Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia
pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%.
Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia
pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita anemia gizi besi, usia 6
bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi tambahan
untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai
di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat
(Nelson,1999).Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi
atau iron deficiency anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang
kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan, anemia karena
pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah
dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia karena yang
bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll,
tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar.Anemia bisa
menyebabkan kerusakan sel otak secdara permanen lebih berbahaya dari
kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin
dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada masa amas dan kritis perlu
mendapat perhatian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Anemia?
2. Apa saja faktor penyebab Anemia?
3. Apa saja patofisiologi Anemia?
4. Apa saja tanda dan gejala Anemia?
5. Bagaimana saja penanganan medis/keperawatan Anemia?
6. Bagaimana saja pemeriksaan diagnostic dari Anemia?
7. Bagaimana saja konsep asuhan keperawatan Anemia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Anemia.
2. Untuk mengetahui etiologi Anemia.
3. Untuk mengetahui patofisiologi Anemia.

1
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Anemia.
5. Untuk mengetahuipenanganan medis/keperawatan Anemia.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic Anemia.
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Anemia.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh
hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel
darah merah. (Guyton,1997).Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah
merah atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal.(Wong,2003).Anemia
adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya
hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan
kelainan (Dorlan, 1998)

Kriteria Anemia menurut WHO,2014

Anemia

Non Anemia Ringan Sedang Berat


Populasi

Anak anak usia 11,0 atau 10,0-10,9 7,0-9,9 < 7,0


6-59 bulan lebih

Anak anak usia 11,5 atau 11,0-11,14 8,0-10,9 < 8,0


5-11 tahun lebih

Anak anak usia 12,0 atau 11,0-11,9 8,0-10,9 < 8,0


12-14 tahun lebih

Wanita tidak 12,0 atau 11,0-11,9 8,0-10,9 < 8,0


hamil ( 15 tahun lebih
keatas)

Wanita hamil 11,0 atau 10,0-10,9 7,0-9,9 < 7,0


lebih

Pria (15 tahun 13,0 atau 11,0-12,9 8,0-10,9 < 8,0


keatas) lebih

B. Etiologi

3
Menurut Nurarif (2015), penyebab dari anemia antara lain :
a Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;
1) Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
2) Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
3) Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
4) Inflitrasi sum-sum tulang
b Kehilangan darah
1) Akut karena perdaraha
2) Kronis karena perdarahan
3) Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi
karena;
1) Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
2) Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak
eritrosit
d Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi
kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara
lain besi, vitamin B12 dan asam folat.
Menurut patogenesisnya :
1. Masukan kurang : MEP, defisiensi diet, pertumbuhan cepat.
2. Absorpsi kurang : MEP, diare kronis
3. Sintesis kurang : transferin kurang
4. Kebutuhan meningkat : infeksi dan pertumbuhan cepat
5. Pengeluaran bertambah : kehilangan darah karena infeksi parasit dan  polip
Berdasarkan umur penderita penyebab dari defisiensi besi dapat dibedakan:
1. Bayi < 1tahun : persediaan besi kurang karena BBLR, lahir kembar, ASI eklusif
tanpa suplemen besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemi
selama kehamilan
2. Anak 1-2 tahun: masukan besi kurang, kebutuhan yang meningkat karena infeksi
berulang (enteritis,BP), absorpsi kurang
3. Anak 2-5 tahun: masukan besi kurang, kebutuhan meningkat, kehilangan darah
karena divertikulum meckeli.

4
4. Anak 5-remaja : perdarahan karena infeksi parasit dan polip, diet tidak adekuat .
5. Remaja-dewas : mentruasi berlebihan

C. Patofisiologi
1. Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke jaringan
berkurang
2. Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan pendarahan
menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemi dan hipoksia
3. tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi,dyspne, syok
4. Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai dengan 50% terdapat
kompensasi adalah:
a) Peningkatan curah jantung dan pernafasan
b) Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
c) Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
jaringan
d) Redistribusi aliran darah ke organ vital
Salah satu tanda yang sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat, ini
umumnya sering di kaitkan dengan volume darah, berkurangnya hemoglobin
dan vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta
distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit maka warna kulit bukan
merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan
dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik
guna menilai kepucatan.

D. Tanda dan Gejala


Tanda gejala yang sering dijumpai pada anak selain dilihat dari beratnya
anemia, berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya gejala :
1) kecepatan kejadian anemia,
2) durasinya misalnya kronisitas,
3) kebutuhan metabolisme pasien yang bersangkutan,
4) adanya kelainan lain atau kecacatan dan
5) komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang mengakibatkan
anemia (Smeltzer, 2015).

