Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi
tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi
yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang
lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Kalsium berperan sangat penting dalam permeabilitas sel,
pembentukan tulang dan gigi, koagulasi darah, transmisi impuls saraf dan
konstraksi otot normal. Hampir semua (99%) kalsium tubuh ditemukan
ditulang, sedangkan lainnya (1%) ada dalam bentuk terionisasi di serum yang
sangat penting bagi fungsi neurologis yang sehat. Kalsium adalah elemen
mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Kebutuhan harian kalsium
adalah 800 mg untuk dewasa di atas 25 tahun dan 1.000 mg setelah usia 50
tahun. Ibu hamil dan menyusui harus mengkonsumsi 1.200 mg kalsium per
hari, Fungsi kalsium untuk Membentuk tulang dan gigi yang kuat,
Berpengaruh pada systim syaraf, berpengaruh penting dalam kontraksi otot, di
perlukan pada pembekuan darah. Kalsium serum bergantung pada
keseimbangan antara asupan dan keluaran kalsium dari ECF. Asupan kalsium
ditentukan dari jumlah yang teringesti dan jumlah yang termobilisasi dari
gabungan skeletal. Kadar kalsium terionisasi dalam ECF dipertahankan secara
homeostatik dalan kisaran normal oleh suatu keseimbangan efektif dari
pembentukan tulang dan resopsi tulang, absorbsi kalsium, dan ekskresi
kalsium. Ketidakseimbangan kalsium berat harus ditangani karena defisiensi
(hipokalsemia) bisa menyebabkan tetani dan sawan, sedangkan kelebihan
(hiperkalsemia) bisa menyebabkan aritmia kardiak dan koma.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hipokalsemia dan Hiperkalsemia ?
2. Apasajakah Penyebab terjadinya Hipokalsemia dan Hiperkalsemia ?
3. Apasajakah Manifestasi klinik Hipokalsemia dan Hiperkalsemia ?

1
4. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Hipokalsemia dan Hiperkalsemia ?
5. Bagaimana Penatalaksanaan Hipokalsemia dan Hiperkalsemia ?
6. Bagaimana Intervensi keperawatan Hipokalsemia dan Hiperkalsemia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Hipokalsemia dan Hiperkalsemia.
2. Untuk mengetahui Penyebab terjadinya Hipokalsemia dan Hiperkalsemia.
3. Untuk mengetahui Manifestasi klinik Hipokalsemia dan Hiperkalsemia.
4. Untuk memahami Pemeriksaan Diagnostik pada pasien Hipokalsemia dan
Hiperkalsemia.
5. Untuk memahami Penatalaksanaan Hipokalsemia dan Hiperkalsemia.
6. Untuk memahami Intervensi keperawatan pada pasien Hipokalsemia dan
Hiperkalsemia.
D. Manfaat
1. Sebagai alat untuk mengetahui definisi Hipokalsemia dan Hiperkalsemia.
2. Sebagai sarana untuk mengetahui Penyebab terjadinya Hipokalsemia dan
Hiperkalsemia.
3. Sebagai pedoman untuk mengetahui Manifestasi klinik Hipokalsemia dan
Hiperkalsemia.
4. Sebagai alat untuk memahami Pemeriksaan Diagnostik pada pasien
Hipokalsemia dan Hiperkalsemia.
5. Sebagai sarana untuk memahami Penatalaksanaan Hipokalsemia dan
Hiperkalsemia.
6. Sebagai pedoman untuk memahami Intervensi keperawatan pada pasien
Hipokalsemia dan Hiperkalsemia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hipokalsemia dan Hiperkalsemia
1. Hipokalsemia
Didefenisikan sebagai kadar kalsium serum total yang kurang dari
9 mg/dl atau kalsium terionisasi kurang dari 4,5 mg/dl, kadang kala
hipokalsemia disebabkan oleh malabsorbsi kalsium atau hiperfosfatemia.
Kadar kalsium serum rendah, karena kurangnya PTH. Hipokalsemia
adalah penurunan kadar kalsium serum yang dapat terjadi pada beberapa
keadaan, seperti hipoparatiroidisme, defisiensi vitamin D, gangguan
metabolisme vitamin D, hipomagnesemia dan gagal ginjal akut atau
kronik. Dengan melihat kadar hormon PTH, hipokalsemia dapat
dikelompokkan kedalam 2 bagian, yaitu hipokalsemia dengan kadar PTH
yang rendah (hipoparatiroidisme) dan hipokalsemia dengan kadar PTH
yang miningkat (hiperparatiroidisme sekunder).
Hipokalsemia mengacu pada konsentrasi serum kalsium yang lebih
rendah dari normal, yang terjadi dalam beragam situasi klinis.
Bagaimanapun pasien, dapat mengalai kekurangan kalsium tubuh total
( seperti pada osteoporosis ) dan mempertahankan  kadar kalsium normal.
Tirah baring pada individu lansia dengan osteoporosis adalah berbahaya
karena kerusakan metabolisme kalsium dengan meningkatnya resorpsi
tulang adalah berkaitan dengan imobilisasi.
2. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia mengacu pada kelebihan kalsium pada plasma, atau
suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium dalam darah lebihdari 10,5
mg/dl darah. Kondisi ini merupakan ketidakseimbangan yang berbahaya
bila berat, pada kenyataannya, krisis krisis hiperkalsemia mempunyai
angka mortalitas 50% jika tidak diatasi dengan cepat. Hiperkalsemia dapat
terjadi saat terlalu banyak kalsium masuk ke ECF atau saat terjadi ekskresi
kalsium yang tidak adekuat dari ginjal. Kadar serum kalsium yang normal
adalah 8-10 mg/dL (2-2,5 mmol/L) dan hiperkalsemia didefinisikan ketika

