Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

GANGGUAN PSIKOLOGI PADA MASA PERKAWINAN

DOSEN PEMBIMBING
Elies Meilinawati, SB, M.Keb

Disusun Oleh :
Arvemin Sovia Gladis Angelina (201902017)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, serta memberikan kemudahan dalam mengerjakan makalah ini yang berjudul
“Gangguan Psikologi Pada Masa Perkawinan” , penulis tidak lupa mengucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang  telah terlibat
dalam menyelesaikan makalah ini, terutama kepada yang terhormat:
1. Dosen pembimbing mata kuliah psikologi yang telah memberi arahan.
2. Kedua orang tua, telah memberikan bantuan. baik doa, support, dan materi.
Terimakasih atas fasilitas yang telah diberikan.
3. Teman-teman seperjuangan, yang telah membantu.

Semoga tuhan senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karunianya kepada semua
pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis selaku peneliti,
mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat banyak kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Karna saya sadar bahwa makalah ini belum sempurna. Maka dari itu,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk dijadikan pembelajaran dalam
menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga makalah
yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya dan sebagai wahana
menambah pengetahuan serta pemikiran.

Lumajang, 03 April 2020

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................................2


Daftar Isi .....................................................................................................................3
Bab I PENDAHULUAN.............................................................................................4
1.2 Latar Belakang ................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................4
1.2 Tujuan .............................................................................................................4
Bab II PEMBAHASAN..............................................................................................5
2.1.Pengertian perkawinan.....................................................................................5
2.2 Gangguan psikologi pada masa perkawinan....................................................6
2.3 Cara mengatasi gangguan psikologi masa perkawinan.................................12
Bab III PENUTUP....................................................................................................13
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................13
3.2 Saran .............................................................................................................13
Daftar Pustaka .........................................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih saying dan kesenangan. Sarana bagi
terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Maka untuk menegakan keluarga yang bahagia
dan menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat, suami istri memiliki suatu tanggung jawab
dan kewajiban. Pada hakekatnya perkawinan merupakan bentuk kerjasama kehidupan anatara
pria dan wanita di dalam masyarakat dibawah suatu peraturan khusus atau khas dan hal ini
sangat diperhatikan baik oleh Agama, Negara maupun Adat.
Setiap perkawinan pasti mendambakan keluarga yang bahagia. Kebahagiaan harus
didukung oleh rasa cinta terhadap pasangan.cinta yang sebenarnya menuntut agar seseorang
tidak mencintai orang lain kecuali pasangannya. Cinta dan kasih saying merupakan jembatan
dari suatu pernikahan dari suatu pernikahan dan dasar dalam pernikahan adalah memberikan
kebahagiaan. Dalam menjalankan perkawinan pasangan harus melalu penyesuaian-
penyesuaian karena pada dasarnya pasangan tersebut adalah pribadi_pribadi yang berbeda.
Ada berbagai macam bentuk perkawinan yaitu, perkawinan Poligami dan perkawinan
Eugenis. Namun  kenyataannya dalam menjalankan kehidupan perkawinan pasti selalu ada
gangguan dan permasalahan saat perkawinan. Persoalan yng muncul biasanya mencakup tigal
hal yaitu kekurangan ekonomi, hungan keluarga yang kurang harmonis, seks dan
perselingkuhan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengertian perkawinan?
1.2.2 Bagaimana gangguan psikologi pada masa perkawinan ?
1.2.3 Bagaimana cara mengatasi gangguan psikologi pada masa perkawinan ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian perkawinan
1.3.2 Untuk mengetahui gangguan psikologi pada masa perkawinan
1.3.3 Untuk mengetahui cara mengatasi gangguan psikologi pada masa perkawinan
1.4 Manfaat
1.4.1 Dapat mengetahui pengertian perkawinan
1.4.2 Dapat mengetahui gangguan psikologi pada masa perkawinan
1.4.3 Dapat mengetahui cara mengatasi gangguan psikologi pada masa perkawinan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perkawinan