5
Sedangkan tanda gejala menurut Mansjoer (2010) dapat digolongkan menjadi
tiga jenis gejala yaitu :
1) Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul
karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh
terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap
kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu ( Hb
<7g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah , lesu, cepat lelah, telinga
mendenging (tinnitus), mata berkunang – kunang, kaki terasa dingin,
sesak nafas dan dyspepsia. Pada mukosa mulut, telapak tangan dan
jaringan dibawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena
dapat ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan tidak sensitive karena
timbul setelah penurunan hemoglobin berat ( Hb < 7g/dl ).
2) Gejala masing – masing anemia, gejala ini spesifik untuk masing –
masing jenis anemia, sebagai berikut :
a) Anemia defisiensi besi gejalanya antara lain disfagia, atrofi papil lidah,
stomatitis angularis, dan kuku sendok ( koilonychia ).
b) Anemia megaloblastik antara lain glositis, gangguan neurologik pada
defisiensi vitamin B12.
c) Anemia aplastik antara lain seperti perdarahan, dan tanda – tanda
infeksi.
3) Gejala penyaikt dasar yaitu gejala yang sering timbul akibat penyakit
dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari
penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang
seperti mengalami sakit perut, pembengkakan parotis, dan warna kuning
pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar
lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh
karena arthritis rheumatoid.
Selain tanda dan gejala yang terjadi pada anemia diatas, individu dengan
defisiensi besi yang berat ( besi plasma kurang dari 40 mg/ dl, hemoglobin 6
sampai 7 g /dl) memiliki rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata,
mudah patah dan mungkin berbentuk sendok (koilonikia). Selain itu atrofi
paila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, bewarna

6
merah daging dan meradang serta sakit. Dapat juga terjadi stomatitis
angularis, pecah – pecah disertai kemerahan dan nyeri disudut mulut (Price,
2009).Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat
penting pada kasus anemia untuk mngarahkan diagnosa anemia. Tetapi pada
umumnya diagnosis anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.

E. Penanganan Medis atau Keperawatan


Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan
karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan
produksi sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:
1) Pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
2) Resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
3) Tranfusi kompenen darah sesuai indikasi (Catherino,2003:416)
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda
tergantung dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa
terapi yang diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:
1) Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi
berupa:
a) Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri, misalnya
pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak dilakukan terapi
kausal anemia akan kambuh kembali.
b) Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di dalam
tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg, ferrous gluconate,
ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous suuccinate). Besi parentral, efek
sampingnya lebih berbahaya besi parentral diindikasikan untuk intoleransi
oral berat, kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu
peningkatan Hb secara cepat seperti pada ibu hamil dan preoperasi.
(preparat yang tersedia antara iron dextran complex, iron sorbitol citric
acid complex). Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar
hemoglobin normal untuk cadangan besi tubuh.

7
c) Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah.
Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah
pada pasien penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung,
anemia yang sangat simtomatik, dan pada penderita yang memerlukan
peningkatan kadar hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang diberikan
adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai premediasi
dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena. (Bakta, 2009)
2) Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian adalah:
a) Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan sembuh
dengan sendirinya.
b) Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat, atau
vitamin B12.
c) Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
d) Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan
hemoglobin, tetapi harus diberikan terus menerus.
e) Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi pemberian
preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi kenaikan akan
berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-10 g/dl. (Bakta, 2009)
3) Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia
sideroblastik adalah:
a) Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik
dengan transfusi darah.
b) Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil penderita
responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2009)
4) Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat
adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun
demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus
dilakukan:

8
a) Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak
pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu. Neuropati biasanya
dapat membaik tetapi kerusakan medula spinalis biasanya irreverrsible.
(Bakta, 2009)
b) Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4
bulan.
c) Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler 200
mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis
pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
5) Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka terapi
utama untuk anemia pernisiosa adalah:
a) Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
b) Terapi pemeliharaan
c) Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2009)
6) Anemia Hemolitik
Pengobatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus
tersebut serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari
kasus per kasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi anemia hemolitik dapat
dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
a) Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut
maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa memperbaiki
fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat, pertimbangan transfusi darah
harus dilakukan secara sangat hati-hati, meskipun dilakukan cross
matchng, hemolisis tetap dapat terjadi sehingga memberatkan fungsi
organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat telah teerjadi maka tidak
ada pilihan lain selain transfusi.
b) Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan
kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau

9
disebabkan oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat dikoreksi.
Tetapi bagi kasus yang penyebabnya telah jelas maka terapi kausal dapt
dilaksanakan. (Bakta, 2009)
c) Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa. Pada
anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan transfusi
darah teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Bahkan pada
thalasemia mayor dipakai teknik supertransfusi atau hipertransfusi untuk
mempertahankan keadaan umum dan pertumbuhan pasien. Pada anemia
hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari untuk
mencegah krisis megaloblastik.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges,2009)
1) Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun
dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP).
Pansitopenia (aplastik).
Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada wanita
dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada pria
2) Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
3) Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons
sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
4) Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk
(dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
5) LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
6) Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa
anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai
waktu hidup lebih pendek.
7) Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).

10
8) SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik)
Nilai normal Leukosit (per mikro lt) : 6000 – 10.000 permokro liter
9) Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau
tinggi (hemolitik) normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 – 400.000
per mikro liter darah. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe
struktur hemoglobin.Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak
terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
10) Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia
sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi
11) Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
12) TBC serum : meningkat (DB)
13) Feritin serum : meningkat (DB)
14) Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
15) LDH serum : menurun (DB)
16) Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
17) Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
18) Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI
19) Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya
asam hidroklorik bebas (AP).
20) Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan
tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan
penurunan sel darah (aplastik).

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
A. Riwayat Kesehatan

11
a. Gambaran yang jelas tentang gejala-gejala antara awitan,
durasi, lokasi, dan factor pencetus. Tanda dan gejala utama dapat
mencakup:
a. Keletihan, sakitkepala, vertigo, iritabilitas,
dan depresi.
b. Anorexia dan penurunan BB.
c. Kecenderunganperdarahan dan memar,
antara menstruasiberat dan epistaksis.
d. Infeksi yang sering
e. Nyeritulang dan sendi
b. Kaji riwayat prenatal, individu, dan keluarga terhadap factor-faktor
resiko gangguan hematologic.
a). Faktor risiko riwayat prenatal: Rh bayi-ibu atau inkompatibilitas
ABO.
b).Factor risiko riwayat individu antara lain prematuritas, BBLR, diet
kurang besi atau diet berat dengan susu sapi (selama masa bayi),
perdarahan (mis., menstruasi berat), kebiasaan diet, atau pajanan
terhadap inveksi virus. Factor resiko riwayat keluarga antara lain
riwayat anemia sel sabit, atau gangguan perdarahan.

B. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda vital yang nyata bukan merupakan factor pada
sebagian besar gangguan hematologic. Namun takikardi dan takipnea
mungkin harus diperlukan.
b. Inspeksi

12
a). Kulit. Pucat, kemerahan, ikterus, purpura, petekie,
ekimosis, tanda-tanda pruritus (tanda garukan), sianosis, atau warna
kecklatan yang mungkin terlihat.
b). Mata. Sclera ikterik, konjungtiva pucat, perdarahan
retina, atau pandangan kabur mungkin terlihat.
c). Mulut. Mukosa dan gusi yang pucat mungkin
terlihat.
d). Neurologic. Kerusakan proses berpikir atau letargi
mungkin terlihat.
e). Musculoskeletal. Pembengkakan sendi mungkin
terlihat.
f). Genitourinaria. Darah dalam urine dan perdarahan
menstruasi yang berlebihan atau abnormal mungkin terlihat.
c. Palpasi
a). Kulit. Kemungkinan terdapat pemanjangan waktu
pengisian kapiler.
b). Nodus limfe. Limfadenopati atau nyeri tekan mungkin
dapat dipalpasi.
c). Gastrointestinal. Nyeri tekan abdomen, hepatomegali,
atau splenomegali mungkin dapat dipalpasi.
d. Auskultasi
a). Jantung. Murmur dapat diauskultasi.
b). Pulmonal. Suara napas tambahan (bila terjadi gagal jantung
kongestif pada dapat diauskultasi.

C. Temuan pemeriksaan labolatorium dan uji diagnostik


a. Hitung darah lengkap (HDL) memberikan gambaran
lengkap yang jelas tentang elemen-elemen pembentuk darah.
1) Hitung SDM menentukan jumlah SDM total setiap
sentimeter kubik darah.
2) Hitung SDP merupakan pengukuran jumlah total leukosit yang
bersirkulasi.