3
kadar serum kalsium lebih besar dari 10,5 mg/dL (>2,5
mmol/L). Hiperkalsemia terjadi ketika konsentrasi kalsium dalam darah
lebih tinggi dari kemampuan ginjal dalam mengekskresikannya.
Konsentrasi kalsium yang tinggi tersebut bisa berasal dari tulang ataupun
berasal dari intestine.
Pada umumnya, hiperkalsemia akan selalu diikuti dengan
hiperkalsiuria. Walaupun demikian, beberapa keadaan yang menyebabkan
gangguan ekskresi kalsium lewat urin juga dapat menyebabkan
hiperkalsemia, atau memperberat hiperkalsemia yang sudah ada. Beberapa
faktor yang mengganggu reabsorpsi kalsium di tubulus distal ginjal antara
lain adalah PTH, PTHrP, ADH dan dehidrasi.
B. Etiologi Hipokalsemia dan Hiperkalsemia
1. Hipokalsemia
Penyebabnya reduksi kalsium total tubuh atau reduksi kalsium
yang terionisasi. Peningkatan kadar fosfor dan penurunan kadar
magnesium dapat menyebabkan hipokalsemia. Kalsium dan fosfor
mempunyai hubungan yang resiprokal, salah satu meningkat dan yang lain
cenderung menurun. Hipomagnesia dapat menyebabkan hipokalsemia
karena penurunan kerja hormon paratiroid.
Hipoparatiroidisme primer terjadi dalam gangguan ini, seperti yang
terjadi pada hipoparatiroidisme bedah. Hipoparatiroidisme akibat bedah
sangat sering terjadi. Tidak hanya berkaitan dengan bedah tiroid dan
paratiroid, tetapi hal ini juga dapat terjadi setelah diseksi leher radikal dan
paling sering terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam setelah pembedahan.
Hipokalsemia transien dapat terjadi dengan pemberian darah bersitrat
( seperti pada transfusi tukar pada bayi baru lahir ), karena sitrat dapat
bergabung dengan kalsium berionisasi dan secara sementara
membuangnya dari sirkulasi.
Inflamsi pankreas menyebabkan pecahnya protein dan lemak. Ada
dugaan bahwa ion kalsium bergabung dengan asam lemak yang dilepaskan
oleh hipolisis, membentuk sabun. Sebagai hasil dari proses ini,

