Anda di halaman 1dari 17

Tugas Agama Islam II

Kepribadian Excellent with Morality Menurut Al-Qur’an dan Hadist

Nama Kelompok :
1. Silvi Hardiyana 141311133097
2. Rizza Dewi I. 141311133102
3. Desi Rizki A. 141311133103
4. Ditta Kusuma 141311133104
5. M. Arifin 141311133106
6. Alif Faizatul R. 141311133108
7. Ayu Mahardika 141311133114
8. Katon Kawakibi 141311133117

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi modern telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas lintas


benua, lintas negara, menerobos berbagai pelosok perkampungan di pedesaan dan
menyelusup di gang-gang sempit di perkotaan, melalui media audio (radio) dan audio
visual (televisi, internet, dan lain-lain). Fenomena modern yang terjadi di awal
milenium ketiga ini popular dengan sebutan globalisasi.
Sebagai akibatnya, media ini, khususnya televisi, dapat dijadikan alat yang
sangat ampuh di tangan sekelompok orang atau golongan untuk menanamkan atau,
sebaliknya, merusak nilai-nilai moral, untuk mempengaruhi atau mengontrol pola
fikir seseorang oleh mereka yang mempunyai kekuasaan terhadap media tersebut.
Persoalan sebenarnya terletak pada mereka yang menguasai komunikasi global
tersebut memiliki perbedaan perspektif yang ekstrim dengan Islam dalam
memberikan kriteria nilai-nilai moral; antara nilai baik dan buruk, antara kebenaran
sejati dan yang artifisial. Di sisi lain era kontemporer identik dengan era sains dan
teknologi, yang pengembangannya tidak terlepas dari studi kritis dan riset yang tidak
kenal henti.
Islam adalah agama yang hadir untuk menyampaikan segala
ajaran yang baik dan bermoral di muka bumi ini. Dalam agama Islam
diatur berbagai aspek kehidupan yang ada dalam lingkungan manusia, antara lain:
fiqih, aqidah, muamalah, akhlaq, dan lain-lain. Seorang muslim bisa dikatakan
sempurna apabila mampu menguasai dan menerapkan aspek-aspek tersebut sesuai
dengan Al-Qur’an dan Hadist.Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku seseorang dapat
terlihat dari cara bertutur kata dan bertingkah laku. Akhlak, moral, dan etika masing-
masing individu berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan internal dan
eksternal tiap-tiap individu.Pada masa seperti ini kehidupan yang semakin maju
sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan akhlak, moral, dan etika seseorang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kepribadianbermoral menurut pandangan Islam?


2. Apa saja contoh moralitas dalam al Qurán serta tauladan Nabi Muhammad
SAW?
3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan turunnya moral di masyarakat?
4. Bagaimana solusi untuk menanggulangi masalah moral saat ini?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui kepribadianbermoral menurut pandangan Islam.
2. Mengetahui contoh moralitas dalam al Qurán serta tauladan Nabi Muhammad
SAW.
3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan turunnya moral di masyarakat.
4. Mengetahui solusi untuk menanggulangi masalah moral saat ini.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Kepribadian Bermoral Menurut Pandangan Islam


