Anda di halaman 1dari 51

PENENTUAN KADAR PATI

METODE LUFF SCHOORL


Materi : Penentuan kadar pati metode luff schoorl
Sampel : Tepung tapioka
Tanggal Praktikum : Kamis, 20 Februari 2020

I. Metode
Penentuan kadar pati metode luff schoorl
II. Prinsip Metode
Pati yang meurpakan suatu polisakarida dihidrolisis dengan asam kuat mejadi monosakarida.
Monosakarida monosakarida tersebut adalah gula pereduksi, yang kemudian mereduksi Cu 2+
pada larutan luff schoorl menjadi Cu+. Kelebihan (sisa) Cu2+ kemudian dititrasi dengan
metode titrasi iodometri. Kadar gula reduksi yang didapatkan kemudian dikonversi menjadi
pati.
III. Dasar Teori
Pada penentuan kadar pati metode luff schoorl. pati terlebih dahulu dihidrolisis menjadi
monosakarida pembentukanya yaitu glukosa. Hidrolisis menggunakan asam kuat dan yang
umum dipakai adalah asam klorida. Waktu hidrolisis harus diperhatikan dengan baik.
Apabila hidrolisis dilakukan terlalu cepat, maka dikhawatirkan pati tidak terkonversi
sempurna menjadi glukosa. Apabila hidrolisis dilakukan terlalu lama, maka dikhwatirkan
monosakarida hasil konversi pati akan berubah menjadi furfural.
Sebelum dilakukan hidrolisis pada bahan pangan, terlebih dahulu karbohidrat non pati
yang umumnya berupa gula sederhana (monosakarida dan disakarida) dihilangkan dengan
cara dilarutkan pada akuades dingin. Hal ini didasarkan pada perbedaan kelarutan pati dan
gula sederhana dalam air dingin. Gula sederhana larut pada air dingin.
Setelah pati terhidrolisis sempurna menjadi glukosa, kemudian glukosa akan mereduksi
Cu2+ pada larutan luff schoorl menjadi Cu+ (berupa endapam)seperti terlihat pada reaksi 2.
Kelebihan (sisa) Cu2+ kemudian direasikan dengan kalium iodida dalam suasana asam kuat,
dan membebaskan I2, seperti ditunjukan pada reaksi 3. Paa titrasi iodometri I 2 tersebut akan
bereaksi dengan natrium thiosulfat sebagai titran mengikuti reaksi 4.
R- COH + 2CuO → Cu2O + R-COOH............... (reaksi 2)
2Cu2+ + 4I- → 2CuI + I2 ............. (reaksi 3)
2S2O32- + I2 → S4O62- + 2 I- ............... (reaksi 4 )
Jumlah CuSO4 yang bereaksi dengan glukosa hasil hidrolisis ekuivalen dengan jumlah
gukosa hasil hidrolisis. Nilainya didapatkan dari pengurangan jumlah CuSO 4 awal (titrasi
blanko) dan jumlah CuSO4 sisa (titrasi sampel). Kadar glukosa yang dihitung kemudian
dikonversi menjadi kadar pati dengan mangalikannya dengan faktor konversi.
Faktor konersi dihitung berdasarkan persamaan :
BM Pati
Faktor konversi=
BM Glukosa

IV. Peralatan
 neraca analitik
 erlenmeyer 500 mL
 pendingin tegak
 labu ukur 500 mL
 corong
 pipet volume 10 mL dan 25 mL
 pemanas listrik
 gelas ukur
 buret
 pipet tetes

V. Pereaksi
 HCl 3%  Larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N
 NaOH 30%  Indikator amilum 0,5 %
 Indikator fenolftaelin (pp)  Larutan KI 20%
 Larutan luff schoorl  Larutan H2SO4 25%
VI. Prosedur
A Prosedur kerja (SNI 01-2891-1992)
1 Sebanyak 2-5 g sampel padat atau cair dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL/
untuk sampel padat perlu dihaluskan terlebih dahulu. Kemudian tambahkan
akuades untuk melarutkan sampel, kocok selama 1 jam untuk menghomogenkan
larutan dan memisahkan larutan dari komponen selain karbohidrat.
2 saring suspensi dengan kertas saring dan cuci dengan akuades hingga volume
filtrat 250 mL. filtrat ini mengandungan karbohidrat larut air (non pati) dan
dibuang.
3 pindahkan residu secara kuantitafi dari kertas saring ke dalam erlenmeyer 500mL.
dengan cara pencucian menggunakan 200 mL akuades.
4 Tambahkan 200 mL larutan HCl 3% beri pendingin tegak dan didihkan selama 3
jam atau tambahkan 20 mL larutan HCl 25% beri pendingin tegak dan didihkan
selama 2,5 jam.
5 dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% (beri indikator pp untuk
mengetahui tercapainya keadaan netral)
6 pindahkan larutan ke labu ukur 500 mL dan tambahkan akuades hingga tanda
garis, saring
7 pipet 10,0 mL larutan ke labu iod, tambahkan 25,0 mL larutan luff schoorl dan
beberapa batu didih serta 15 mL akuades
8 beri pendingin tegak pada erlenmeyer dan panaskan larutan dengan nyala tetap
hingga mendidih dalam waktu 3 menit. didihkan terus hingga 10 menit kemudian
dinginkan
9 setelah dingin, tambahkan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL H2SO4 25% secara
perlahan lahan inkubasi dalam ruang gelap
10 titrasi larutan dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah distandarisasi
dengan indikator amilum 0,5%
11 Kerjakan juga untuk blanko. Pipet blanko berisi 25,0 mL luff schoorl, masukkan
ke dalam labu iod dan tambahkan 25 mL akuades. Panaskan larutan dengan nyala
tetap hingga mendidih dalam waktu 3 menit. Didihkan terus hingga 10 menit
kemudian dinginkan.
12 Tambahkan larutan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL H2SO4 25% secara
perlahan lahan. Inkubasi dalam ruang gelap.
13 Titrasi larutan dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah distandarisasi
dengan indikator amilum 0,5%.