4
hipokalsemia terjadi dan umum dalam pankreatitis. Juga menjadi dugaan
dalam bahwa hipokalsemia kemungkinan berkaitan dengan sekresi
glukagon yang berlebihan dari pankreas yang mengalami inflamasi,
sehingga mengakibatkn peningkatan sekresi kalsitosin ( suatu hormon
yang menurunkan ion kalsium ).
Hipoklasemia umumnya terjadi pada pasien dengan gagal ginjal
karena pasien ini sering mengalami kenaikan kadar serum fosfat.
Hiperfosfatemia biasanya menyebabkan penurunan resiprokal dalam kadar
serum kalsium. Penyebab lain hipokalsemia dapat mencakup konsumsi
vitamin D yang tidak adekuat, defisiensi magnesium, karsinoma medula
tiroid, kadar albumin serum yang rendah, alkalosis, Luka bakar, Hilangnya
kalsium dari traktus GastroIntestinal akibat diare parah atau
penyalahgunaan laksatif, dan Infeksi parah. Medikasi yang dapat
memprediposisi kepada hipokalsemia termasuk antasid yang mengandung
aluminium, aminoglikosida, kafein, sisplatin, kortikosteroid, mitramisin,
fosfat, isoniasid, dan diuretik loop.
2. Hiperkalsemia
Penyebab umum hiperkalsemia adalah penyakit neoplastik
malignan dan hiperparatiroidisme. Tumor malignansi dapat menyebabkan
hiperkalsemmia melalui berbagai mekanisme. Sekresi hormon paratiroid
berlebih yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme menyebabkan
meningkatnya pelepasan kalsium dari tulang dan meningkatnya
penyerapan kalsium pada usus dan ginjal. Mineral tulang akan hilang
selama imobilisasi, kadang menyebakan kenaikan kalsium total ( dan
secara khusus terionisasi ) dalam aliran darah.  
Hiperkalsemia simtomatik akibat imobilisasi, bagaimanapun jarang
terjadi, bila memang terjadi hal ini tampaknya terbatas pada individu
dengan angka kepulihan kalsium yang tinggi ( seperti pada remaja selama
pertumbuhan yang cepat ). Sebagian besar kasus hiperkalsemia sekunder
terhadap imobilitas terjadi setelah fraktur hebat atau multipel atau paralisis
traumatik yang luas.

5
Diuretik tiasid dapat menyebabkan sedikit kenaikan kadar serum
kalsium karena diuretik ini memperkuat kerja hormon paratiroid pada
ginjal, yang mengurangi ekskresi kalsium urine. Sindrom susu – alkali
dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptikum yang di obati dalam
waktu lama menggunakan  antasida susu dan alkalin, terutama kalsium
karbonat. Intoksikasi vitamin A dan D, juga penggunaan litium, dapat
menyebabkan kelebihan kalsium. Disamping itu meningkatnya kalsium
dalam darah juga didukung dengan asupan kalsium yang memang tinggi
serta meningkatnya penyerapan kalsium pada saluran cerna.
C. Manifestasi Klinik Hipokalsemia dan Hiperkalsemia
1. Hipokalsemia
a. Tetani merupakan manisfestasi yang paling khas dari hipokalsemia.
Tetani mengacu pada kompleks gejala keseluruhan yang di induksi
oleh eksatibilitas neural yang meningkat. Gejala – gejala ini adalah
akibat lepasan secara spontan baik serabut motorik dan sensorik pada
saraf perifer. Sensasi semutan dapat terjadi pada ujung jari – jari,
sekitar mulut, dan yang jarang terjadi adalah pada kaki.
b. Dapat terjadi spasme otot ekstremitas dan wajah. Nyeri dapat terjadi
sebagai akibat dari spasme ini. Tanda Trousse dapat ditimbulkan
dengan mengembangkan cuff tekanan darah pada lengan atas sampai
sekitar 20 mmHg di atas tekanan sistolik; dalam 2 sampai 5 menit
spasme korpopedal akan terjadi karena terjadi iskemia pada saraf
ulnar. Tanda Chvostek terdiri atas kedutan pada otot yang di persarafi
oleh saraf fasial ketika saraf tersebut ditekan sekitar 2cm sebelah
anterior ke arah daun telinga, tepat di bawah arkus zigomatikus.
c. Kejang dapat terjadi karena hipokalsemia meningkatkan iritabilitas
sistem saraf pusat juga saraf ferifer. Perubahan lain yang termasuk
dengan hipokalsemia termasuk perubahan – perubahan mental seperti
depresi emosional, kerusakan memori, kelam pikir, delirium, dan
bahkan halusinasi.