13
3) Hitung SDP diferensial (granulosit dan agrabulosit) membedakan
SDP berdasarkan lima tipe sel – neutrófil, eosinófilo, basófilo
(granulosit), limfosit, dan monosit (agranulosit).
4) Hemoglobin (Hb) dikaji untuk menentukan anemia, tingkat
keparahan, dan respons terhadap pengobatan.
5) Hematokrit (Ht) menentukan massa SDP dengan pengukuran ruang
dalam kantung SDM.
6) Hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH, mean corpuscular
volume) adalah untuk mengetahui ukuran SDM individu.
7) Hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH, mean corpuscular
hemoglobin) mengukur barat rata-rata hemoglobin dalam SDM.
8) Konsentrasi hemoglobin korpuskular rata-rata (MCHC, mean
corpuscular hemoglobin concentration) mengukur konsentrasi rata-
rata hemoglobin dalam SDM.
9) Hitung trombosit mengukur jumlah total trombosit yang
bersirkulasi untuk mengevaluasi gangguan perdarahan.
b. Hitung retikulosit membantu membedakan berbagai tipe
anemia.
c. Pemeriksaan hemostasis dan koagulasi sebagai alat
diagnosis banding gangguan perdarahan.
d. Kapasitas pengikatan besi total (TIBC, total iron-binding
capacity), feritin dan zat besi, dan transferin digunakan dalam
mengevaluasi anemia.
e. Temuan aspirasi sumsum tulang sebagai alat bantu dalam
mendiagnosis anemia aplastik dan gangguan lain.
a). Persiapan untuk uji ini biasanya memerlukan beberapa bentuk
sedasi.
b). Pada area luka aspirasi, harus dipantau dengan cermat adanya
perdarahan dan pembentukan hematoma setelah prosedur selesai
dilakukan.

14
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosakeperawatan yang muncul pada pasiendengan anemia meliputi :
a. Pola nafas
tidakefektifberhubungandenganhiperventilasiditandaidengandipsneu,
takikardia
b. Perubahanperfusijaringan cerebral berhubungandenganpenurunan O2
keotakditandaidenganpenurunankesadaran, nyerikepala
c. Perubahannutrisikurangdarikebutuhantubuhberhubungandengankegaga
lanuntukmencernaatauketidakmampuanmencernamakanan
/absorpsinutrient yang
diperlukanuntukpembentukanseldarahmerahditandaidenganmual-
muntah, anoreksia, penurunan BB
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau
penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)
f. PK Anemia
B. Rencana Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasiditandai dengan dispnea,
takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan pola
nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan sesak napas berkurang
- Pernafasan teratur
- Takipneu atau dispneu tidak ada
- Tanda vital dalam batas normal (td 120-90/90-60 mmhg, nadi 80-100
x/menit, RR: 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
Intervensi Mandiri :
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien

15
2) Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan
pernapasan, napas bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan
Rasional : Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan
menentukan intervensi yang tepat
3) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Rasional : Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada
4) Ajarkan klien napas dalam
Rasional : Untuk meningkatkan kenyaman
5) Tanyakan mengenai kondisi pasien setelah diberi intervensi
Rasional : Mengetahui intervensi dapat bermanfaat untuk pasien
dan mengkaji apakah keluhan sesak pasien sudah berkurang.
Kolaborasi
1) Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan O2
2) Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan
pemasangan ventilator sesuai indikasi
Rasional : Untuk membantu pernapasan adekuat
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan O2
ke otak ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan terjadi
peningkatan perfusi jaringan dengan kriteria hasil:
- menunjukkan perfusi adekuat
- pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
- TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-
100x/menit), RR (18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))
- Membrane mukosa warna merah muda
- GCS > 13
Intervensi Mandiri :
1) Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane
mukosa, dasar kuku.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan
perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.

16
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila
ada hipotensi. 
3) Selidiki keluhan nyeri kepala
Rasional : Iskemia serebral mempengaruhi status kesadaran pasien

Kolaborasi :
1) Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan
laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk
darah sesuai indikasi.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan
/respons terhadap terapi.
2) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah ditandai dengan mual-muntah, anoreksia, penurunan BB.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan intake
nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil:
- mual muntah (-)
- makan habis 1 porsi
Intervensi Mandiri :
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
2) Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
3) Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan
diantara waktu makan.