B Perhitungan
W 1 x fp
Kadar Glukosa ( % )= x 100 %
W

V titrasi balnko−V titrasi sampel


V Na2 S 2 O 3.5 H 2O 0,1 N= xN
0,1 N
Kadar Pati ( % )=Kadar glukosa x faktor konversi(0,9)
Keterangan :
W = berat sampel (mg)
W1 = berat glukosa yang terkandung untuk volume titran yang digunakan (mg) dapat
dilihat pada tabel)
fp = Faktor pengenceran
N = Normalitas Na2S2O3.5H2O (N)

VII. Hasil
1 Larutan primer KIO3 0,1 N sebanyak 100 mL
m = v(L) x N x BE
m = 0,1 L x 0,1 N x 35,66
m = 0,3566 gram

m
N sebenarnya =
V x BE
0,3608
N sebenarnya =
0,1 N x 35,66
N sebenarnya = 0,1001 N
2 Standarisasi
Volume Titran I = 10,1 mL
Volume Titran II = 10,3 mL

Standarisasi 1
V1 x N1 = V2 x N2
10 mL x 0,1011 N = 10,1 mL x N2
1,011 N = 10,1 mL x N2
N2 = 0,1000 N

Standarisasi 2
V1 x N1 = V2 x N2
10 mL x 0,1011 N = 10,3 mL x N2
1,011 N = 10,3 mL x N2
N2 = 0,0981 N

rata Normalitas Larutan KIO3


0,1000 N + 0,0981 N
N=
2
= 0,0990 N

3 Blanko
Volume Titrasi Blanko I = 24,12 mL
Volume Titrasi Blanko II = 24,58 mL

Rata-rata Volume Blanko


24,12mL +24,58 mL
V=
2
= 24,35 mL

4 Sampel
Volume Titrasi sampel I = 12,50 mL
Volume Titrasi sampel II = 12,48 mL

Rata-rata Volume Blanko


12,50 mL+12,48 mL
V=
2
= 12,49 mL

V titrasi balnko−V titrasi sampel


5 V Na2 S 2 O 3.5 H 2O 0,1 N= x
0,1 N
24,35 mL−12,49 mL
6 Na2 S 2O 3 .5 H 2 O 0,1 N = x 0,0990 N
0,1 N
11,86 mL
V Na2 S 2 O 3.5 H 2O 0,1 N= x 0,0990 N
0,1 N

VIII. Pembahasan
IX. Kesimpulan
IDENTIFIKASI FORMALIN

Materi : Identifikasi formalin


Pelaksanaan praktikum : Kamis, 30 Januari 2020
Sampel : Mie, Sosis, Kerupuk puli, Tahu, Cireng, dan Pentol
Pereaksi : Larutan FeCl3 0,5% dan H2SO4

A. Prinsip
Terbentuknya cincin ungu antara FeCl3 dengan H2SO4 pekat dalam suasana asam
B. Dasar Teori
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Didalam formalin
mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15
persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan
banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene
aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal,
Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith ( Astawan, 2006 ).
C. Prosedur
1. Menghaluskan sampel terlebih dahulu menggunakan mortar dan alu
2. Memasukkan sampel yang sudah halus ke dalam tabung reaksi
3. Menambahkan larutan FeCl3 0,5% hingga sampel terendam
4. Mengaliri sampel dengan H2SO4 pekat kurang lebih 7 ml yang melewati dinding tabung
dengan perlahan
5. Mengamati perubahan yang terjadi, dinyatakan positif bila berbentuk cincin ungu
D. Hasil
No Sampel Gambar Interpretasi
1 Mie Menunjukkan hasil positif (+)
karena terbentuk cincin ungu

2 Sosis Menunjukkan hasil positif (+)


karena terbentuk cincin ungu
3 Kerupuk puli Menunjukkan hasil positif (+)
karena terbentuk cincin ungu

4 Tahu Menunjukkan hasil positif (+)


karena terbentuk cincin ungu
5 Pentol Menunjukkan hasil negatif (-)
karena tidak terbentuk cincin ungu

6 Cireng Menunjukkan hasil negatif (-)


karena tidak terbentuk cincin ungu

E. Pembahasan
F. Kesimpulan
ANALISIS ALKOHOL
BAHAN MAKANAN DAN TUBUH MANUSIA

Tanggal Pemeriksaan : 31 Januari 2020


Sampel/Bahan Uji : Urin dan Bahan Makanan
Jenis Analisa : Uji kualitatif alkohol

Dalam mengidentifikasi adanya alkohol pada suatu bahan makanan dapat dilakukan beberapa
metode, selain itu alkohol yang dikonsumi dengan manusia dapat diidentifkasi melalui urin
seseorang. Berikut beberapa uji yang dilakukan :

A. ALKOHOL MIKRODIFUSI
1. Metode :
Metode Mikrodifusi
2. Prinsip :
Terbentuknya warna hijau hasil dari oksidasi antara ethanol dengan kalium bikromat
dalam suasana asam
Reaksi :
Alkohol primer aldehid aldehid hidrat asam karboksilat
3. Dasar Teori :
Metode ini didasarkan pada oksidasi senyawa alkohol yang ada dalam sampel pada
kondisi inkubasi yang optimum, reaksi terjadi di dalam suatu ruang tertutup dengan dua
kompartemen terpisah, yaitu kompartemen internal diisi dengan sampel yang
mengandung alkohol dan kompartemen eksternal diisi dengan agen pengoksidasi
K2Cr2O7. Ketika reaksi berlangsung, Cr(VI) direduksi menjadi Cr(III), dalam reduksi ini
terjadi perubahan warna dari jingga jernih, menjadi kuning, hingga mencapai hijau jernih
tergantung pada kuantitas alkohol yang ada dalam sampel. Kemudian deteksi kadarnya
dilakukan secara spektrofotometri UV-Vis.
4. Bahan / Sampel :
 Tape
 Apel
 Anggur
 Bir

5. Cara Kerja :
1. Menyiapkan cawan Conway
2. Menempatkan specimen di bagian tepi cawan sampai tertutup dasarnya
3. Menambahkan Kalium Bikromat dalam asam sulfat pada bagian tengah cawan
Conway
4. Menutup cawan rapat dan inkubasi selama 1 jam pada suhu 37oC
6. Hasil :
Bahan Hasil Keterangan
Tape Positif (+) berubah menjadi warna hijau
Apel Negatif (-) tidak berubah menjadi warna hijau
Anggur Negatif (-) tidak berubah menjadi warna hijau
Bir (0%) Positif (+) Berubah menjadi warna hijau

Dokumentasi :