6
d. Hipokalsemia berkepanjangan dapat menyebabkan perubahan dikulit,
rambut, kuku, gigi, dan lensa mata (dapat terjadi katarak dalam
beberapa tahun), blok jantung dan distritmia dapat terjadi.
2. Hiperkalsemia
Secara umum, gejala – gejala hiperkalsemia adalah sebanding
dengan tingkat kenaikan kadar kalsium serum. Hiperkalsemia mengurangi
eksatabilitas neuromuskular karena hal ini menekan aktivitas pertemuan
mioneural. Gejala – gejala seperti kelemahan muskular, inkoordinasi,
anoreksia, dan konstipasi dapat karena penurunan tonus pada otot lurik
dan polos. Anoreksia, mual, muntah, dan konstipasi adalah gejala yang
umum dari hiperkalsemia. Dehidrasi terjadi pada mual, muntah, anoreksia,
dan penyerapan kalsium yang bwrkaitan dengan natrium pada tubulus
renalis proksimal.
Nyeri abdomen dan tulang dapat terjadi. Distensi abdomen dan
paralitik ileus dapat menyulitka krisis hiperkalsemia hebat. Rasa haus yang
hebat dapat terjadi sekunder terhadap poliuria yang disebabakan oleh
beban zat terlarut ( kalsium ) yang tinggi. Pasien dengan  hiperkalsemia
dapat mengalami gejala yang menyerupai gejala ulkus peptikum karena
hiperkalsemia meningkatkan sekresi asam dan pepsin oleh lambung.
Konfusi mental, kerusakan memori, bicara tidak jelas, letargi, perilaku
psikotik akut, atau koma dapat terjadi. Gejala yang lebih hebat cenderung
untuk timbul bila kadar kalsium serum mendekati 16mg/dl atau lebih.
Bagaimanapun beberapa pasien dapat menjadi sangat terganggu dengan
kadar serum kalsium hanya 12mg/dl. Gejala ini akan mereda dengan kadar
kalsium serum kembali pada normal setelah pengobatan.
Urinasi berlebih karena gangguan fungsi tubulus ginjal yang
disebabkan oleh hiperkalsemia dapat saja terjadi. Standstill jantung dapat
terjadi ketika kalsium serum adalah sekitar 18 mg/dl atau lebih. Efek
inotropik digitalis ditingkatkan oleh kalsium, karenanya, toksisitas
digitalis diperberat oleh hiperkalsemia.

7
Krisis hiperkalsemia mengacu pada kenaikan akut kadar serum
kalsium hingga 17mg/dl atau lebih tinggi. Rasa haus yang hebat atau
poliuria secara khas ada. Temuan lainnya dapat mencakup kelemahan
muskular, mual yang tidak dapat dihilangkan, kram andomen, obstipasi
( konstipasi yang sangat hebat ) atau diare, gejala – gejala ulkus peptikum,
dan nyeri tulang. Letargi, konfusi mental, dan koma juga dapat terjadi.
Kondisi ini sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan henti jantung.
D. Pemeriksaan Diagnostik Hipokalsemia dan Hiperkalsemia
1. Hipokalsemia
Kadar kalsium yang berionisasi biasanya normal pada pasien
dengan penurunan kadar kalsium serum total dan hipoalbuminemia
konkomitan. Bila pH arteri meningkat ( alkalosis ), maka lebih banyak
kalsium akan berkaitan dengan protein. Sebagai hasilnya, porsi yang di
ionisasi menjadi turun. Gejala – gejala hipokalsemia dapat terjadi pad
adanya alkalosis. Asidosis ( pH rendah )mempunyai efek sebaliknya;
yaitu, lebih sedikit kalsium yang berkaitan dengan protein dan dengan
demikian lebih banyak yang terdapat dalam bentuk terionisasi.
Bagaimanapun perubahan yang secara relatif kecil terjadi selama
abnormalitas asam basa ini.
Idealnya, laboraturium harus mengukur kadar kalsium yang
diionisasi. Bagaimanapun, kebanyakan laboraturium hanya melaporkan
kadar kalsium total. Dengan demikian, konsentraksi fraksi terionisasi
harus diperkirakan berdasarkan pengukuran kadar albumin serum secara
stimulan. Kadar hormon paratiroid akan menurun pada hipoparatiroidisme.
Kadar magnesium dan fosfor harus dikaji untuk mengidentifikasi
kemungkinan penyebab penurunan kalsium. Elektrokardiogram (ECG)
memperlihatkan interval Q yang memanjang, segmen ST yang memanjang
dan aritmia.
2. Hiperkalsemia
Kadar kalsium serum lebih tinggi dari 10,5mg/dl (SI: 2,6mmol/L ).
Perubahan – perubahan kardiovaskuler dapat mencakup beragam disritmia