Secara bahasa (etimologi), kawin mempunyai arti mengumpulkan, menggabungkan,
menjodohkan, atau bersenggama (wath’i). Dalam istilah bahasa Indonesia kawin sering
disebut “nikah”.
Dalam pasal 1 Bab I, UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, perkawinan/pernikahan
didefinisikan sebagai berikut : “ perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa”
Menurut Hurlock,Perkawinan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga du manusia
berlawanan jenis dalam suatu ikatan yang suci dan mulia di bawah lindungan hukum dan
Tuhan yang maha esa.
Ada macam-macam bentuk perkawinan antara lain :
a. Perkawinan Poligami
Suatu perkawinan dimana seorang suami mempunyai lebih dari satu isteri. Ada banyak alasan
pria menjalankan bentuk perkawinan ini, anatara lain anak, jenis kelamin anak, ekonomi,
status social dan lain-lain.
b. Perkawinan Eugenis
Suatu bentuk perkawinan untuk memperbaiki/memuliakan ras. Saat Perang Dunia II Hilter
memerintahkan penculikan terhadap gadis-gadis cantik dan pintar dari Negara yang
didudukinya. Gadis-gadis ini dipaksa dengan kekerasan untuk digauli oleh lelaki Jerman
“pilihan” dengan tujuan lahirnya ras Aria yang unggul.
Dalam menjalankan perkawinan pasangan harus melalui penyesuaian-penyesuaian
karena pada dasarnya pasangan tersebut adalah pribadi_pribadi yang berbeda. Dia antara
penyesuaian itu adalah penyesuaian seksual dan keluarga pasangan. Ada beberapa factor
yang mempengaruhi penyesuaian itu yang berikut akan diuraikan.
Factor-faktor penting yang mempengaruhi penyesuaian seksual dalam perkawinan :
1) Perilaku terhadap seks
Sikap terhadap seks sangat dipengaruhi oleh cara laki-laki dan perempuan dalam menerima
informasi tentang seks selama masa anak-anak dan remaja. Sekali perilaku yang tidak
menyenangkan dikembangkan maka akan sulit sekali untuk dihilangkan.

5
2) Pengalaman seks masa lalu
Cara orang dewasa dan teman sebaya bereaksi terhadap masturbasi, petting dan hubungan
suami isteri sebelum menikah, ketika masih muda dan cara laki-laki dan perempuan
merasakan itu sangat mempengaruhi perilaku mereka terhadap seks. Apabila pengalaman
awal seorang perempuan tentang petting tidak menyenangkan, hal ini akan mewarnai sikap
terhadap seks.
3) Dorongan seksual
Dorongan seksual berkembang lebih awal pada laki-laki daripada perempuan cenderung tetap
demikian, sedangkan pada perempuan timbul secara periodic dan turun naik selama siklus
menstruasi. Variasi ini mempengaruhi minat dan kenikmatan akan seks yang kemudian akan
mempengaruhi penyesuaian seksual
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dengan pihak keluarga pasangan
dalam perkawinan :
1) Stereotype tradisional
Stereotype yang secara luas diterima mnenai “ibu mertua yang representative” dapat
menimbulkan perangkat mental yang tidak menyenangkan bahkan sebelum perkawinan.
Stereotype yang tidak menyenangkan tentang orang lanjut usia-mereka itu bersikap bossy
ikut campur tangan- dapatmenambha masalah bagi keluarga.
2) Keluargaisme
Penyesuaian dalam perkawinan akan lebih pelik apabila salah satu pasangan tersebut
menggunakan waktu lebih banyak dari pada yang mereka sendiri inginkan. Misalnya bila
pasangan terpengaruh oleh keluarga, ada anggota keluarga yang berkunjung dalam waktu
yang lama atau ada anggota keluarga yang hidup dengan mereka seterusnya.
3) Mobilitas social
Orang dewasa muda yang status sosialnya meningkat di atas status keluarga pasanangannya
mungkin tetap membawa mereka dalam latar belakangnya. Banyak orangtua dan anggota
saling bermusuhan dengan keluarga muda