Kepribadian Manusia dalam Al-Qur’an dituliskan sebagai berikut :
1. Ciri-ciri kepribadian yang lurus
Kepribadian adalah kumpulan ciri-ciri perilaku, tindakan, perasaan yang
disadari atau tidak disadari, pemikiran, dan konsepsi akal. Artinya kperibadian
merupakan gagasan komprehensif yang tidak permanen atau tidak mapan, yang
diperbuat oleh manusia, baik yang berasal dari dirinya, maupun dari orang lain . Al-
Qur’an sesungguhnya telah menentukan ciri-ciri kepribadian yang sehat dalam
puluhan ayatnya, baik yang terpisah-pisah maupun berada dalam satu rangkaian
diantaranya adalah :
Kepribadian yang lurus merupakan sikap tidak pernah bersikap sombong dan
berbicara dengan kepada manusia sesuai dengan kadar kemampuan akal mereka:
Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-
orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
(QS 25: 63).
Kepribadian yang lurus adalah kepribadian orang-orang Mukmin, sebagian
sifatnya-sifatnya adalah sebagaimana digambarkan di ayat berikut:
Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan
mereka. Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab
jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”.
Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.
(QS 25: 64-66)
Kepribadian yang lurus adalah pertengahan antara sikap berlebihan dan terlalu
hemat (kikir) di dalam membelanjakan harta:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-
lebihan, tidak pula kikir, dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang
demikian. (QS. 25: 67)
Kepribadian yang lurus adalah kepribadian yang taat, yang tidak menyembah
selain Allah, dan tidak pula menyembah kebanyakan tuhan yang disembah manusia:
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain selain Allah, dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang
benar, dan tidak berzina. (QS. 25: 68.)
Kepribadian yang lurus adalah kepribadian yang gemar bertaubat dan tidak
dibelenggu oleh berbagai macam kesalahan dan dosanya:
Orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain,
Allah menyukai orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu
memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. 3: 134-135).
Kepribadian yang lurus adalah kepribadian yang jujur, tidak suka berbohong
dan tidak melakukan berbagai perbuatan maksiat yang diharamkan Allah SWT:
Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak
berfaedah, mereka (lalui saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS 4: 114).
Tidak ada keburukan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-
bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat
makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang
berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi
kepadanya pahala yang besar (QS 4: 114).
Dengan mendekati sifat-sifat ini dan melaksanakan segala isi ayat di atas, jiwa
manusia akan mendekati kepribadian yang sehat, lurus, atau tenang.
2. Ciri-ciri Kepribadian yang Sakit
Kepribadian yang sakit memiliki banyak istilah di dalam buku-buku
psikologi. Kepribadian semacam ini dipelajari dengan menggunakan istilah seperti:
“gangguan kepribadian”, “kepribadian yang tidak seimbang”, dan “kepribadian yang
tidak bermoral”. Di dalam al-Qur’an kita menjumpai puluhan ayat yang
menggambarkan sifat-sifat kepribadian semacam ini diantaranya adalah:
Pribadi yang sakit adalah pribadi yang hipokrit (munafik) yang memiliki sifat
pembohong dengan bersembunyi di balik agama dan berambisi untuk memenuhi
keinginannya yang rendah : Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri, sedang mereka tidak sadar. (QS
2: 9)
Mereka menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi
manusia dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka kerjakan itu.
(QS 63: 2).
Sebagian orang tertipu oleh keindahan penampilan luar dan kemanisan kata-
kata orang yang berkepribadian seperti ini. Lahirnya bagus, sedangkan bathinnya
hampa dan busuk:
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum.
Dan jika kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah kayu yang
tersandar. (QS 63: 4).
Pribadi yang hipokrit adalah pribadi yang penakut, sombong, angkuh, dan
berputus asa dari rahmat Allah:
Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. (QS
63: 4).
Mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara)
petir, sebab takut akan mati. (QS. 2: 19).
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “marilah (beriman), agar Rasulullah
memintakan ampun bagimu, “mereka membuang muka mereka dan kamu melihat
mereka berpaling dan menyombongkan diri. (QS 63: 5).
Pribadi yang sakit adalah pribadi yang gemar membuat kerusakan di muka
bumi. Namun demikian, ia merasa dirinya tidak berbuat demikian, bahkan
menganggap dirinya orang yang mengadakan perbaikan:
Dan bila dikatakan kepada mereka: “janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi.”Mereka menjawab, “ sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan.”Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat
kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (QS 2: 11-12).
Firman Allah yang mengatakan “di dalam hati mereka ada penyakit” telah
tertulis dalam al-Qur’an sebanyak 12 kali, dan kebanyakan artinya adalah jiwa yang
ragu dan buruk sangka terhadap Allah dan Rasul serta manusia. Pribadi yang sakit
juga adalah orang yang memiliki kebiasaan mengumpat dan mencela (humazah-
lumazah),orang–orang yang banyak bersumpah lagi hina (hallaf-mahin), serta setiap
orang yang bodoh di dalam perkataan dan perbuatan :
Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang lain telah
beriman.”mereka menjawab, “akan berimankah kami sebagaimana orang-orang
bodoh itu telah beriman? “ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang
bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (QS 2: 13).
Sifat manusia yang goyah ini, sifat yang senantiasa beralih dari satu titik
ekstrim ke titik ekstrim lainnya yang disebabkan oleh kesempitan akal dan
kepicikannya ini, menunjukkan berbagai tensi moral yang dasar, di mana tingkah laku
manusia haus berfungsi jika ia ingin kokoh dan berhasil. Dengan demikian sikap-
sikap ekstrim yang saling bertentangan ini bukanlah “masalah” yang harus
dipecahkan oleh pemikiran theologis, tetapi sebagai tensi-tensi yang harus “dihadapi”
jika seseorang ingin menjadi manusia yang benar-benar “religius” atau hamba Allah
yang sejati.