8
dan perpendekan interval QT dan segmen ST. Interval PR kadang
memanjang. Uji antibodi hormon paratiroid ganda mungkin dilakukan
untuk membedakan antara hiperparatiroidisme dengan malignansi sebagai
penyebab hiperkalsemia. Kadar hormon paratiroid meningkat pada
hiperparatiroidisme primer atau sekunder dan ditekan paa malignansi.
Temuan  rontgen dapat menunjukan adanya osteoporosis, kavitasi tulang,
atau batu saluran kemih.
E. Penatalaksanaan Hipokalsemia dan Hiperkalsemia
1. Hipokalsemia
Hipokalsemia simtomatik adalah kedaruratan, membutuhkan
pemberian segera kalsium intravena. Garam kalsium parenteral termasuk
kalsium glukonat, kalsium klorida dan kalsium gluseptat. Meskipun
kalsium klorida menghasilkan kalsium berionisasi yang secara signifikan
lebih tinggi dibanding jumlah akuimolar kalsium glukonat, cairan ini tidak
sering digunakan karena cairan tersebut lebih mengiritasi dan dapat
menyebabkan peluruhan jaringan jika dibiarkan menginfiltrasi. Pemberian
infus intravena kalsium yang terlalu cepat dapat menginduksi henti
jantung, yang didahului oleh brakikardia. Pemberian kalsium intavena
terutama bahaya pada pasien yang mendapat digitalis karena ion kalsium
mengeluarkan suatu efek yang serupa dengan efek yang dimiliki digitalis
dan dapat menyebabkan toksisitas digitalis dengan efek jantung yang
merugikan.
Terapi vitamin D dapat dilakukan untuk meningkatkan absorbsi ion
kalsium dari traktus GI. Antasid hidroksida alumunium dapat diresepkan
untuk menurunkan kadar fosfor yang meningkat sebelum mengobati
hipokalsemia. Dan terakhir, menigkatkan masukan diet kalsium sampai
setidaknya 1000 hingga 1500 mg/hari pada orang dewasa sangat di
anjurkan ( produk dari susu; sayuran berdaun hijau, salmon kaleng, sadin,
dan oyster segar ). Jika tetani tidak memberikan respons terhadap kalsium
IV maka kadar magnesium yang rendah di gali sebagai kemungkinan
penyebab tetani.