2.2 Gangguan Psikologi Pada Masa Perkawinan


2.2.1 Perkawinan Periode / Term Marriage
Term marriage atau perkawinan periode adalah sebuah bentuk perkawinan dengan
merencanakan suatu kontrak tahap pertama selama 3-5 tahun sedang tahap kedua ditempuh
dalam jangka 10 tahun, perpanjangan dari kontrak ini bisa dilakukan untuk mencapai tahap

6
ketiga yang memberikan hak pada kedua pasangan untuk saling memiliki secara permanen,
memberikan hak kepada partner.
Perkawinan term marriage pertama kali dipopulerkan di Eropa dan Amerika Serikat
kira-kira sejak setengah abad yang lalu, Ide tersebut melandaskan argumentasinya pada
pertimbangan berikut, yaitu jangan hendaknya dua orang yang akan saling melibatkan diri
dalam satu relasi yang sangat intim dan kompleks dalam bentuk ikatan perkawinan
tidak  mencobanya terlebih dahulu selama satu periode selama beberapa bulan atau beberapa
tahun
2.2.2 Trial Marriage
Trial marriage atau kawin percobaan yaitu perkawinan harus dicoba terlebih dahulu
beberapa bulan dan jika tidak cocok dapat segera berpisah. Dua orang tersebut
mempertimbangkan sebagai berikut :jangan hendaknaya dua orang saling melibatkan diri
dalam satu relasi sangat intim dan kompleks dalam bentuk ikatan perkawinan itu jika tidak
mencobanya terlebih dahulu,selama satu periode tertentu umpamanya saja selama beberapa
bulan atau beberapa tahun. Jika dalam periode yang ditentukan kedua belah pihak saling
bersesuian,barulah dilaksanakan ikatan perkawinan yang permanen.
Beberapa kerugian dari perkawinan percobaan atau biasa dikenal dengan Trial
Marriage
Dalam kawin percobaan ini masing-masing pihak tidak memiliki hak hukum untuk
mengejar satu sama lain. Pria atau wanita tidak memiliki hak hukum untuk mengejar
pasangannya jika yang lain akan menikah dengan yang lain.
Wanita itu tidak dapat mengklaim hak hukumnya sebagai istri baik manusia dan
begitu juga suami . Jika mereka memiliki sifat suami-istri ketika mereka hidup bersama, sulit
untuk membuat sepaham. Ini akan menjadi lebih stres dan pengalaman patah hati. Ini akan
menjadi masalah besar untuk menghadapi kehidupan bagi mereka berdua.
Kerugian dari kawin percobaan ini ,anak yang hadir merupakan Anak haram , Jika ada
anak yang lahir dari pasangan itu bersama-sama, mereka adalah anak-anak tidak sah dan
tidak berhak untuk membawa nama ayah mereka, karena itu tidak dapat dianggap sebagai
anak sah atau putri yang sah. Ini akan menjadi situasi yang memalukan bagi anak. Dia akan
mengalami godaan dari teman dan rekan-rekan bahwa ia lahir di luar nikah. Dia tidak dijamin
dalam banyak cara. Masa depannya, keluarganya dan bahkan warisannya. Dia berada di
bawah belas kasihan ayahnya apakah ia akan memberikan dukungan apapun jika pernah
mereka akan dipisahkan. Sulit untuk mengklaim manfaat jika anak-anak tidak dilahirkan
untuk perkawinan yang sah. Anak-anak akan menderita dalam situasi ini.

