh WHO.
Contohnya pada tahun 2013, Jepang yang mengeluarkan 10,3% dari total GDP-nya
untuk pembiayaan kesehatan, Netherlands sebesar 12,9%, Amerika Serikat 17,1%,
dan Tuvalu sebesar 19,7% (World Bank, 2015). Sementara itu negara yang sedang
berkembang cenderung memiliki pengeluaran kesehatan yang rendah dan biasanya
berada di bawah angka rekomendasi WHO, salah satunya adalah Indonesia. Pada
tahun 2013 Indonesia hanya mengeluarkan 3,1% dari total GDP-nya untuk
pembiayaan kesehatan. Sedangkan jika dilihat dari data makro, pengeluaran kesehatan
per kapita masyarakat Indonesia pada tahun yang sama adalah 107 USD (World Bank
2015), atau setara dengan kurang lebih Rp. 1.391.000 . Rendahnya anggaran atau
pengeluaran kesehatan mencerminkan rendahnya kualitas kesehatan di Indonesia,
misalnya seperti fasilitas kesehatan 4 yang tidak merata di seluruh daerah sehingga
menyulitkan masyarakat yang tinggal di daerah pelosok untuk mengakses tempat
berobat, fasilitas kesehatan yang tidak lengkap atau tidak memadai, dan tingginya
biaya pengobatan dan perawatan sehingga menyulitkan masyarakat untuk mencapai
hidup sehat.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam


penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa pengertian SDGs secara umum ?
2. Apa saja permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia ?
3. Bagaimana solusi untuk menangani peramasalahan kesehatan yang ada di
Indonesia?