Sebelum Inkubasi Sesudah Inkubasi

Tape Tape (positif)


Apel Apel (negatif)

Anggur Anggur (negatif)

Bir Bir (positif)

7. Pembahasan :
8. Kesimpulan :
B. METODE KALIUM BIKROMAT
1. Metode :
Metode Kalium Bikromat
2. Prinsip :
Terbentuknya warna hijau hasil oksidasi antara ethanol dalam specimen urin dengan
Kalium Bikromat dalam suasana asam
3. Dasar Teori :
Penambahan kalium dikromat bertujuan untuk mengoksidasi alkohol menjadi aldehida,
kemudian aldehida akan teroksidasi menjadi asam karboksilat. Reaksi keseluruhan
oksidasi alkohol oleh kalium dikromat (K2Cr2O7) dikondisikan dalam suasana asam
menggunakan H2SO4. Oksidasi alkohol dengan kalium dikromat pada kertas saring terjadi
dalam suasana asam akan mengalami reduksi menjadi Cr3+, dalam reduksi ini terjadi
perubahan warna pada kertas saring dari kuning jernih menjadi hijau jernih tergantung
pada kuantitas alkohol yang ada dalam sampel.
4. Bahan/Sampel :
 Urin positif
 Urin normal
5. Cara Kerja :
1. Memasukkan 5 mL specimen urin dalam tabung reaksi, lalu ditutup
2. Pada kertas saring, teteskan K2Cr2O7 2,5% dan H2SO4 50%
3. Masukkan kertas saring dibagian atas leher tabung
4. Sumbat mulut tabung dengan gabus dan panaskan pada pemanas air suhu 100 oC
selama 2 menit
6. Hasil :
Bahan Uji Hasil Keterangan
Kontrol positif (+) Positif (+) Warna kertas saring menjadi hijau
Kontrol negative (-) Negatif (-) Warna kertas saring tetap
Urin positif Positif (+) Warna kertas saring menjadi hijau
Urin normal Negatif (-) Warna kertas saring tetap

7. Dokumentasi
Setelah penambahan urin 5 mL Diberi kertas saring yang telah ditetesi
K2Cr2O7 2,5% dan H2SO4 50%

sebelum pemanasan Proses pemanasan


HASIL SETELAH PEMANASAN
Setelah proses pemanasan didapatkan
hasil :
 Kontrol positif (ada warna
hijau pada kertas saring)
 Kontrol negatif (warna pada
kertas saring tetap)
 Urin normal (warna pada
kertas saring tetap)
 Urin diduga positif (terdapat
warna hijau pada kertas saring)

8. Pembahasan
9. Kesimpulan
C. METODE METHANOL
1. Metode :
metode methanol
2. Prinsip :
Terbentuknya warna ungu hasil oksidasi antara ethanol dengan kalium bikromat suasana
asam.
3. Dasar Teori:
Penambahan kalium dikromat bertujuan untuk mengoksidasi alkohol menjadi aldehida,
kemudian aldehida akan teroksidasi menjadi asam karboksilat. Reaksi keseluruhan
oksidasi alkohol oleh kalium dikromat (K2Cr2O7) dikondisikan dalam suasana asam
menggunakan H2SO4 pekat. Oksidasi alkohol dengan kalium dikromat terjadi dalam
suasana asam akan mengalami reduksi menjadi Cr 3+. Penambahan asam kromatofat untuk
mengikat methanol agar terlepas dari bahan dan akan bereaksi membentuk seyawa
kompleks warna merah keunguan. Sehingga terbentuklah lapisan ungu diantara dua fase
permukaan setelah pengkondisian asam kuat dengan H2SO4 pekat.
4. Bahan/Sampel :
 Urin positif
 Urin normal
5. Cara Kerja :
1. Memipet urin 1 mL kedalam tabung reaksi, lalu menambahkan 1 tetes kalium
bikromat 25% dalam asam sulfat 50%
2. Menginkubasi pada suhu kamar selama 5 menit
3. Menambahkan 1 tetes ethanol dan 1 mg asam kromatopat
4. Menambahkan H2SO4 pekat melalui dinding tabung, sehingga timbul lapisan pada
dasar tabung
6. Hasil :
Bahan Uji Hasil Keterangan
Kontrol positif Positif (+) Terbentuknya lapisan ungu
Kontrol negatif Negatif (-) Tidak terbentuknya lapisan ungu
Urin positif Positif (+) Terbentuknya lapisan ungu
Urin normal Negatif (-) Tidak terbentuknya lapisan ungu
7. Dokumentasi :

Gambar Gambar

alat dan bahan Setelah penambahan ethanol 1 tetes

Penambahan asam kromatopat Setelah penambahan asam kromatopat

Kontrol negatif Urin normal (tidak ada lapisan


ungu)
Kontrol Positif

Urin positif (ada lapisan ungu)

8. Pembahasan :
9. Kesimpulan :
IDENTIFIKASI LOGAM BERAT

Materi : Identifikasi Logam Berat


Sampel : Larutan Merkuri dan Arsenik
Hari/tanggal praktikum : Rabu, 05 Februari 2020