7
Dapat menciptakan ketidakamanan. Jika pasangan tidak menikah secara resmi, itu
akan menciptakan ketidakamanan bagi kedua pasangan. Mereka akan selalu mencurigai
pihak ketiga ketika perbedaan kecil muncul. Mereka merasa sulit untuk memahami situasi
ketika mereka tidak dijamin dengan satu sama lain. Hal ini sangat sulit bila Anda tidak
memiliki hak untuk bertanya atau mengeluh kepada kecurigaan. Mereka memilik pasangan
lain, hubungan pihak ketiga karena mereka tidak menikah secara resmi. Dalam hukum kalian
berdua bebas. Hal ini memalukan untuk mengklaim sesuatu yang Anda tidak sendiri. Ketika
mereka merasa tidak aman akan membuat mereka ragu dan memberikan disposisi bahagia
sepanjang waktu. Mereka mudah tersinggung, sulit untuk menangani dan akhirnya, Anda
akan berakhir dengan kehidupan yang menyedihkan.
Takdir tergantung pada pilihan kita dalam hidup. Jadi jika kita akan membuat pilihan
yang tepat, kita akan memiliki kehidupan yang lebih baik juga. Tapi ada satu hal yang sangat
jelas. Allah tidak menyetujui dengan hidup bersama di luar nikah. Tentu saja, tidak ada
perzinahan yang dilakukan jika keduanya single tetapi mereka melakukan percabulan.
Ada keuntungan dalam situasi perkawinan percobaan, lebih kerugian yang jelas hadir.
Pasangan yang tidak memiliki komitmen satu sama lain, akan pergi untuk menikah
pengadilan dan menikah dengan syarat yg benar. Dan pada kawin percobaan ini jika
keberadaan mereka bersama-sama akan bekerja baik, kemudian memutuskan untuk menikah
nanti, tapi jika tidak, mereka bebas untuk mencari satu sama lain.
2.2.3 Kompanjonate Marriage
Kompanjonate Marriage/Perkawinan persekutuan ialah Pola perkawinan yang
menganjurkan dilaksanakannya perkawinan tanpa anak, dengan melegalisasi keluarga
berencana atas dasar persetujuan bersama.Dalam menjalankan perkawinan pasangan harus
melalui penyesuaian-penyesuaian karena pada dasarnya pasangan tersebut adalah
pribadi_pribadi yang berbeda. Dia antara penyesuaian itu adalah penyesuaian seksual dan
keluarga pasangan.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi penyesuaian itu yang berikut akan
diuraikan.
A. Factor-faktor penting yang mempengaruhi penyesuaian seksual dalam
perkawinan :
1. Perilaku terhadap seks
Sikap terhadap seks sangat dipengaruhi oleh cara laki-laki dan perempuan dalam menerima
informasi tentang seks selama masa anak-anak dan remaja. Sekali perilaku yang tidak
menyenangkan dikembangkan maka akan sulit sekali untuk dihilangkan.

8
2. Pengalaman seks masa lalu
Cara orang dewasa dan teman sebaya bereaksi terhadap masturbasi, petting dan hubungan
suami isteri sebelum menikah, ketika masih muda dan cara laki-laki dan perempuan
merasakan itu sangat mempengaruhi perilaku mereka terhadap seks. Apabila pengalaman
awal seorang perempuan tentang petting tidak menyenangkan, hal ini akan mewarnai sikap
terhadap seks.
3. Dorongan seksual
Dorongan seksual berkembang lebih awal pada laki-laki daripada perempuan cenderung tetap
demikian, sedangkan pada perempuan timbul secara periodic dan turun naik selama siklus
menstruasi. Variasi ini mempengaruhi minat dan kenikmatan akan seks yang kemudian akan
mempengaruhi penyesuaian seksual
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dengan pihak keluarga
pasangan dalam perkawinan :
1. Stereotype tradisional
Stereotype yang secara luas diterima mnenai “ibu mertua yang representative” dapat
menimbulkan perangkat mental yang tidak menyenangkan bahkan sebelum perkawinan.
Stereotype yang tidak menyenangkan tentang orang lanjut usia-mereka itu bersikap bossy
ikut campur tangan- dapatmenambha masalah bagi keluarga.
2. Keluargaisme
Penyesuaian dalam perkawinan akan lebih pelik apabila salah satu pasangan tersebut
menggunakan waktu lebih banyak dari pada yang mereka sendiri inginkan. Misalnya bila
pasangan terpengaruh oleh keluarga, ada anggota keluarga yang berkunjung dalam waktu
yang lama atau ada anggota keluarga yang hidup dengan mereka seterusnya.
3. Mobilitas social
Dewasa muda yang status sosialnya meningkat di atas status keluarga pasanangannya
mungkin tetap membawa mereka dalam latar belakangnya. Banyak orangtua dan anggota
saling bermusuhan dengan keluarga muda
4. Anggota keluarga berusia lanjut
Merawat anggota keluarga berusia lanjut merupakan faktor yang sangat erat dalam
penyesuaian perkawinan, karena adanya sikap yang tidak menyenangkan terhadap orang tua
dan keyakinan bahwa orang muda harus bebas dari urusan keluarga khususnya bila dia juga
mempunyai anak-anak
5. Bantuan keuangan untuk keluarga pasangan

