Anda di halaman 1dari 8

Penyakit HIV/AIDS

Oleh :Kiki Kurniawan


S1 Keperawatan (Kelas A)
NIM :

PENGERTIAN HIV/AIDS

“HIV (Human Immuno Deficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia sehingga tidak mampu melindungi
dari serangan penyakit lain” (Dinkes Subang, 2009:18)).

“HIV yaitu virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia” (Dinkes Jawa
Barat, 2008: 31).

“AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah kumpulan dari beberapa


gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
HIV” (Dinkes Subang, 2009:18).

“AIDS adalah sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh menurunya system


kekebalan tubuh manusia karena terinfeksi HIV” (Dinkes Jawa Barat, 2008:31).

“AIDS adalah suatu sindrom penyakit defisiensi imunitas selular yang didapat,
yang pada penderitannya tidak dapat ditemukan penyebab defisiensi tersebut”
(Unandar B, 1999: 401).

“AIDS merupakan gangguan immunodefisiensi yang sekunder yang disebabkan


oleh retrovirus (HIV) yang telah terisolasi dalam cairan tubuh orang yang
terinfeksi” (C.Long Barbara, 1996: 572).

GAMBARAN KLINIS

Infeksi oleh HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan
spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala pada stadium awal sampai
pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Dua minggu setelah
penularan beberapa penderita terjadi demam, nyeri tenggorokan, keringat pada
malam hari, diare. Gejala-gejala ini hilang sendiri, dan setelah itu 6 bulan sampai
8 tahun akan lebih tidak memberi gejala. Pada tahap selanjutnya sistim kekebalan

Penyakit HIV-AIDS (Kiki Kurniawan) | 1


tubuh mulai terganggu dan timbul gejala-gejala dari AIDS related complex berupa
demam, berat badan turun lebih dari 10%, diare yang lama atau berulang-ulang,
keringat pada malam hari dan perasaan lelah yang berlangsung lebih dari satu
bulan. Pada tingkat akhir yang dinamakan AIDS, kekebalan tubuh sudah sangat
menurun dan terjadi infeksi berat yang lama atau timbul beberapa jenis kanker
dan akhirnya penderita meninggal (Tjahyo D, 2000: 76).

CARA PENULARAN

HIV hanya bisa ditularkan oleh orang yang telah terinfeksi HIV melalui :

Hubungan seks berganti-ganti pasangan. Penampilan seseorang tidak menjamin


orang tersebut bebas dari HIV. Makin banyak pasangan seks, makin berisiko.
Risiko semakin besar jika pasangannya terkena IMS (Infeksi Menular Seksual)
karena luka dan jaringan tubuh yang terbuka akibat IMS merupakan pintu masuk
HIV.

Pengunaan jarum suntik narkoba, tindik dan tatto yang tidak steril/bergantian. Sisa
darah yang tertinggal pada jarum sangat potensial menularkan HIV jika tanpa
disterilkan.

Ibu ke bayinya, Bisa terjadi selama proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui.
Penelitian menyatakan bahwa risiko penularan dari ibu yang terinfeksi kebayinya
rata-rata 30%.

Transfusi darah tanpa screening. Penularan HIV melalui transfuse darah akan
terjadi bila :

Darah yang didonorkan tidak discreening terlebih dahulu sebelum ditransfusikan.

Pendonor yang terinfeksi HIV pada periode jendela bisa jadi belum terdeteksi
kebenaran virus HIV-nya. Maka darahnya berpotensi menularkan HIV (Dinkes
Subang, 2009: 19)

KELOMPOK YANG BERESIKO TINGGI TERKENA HIV/AIDS

Sesuai dengan sifat-sifat AIDS maka kelompok risiko tinggi ini harus mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut :

Aktif dalam perilaku seksual menyimpang. Makin aktif, makin tinggi risikonya.
Golongan yang sangat aktif adalah WTS (Wanita Tuna Susila), PTS (Pria Tuna

Penyakit HIV-AIDS (Kiki Kurniawan) | 2


Susila), dan pencari kepuasan seksual (pelanggan WTS atau PTS). Ditinjau dari
usianya yang mempunyai kemungkinan tertinggi untuk berperilaku seksual aktif
adalah orang remaja keatas.