I. Metode
Pada pengamatan identifikasi logam berat ini menggunakan metode perubahan warna.
II. Prinsip
Pada pengamatan ini digunakan HCl encer dengan konsentrasi 1% atau 2% yang
bertujuan untuk meningkatkan homogenitas sampel yang akan digunakan. Pada saat
membersihkan kawat tembaga dengan larutan HNO3 tidak boleh terlalu lama karena Cu
dapat larut didalamnya. Setelah pencucian kawat tembaga, kawat Cu dimasukkan dalam
larutan uji jika sample mengandung Hg(Merkuri) kawat tembaga akan berubah warna
menjadi warna silver karena ada reaksi Cu + Hg22+ → Cu2+ + 2Hg↓. Jika sample
mengandung As (Arsen) maka warna kawat tembaga akan berubah menjadi hitam.
III.Dasar Teori
Logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih besar dari 5 gram cm 3 dengan
nomor atom 22 sampai dengan 92. Di lingkungan apabila logam berat mencemari dengan
tingkat pencemaran yang tinggi dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Keberadaan
logam berat di alam dapat berasal dari proses yang terjadi secara alami seperti pengendapan,
pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati, ataupun logam berat yang berasal dari
proses industri.
Raksa atau merkuri atau hydrargyrum adalah unsur kimia pada tabel periodik dengan
simbol Hg dan nomor atom 80. Unsur golongan logam transisi ini berwarna keperakan dan
merupakan satu dari lima unsur yang berbentuk cair dalam suhu kamar, serta mudah
menguap. Hg akan memadat pada tekanan 7.640 Atm. Merkuri dapat membahayakan
kesehatan yaitu ketika merkuri panas yang mengeluarkan uap kemudian uap tersebut terhirup
oleh organisme kamudian masuk ke paru-paru dan uap merkuri tersebut berubah bentuk
menjadi cair, yang akhirnya akan merusak metabolisme pernafasan. Secara alamiah,
pencemaran Hg berasal dari kegiatan gunung api atau rembesan air tanah yang melewati
deposit Hg. Apabila masuk ke dalam perairan, merkuri mudah ber-ikatan dengan klor yang
ada dalam air laut dan membentuk ikatan HgCl.
Arsen, arsenik, atau arsenikum adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol As dan nomor atom 33. Ini adalah bahan metaloid yang terkenal beracun dan
memiliki tiga bentuk alotropik; kuning, hitam, dan abu-abu. Arsenik dan senyawa arsenik
digunakan sebagai pestisida, herbisida, insektisida, dan dalam berbagai aloy. Arsenik secara
kimiawi memiliki karakteristik yang serupa dengan Fosfor, dan sering dapat digunakan
sebagai pengganti dalam berbagai reaksi biokimia dan juga beracun. Ketika dipanaskan,
arsenik akan cepat teroksidasi menjadi oksida arsenik, yang berbau seperti bau bawang putih.
Arsenik dan beberapa senyawa arsenik juga dapat langsung tersublimasi, berubah dari padat
menjadi gas tanpa menjadi cairan terlebih dahulu. Zat dasar arsenik ditemukan dalam dua
bentuk padat yang berwarna kuning dan metalik, dengan berat jenis 1,97 dan 5,73
IV. Prosedur
a. Alat
 Kawat tembaga
 Beaker glassb
b. Bahan
 Larutan yang dicurigai mengandung merkuri
 Larutan yang dicurigai mengandung arsen
 Larutan HNO3
 Larutan HCl 1% atau larutan HCl 2%
 Aquades
 Zn granul
c. Cara kerja
 Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
 Cuci kawat tembaga dengan larutan HNO3
 Angkat kemudian bilas dengan aquades
 Celupkan kawat tembaga pada larutan yang dicurigai mengandung merkuri yang telah
diberi larutan HCL 1% atau 2% dan 2 butir Zn granul
 Angkat dan tiriskan
 Lihat perubahan warna yang terjadi
 Lakukan langkah yang sama pada larutan arsen
V. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah pengamatan :
1. Larutan merkuri
Terdapat perubahan warna pada kawat tembaga yang mulanya warna kuning sedikit
orange menjadi warna silver pada bagian yang terkena larutan. Menunjukkan bahwa
terdapat kandungan merkuri (Hg) pada larutan.
2. Larutan arsen
Terdapat perubahan warna pada kawat tembaga yang mulanya warna kuning sedikit
orange menjadi warna hitam kusam pada bagian yang terkena larutan. Menunjukkan
bahwa terdapat kandungan Arsen (As) pada larutan.
VI. Dokumentasi
Uji Logam Hg
Alat & Bahan

Larutan Hg dan kawat tembaga

Hasil yang di peroleh

Uji Logam As
Larutan As dan kawat tembaga

Hasil yang di peroleh

perbandingan hasil pada kawat


tembaga

VII. Pembahasan
VIII. Kesimpulan
IX. IDENTIFIKASI OBAT ASPIRIN DENGAN PEREAKSI TRINDER

Materi : Identifikasi obat aspirin


Sampel : Obat Aspirin 100 mg
Hari/tanggal : Kamis, 06 Februari 2020

A. Metode
Pada identifikasi obat aspirin ini menggunakan metode penambahan mercury klorida dalam
suasana asam
B. Prinsip
Terbentuknya warna violet antara salisilat dengan penambahan mercury klorida dalam
suasana asam
C. Dasar Teori
Asam salisilat digunakan secara topikal terutama untuk mengobati berbagai problem
dermatologik. Senyawa ini merupakan metabolit plasma utama dari asam asetilsalisilat dan
dapat juga merupakan hasil metabolisme dari metil salisilat dan salisilamida. Turunan asam
salisilat yaitu asam asetilsalisilat merupakan turunan yang paling sering digunakan. Senyawa
ini digunakan sebagai analgesik dan juga merupakan metabolit aloksiprin dan benorilat.
Asam asetilsalisilat mengalami metabolisme dengan cepat oleh esterase plasma in vivo
menjadi asam salisilat yang kemudian diekskresikan melalui urin. Metode penetapan kadar
asetosal telah banyak dikembangkan, diantaranya titrasi asam basa, spektrofotometri sinar
ultraviolet dan tampak yang memanfaatkan reaksi Trinder yang didasari atas reaksi hidrolisis
asetosal yang tahap berikutnya dalam prosedurnya tersebut akan menghasilkan senyawa yang
berwarna ungu-biru kuat yang terbentuk antara asam salisilat dan besi(iii). Dengan pereaksi
Trinder jika sampel positif mengandung asam salisilat akan berwarna violet.
D. Prosedur
 Pereaksi : Pereaksi Trinder
Campur 40 g merkuri klorida yang dilarutkan dalam 850 mL akuades dalam 120 mL
larutan asam hidroklorida akuos (1 mol/L) dan 40 g ferri nitrat terhidrat, dan encerkan
sampai 1 L dengan aquades.
 Bahan Uji : obat aspirin
 Prosedur :
1. Haluskan obat aspirin dengan mortil dan alu hingga halus
2. Tambahkan obat aspirin yang sudah dihaluskan kedalam plat tetes
3. Tambahkan 0,1 mL pereaksi Trinder
4. Campurkan selama 5 detik
5. Amati perubahan warna yang terbentuk
E. Hasil

No. Dokumentasi Interpretasi Hasil

1. Diperoleh hasil positif aspirin karena


terbentuk warna violet setelah
ditambahkan pereaksi trinder.