9
Bila pasangan muda harus membantu atau memikul tanggung jawab keuangan pasangan,
maka hal itu sering membawa ketidak beresan dalam hubungan keluarga
6. Keinginan untuk mandiri
Orang yang menikah muda cenderung menolak saran dan petunjuk dari orang tua terutama
jika ada campur tangan dari keluarga pasangan, walaupun pada kenyataannya mereka masih
menerima bantuan keuangan dari orang tua
C. Factor-faktor yang mempengaruhi terhadap pasangan
1. Kesamaan latar belakang
Semakin sama latar belakang suami dan isteri semakin mudah untuk saling menyesuaikan
diri. Bagaimanapun juga apabila latar belakang mereka sama, setiap orang dewasa mencari
pandangan unik tentang kehidupan.semakin berbeda pandangan hidup ini, makin sulit
penyesuaiaaan diri dilakukan.
2. Minat dan kepentingan bersama
Kepentingan yang saling bersamaan tentang suatu hal yang dapat dilakukan pasangan
cenderung membawa penyesuaian yang baik.
3. Pemenuhan kebutuhan
Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi kebutuhannya yang
berasal dari pengalaman awal. Apabila orang perlu pengenalan, pertimbangan prestasi dan
status social agar bahagia, pasangan harus membantu pasangan lainnya untuk memenuhi
kebutuhan tersebut
2.2.4 Poligami
Poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai
dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan
monogamy,dimana seseorang hanya memiliki satu suami atau istri pada suatu saat).
Terdapat tiga bentuk poligami,yaitu :
1) Poligini yaitu seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus
2) Poliandri yaitu seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus
3) Pernikahan kelompok (group marriage) yaitu kombinasi poligini dan poliandri
Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah,namun poligini merupakan
bentuk yang paling umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan,poligami ditentang oleh
sebagian kalangan, terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap
poligini sebagai bentuk penindasan terhadap kaum wanita.

10
Dampak poligami terhadap perempuan :
1. Dampak psikologis: perasaan istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya
berpoligami adalah akbat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis
suaminya.
2. Dampak ekonomi rumah tangga : ketergantungan ekonomi kepada suami. Walaupun ada
beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam praktiknya
lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu.
Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan
sehari-sehari.
3. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun
psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami,walaupun begitu kekerasan
juga terjadi rumah tangga yang monogami.
4. Dampak Hukum : sering terjadi nikah dibawah tangan (perkawinan yang tidak dicatatkan
pada kantor catatan sipil atau kantor urusan agama), sehingga perkawinan di anggap tidak sah
oleh negara, walaupun perkawinan itu sah menurut agama. Puhak akan dirugikan karena
konsekuensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
5. Dampak Kesehatan : kebiasan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/itsri menjadi
rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS) bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.
2.2.5 Perkawinan Eugenis
Perkawinan eugenis adalah perkawinan yang dilakukan untuk memperbaiki
keturunan  untuk memperbaiki atau memuliakan ras. Sejarah perkawinan ini terjadi pada saat
perang dunia II berkecamuk, Hittler mengkomandokan sebagian pasukannya untuk menjarah
dan menculik banyak gadis-gadis cantik dari berbagai negeri bahkan dari negara lain yang
diduduki Jerman untuk di”ternakkan” dari kamp-kamp khusus.
Dengan kekerasan mereka digauli laki-laki Jerman pilihan dengan tujuan suatu periode
wanita-wanita tadi melahirkan suatu generasi muda yang unggul (berdarah Aria murni), baik
cantik maupun inteligen yang tinggi. Tapi pola ini sangat dikecam oleh seluruh peradaban
manusia di dunia.
Peran bidan dalam pengelolaan perkawinan. Upaya yang dilakukan bidan dalam
mengupayakan penyelasaian konflik perkawinan yang terjadi yaitu:
a.     Bidan sebagai penyuluh dan pemberi motivasi. Jika ada masalah sekecil apapun yang
terjadi dalam rumah tangga harus dikomunikasikan antara pasangan sehingga tidak terjadi
kesalah pahaman yang mengganggu keutuhan rumah tangga.