2.2 Contoh Moralitas Dalam Al Qurán Serta Tauladan Nabi Muhammad SAW
Dalam Islam, moralitas atau sisitem perilaku, terwujud melalui proses aplikasi
sistem nilai/norma yang bersumber dari al Qurán dan sunnah Nabi. Berbeda dengan
etika atau moral yang terbentuk dari sistem nilai/norma yang berlaku secara alamiah
dalam masyarakat, yang dapat berubah menurut kesepakatan serta persetujuan dari
masyarakatnya, pada dimensi ruang dan waktu yang berbeda. Sistem etika ini sama
sekali bebas dari nilai, serta lepas dari hubungan vertikal dengan kebenaran hakiki.
Dalam surat Ali Imran, ayat 190-191 disebutkan,“sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, serta pergantian siang dan malam, terdapat tanda-tanda
bagi Ulil Albab  (yaitu) orang-orang yang berdzikir pada Allah ditengah ia berdiri,
duduk dan berbaring, serta bertafakur tentang penciptaan langit dan bumi.
(kemudian ia berkata), Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-
sia….”. Dalam ayat ini, setidaknya dapat diambil tiga titik penting, yakni ulul
albab (sisi kemanusiaan), Dzikrullah (sisi ke-Tuhanan), serta Tafakur (sisi kealaman).
Perenungan terhadap Tuhan, merupakan landasan bagi kebijaksanaan yang akan lahir
dari setiap kerja dan aktifitas manusia. Dengan pelaksanaan perenungan terhadap
Tuhan secara kontinyu, akan membawanya pada kesadaran ilahiyah. Sedangkan
tafakur (kerja berfikir) manusia merupakan kerja universal dan integral. Dalam hal
ini, berfikir bukan saja terhadap langit dan bumi, akan tetapi juga terhadap segala
sesuatu yang ada didalamnya, termasuk berbagai fenomena dan arus sejarah
kehidupan yang dialami oleh umat manusia, dari waktu kewaktu. Formulasi dari hasil
berfikir terhadap alam inilah yang selanjutnya dirumuskan sains dan teknologi,
sebagai salah satu bentuk dari produk budaya manusia.
Disinilah letak keberhasilan manusia untuk menjadi hamba yang bergelar ulil
albab. Seorang ulil albab akan menjalani hidup serta kehidupannya dengan dua
landasan, yakni landasan dzikir dan landasan pikir. Landasan dzikir menekankan pada
rasa tanggungjawabnya didalam memanfaatkan alam semesta, semata-mata hanya
demi kemaslahatan umat, sedangkan landasan pikir akan membawanya untuk
senantiasa melakukan kerja perekayasaan terhadap alam semesta, dengan
menghasilkan berbagai temuan sain yang aplikatif (teknologi).
Hubungan diantara kedua landasan tersebut, dalam kaitannya dengan alam
semesta, tercermin dalam sikap dan tingkah laku (moral), disaat manusia
melaksanakan fungsinya sebagai khalifatullah. Moral merupakan sikap manusia yang
dimanifestasikan kedalam perbuatannya. Oleh karena itu, antara sikap dan perbuatan
harus menyatu, dan tidak boleh saling kontradiktif, atau dalam bahasa yang lebih
populer adalah “menyatunya kata dan perbuatan”.
Pendidikan moral bisa disamakan pengertiannya dengan pendidikan budi
pekerti. Pendidikan moral merupakan pendidikan nilai-nilai luhur yang berakar dari
agama, adat-istiadat dan budaya bangsa Indonesia dalam rangka mengembangkan
kepribadian supaya menjadi manusia yang baik. Secara umum, ruang lingkup
pendidikan moral adalah penanaman dan pengembangan nilai, sikap dan perilaku
sesuai nilai-nilai budi pekerti luhur. Di antara nilai-nilai yang perlu ditanamkan
adalah sopan santun, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan
bertakwa, berkemauan keras, bersahaja, bertanggung jawab, bertenggang rasa, jujur,
mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, rasa
kasih sayang, rasa malu, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar,
semangat kebersamaan, setia, sportif, taat asas, takut bersalah, tawakal, tegas, tekun,