F. Pembahasan
G. Kesimpulan
IDENTIFIKASI OBAT ASPIRIN METODE ESTERIFIKASI

Materi : Identifikasi obat aspirin


Sampel : Obat Aspirin 100 mg
Hari/tanggal : Kamis, 06 Februari 2020

A. Metode
Pada identifikasi obat aspirin secara kualitatif menggunakan metode eterifikasi
B. Prinsip
prinsip dalam identifikasi aspirin metode esterifikasi adalah identifikasi aspirin yang
didasarkan pada reaksi esterifikasi dari asam salisilat dan metanol hingga timbul aroma
gandapura.
C. Dasar Teori
Asam salisilat memiliki rumus molekul C6H4COOHOH berbentuk kristal kecil yang
memiliki berat molekul sebesar 138,123 g/mol dengan titik leleh sebesar 156°C. Mudah larut
dalam keadaan dingin tetapi dapat melarutkan dalam keadaan panas. Asam salisilat dapat
menyublim tetapi dapat terdekomposisi dengan mudah menjadi karbon dioksida dan fenol
bila dipanaskan pada suhu 200°C. Asam salisilat kebanyakan digunakan sebagai bahan obat-
obatan dan intermediet pada pabrik obat dan pabrik farmasi seperti aspirin dan beberapa
turunannya (Kristian, 2007). Asam fenolat adalah golongan khusus dari asam hidroksi.Asam
fenolat yang penting ialah asam salisilat (asam o-hidroksibenzoat).Senyawa ini dibuat
melalui pemanasan natrium fenoksida dengan karbon dioksida dibawah tekanan.
Ester metilnya yaitu metil salisilat adalah komponen utama dari minyak gandapura. Metil
salisilat digunakan untuk rasa permen karet atau gula-gula.Senyawa ini juga dimanfaatkan
sebagai obat gosok (Hart, 1990).
D. Prosedur
 Reagen :
1. Metanol
2. Asam sulfat pekat
 Bahan Uji : obat aspirin
 Prosedur :
1. Haluskan obat aspirin dengan mortil dan alu hingga halus
2. Tambahkan obat aspirin yang sudah dihaluskan kedalam beaker glass
3. Tambahkan metanol dan asam sulfat pekat kedalam beaker glass yang berisi obat
aspirin
4. Panaskan hingga mengeluarkan aroma khas seperti minyak gandapura
E. Hasil

1. Penambahan aspirin dalam 2. Penambahan metanol


beaker glass

3. Penambahan H2SO4 pekat 4. Hasil akhir setelah dipanaskan


F. Pembahasan
G. Kesimpulan
IDENTIFIKASI OBAT ASPIRIN DENGAN FeCl3

Materi : Identifikasi obat aspirin


Sampel : Obat Aspirin 100 mg
Hari/tanggal : Kamis, 06 Februari 2020

A. Metode
Pada identifikasi obat aspirin ini menggunakan metode penambahan ferri klorida

B. Prinsip
Terbentuknya warna violet antara salisilat dengan penambahan larutan ferri klorida

C. Dasar Teori
Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat
menggunakan katalis 85% H3PO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam
bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat ini
dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam dan basa. Reaksi dengan
anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin.  Besi(III) klorida bereaksi dengan gugus
fenol membentuk kompleks ungu. Asam salisilat (murni) akan berubah menjadi ungu jika
FeCl3 ditambahkan.

D. Prosedur
 Reagen : Ferri klorida (FeCl3)
 Bahan Uji : obat aspirin
 Prosedur :
1. Haluskan obat aspirin dengan mortil dan alu hingga halus
2. Tambahkan obat aspirin yang sudah dihaluskan kedalam plat tetes dan tabung reaksi
3. Tambahkan aquadest pada tabung reaksi yang sudah ditambahkan aspirin
4. Tambahkan larutan ferri klorida
5. Campurkan selama 5 detik
6. Amati perubahan warna yang terbentuk
E. Hasil

1. Penambahan reagen ferri klorida 2. Perubahan warna setelah


pada serbuk aspirin yang telah ditambahkan reagen ferri klorida
ditambahkan aquadest

3. Penambahan reagen ferri klorida


pada serbuk aspirin
F. Pembahasan
G. Kesimpulan
IDENTIFIKASI OBAT ASPIRIN DENGAN REAGEN MARQUIS

Materi : Identifikasi obat aspirin


Sampel : Obat Aspirin 100 mg
Hari/tanggal : Kamis, 06 Februari 2020

A. Metode
Pada identifikasi obat aspirin ini menggunakan metode penambahan marquis
B. Prinsip
Terbentuknya warna merah terang antara salisilat dengan penambahan larutan marquis
C. Dasar Teori
Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat
menggunakan katalis 85% H3PO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam
bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Pereaksi Marquis digunakan
sebagai tes titik sederhana untuk mengidentifikasi dugaan kandungan aspirin ataupun
senyawa lain. Sampel yang positif mengandung aspirin akan membentuk kompleks warna
merah terang.
D. Prosedur
 Reagen : marquis
 Bahan Uji : obat aspirin
 Prosedur :
1. Haluskan obat aspirin dengan mortil dan alu hingga halus
2. Tambahkan obat aspirin yang sudah dihaluskan kedalam plat tetes dan tabung reaksi
3. Tambahkan reagen marquis 1-2 tetes
4. Campurkan selama 5 detik
5. Amati perubahan warna yang terbentuk
E. Hasil

1. Penambahan reagen merquis 2. Hasil akhir setelah


penambahan merquis

3. Penambahan reagen merquis


pada serbuk aspirin

F. Pembahasan
G. Kesimpulan
IDENTIFIKASI OBAT PARACETAMOL
METODE FERI KLORIDA

Materi : Identifikasi Obat Paracetamol


Sampel : Obat paracetamol 500 mg
Hari/Tanggal Praktikum : Kamis, 06 Februari 2020