11
b.    Mempersiapkan kedua belah pihak untuk menjadi orangtua dengan memberikan kasih
sayang keperawatan dan pendidikan yang terbaik.
c.     Jika sebelum menikah belum di imunisasi TT, sebaiknya segera oimunisasi TT agar
anaknya nanti tidak terkena penyakit tetanus
d.    Sebaiknya pasangan yang sudah mempunyai satu anak, sebaiknya melakukan KB untuk
mengatur jarak kelahiran.
e.     Tetap memberika pelayanan tanpa pandang status dari perkawinannya apabila klien di
wilayahnya tersebut diberi motivasi UU Perkawinan belum bisa menerima.

2.3 Cara Mengatasi Gangguan Psikologi Pada Masa Perkawinan


1. Menghadapi kenyataan
2. Suami isteri perlu menghadapi kenyataan hidup dari semua yang terungkap dan
tersingkap.
3. Penyesuian timbal balik perlu usaha terus menerus dengan saling memperhatikan,
saling mengungkapkan dengan tulus, menunjukkan pengertian, penghargaan dan saling
memberi dukungan serta semangat.
4. Menciptakan suasana baik yang dilatarbelakangi oleh pikiran-pikiran, perbuatan dan
tindakan yang penuh kasih sayang.
5. Komunikasi yang baik dengan membina dan memelihara komunikasi di dalam
keluarga dan dengan masyarakat di luar keluarga

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkawinan adalah suatu peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang suami
istri dipertemukan secara formal di hadapan penghulu atau kepala agama tertentu serta para
saksi dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi sebagai suami istri dengan
upacara dan ritus-ritus tertentu. Dalam perkawinan terdapat dua kepribadian yang berbeda
sehingga diperlukan adaptasi satu dengan yang lain untuk menghindari masalah-masalah
dalam perkawinan yang bisa berakibat pada perceraian. Masalah-masalah tersebut berdampak
pada psikologi kedua pasangan. Adapun masalah gangguan psikologi pada masa perkawinan
ialah perkawinan periode / term marriage, Trial marriage, Kopanjonate marriage, Poligami,
dan Perkawinan eugenesis.
3.2 Saran
Untuk para tenaga kesehatan khususnya para bidan memberikan asuhan tentang
gangguan psikologi pada masa perkawinan dan memberikan konseling akan hal tersebut.
Dikarenakan hal ini sangat penting untuk masyarakat agar terjadi kesehatan kesejateraan
raykat

13
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/249154440/Tugas-Psikologi-Trial-Marriage#download
http://lheyzuthary.blogspot.com/2011/04/pesikologi-ibu-dan-anak.html
http://nanakarmila.blogspot.com/2016/06/psikologi-perkawinan.html
https://chairanda.wordpress.com/2012/12/11/gangguan-psikologi-pada-masa-perkawinan/
http://windahidayatulhabibah.blogspot.com/2012/05/psikologi-cara-mengatasi-gangguan.html

14

Anda mungkin juga menyukai