9
2. Hiperkalsemia
Tujuan terapeutik pada hiperkalsemia mencakup menurunkan
kadar kalsium serum dan memeperbaiki proses yang menyebabkan
hiperkalsemia. Mengatasi penyebab yang mendasari ( kemoterapi untuk
malignansi atau paratirodektomi parsial untuk hiperparatiroidisme ) adalah
penting. Tindakan umum termasuk pemberian cairan untuk mengencerkan
kalsium serum dan menungkatkan eksresinya oleh ginjal, memobilisasi
pasien, dan membatasi masukan kalsium melaui diet. Pemberian larutan
natrium klorida 0.9% intravena secara temporer mengencerkan kadar
kalsium dan meningkatkan ekskresi kalsium urin dengan menghambat
reabsorbsi kalsium ditubular. Furosemid ( lasix ) sering digunakan dalam
kaitannya dengan pemberian salin, selain menyebabkan dieuresis,
furosemid meningkatkan ekskresi kalsium.
Kalsitosin dapat digunakan bagi pasien dengan penyakit jantung
atau ginjal yang tidak apat mentoleransi beban natrium yang besar.
Kalsitosin mengurangi resorpsi tulang, meningkatkan defosit kalsium dan
fosfor dalam tulang, dan meningkatkan ekskresi kalsium dan fosfor urine.
Meskipun tesedia dalam beberapa bentuk, kalsitosin yang didapatkan dari
salmon umumnya digunakan. Pemeriksaan kulit untuk alergi terhadap
kalsitosin salmon penting untuk dilakukan sebelum kalsitosin diberikan.
Reaksi alergi sistemik mungkin terjadi karena hormon ini merupakan
protein, resistensi terhadap medikasi ini dapat berbentuk kemudian karena
pembentukan antibodi. Kalsitosin diberikan melalui suntikan IM
ketimbang dengan subkuta karena pasien dengan hiperkalsemia
mempunyai perfusi jaringan subkutan yang buruk.
Bagi pasien dengan penyakit malignan, pengobatan diarahkan pada
pengendalian kondisi melalui pembedahan, kemoterapi, atau terapi radiasi.
Kortikosteroid mungkin digunakan untuk menurunkan pergantian tulang
dan reabsorbsi tubular bagi pasien dengan sarkoidosis, mieloma, limfoma,
dan leukimia, pasien dengan tumor padat kurang responsif. Bifosfonat
menghambat aktivitas osteoklas. Pamidronat ( Aredia ) adalah agen yang

10
paling paten dari preparat ini dan diberikan secara intravena, obat ini
menyebabkan pireksia transien, ringan, menurunkan jumlah SDP, dan
miralgia. Etidronat ( didronel ) adalah bifosfonat lainnya yang diberikan
secara intravena, tetapi kerjanya lambat. Mitharamycin, suatu antibiotik
sitotoksik, menghambat resorpsi tulang dan dengan demikian menurunkan
kadar kalsium serum. Preparat ini harus digunakan secara hati – hati
karena memiliki efek samping yang signifikan, termasuk trombositosenia,
nefrotoksisitas, dan hepatotoksistas.
Garam fosfat inorganik dapat diberikan secara oral atau melalui
selang nasogastrik (dalam bentuk phosbo-soda atau neutra-Phos), secara
rektal ( sebagai enema retensi ), atau secara intravena. Terapi fosfat
intravena dilakukan dengan sangat hati – hati dalam mengobati
hiperkalsemia karena hal ini dapat menyebabkan klasifikasi dalam
beragam jaringan, hipotensi, tetani, dan gagal ginjal akut.
F. Intervensi Keperawatan Hipokalsemia dan Hiperkalsemia
1. Hipokalsemia
Penting artinya untuk mengamati hipokalsemia pada pasien
beresiko. Perawat harus bersiap untuk kewaspadaan kejang bila
hipokalsemia hebat. Status jalan nafas harus di pantau dengan teliti karena
dapat terjadi stridor laringeal. Tindak keamanaan kewaspadaan diterapkan,
sesuai kebutuhan, jika terdapat kelam pikir. Individu beresiko terhadap
osteoporosisi diintruksikan tentang perlunya masukan kalsium diet yang
adekuat, jika dikonsumsi dalam diet, suplemen kalsium harus
dipertimbangkan. Juga, manfaat latihan yang teratur dalam mengurangi
kerapuhan tulang harus ditekankan, seperti juga halnya efek dari medikasi
pada keseimbangan kalsium. Sebagai contoh, alkohol dan kafein dalam
dosis yang tinggi menghambat penyerapan kalsium, dan perokok kretek
sedang meningkatkan ekskresi kalsium urine.
2. Hiperkalsemia
Penting untuk memantau kekambuhan hiperkalsemia pada pasien
yang beresiko terhadap kelainan ini. Melakukan intervensi, seperti