tepat janji, terbuka, dan ulet. Jika anggota masyarakat telah memiliki karakter dengan
seperangkat nilai budi pekerti tersebut, diyakini ia telah menjadi manusia yang
baik.Keluarga adalah satu-satunya sistem sosial yang diterima di semua masyarakat,
baik yang agamis maupun yang non-agamis. Sebagai lembaga terkecil dalam
masyarakat, keluarga memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan sosial
umat manusia.
Para pakar meyakini bahwa keluarga adalah lingkungan pertama dimana jiwa
dan raga anak akan mengalami pertumbuhan dan kesempurnaan. Untuk itulah
keluarga memainkan peran yang amat mendasar dalam menciptakan kesehatan
kepribadian anak dan remaja. Tentu saja status sosial dan ekonomi keluarga di tengah
masyarakat berpengaruh pada pola berpikir dan kebiasaan anak. Dengan demikian,
berdasarkan bentuk dan cara interaksi keluarga dan masyarakat, anak akan
memperoleh suasana kehidupan yang lebih baik, atau sebaliknya, akan memperoleh
efek yang buruk darinya.
Agama Islam dan Al Quran merupakan sistem moral atau akhlak yang
berdasarkan pada akidah yang diwahyukan Allah Swt kepada utusannya kemudian
disampaikan kepada umatnya. Nabi Muhammad Saw diutus oleh Allah Swt ke dunia
ini bertujuan untuk menyempurnakan akhlak mulia. Nabi Muhammad merupakan
nabi terakhir yang wajib diketahui. Beberapa ayat Al Quran tentang akhlak yang baik
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung”.
(Al Qalam: 4)
2. “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adil lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Al Maidah: 8)
3. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia.” (Al Isra: 23)
4. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka
yang mengolok-olok, dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita
lain (karena) boleh jadi wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita
(mengolok-olok).” (Al-Hujurat:11)
5. “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong…”. (Al-Isra: 37)
2.3. Faktor-faktor Penyebab Turunnya Moral di Masyarakat
Masalah moralitas masyrakat Indonesia baik itu usia remaja hingga dewasa,
sekarang ini sudah menjadi problema umum dan merupakan pertanyaan yang belum
ada jawabannya. Seperti mengapa para remaja kita sudah mengkonsumsi obat-obatan
terlarang? mengapa  para remaja kita dengan bebasnya bergaul dengan lawan jenis
tanpa merasa risih dan malu? megapa para pemiimpin di negeri kita sugguh mudah
tersinggung, dan tidak malu juga mempertontonkan pertengkaran di muka umum?
Mengapa begitu banyak para pemimpin ini tidak merasa malu mengambil hak-hak
orang kecil, seperti melakuka korupsi?. Pertanyaan-pertanyaan seperti yang telah
dikemukakan meruapakan sederetan kecil  dari masalah moral yang  masih belum
bisa hadapi.
Ketika berbicara tentang moral, kita perlu tahu bahwa hal ini erat kaitannya
dengan perilaku masyarakat itu sendiri. Perilaku masyarakat yang menyimpang dari
aturan yang seharusnya membuat moral bangsa kita semakin buruk di mata negara
lain. Kemerosotan moral ini bukanlah suatu hal yang bisa dibanggakan karena hal
itulah yang membuat negara kita tampak kurang berwibawa di dunia internasional.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kemerosotan moral bangsa Indonesia dan
hal itu perlu diketahui sehingga kita mampu menemukan solusi yang terbaik dan
membantu dalam penyelesaian masalah tersebut.
a)   Penyalalahgunaan sebagian ajaran moral
Tidak diragukan lagi bahwa sebagian ajaran moral telah dan masih terus akan
disalahgunakan dalam berbagai bentuk dan cara. Mereka yang telah dirasuki