1.3 Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuannya
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian SDGs secara umum
2. Untuk mengetahui apa saja permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia
3. Untuk mengetahui solusi untuk menangani permasalahan kesehatan yang ada
di Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Latar Belakang SDGs
Berakhirnya MDGs pada 2015 masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah
yang harus diselesaikan pada periode Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals/SDGs) yang akan dilaksanakan sampai dengan
2030. Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang
telah dilaksanakan selama periode 2000-2015 memang telah membawa berbagai
kemajuan. Sekitar 70 persen dari total indikator yang mengukur target MDGs telah
berhasil dicapai oleh Indonesia. Akan tetapi, beberapa indikator yang mengukur target
di bidang kesehatan masih cukup jauh dari capaian dan harus mendapatkan perhatian
khusus. Target yang belum tercapai di antaranya adalah tingkat kemiskinan nasional.
angka kematian bayi, angka kematian ibu, prevalensi gizi buruk, prevalensi HIV dan
AIDS serta beberapa indikator terkait lingkungan.
Indonesia sebagai salah satu negara yang telah menyepakati penerapan tujuan
pembangunan berkelanjutan (SDGs) berkomitmen untuk menyukseskan pelaksanaan
SDGs melalui berbagai kegiatan dan telah mengambil langkah-langkah strategis.
Sejumlah langkah yang telah ditempuh Indonesia sampai dengan akhir 2016 antara
lain (i) melakukan pemetaan antara tujuan dan target SDGs dengan prioritas
pembangunan nasional, (ii) melakukan pemetaan ketersediaan data dan indikator
SDGs pada setiap target dan tujuan termasuk indikator proksi, (iii) melakukan
penyusunan definisi operasional untuk setiap indikator SDGs, (iv) menyusun
peraturan presiden terkait dengan pelaksanaan tujuan pembangunan berkelanjutan,
dan (v) mempersiapkan rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah terkait dengan
implementasi SDGs di Indonesia.
2.2 Permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia
2.2.1 Angka Infeksi Baru HIV per 1000 populasi tidak terinfeksi HIV
Menurut data dari Kemenkes RI dan Proyeksi Penduduk,BPS,
angka infeksi baru HIV sejak tahun 2011 hingga 2013 meningkat cukup
pesat hingga mencapai 117 kasus infeksi baru HIV per 1.000.000
penduduk yang tidak terinfeksi. Peningkatan terjadi pada penduduk laki-
laki dan perempuan, namun kasus infeksi baru HIV lebih dominan terjadi
pada penduduk laki-laki. Pada tahun 2013 mencapai 134 kasus infeksi
baru HIV per 1.000.000 penduduk laki-laki yang tidak terinfeksi.
Jika ditinjau menurut umur, penduduk kelompok umur 20 tahun
sampai dengan 49 tahun paling banyak mengalami kasus infeksi baru HIV
dibandingkan kelompok umur lainnya. Sarana penularan virus HIV salah
satunya dapat melalui hubungan sex dan penggunaan jarum suntik. Pada
kelompok umur 20 sampai 49 tahun paling rentan terkena infeksi HIV
mengingat pada umur yang tergolong umur produktif tersebut masih besar
kemungkinan untuk melakukan aktivitas seperti hubungan seksual dan
penyalahgunaan narkotika. Waktu dimana banyak terjadi kehidupan sex
bebas akibat pergaulan yang sangat bebas dan penggunaan zat-zat
berbahaya seperti narkoba lewat jarum suntik secara bergantian.
2.2.2 Insiden Tuberkulosis (ITB) per 100.000 penduduk
Masalah kesehatan paru di Indonesia masih memerlukan perhatian
karena menurut Ketua Umum Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis
Indonesia (PPTI) Pusat sampai dengan tahun 2014 Indonesia masih
menjadi negara kedua terbesar penderita TB setelah India. Insiden TB dari
tahun 2010 hingga 2015 cenderung meningkat meskipun peningkatannya
lambat. Pada tahun 2015 angka insiden TB mencapai 130 per 100.000
penduduk, meningkat dibandingkan tahun 2010. Salah satu faktor jumlah
kasus TB di Indonesia masih tinggi adalah karena kurangnya kesadaran
penderita menjalani tahap pengobatan yang cukup lama sampai sembuh,
sehingga hal penting yang perlu dilakukan adalah edukasi terhadap
masyarakat mengenai pencegahan TB. Salah satu cara untuk
meningkatkan kesadaran dan kepedulian negara di dunia terhadap bahaya
TB, WHO menetapkan 24 Maret sebagai hari TB sedunia. Peringatan
tersebut, tidak lain adalah kesempatan untuk meningkatkan kampanye
dengan penyebarluasan informasi terkait TB, serta mengajak semua pihak
untuk terlibat aktif dalam pencegahan dan pengendalian TB.(Sutopo,
2015)
2.2.3 Kejadian Malaria per 100.000 Penduduk, 2010-2015
Indonesia merupakan negara dengan angka kesakitan dan kematian
akibat malaria cukup tinggi. Salah satu sebab suburnya penyakit malaria di
Indonesia adalah iklim atau lingkungan yang mendukung
berkembangbiaknya nyamuk anopheles yang merupakan nyamuk
penyebab penyakit malaria. Untuk memberantas dan membebaskan
Indonesia dari penyakit malaria, pemerintah telah mengupayakan berbagai
kebijakan dan strategi. Upaya pengendalian penyakit malaria tersebut
sudah membuahkan hasil, ditandai dengan terus menurunnya kejadian
malaria atau annual parasite incidence (API) selama 2010 sampai dengan
2015 hingga hanya 85 kejadian per 100.000 penduduk. Di Indonesia
malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang
berbeda-beda dan dapat terjangkit di daerah dengan ketinggian sampai
1.800 meter di atas permukaan laut. Ada 2 provinsi dengan kejadian
malaria paling tinggi berada di kawasan timur, yaitu Provinsi Papua dan
Papua Barat yang mencapai lebih dari 3.000 kejadian per 100.000
penduduk (Profil Kesehatan Indonesia 2015, Kemenkes RI).
2.3 Pencapaian Pemenuhan SDGs dalam bidang kesehatan di Indonesia
2.3.1 Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan
Sebagai persentase dari PDB Untuk mencapai cakupan kesehatan
universal, negara membutuhkan mengerahkan dana yang cukup untuk
sistem kesehatan nasional, sesuai dengan Deklarasi Abuja 2001. Indikator
ini melacak pengeluaran publik nasional pada bidang kesehatan. Data
dikumpulkan oleh Kemenkeu dan BPS sampai pada wilayah provinsi.
Persentase tempat pelayanan kesehatan dengan suplai dan peralatan yang
menyeluruh dan konsisten untuk memberikan paket pelayanan dasar
Berdasarkan paket peralatan yang dibutuhkan (misalnya instrumen bedah,
mesin ultrasound) dan berbagai persediaan (misalnya sarung tangan karet,
vaksin) yang ditentukan oleh World Health Assembly dan/atau di tingkat
nasional oleh departemen kesehatan, indikator ini melacak jumlah poin-
poin pelayanan yang memenuhi persyaratan minimum.
Pada tahun 2011, Kemenkes melakukan riset mengenai gambaran
sarana dan prasarana kesehatan yang bernama Risfaskes (Riset Fasilitas
Kesehatan) yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi terkini tentang
supply pelayanan kesehatan seperti fasilitas (rumah sakit, puskesmas, dan
laboratorium), termasuk SDM, peralatan kesehatan penting dan canggih
dan penyediaan pelayanan. Sehingga, hasil Risfaskes dapat menjadi
sumber data untuk indikator ini karena Risfaskes bermanfaat untuk
mendukung pencapaian Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jamkesmas
dengan menyediakan data fasilitas terkait dengan paket pelayanan
kesehatan yang dapat diberikan (benefit package). (Said, 2016)
2.3.2 Rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk
Tenaga kerja kesehatan melputi dokter, bidan, perawat, tenaga
kesehatan masyarakat, perawat EmOC/perawatan kebidanan darurat,
WHO saat ini hanya menghitung rasio dokter, perawat, dan bidan, Namun
Tenaga Kesehatan Masyarakat (kader kesehatan masyarakat) harus
dimasukkan dalam perhitungan WHO jika relevan. Data rasio tenaga
kesehatan dapat diperoleh melalui Pendataan Podes (dokter, bidan, tenaga
kesehatan lain, dan dukun Bayi). Selain itu, Rifaskes juga mencakup
informasi mengenai tenaga kesehatan yang tersedia tetapi menurut fasilitas
kesehatan (RS Pemerintah dan Puskesmas). Tenaga kesehatan yang
tercakup pada Risfaskes adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, bidan,
perawat, tenaga farmasi, kesehatan masyarakat, keterapian fisik,
keteknisian medis, dan tenaga gizi.
2.3.3 Persentase penduduk terhadap akses kesehatan
Untuk mengetahui perkembangan akses dari sisi ketersediaan
fasilitas, Risfaskes dapat memberi informasi mengenai persentase
Puskesmas menurut ketersediaan obat umum, obat gigi, obat/alat KB, obat
khusus Puskesmas PONED, vaksin, dan alat kesehatan dalam dan luar
gedung. Persentase fasilitas perawatan kesehatan yang baru dibangun
sesuai dengan kode dan standar bangunan Indikator ini mengukur apakah
fasilitas kesehatan baru sesuai dengan standar nasional untuk kesehatan
dan keselamatan manusia, serta sesuai dengan standar untuk menahan
bencana alam (banjir, gempa bumi, dan topan), yang merupakan
komponen kunci dari kesiapan terhadap bencana. Indikator ini belum
tersedia di Indonesia.
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah studi literatur dan
observasi. Jenis referensi utama yang digunakan dalam studi literatur adalah buku, jurnal dan
artikel ilmiah. Data tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menganalisis dan menjelaskan
masalah dalam sebuah pembahasan. Teknik analisis data berupa deskriptif argumentative
dengan menggunakan kuisioner.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masalah kesehatan pada saat ini khususnya di Indonesia belum dapat dikatakan baik,
Sebagai negara yang katanya tergolong memiliki tingkat ekonomi terbaik di dalam G20,
Indonesia tentunya boleh dibilang sebagai negara yang cukup makmur. Anda pun pasti
mengetahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan alam paling
lengkap dan paling melimpah dibandingkan dengan seluruh negara yang ada di muka bumi
ini.