17
Rasional : Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan
mencegah distensi gaster.
4) Observasi dan catatkejadianmual/muntah, flatus dan dangejalalain
yang berhubungan.
Rasional : Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia)
pada organ.
5) Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah
makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral.
Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan
infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila
jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

Kolaborasi :
1) Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan individual.
2) Pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
Rasional : Meningkatakan efektivitas program pengobatan,
termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
3) Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan
atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang
diidentifikasi.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat)


ditandai dengan perilaku distraksi (gelisah), pasien mengeluh nyeri
kepala, pasien Nampak meringis, dispneu/takipneu
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x24 jam diharapkan nyeri
pasien terkontrol dengan kriteria hasil:
- klien melaporkan nyeri berkurang,

18
- klien tidak meringis,
- RR dalam batas normal (18-22x/menit)
Intervensi Mandiri :
1) Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10),
karakteristiknya, lokasi, lamanya.
Rasional : Mempermudah melakukan intervensi dan melihat ketepatan
intervensi.
2) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non-verbal seperti ekspresi
wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis atau meringis, perubahan
frekuensi jantung, pernapasan, tekanan darah.
Rasional : Merupakan indicator/derajat nyeri yang tidaklangsung
dialami.
3) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : Mengurangi rasa nyeri yang bersifat akut

Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti analgetik
Rasional : Untuk mengurangi rasa sakit/nyer
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhanditandai dengan
kelemahan, kelelahan, keletihan, lesu, dan lunglai
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan dapat
mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas dengan kriteria
hasil:
- melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
- TTV dalam batas normal (TD 120-100/70-80 mmHg), nadi (60-100
x
/menit), napas (18-22 x/menit), suhu (36,5-37,50 C))
Intervensi Mandiri :
1. Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

19
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan
kelemahan otot.
Rasional : Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi
vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru
untuk membawajumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara
bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila
terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas
semampunya (tanpa memaksakan diri).
Rasional : Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga
diri dan rasa terkontrol
6. PK Anemia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan
perawat dapat menangani dan meminimalisir komplikasi dari anemia
dengan kriteria hasil:
- Hb 12-16 g%
- Konjungtiva tidak pucat
- Pasien melaporkan kelelahan berkurang
- Perdarahan tidak terjadi

Intervensi Mandiri :
1) Kaji konjungtiva pasien dan keluhan letih. Laporkan jika
kondisi yang letih berlebihan dan sangat pucat pada konjungtiva.
Rasional : Untuk menentukan intervensi yang tepat. Mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut dengan mengetahui tanda dan gejala
awal.

20
2) Observasiketat tanda perdarahan ; ptekie, purpura,
perdarahangusi, epistaksis, hematemesis, melena
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lanjut untuk menentukan
intervensi yang sesuai.
3) Pertahankantirahbaring
Rasional : Tirahbaringuntukmempercepatpemulihankondisi dan
mendukungpengobatansesuaiindikasi

Kolaborasi :
1) Berikan transfusi sesuai indikasi
Rasional : Untuk meningkatkan jumlah sel darah merah
2) Periksa lab darah
Rasional : Untuk mengetahui jumlah sel darah merah sehingga
memungkinkan intervensi sesuai indikasi
3) Ahli gizi menetapkan diet sesuai indikasi
Rasional : Diet yang sesuaidapatmempercepatpemulihan dan
membantu proses penyembuhan

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

21
       Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin

didalam sel darah merah kurang dikarenakan adanya kelainan dalam bentuk sel,

perdarahan atau gabungan keduanya. Anemia sering dijumpai di masyrarakat dan

mudah dikenali (di diagnosa). Tanda dan gejalanya beragam, seperti pucat, lemah,

mual, dan lain-lain. Pendiagnosaan anemia dapat di tunjang dengan pemeriksaan

laboratorium yakni adanya penurunan kadar Hb.

B. Saran

1. Bagi  Mahasiswa

Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam

memberikan pelayanan keperawatan dandapat menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari.

2. Bagi petugas-petugas Kesehatan

Diharapkandengan makalah ini sebagai tenaga kesehatan kita harus mampu

mengenali tanda-tanda anemia dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien

dengan anemia secara benar.

DAFTAR PUSTAKA
Bakta I M.(2009). PendekatanTerhadapPasien Anemia.Jakarta : EGC
Catherino jeffrey M.(2003).Emergency medicine handbook. USA:Lipipincott
Williams

22
Doenges, Marylinn E. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.
Kahsasi, Daniel. (2009). Anemia Acute. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/159803-media,
emergency_medicine pada tanggal 08 April 2017
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Lawrence M. Tierney, J. (2008). Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit.
Dalam). Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer,Arief. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media
Aesculapius.
Price, S.A. (2009).Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC
Smeltzer, C Susan. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Jakarta : EGC

23

Anda mungkin juga menyukai