ketamakan, terutama apabila mempunyai kekuatan dan pengaruh, tidak akan ragu-
ragu dalam memakai segala cara untuk mencapai tujuannya.
b)   Penyalahgunaan Konsep-Konsep Moral
Sama hal nya dengan ajaran moral, konsep-konsep dari moral pun
disalahgunakan. Seringkali ditemui, kemerdekaan ditindas atas nama kemerdekaan,
dan ketidakadilan diterapkan atas nama keadilan dan persamaan. Setiap hal yang baik
dan bermanfaat bisa disalahgunakan. Meskipun demikian, bagaimanapun nama
keadilan itu disalahgunakan tidak akan sama halnya dengan ketidakadila itu sendiri.
Keduanya tetap berbeda. Demikian juga, bagaimanapun nama kemerdekaan
disalahterapkan, tetapi kemerdekaan sejati tidak akan sama dengan perbudakan.
Jadi tidak diragukan lagi ajaran Islam telah dieksploitasi untuk tujuan pribadi
dan kelompok tertentu. Tetapi tidak berarti bahwa ajaran-ajaran tersebut palsu atau
rancu. Sebaliknya, keadaan tersebut menuntut kewaspadaan sebagian masyarakat
agar ajaran tersebut tdak rusak, dan nilai-nilainya tidak disalahgunakan.
c)   Masuknya Budaya Westernisasi (budaya kebarat-baratan)
Masuknya budaya barat bisa dikatakan sebagai penyebab turunnnya moral
bangsa Indonesia saat ini. Sebenarnya budaya tersebut tidaklah salah, yang salah
adalah individu yang tidak mampu menyaring hal-hal yang baik untuk dirinya.
Dengan budaya asing yang masuk ke negara kita sekarang ini, banyak orang
menganggap bahwa free sex atau materialisme adalah hal yang biasa. Keadaan ini
sangat memprihatinkan mengingat banyak remaja yang melakukan hal tersebut dan
hal itu yang sering jadi masalah remaja saat ini.
d)   Perkembangan Teknologi
Turunnya moral bangsa Indonesia juga diakibatkan oleh perkembangan
teknologi saat ini. Dengan kemudahan akses internet, banyak orang memanfaatkan
fasilitas tersebut untuk mencari gambar atau video porno. Hal ini jika dilakukan terus
menerus akan merusak moral bangsa karena pikiran mereka sudah dimasuki oleh
doktrin-doktrin barat yang kadang salah tersebut.
e)   Lemahnya Mental Generasi Bangsa
Penurunan kualitas moral dari generasi bangsa juga dapat  disebabkan karena
lemahnya mental dari generasi bangsa yang terbentuk sejak dini, sehingga
membentuk karakter yang kurang baik. Karakter tersebut akan menjadi watak perilku
seseorang dalam menjalani kehidupan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu
diupayakan pembentukan karakter sejak dini
f)    Kurangnya Materi Aplikasi tentang Budi Pekerti
Kurangnya materi pengapliasian dari budi pekerti adalah salah satu penyebab
turunnya moral bangsa kita baik itu dalam bangku sekolah, dan kurangnya perhatian
dari guru sebagai pendidik dalam hal pembentukan karakter peserta didik, sehingga
peserta didik lebih banyak terfokus pada aspek kognitif dan kurang memperhatikan
aspek afektif dalam pembelajaran. Hasilnya adalah peserta didik pintar dalam hal
pelajaran tertentu, namun mempunyai akhlak/moral yang kurang bagus.
Tingginya angka kenakalan dan kurangnya sikap sopan santun peserta didik,
dipandang sebagai akibat dari kurang efektifnya sistem pendidikan saat ini. Ditambah
lagi dengan masih minimnya perhatian guru terhadap pendidikan dan perkembangan
karakter peserta didik. Sehinga sebagian peserta didik tidak mempunyai karakter
positif. Pendidikan tanpa karakter hanya akan membuat individu tumbuh secara
parsial, menjadi sosok yang cerdas dan pandai, namun kurang memiliki pertumbuhan
secara lebih penuh sebagai manusia. Hal tersebut sudah dicontohkan dalam sistem
pendidikan kita pasca reformasi. Kurikulum yang dibangun untuk mencerdaskan
kehidupan justru berujung kepada penurunan moral dari sebagian perserta didiknya. 