Kaum biseksual maupun homoseksual

Mereka yang suka/pernah melakukan hubungan seksual dengan orang yang


berasal dari daerah-daerah dimana insiden AIDS tinggi. Mereka tinggal di daerah
tujuan wisata atau yang senang melayani wisatawan mempunyai peluang yang
lebih besar (Depkes RI, 2002: 62).

PREVALENSI

Ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Cara penularan
kasus AIDS kumulatif yang dilaporkan melalui Heteroseksual 48,8%, IDU
(Injecting Drug User) 41,5%, dan Homoseksual 3,3%. Proporsi kasus AIDS
tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (50,07%), disusul
kelompok umur 30-39 tahun (29,63%) dan kelompok umur 40-49 tahun (8,49%)
(Dinkes Subang, 2009: 18).

TAHAP / FASE HIV/AIDS

Tahap 1 (tahap Window), infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti
terjadinya perubahan serologis ketika antibody terhadap virus tersebut berubah
dari negatif menjadi positif. Lama periode jendela yaitu 1-3 bulan, bahkan ada
yang dapat berlangsung sampai 6 bulan (Nursalam, 2007: 47).

Tahap 2 : Asimptomatik (tanpa gejala), belum ada gejala khas. Keadaan ini dapat
berlangsung rerata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang
tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain (Nursalam, 2007
: 47).

Tahap 3, keringat berlebihan pada waktu malam hari, diare terus menerus, berat
badan terus menurun, pembengkakan kelenjar getah bening, Flu (Dinkes Jawa
Barat, 2008 : 31).

Tahap 4 (tahap AIDS), system kekebalan tubuh sangat lemah, mulai muncul
gejala-gejala infeksi oportunistik (Infeksi yang muncul karena system kekebalan
tubuh lemah) diantaranya : infeksi paru (TBC), Infeksi jamur pada mulut

Penyakit HIV-AIDS (Kiki Kurniawan) | 3


(sariawan yang parah), kanker kulit (sarcoma Kaposi), dll (Dinkes Jawa Barat,
2008 : 31).

PENCEGAHAN

Puasa seks yaitu tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.

Setia pada pasangan seks yang sah, tidak berganti-ganti pasangan seks.

Pemakaina kondom pada setiap melakukan hubungan seks yang berisiko tertular
virus HIV atau penyakit menular seksual lainnya.

Tidak menggunakan jarum suntik narkoba secara bergantian. (Tjahyo D, 2000 :


77)

DIAGNOSIS HIV/AIDS

Dengan tes darah standart (serologi), laboratorium pertama kali melakukan


enzyme-linked immunoassay (ELISA atau EIA). Hasil elisa yang negatif berarti
tidak terinfeksi. Bila hasilnya positif, laboratorium secara otomatis melakukan tes
kedua yang disebut Western blot (WB). Bila kedua tes hasilnya positif, berarti
orang tersebut terinfeksi HIV (Joel Gallant, 2010 : 30)

PENATALAKSANAAN

1.Pengobatan medis

Sampai saat ini belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penyakit
HIV/AIDS. Obat-obatan yang telah ditemukan hanya menghambat proses
pertumbuhan virus, sehingga jumlah virus dapat ditekan (Safri I, 2005 :5).

2.Pengobatan alternatif

Berbagai bentuk pengobatan alternatif untuk menangani gejala atau mengubah


arah perkembangan penyakit. Akupuntur telah digunakan untuk mengatasi
beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki
kram, kesemutan atau nyeri, namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.

Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak
terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada

Penyakit HIV-AIDS (Kiki Kurniawan) | 4


perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek
samping negatif yang serius.

Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral


kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa,
meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian akan
berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi baik.

Jadi pengobatan alternatif memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan
morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang
mengidap AIDS (Wikipedia, 2019: 10)

3.Psikoterapi

Begitu besar dampak psikososial bagi penderita HIV/AIDS terhadap stigma /


hukuman sosial dari masyarakat sehingga perlu penguatan psikologis bagi
penderita (Depkes RI, 2002: 62).

RESPON SOSIAL TERHADAP HIV/AIDS

Ketakutan masyarakat terhadap AIDS tidak proporsional dengan ancaman yang


sesungguhnya. AIDS merupakan penyakit orang dewasa yang hubungan seksnya
sembarangan atau para pemakai obat yang menggunakan jarum bergantian.
Ketakutan sementara orang berdasarkan kekurangan informasi atau informasi
yang salah cerna sehingga ketakutan menjadi mendalam oleh AIDS. Bila dilandasi
takut mati penyembuhan AIDS akan semakin sukar. Sebagaian orang yang
berisiko tinggi seperti yang homoseksual merasa dikucilkan dan kehilangan mata
pencaharian atau asuransi. Anak-anak penderita HIV/AIDS dilarang bersekolah,
walaupun HIV/AIDS belum terbukti bisa ditularkan melalui kontak perorangan
atau tempat duduk toilet. Yang sudah terbukti adalah perubahan perilaku pada
orang homoseksual dan orang biseksual, kebanyakan memperhatikan kesehatan
dan menjaga bahaya seksual (C. Long Barbara, 2006 : 573)

Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila


dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang – kadang
hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau
sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS
(ODHA) (Wikipedia, 2019 : 1).

Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat diberbagai belahan dunia terhadap
pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan
pengasingan, penolakan, diskriminasi dan penghindaran atas orang yang diduga

Penyakit HIV-AIDS (Kiki Kurniawan) | 5


terinfeksi HIV, diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih
dahulu perlindungan kerahasiannya, dan penerapan karantina terhadap orang-
orang yang terinfeksi HIV (Wikipedia, 2019 : 11-12).

DAFTAR PUSTAKA

Penyakit HIV-AIDS (Kiki Kurniawan) | 6


Amril Amarullah.(2009), Kasus HIV/AIDS di Jawa Barat
Memprihatinkan. http://nasional.vivanews.com. Diakses tanggal 29-8- 2019

Arikunto, Suharsimi. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan


Praktek, Rineka Cipta : Jakarta

Azwar, S. (2009), Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Ed. 2.


Pustaka Belajar Offset : Yogyakarta

C. Long Barbara. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan IAPK


Padjajaran : Bandung

Effendi N. (1998), Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.


EGC : Jakarta

Fahiyah Wardah. (2010), Jumlah Perempuan Indonesia Penderita


HIV/AIDS Meningkat. http://www.voanews.com. Diakses tanggal 29 Agustus
2019

Joel Gallant. (2010), Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS. PT. Indeks :
Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo (2003) Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip


Dasar. PT. Rineka Cipta : Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo (2005) Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta :


Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta

Nursalam dan Pariani (2001). Pendekatan Praktis Metode Riset


Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.

Nursalam., dan Ninuk D. (2007), Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Terinfeksi HIV/AIDS. Ed.2. Salemba Medika : Jakarta

Safri Ishmayana. (2005), Adakah Obat untuk HIV/AIDS Saat Ini.


http://www.chem-is-try.org. Diakses Tanggal 29 Agustus 2019

Sugiyono. (2007), Statistik Untuk Penelitian. CV. Alfabeta : Bandung

Sunaryo. (2004), Psikologi Untuk Keperawatan. EGC : Jakarta

Penyakit HIV-AIDS (Kiki Kurniawan) | 7


Tjahyo D., dan Ign Susanto. (2000). Materi Penyuluhan Remaja. Biro
Penyuluhan Remaja Komisi Keluarga Keuskupan Surabaya : Surabaya

Unandar B. (1999). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI : Jakarta

Unandar B. (2002). Pengenalan Masalah Psikososial. Depkes RI Ditjen


Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat : Jakarta.

Dinkes Prov. Jawa Barat, (2008), Info Remaja Gaul dan Sehat. Dinkes
Provinsi Jatim : Surabaya

Dinkes Subang, (2009). Informasi Umum IMS dan HIV. Dinkes : Subang

(2009), Save Papua Save Lost Generation. Interaksi : Jakarta

Dinkes Subang, (2010), Laporan Kasus HIV/AIDS Kabupaten Subang


Tahun 2002-2010. Klinik VCT Adenium : Puskesmas Dangdeur

Penyakit HIV-AIDS (Kiki Kurniawan) | 8

Anda mungkin juga menyukai