I. Metode
Identifikasi obat paracetamol dengan metode feri klorida
II. Prinsip
akan terbentuk perubahan warna dari hijau→abu abu→biru violet saat paracetamol bereaksi
dengan feri klorida
Reaksi warna dengan FeCl3
Ar-OH (Fenol) + Fe3+ (logam besi3) → Fe3+ [Ar-OH]
(kompleks Fenol-Fe3+) biru violet
III. Dasar Teori
Parasetamol merupakan zat aktif  pada obat yang banyak digunakan dan dimanfaatkan
sebagai analgesik dan antipiretik. Parasetamol dimetabolisir oleh hati dan dikeluarkan
melalui ginjal. Parasetamol tidak merangsang selaput lendir lambung atau menimbulkan
pendarahan pada saluran cerna. Diduga mekanisme kerjanya adalah menghambat
pembentukan prostaglandin. Obat ini digunakan untuk melenyapkan atau meredakan rasa
nyeri dan menurunkan panas tubuh. Analisis parasetamol dilakukan untuk memastikan
bahwa tablet parasetamol sesuai dengan kriteria yang tertera pada Farmakope Indonesia dan
memastikan bahwa parasetamol dapat memberikan efek farmakologi yang diharapkan pada
pasien (Ansel, 1989).
IV. Prosedur
A Paracetamol dalam sampel cair
 Geruslah obat paracetamol sampai halus
 ambilah secukupnya dan masukkan kedalam tabung reaksi
 Tambahkanlah aquades ke dalam tabung reaksi sehingga membentuk larutan
paracetamol
 Tambahkan 1 tetes pipet FeCl3
 Amatilah perubahan warnanya
B Paracetamol dalam sampel padat
 Geruslah obat paracetamol sampai halus
 Ambilah secukupnya dan masukan kedalam papan tetes
 Teteskan FeCl3 sebanyak 1 tetes
 Amatilah perubahan warnanya
V. Hasil

No Perlakuan Hasil Pengamatan Dokumentasi


A sampel + aquadest Larutan bening → larutan
(+) FeCl3 biru violet

B Sampel Sampel berubah menjadi


+ FeCl3 warna biru gelap

VI. Pembahasan
VII. Kesimpulan
IDENTIFIKASI OBAT PARACETAMOL
METODE ORTOKRISOL

Materi : Identifikasi Obat Paracetamol


Sampel : Obat paracetamol 500 mg
Hari/Tanggal Praktikum : Kamis, 06 Februari 2020

I. Metode
Identifikasi obat paracetamol dengan metode ortokrisol
II. Prinsip
Terbentuknya warna biru antara paracetamol dengan ortokrisol pada suasana basa
III.Dasar Teori
Parasetamol merupakan zat aktif  pada obat yang banyak digunakan dan dimanfaatkan
sebagai analgesik dan antipiretik. Parasetamol dimetabolisir oleh hati dan dikeluarkan
melalui ginjal. Parasetamol tidak merangsang selaput lendir lambung atau menimbulkan
pendarahan pada saluran cerna. Diduga mekanisme kerjanya adalah menghambat
pembentukan prostaglandin. Obat ini digunakan untuk melenyapkan atau meredakan rasa
nyeri dan menurunkan panas tubuh. Analisis parasetamol dilakukan untuk memastikan
bahwa tablet parasetamol sesuai dengan kriteria yang tertera pada Farmakope Indonesia dan
memastikan bahwa parasetamol dapat memberikan efek farmakologi yang diharapkan pada
pasien (Ansel, 1989).
IV. Prosedur
A. Paracetamol dalam sampel dan dipanaskan
 Geruslah obat paracetamol sampai halus.
 ambilah secukupnya dan masukkan kedalam tabung reaksi
 Tambahkanlah HCl secara perlahan di ruang asam
 Panaskan dengan menggunakan waterbath lalu dinginkan
 Tambahkanlah α-krisol
 Amatilah perubahan warnanya
B. Paracetamol dalam sampel dan dipanaskan
 Geruslah obat paracetamol sampai halus
 ambilah secukupnya dan masukkan kedalam tabung reaksi
 Tambahkanlah HCl secara perlahan di ruang asam
 Tambahkanlah α-krisol
 Amatilah perubahan warnanya
V. Hasil
No Perlakuan Hasil Pengamatan Dokumentasi
A sampel + HCl + Larutan bening → larutan
dipanaskan + α- biru violet
krisol

B sampel + HCl + α- Larutan bening → larutan


krisol biru violet

VI. Pembahasan
VII. Kesimpulan
ANALISIS KERACUNAN SIANIDA

Materi : Uji Keracunan Sianida (Kualitatif)


Sampel : Spesimen Manusia dan Spesimen Makanan
Hari/Tanggal Praktikum : 07 Februari 2020

UJI KUALITATIF
1. UNTUK SPESIMEN MANUSIA
Dapat diaplikasikan pada bahan uji berupa isi lambung dan residu dari tempat kejadian.
Hati-hati, spesimen yang mengandung sianida sering menghasilkan hidrogen sianida jika
diasamkan.
a. Prinsip :
Sampel spesimen manusia direaksikan dengan larutan Natrium Hidroksida (NaOH)
untuk memberikan suasana basa, yang kemudian ditambahkan larutan besi (II) sulfat dan
direaksikan kembali menggunakan larutan HCl untuk menetralkan, reaksi ini didasarkan
pada pembentukan kompleks feriferosianida yang berwarna biru dengan ion fero.
Reaksi kimia :
KCN + NaOH NaCN + KOH
6NaCN + 3FeSO4 3[Fe(CN)6]4 + 3Na2SO4
3[Fe(CN)6]4 + 2HCl + FeSO4 biru Fe4(FeCN6)3 + 2H2SO4 + 2Cl-