2.4. Solusi Untuk Menanggulangi Masalah Moral Saat Ini


Ada beberapa  hal yang harus diperbaiki dalam ahlak kita, untuk
menaggulangi masalah moral ini, diantara lain adalah :
a)   Memandang Martabat Manusia
Rasulullah Saw, telah mengatakan bahwa ia diutus untuk menyempurnakan
martabat dan derajat manusia.Orang yang meceritakan tradisi tersebut bertanya
kepada Sayidina Alitentang sifat-sifat tersebut. Sayidina Ali menjawab “ alim ,
toleran, tahu berterima kasih,  sabar, murah hati, berani, mempunyai harga diri,
bermoral, berterus terang, dan jujur.
Memiliki harga diri (self-respect) artinya kapan saja dia bekerja untuk
kepentingannya dan untuk memenuhi kebutuhannya, dia harus memperhitungkan
segala sesuatu yang sekiranya bisa memalukan da merendahkan posisinya, seperti
tidak konsisten denga martabatnya sebagai manusia, dan mempertimbangkan segala
tindakan yang akan bisa mengembangkan kematangan spiritualnya, dan mengangkat
posisinya agar bisa dibanggakan.
Sebagai contoh, setiap orang sadar bahwa sifat cemburu dan iri hati hanya
akan menghina dan memalukan dirinya sendiri. Orang yang iri hati tidak akan tahan
dengan kemajun dan prospek  orang lain. Ia tidak senang dengan prestasi-prestasi
mereka.  Reaksi satu-satunya  adalah bagaimana caranya bisa menimbulkan bencana
bagi orang lain dan mengganggu rencana-rencana mereka. Da tidak akan merasa puas
jika orang lain tidak kehilangan nasib baiknya, dan tidak seperti dia. Setiap orang
sadar akan memiliki sifat seperti itu hanya merupakan cerminan kepicikan belaka.
Seseorang yang tidak menghargai keberhasilan orang lain adalah manusia yang tak
berharga tak berkepribadian.
Sama halnya dengan sifat iri hati. Orang yang iri hati adalah orang yang
begitu terpesona dengan kekayaanya sehingga ia enggan utuk menyisihkan atau
membelanjakannya, bahkan bukan untuk kepentingan sendiri dan keluarganya. Dia
tidak mau mendermakan kekayaan yang dimilikinya. Nampaknya orang semacam itu
menjadi tawanan dari kekayaannya sendiri. Dia merendahkan martabat di depan
matanya sendiri.
Dengan demikian kita mengetahui bahwa rasa harga diri adalah perasaan
sejati manusia. Kita merasa senag jika memberika amal, bertindak toleran, sederhana
dan bekerja tekun, dan sebagainya. Sedangan sifat munafik, menjilat, cemburu dan
sombong akan menghina dirinya sendir, tanpa terikat pada ajaran atau kebiasaan dan
tradisi yang ada pada masyarakat tertentu. Islam mengutuk keras sifat-sifat jelek
seperti itu, dan melarang keras mengembangkannya.
Beberapa sifat tertentu seperti toleran dan pengorbanan diri adalah masalah
penghargaan diri dan tanda keterbukaan hati dan kebesaran jiwa. Orang yang selalu
sikap berkrban dan melatih kendalu dirinya, da ditandai denga kepribadian yang baik
seperti itu sehingga dia menjalani kepentingannya demi untuk kebaika orang lain dan
untuk mempertahankan tujuan yang diharapkan.
b)   Mendekatkan Manusia dengan Allah
Hanya sifat-sifat mulia yang telah disebutkn diatas yang akan mendekatkan
manusia dengan Allah . Dngan demikian manusia-manusia  harus memiliki dan
mengembagkan sifat-sifat tersebut apabila kita membahas sifat-sifat Alloh, dan
sebaliknya. Dia Maha mengetahui, Maha Kuasa dan Maha Kompeten. Semua
tindakan-Nya telah dierhtungkan dengan baik-baik. Dia Maha Adil, Maha Pengasih
dan Penyayang. Jika sifat-sifat tersebut mendarah daging dalam dirinya dan menjadi
pelengkapnya, bisa dikatakan bahwa ia telah mendapatkan nilai-nilai moral islam.
Rasulullah bersabda :
                        “Binalah diri sendiri sesuai dengan sifat-sifat Allah”
Manusia Islam, terlepas dari keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari
tidakan dan kebiasaannya, selalu mampu untuk mengetahui apakh tindakan atau sifat
tertentu akan menjaga martabat kemanusiannya, dan apakah akan membantunya
dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah. Dia menganggap bahwa yang
diinginkan adalah segala tindakan yang akan mengangkat martabat manusia
mendekatkan dirinya dengan Allah. Demikian pula dia akan enggan dan
menghindarkan diri dari segala tindakan yang akan merusak martabat manusia an
memperlemah hubungan dengan Allah. Dia menyadari bahwa perhatianya terhadap
kedua kriteria tersebut secara otomatis akan membangkkitkan gairah dan berantusias
untuk berkarya denga sadar untuk kepentingannya dan kepentingan kemanusiaan
secara luas.
c)   Kontribusi di bidang pendidikan
Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional Pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, Pendidikan Nasional
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak Mulia, berilmu,
sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Namun, jika kita melihat kondisi pendidikan di Indonesia
sekarang ini, ternyata masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Proses
pendidikan belum sepenuhnya berhasil membangun manusia Indonesia yang
berkarakter positif. Di sisi lain, pendidikan yang bertujuan mencetak manusia yang
cerdas dan kreatif serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, belum
sepenuhnya terwujud. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus pelajar yang terlibat
tawuran, kasus kriminal, narkoba, seks di luar nikah, dan kasus-kasus yang lain.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri
Pendidikan, untuk memperbaiki moral generasi bangsa melalui pendidikan. Namun
keinginan tersebut ternyata belum membuahkan hasil yang signifikan. Pemerintah
dalam melaksanakan pendidikan, masih lebih banyak menitikberatkan pada
kemampuan kognitif siswa, dengan mengesampingkan kemampuan afektif atau
perilaku siswa dan psikomotorik atau keterampilan
Salah satu solusi agar pendidikan moral menjadi efektif adalah dengan
menerapkan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan
dasar sampai pada pendidikan tinggi. Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi konsumen
pengetahuan, kesadaran dan kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan
maupun ke bangsa sehingga menjadi insan kamil. Dengan penerapan pendidikan
karakter, maka karakter dari peserta didik akan terbentuk sejak mereka berada di
bangku sekolah dasar, kemudian dilanjutkan pada sekolah menengah dan perguruan
tinggi.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Ada tiga konsep yang masing-masing mempunyai makna, pengaruh dan


konsekuensi yang besar terhadap perkembangan perilaku individu, termasuk juga
perilaku remaja, yaitu nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau
kelompok sosial membuuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai
suatu yang ingin dicapai. Perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran
moral dan berkembang secara bertahap. Perkembangan moral (moral development)
berkaitan dengan aturan dan konvensi tantang apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia dalam interaksinya dengan orang lain.Dalam proses pembentukan
kepribadian remaja, hal yang paling mempengaruhi adalah sekolah. Pentingnya
sekolah dalam memainkan peranan sendiri siswa dapat dilihat dari realita sekolah
sebagai tempat yang harus dihadiri setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi, Azra.(1999).Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju


Mellenium Baru. Jakarta:Logos Wacana Ilmu.

H.A.R. Tilaar.(2000).Paradigma Baru Pendidikan Nasional.Jakarta:Rineka Cipta.

Miqdad, Yeljen.(1995).Globalitas Persoalan Manusia Moderen Solusi Tarbiyah


Islamiyah. Surabaya:Risalah Gusti.

Soedijarto.(1993).Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:PT. Gramedia


Widiasarana Indonesia.

Syahidin, dkk (2009).Moral dan Kognisi Islam.Bandung:Alfabeta.

Zainur Roziqin. “Moral Pendidikan di Era Global.” (Averroes Press, 2007)

Anda mungkin juga menyukai