Ironisnya dengan tingkat perekonomian dan sumber daya alam yang luar biasa itu,
Indonesia ternyata belum mampu menyelesaikan permasalahan kesehatannya dengan baik.
Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu yang merupakan salah satu
indikator termudah yang paling sering digunakan untuk mengukur derajat kesehatan di
Indonesia. Anda harus tahu bahwa angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2015 saja
mencapai 126 per 100.000 kelahiran.

Sebagai gambaran beberapa negara yang memiliki sistem kesehatan yang baik seperti
Jepang, Jerman, dan Inggris memiliki angka kematian ibu yang berkisar 6-7 kematian per
100.000 kelahiran. Bahkan dilansir oleh WHO bahwa rerata negara maju memiliki angka
kematian ibu yang “hanya” 12-14 kematian per 100.000 kelahiran. Hal ini tentu jauh jika
dibandingkan dengan Indonesia. Secara statistik, indonesia bahkan kalah dari Malaysia,
Singapura, Brazil, Argentina, dan banyak negara Amerika Latin yang secara ekonomi mirip
atau malah berada di bawah Indonesia.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Indonesia memiliki tantangan dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan,
mulai dari kematian ibu dan bayi yang masih tinggi hingga munculnya kasus outbreak
difteri dan gizi buruk di beberapa daerah. Minimnya data kesehatan di Indonesia
menyebabkan terlambatnya intervensi medis dan terhambatnya skrining dan deteksi
dini. Selain itu, sarana dan prasarana kesehatan masih kurang dan masih perlu untuk
dibenahi. Perlu adanya perbaikan dan peningkatan kualitas kesehatan serta
kesejahteraan di Indonesia,serta sosialisasi tentang pentingnya memiliki gaya hidup
sehat.
5.2 Saran
Dengan makalah ini diharapkan kualitas kesehatan serta kesejahteraan di
Indonesia dapat meningkat. Maka dari itu perlu adanya bantuan dari pemerintah dan
kesadaran dari masyarakat agar dapat mengurangi permasalahan-permasalahan
kesehatan di Indonesia. Pemerintah harus bisa menyamaratakan akses kesehatan agar
dapat terspulainya obat/vaksin. Perlu juga perbaikan dan pembangunan tenaga kerja
ahli serta fasilitas yang menunjang kesehatan terutama untuk pulau-pulau terpencil.
DAFTAR PUSTAKA

Said, A., Budiati, I. 2016. Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Deelopment Goals) di Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Sutopo, A., Arthati,D., Rahmi, U. 2014. Kajian Indikator Sustainable Development Goals
(SDGs).
Jakarta : Badan Pusat Statistik.

Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Secara online di

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf (Diakses pada 2 Desember 2019)

Anda mungkin juga menyukai