11
meningkatkan mobilitas pasien dan memperbanyak cairan, dapt membantu
mencegah hiperkalsemia, atau setidaknya meminimalkan keparahannya.
Pasien dirawat yang bereriko tehadap hiperkalsemia diberikan dorongan
untuk ambulasi secepat mungkin, pasien rawat jalan dan mereka yang
dirawat dirumah diinformasikan tentang pentingnya ambulasi yang sering. 
Ketika memperbanyak cairan melalui oral, perawat juga harus
mempertimbangkan kesukaan dan ketidaksukaan pasien. Cairan yang
menganduing natrium harus diberikan, kecuali dikontraindikasikan oleh
kondisi lainnya, karena natrium memudahkan ekskresi kalsium. Pasien
yang dirawat dirumah didorong untuk minum 3 sampai 4 quart air setiap
hari, jika memungkinkan.
Bulk yang adekuat harus diberikan dalam diet untuk mengurangi
kecenderungan terhadap konstipasi. Tindak kewaspadaan dilakukan sesuai
kebutuhan, ketika gejala – gejala mental akibat hiperkalsemia timbul.
Pasien dan keluarga diinformasikan bahwa perubahan mentak ini dapat
pulih dengan pengobatan. Kalsium yang meningkat menguatkan efek
digitalis, karenanya pasien dikaji terhadap tanda dan gejala toksisitas
digitalis. Perubahan EKG dapat terjadi (PVC, PAT, dan blok jantung) ,
karenanya nadi pasien dipantau terhadap segala abnormalitas.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipokalsemia mengacu pada konsentrasi serum kalsium yang lebih
rendah dari normal, yang terjadi dalam beragam situasi klinis. Penyebabnya
reduksi kalsium total tubuh atau reduksi kalsium yang terionisasi. Peningkatan
kadar fosfor dan penurunan kadar magnesium dapat menyebabkan
hipokalsemia. Hipokalsemia berkepanjangan dapat menyebabkan perubahan
dikulit, rambut, kuku, gigi, dan lensa mata (dapat terjadi katarak dalam
beberapa tahun), blok jantung dan distritmia dapat terjadi. Elektrokardiogram
(ECG) memperlihatkan interval Q yang memanjang, segmen ST yang
memanjang dan aritmia. Sedangkan Hiperkalsemia mengacu pada kelebihan
kalsium pada plasma, atau suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium dalam
darah lebihdari 10,5 mg/dl darah. Penyebab umum hiperkalsemia adalah
penyakit neoplastik malignan dan hiperparatiroidisme. Tumor malignansi
dapat menyebabkan hiperkalsemmia melalui berbagai mekanisme. Gejala –
gejala seperti kelemahan muskular, inkoordinasi, anoreksia, dan konstipasi
dapat karena penurunan tonus pada otot lurik dan polos. Anoreksia, mual,
muntah, dan konstipasi adalah gejala yang umum dari hiperkalsemia. Temuan
rontgen dapat menunjukan adanya osteoporosis, kavitasi tulang, atau batu
saluran kemih.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini  kelompok menyadari masih minimnya
bahan yang kelompok gunakan untuk menyusun makalah ini. Untuk itu
kelompok menyarankan supaya ada pihak lain dapat membahas masalah ini
lebih mendalam mengenai masalah ini. Dan tentunya bagi mahasiswa yang
melakukan asuhan keperawatan diharapkan harus menganalisa keadaan pasien
dengan baik dan tepat untuk membantu klien untuk mencapai kesembuhan dan
pengobatan. Dapat lebih paham tentang pengertian, pencegahan, pengobatan
serta cara-cara untuk memberikan pendidikan kesehatan terhadap pasien. 

13
DAFTAR PUSTAKA

A, Aziz Alimul H.2009:”Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku

2.”Jakarta: Salemba Medika.

Agraharkar,Mahendra. Hypercalcemia.Diunduhdari http://emedicine.meds

cape.com/article/240681-overview pada 30 Maret 2010.

Potter, Perry.2009:”Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku.” Jakarta:

Salemba Medika.

Suneja,Manish. Hypocalcemia. Diunduhdari http://emedicine.medscape.co

m/article/241893-overview pada 30 Maret 2010.

Tamsuri, Anas. 2009. Seri Asuhan Keperawatan “Klien Gangguan

Keseimbangan Cairan  & Elektrolit” . Jakarta: ECG

14

Anda mungkin juga menyukai