b. Dasar teori
Di alam bebas, sianida terdapat pada tumbuh-tumbuhan yang mengandung amigladin,
dimana air dan emulsin akan menghidrolisis menjadi hidrogen sianida, glukosa dan
enzaldehid. Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung (C=N), yang terdiri dari 3
buah atom karbon yang berikatan dengan atom hidrogen. Secara spesifik, sianida adalah
anion CN-. Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid, dan solid. Setiap senyawa yang
melepaskan anion CN- sangatlah beracun. Hidrogen sianida merupakan gas yang tidak
berasa dan memiliki bau pahit seperti bau almond. Hidrogen sianida disebut juga
formonitrile, sedangkan dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam
hidrosianik. Keracunan sianida dapat terjadi setelah setelah penghirupan hidrogen sianida
atau setelah penelanan asam hidrosianat atau kalium atau natrium sianida.
Glikosida sianogenik dan senyawa lain yang mengandung nitril (juga amigladin),
juga dapat melepaskan sianida in vivo. Insektisida tiosianat juga di metabolisasi in vivo
menjadi ion sianida dan dapat menyebabkan toksisitas yang serius. Tiosianat anorganik
dan ferisianida anorganik serta garam ferosianida tidak mengeluarkan sianida in vivo dan
relatif tidak toksik. Sianida dapat ditemukan di dalam almond, bayam, kecap, bambu dan
akar cassava. Sianida juga dapat ditemukan pada asam rokok, asap kendaraan bermotor
dan pada beberapa produk sintetik. Sianida dalam konsentrasi yang tinggi sangatlah
berbahaya. Sebenarnya apabila sianida masuk kedalam tubuh dalam jumlah konsentrasi
yang kecil maka sianida dapat diubah menjadi tiosianat dan berikatan dengan vitamin
B12, tetapi jika kadarnya tinggi maka sianida akan mengikat bagian aktif enzim sitokrom
oksidase dan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik.
c. Prosedur :
a) Pereaksi
 Larutan NaOH dalam aquadest (100 g/L)
 Larutan Ferosulfat dalam aquadest yang telah di didihkan (100 g/L), dibuat baru
 Larutan HCl dalam aquadest (100 g/L)
b) Prosedur
 Larutkan 1 mL bahan uji dengan 2 mL larutan NaOH
 Tambahkan 2 mL larutan Ferosulfat
 Tambahkan larutan HCl secukupnya untuk melarutkan kembali endapan
ferosianida
 Lakukan juga prosedur diatas untuk kontrol positif dan kontrol negatif
d. Hasil :
a) Interpretasi hasil :
(+) terbentuknya warna biru
b) Hasil praktikum
(+) Terbentuknya warna biru pada sampel muntahan manusia
e. Dokumentasi :
Hasil :
Hasil sampel yang positif (+)
sianida pada sampel muntahan

Hasil Perbandingan antara :


Kontrol (+)
Sampel
Kontrol (-)
Dan Aquades

f. Pembahasan :
g. Kesimpulan :
2. UNTUK SPESIMEN MAKANAN
Sensitivitas = 10 mg Sianida/L
Dapat diaplikasikan pada makanan padat atau cair
a. Prinsip :
Sampel HCN larut dalam air saat suasana panas dan asam, kemudian HCN akan
menguap, lalu HCN direaksikan dengan asam pikrat membentuk warna merah
kecoklatan.
Reaksi kimia yang terjadi adalah :
b. Dasar teori :
Di alam bebas, sianida terdapat pada tumbuh-tumbuhan yang mengandung amigladin,
dimana air dan emulsin akan menghidrolisis menjadi hidrogen sianida, glukosa dan
enzaldehid. Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung (C=N), yang terdiri dari 3
buah atom karbon yang berikatan dengan atom hidrogen. Secara spesifik, sianida adalah
anion CN-. Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid, dan solid. Setiap senyawa yang
melepaskan anion CN- sangatlah beracun. Hidrogen sianida merupakan gas yang tidak
berasa dan memiliki bau pahit seperti bau almond. Hidrogen sianida disebut juga
formonitrile, sedangkan dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam
hidrosianik. Keracunan sianida dapat terjadi setelah setelah penghirupan hidrogen sianida
atau setelah penelanan asam hidrosianat atau kalium atau natrium sianida.
Glikosida sianogenik dan senyawa lain yang mengandung nitril (juga amigladin),
juga dapat melepaskan sianida in vivo. Insektisida tiosianat juga di metabolisasi in vivo
menjadi ion sianida dan dapat menyebabkan toksisitas yang serius. Tiosianat anorganik
dan ferisianida anorganik serta garam ferosianida tidak mengeluarkan sianida in vivo dan
relatif tidak toksik. Sianida dapat ditemukan di dalam almond, bayam, kecap, bambu dan
akar cassava. Sianida juga dapat ditemukan pada asam rokok, asap kendaraan bermotor
dan pada beberapa produk sintetik. Sianida dalam konsentrasi yang tinggi sangatlah
berbahaya. Sebenarnya apabila sianida masuk kedalam tubuh dalam jumlah konsentrasi
yang kecil maka sianida dapat diubah menjadi tiosianat dan berikatan dengan vitamin
B12, tetapi jika kadarnya tinggi maka sianida akan mengikat bagian aktif enzim sitokrom
oksidase dan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik.
c. Prosedur :
a) Pereaksi :
 Larutan Asan Pikrat 5% dalam alkohol
 Larutan NA2CO3 10%
 Larutan Asam Tartrat 10%
 Reagen Emulsin (bila perlu)
b) Bahan uji :
 Apel
 Tomat
 Singkong
 Rebung
c) Prosedur
 Rendam kertas saring (ukuran ± 1,5 x 8 cm) dalam larutan asam pikrat, kemudian
keringkan.
 Setelah kering basahi dengan larutan Na2CO3 dan keringkan lagi
 Pasang kertas saring tersebut diatas pada tutup karet yag diiris sebagai penjepit
kertas saring tersebut
 Bahan uji masukkan ke dalam erlenmayer dan tambahkan 10 mL larutan asa
tartrat 10%
 Tutupkan tutup karet pada erlenmayer yang telah diisi bahan uji
 Amati perubahan warna yang terjadi pada kertas saring (pengamatan dilakukan
maks selama 30 menit)
 Lakukan juga prosedur diatas untuk kontrol positif dan kontrol negatif
d. Hasil :
a) Interpretasi hasil :
 Terbentuknya warna cokelat pada kertas saring
 Sensitivitas = Sianida 5 mg/L
b) Hasil Praktikum :
 Kentang : (-) Negatif tidak terbentuk warna kecokelatan
 Tomat : (+) Positif sedikit terbentuk warna cokelat
 Singkong : (++) Positif terbentuk warna cokelat sedang
 Rebung : (+++) Positif terbentuk warna cokelat banyak
e. Dokumentasi :
Hasil :
Persiapan bahan

Bahan Uji yang di haluskan

Kertas saring yang di beri larutan


asam pikrat

Pengeringan kertas saring


Penambahan kertas saring dengan
larutan Na2CO3, dan keringkan

Sampel yang telah dimasukan


erlenmayer dan telah ditambahkan
asam tartrat 10%, pasang kertas
saring yang telah dibuat dan tutup
dengan karet

Kontrol (+) dan Kontrol (-)

Proses pemanasan

Hasil sampel Kentang (-) negatif


terbentuk warna cokelat
Hasil sampel tomat (+) positif
terbentuk sedikit warna cokelat

Hasil sampel rebung (+++) terbentuk


warna cokelat banyak

Hasil sampel Singkong (++)


terbentuk warna cokelat sedang

f. Pembahasan :
g. Kesimpulan :
UJI KERACUNAN KARBON MONOKSIDA (CO)
METODE KUALITATIF

Materi : Uji Keracunan Karbon Monoksida (CO)


Sampel : Darah
Hari/tanggal Praktikum : 12 Februari 2020

I. Metode
Uji kualitatif cenderung tidak sensitif dan hanya bermanfaat dalam diagnosis keracunan
karbon monoksida akut. Apabila hasil uji positif diperoleh, maka baik karboksihemoglobin
(HbCO) darah maupun konsentrasi karbon monoksida dalam nafas yang terhisap harus
segera diukur tanpa penundaan.
II. Prinsip
Dapat diaplikasikan pada darah (whole blood) yang telah diperlakukan dengan heparin, asam
edetat atau fluorida/oksalat.
III.Dasar Teori
Karbon monoksida (CO) merupakan penyusun utama gas batu bara tetapi tidak terdapat
dalam gas alam. Karbon monoksida bersifat sangat beracun dan bergabung dengan
hemoglobin dan hemoprotein lain seperti sitikrom oksidase, yang membatasi pasokan
oksigen kejaringan dan menghambat respirasi seluler.
IV. Prosedur
1. Sampling darah dan dimasukkan ke tabung EDTA
2. Memipet darah dari tabung EDTA sebanyak 0,1 mL
3. Memasukkan hasil pipet ke tabung reaksi
4. Menambahkan ammonium hidroksida sebanyak 2 mL
5. Menghomogenkan dengan vortex hingga tercampur rata
6. Mencatat hasil
V. Hasil
Hasil yang didapat yaitu negatif karena warna darah tetap merah segar, tidak terjadi
kepucatan.
VI. Dokumentasi

Darah segar dalam Penambahan ammonium Setelah penambahan


tabung EDTA hidroksida 2 mL ammonium hidroksida

Pengadukkan Hasil uji


dengan vortex

VII. Pembahasan
VIII. Kesimpulan
IDENTIFIKASI NAPZA (Narkotika,Psikotropika,Zat Adiktif)

Materi : Identifikasi NAPZA


Sampel : Urin
Hari/tanggal praktikum : Jumat, 31 Januari 2020

A. Metode
Pada saat identifikasi NAPZA digunakan metode imunokromatografi kompetitif.
B. Prinsip
Pada strip yang digunakan (rapid tes 6 parameter) mengandung IgG anti narkoba, dimana
urin yang mengandung narkoba (AMP/MOP/THC/MET/COC/BZO) akan bereaksi dengan
IgG anti narkoba pada strip, dimana hasil positif (+) ditandai dengan terbentuknya 1 garis
merah pada C (control), dan hasil negatif (-) ditandai dengan terbentuknya 2 garis pada C
(control) dan T (test). Jika terbentuk garis pada T (test) dapat dikatan hasil yang didapat
invalid.
C. Dasar Teori
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 tahun
2009). Berdasarkan undang-undang tersebut narkotika dibagi menjadi 3 golongan:
- Narkotika golongan I, adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : opium, tanaman koka, daun koka, kokain, heroina, dan tanaman ganja.
- Narkotika golongan II, adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : ekgonina, morfin, dan metadon
- Narkotika golongan III, adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : etilmorfina, kodeina, polkodina, dan propiram.
Psikotropika adalah suatu zat atau obat alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Adapun penggolongan pada
psikotropika :
- Psikotropika golongan I: yaitu psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan
pengobatan dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat
Contoh : LSD, DOM, Ekstasi
- Psikotropika golongan II: yaitu psikotropika yang berkhasiat terapi tetapi dapat
menimbulkan ketergantungan.
Contoh : Metamfetamin, Amfetamin, Fenetilin.
- Psikotropika golongan III: yaitu psikotropika dengan efek ketergantungannya sedang dari
kelompok hipnotik sedatif.
Contoh : Mogadon, Brupronorfina, Amorbarbital.
- Psikotropika golongan IV: yaitu psikotropika yang efek ketergantungannya ringan.
Contoh : Lexotan, Sedativa atau obat penenang, Hipnotika atau obat tidur, Diazepam,
Nitrazepam.
Zat adiktif adalah bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi, maka dapat menimbulkan
ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara
terus-menerus. Jika dihentikan dapat memberi efek lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa.
Atau dapat dikatakan zat adiktif adalah zat yang bukan tergolong narkotika dan psikotropika
tetapi menimbulkan ketagihan. Contoh zat adiktif : kopi, rokok, minuman keras, the, bensin,
dan zat perekat.
D. Prosedur
1. Alat
 Strip test 6 parameter (AMP/MOP/THC/MET/COC/BZO)
 pot sampel
2. Bahan
 urin
3. Cara kerja
 Siapkan alat dan bahan.
 Buka kemasan card test 6 parameter, beri identitas dan tanggal pengerjaan.
 Celupkan card test pada sampel urin sampai tanda garis. Tunggu hingga sampel
terserap sempurna pada strip.
 Letakkan diatas tisu agar sampel tidak tercecer dan usahakan strip test tidak
menyentuh test.
 Segera lihat hasil yang akan dimunculkan pada strip test. Waktu yg digunakan untuk
membaca hasil strip 1-5 menit lebih dari waktu itu dapat dikatakan hasil invalid.
E. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah dilakukan pengamatan :
1. Sampel I
ID/Nama : ‘KAMU’
Hari/Tanggal : 31 januari 2020
Hasil test :
- MET = negatif (-)
- COC = negatif (-)
- MOP = positif (+)
- AMP = negatif (-)
- BZO = negatif (-)
- THC = negatif (-)
2. Sample II
ID/Nama : ‘DIA’
Hari/Tanggal : 31 januari 2020
Hasil test :
- MET = negatif (-)
- COC = negatif (-)
- MOP = negatif (-)
- AMP = negatif (-)
- BZO = negatif (-)
- THC = negatif (-)
F. Dokumentasi
SAMPEL 1

SAMPEL 2

G. Pembahasan
H. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai