Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Struktur Atap

Struktur atap adalah bagian dari suatu bangunan yang berfungsi sebagai penutup
seluruh ruangan yang ada di bawahnya. Struktur atap juga merupakan sebuah
mahkota yang mempunyai fungsi untuk menambah keindahan dan sebagai pelindung
bangunan dari pengaruh panas, debu, hujan, angin. Yang menahan atau mengalirkan
beban – beban dari atap.

Adapun syarat-syarat konstruksi atap yang harus dipenuhi antara lain :

1. Struktur atap harus kuat menahan berat sendiri dan tahan terhadap beban - beban
yang bekerja padanya.
2. Pemilihan bentuk atap yang sesuai sehingga menambah keindahan serta
kenyamanan bagi penghuninya.
3. Bahan penutup atap harus sesuai dengan fungsi bangunan tersebut, dan tahan
terhadap pengaruh cuaca.
4. Kemiringan atau sudut atap harus sesuai dengan jenis bahan penutupnya. Makin
rapat jenis bahan penutupnya, maka kemiringannya dapat dibuat lebih landai,
seperti bahan dari seng, kaca, asbes dan lain – lainnya

1.2 Bentuk – Bentuk Struktur Atap


1.2.1 Atap Datar

Model atap yang paling sederhana adalah atap berbentuk datar atau rata. Atap
datar biasanya digunakan untuk bangunan/rumah bertingkat, balkon yang bahannya
bisa dibuat dari beton bertulang, untuk teras bahannya dari asbes maupun seng yang
tebal. Agar air hujan yang tertampung bisa mengalir, maka atap dibuat miring ke
salah satu sisi dengan kemiringan cukup. Atap bentuk ini paling susah perawatannya
terutama dalam masalah mendeteksi kebocoran. Yang perlu diperhatikan dalam
merencanakan atap ini adalah memperhitungkan ruang sirkulasi udara di bawahnya
supaya suhu ruangan tidak terlalu panas.
Gambar 1. Bentuk atap datar

1.2.2 Atap Sandar

Model atap sandar biasa digunakan untuk bangunan – bangunan tambahan


misalnya selasar atau emperan, namun sekarang tap model ini juga dipakai untuk
rumah – rumah modern. Atap sandar biasanya disebut juga atap sengkuap atau atap
temple. Pada umumnya atap ini terdiri dari sebuah bidang atap miring yang bagian
tepi atasnya bersandar pada tembok bangunan induk (tembok yang menjulang tinggi).
Pada bentuk atap sandar menggunakan konstruksi setengan kuda-kuda untuk
mendukung balok gording. Kemiringan atapnya dapat diambil 30 derajat atau 40
derajat bila memakai bahan penutup dari genteng. Untuk Bahan dari penutup semen
asbes gelombang dan seng gelombang kemiringan atapnya dapat diambil 20 derajat
atau 25 derajat, dimana pemasangannya tidak memerlukan reng.

Gambar 2. Bentuk atap sandar


1.2.3 Atap Pelana

Bentuk atap ini cukup sederhana, karena itu banyak dipakai untuk bangunan –
bangunan atau rumah di masyarakat kita. Bidang atap terdiri dari dua sisi yang
bertemu pada sat ugaris pertemuan yang disebut bubungan. Atap ini merupakan
bentuk atap rumah yang dianggap paling aman karena pemeliharaannya mudah dalam
hal mendeteksi apabila terjadi kebocoran. Sudut kemiringan atap ini antara 30 sampai
40 derajat.

Gambar 3. Bentuk atap pelana

1.2.4 Atap Tenda

Model atap tenda dipasang pada bangunan yang panjangnya sama dengan
lebarnya, sehingga kemiringan bidang atap sama. Bentuk atap tenda terdiri empat
bidang atap yang bertemu disatu titik puncak, pertemuan bidang atap yang miring
adalah bubungan miring yang disebut jurai.
Gambar 4. Bentuk atap tenda

1.2.5 Atap limas (Perisai)

Atap berbentuk limas terdiri dari empat bidang atap, dua bidang bertemu pada
sat ugaris bubungan jurai dan dua bidang bertemu pada garis bubungan atas atau nok.
Jika dilihat terdapat dua bidang berbentuk segitiga. Bentuk atap ini penyempurnaan
dari bentuk atap pelana, yang tediri atas dua bidang atap miring yang berbentuk
trapesium. Dua bidang atapnya berbentuk segitiga dengan kemiringan yang sama.

Gambar 5. Bentuk atap limas (perisai)


1.2.6 Atap Mansard

Bentuk atap model ini seolah – olah terdiri dari dua atap yang terlihat bersusun
atau bertingkat. Atap mansard jarang digunakan untuk bangunan rumah di daerah
kita, karena sebetulnya atap ini dibangun oleh pemerintah belanda saat menjajah di
negara kita.

Gambar 6. Bentuk atap mansard

1.2.7 Atap Menara

Bentuk atap ini serupa dengan bentuk atap tenda yaitu mempunyai empat
bidang atap dengan sudut apitnya yang sama besar serta ujung – ujung bagian atasnya
bertemu pada satu titik yang cukup tinggi. Atap menara mempunyai jurai luar yang
sama panjang dan ujung bagian atas bertemu pada satu titik yang berada pada bagian
ujung atas gantung atau maklar. Bentuk atap semacam ini banyak digunakan untuk
bangunan – bangunan gereja.
Gambar 7. Bentuk atap menara

1.2.8 Atap Piramida

Bentuk atap ini terdiri lebih dari empat bidang yang sama bentuknya. Bentuk
denah bangunan dapat segi 5, segi 6, segi 8 dan seterusnya.

Gambar 8. Bentuk atap piramida


1.2.9 Atap Minangkabau

Atap minangkabau seolah - olah berbentuk tanduk pada tepi kanan dan kiri.
Bentuk atap ini banyak kita jumpai di Pulau Sumatra terutama di daerah Sumatra
Barat.

Gamba 9. Bentuk atap minangkabau

1.2.10 Atap joglo

Atap joglo merupakan atap jurai luar yang patah ke dalam seolah-olah terdiri
dari dua bagian yaitu bagian bawah yang mempunyai sudut lereng atap lebih kecil
atau landai dan bagian atas akan tampak bagian – bagian bidang atap yang berbentuk
trapesium. Atap ini banyak digunakan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Gambar 10. Bentuk atap joglo


1.2.11 Atap Setengah Bola (Kubah)

Bentuk atap berbentuk melengkung berupa setengah bola. Atap jenis ini
banyak digunakan untuk bangunan masjid dan gereja.

Gambar 11.Bentuk atap setengah bola (kubah)

1.2.12 Atap Gergaji

Model atap gergaji ini terdiri dari dua bidang atap yang tidak sama lerengnya.
Model atap gergaji bisa digunakan untuk bangunan pabrik, gudang atau bengkel.

Gambar 12. Bentuk atap gergaji


1.3 Bagian – Bagian struktur Atap
1.3.1 Penutup Atap

Penutup atap adalah elemen paling luar dari struktur atap, sehingga syarat
penutup atap harus mempunyai sifat kedap air atau bisa mecegah terjadiya rembesan
air selama terjadi hujan. Disamping itu penutup atap juga merupakan struktur yang
langsung berhubungan dengan pengaruh luar sehingga harus dipilih dari material yang
tahan terhadap pengaruh perubahan cuaca.

1.3.2 Reng

Reng merupakan bilah kayu atau bambu berukuran 2/3 cm atau 3/5 cm dengan
yang melintang di atas kasau atau usuk yang berfungsi sebagai tempat kedudukan
genteng. Pada struktur atap yang penutup atapnya dari asbes atau seng gelombang,
keberadaan reng tidak digunakan. Reng dipasang pada arah tegak lurus kasau dengan
jarak sesuai dengan panjang penutup atapnya (genteng).

1.3.3 Kasau

Kasau atau dikenal dengan istilah usuk berfungsi untuk menerima beban
penutup atap melalui reng dan diteruskannya ke gording. Usuk terbuat dari balok
kayu dengan ukuran 6/6 cm atau 5/7 cm dengan panjang maksimal batang 4,00 meter.
Usuk dipasang dengan jarak sekitar 40 sampai 50 cm antara satu dengan yang lainnya
pada arah tegak lurus gording, dan terhubung dengan gording dengan menggunakan
paku. Pada jenis struktur atap tertentu seperti limasan, tenda, menara dan joglo usuk
juga terhubung dengan jurai pada salah satu ujungnya. Ujung bawah usuk diteruskan
mennjol ke luar dari dinding rumah membentuk lebar tritisan yang dikehendaki.

1.3.4 Gording

Fungsi gording pada struktur atap adalah penyalur beban penutup atap
termasuk reng dan usuknya, beban air hujan dan beban angin yang diteruskan ke
kuda-kuda. Oleh sebab itu gording kedudukanya terletak di atas kuda-kuda yang
diletakan dengan paku dan posisinya tegak lurus terhadap kuda - kuda. Posisi gording
harus tepat berada pada titik buhul kuda-kuda dan jaraknya juga harus disesuaikan
dengan panjang usuk yang tersedia. Bahan gording pada struktur kuda-kuda kayu
biasanya berupa balok kayu ukuran sekitar 8/12 cm sampai 8/14 cm dengan panjang
batang sekitar 4,00 meter – 6,00 meter.

1.3.5 Jurai

Garis sambungan antara bidang atap yang satu dengan bidang atap yang lainya
disebut jurai. Jurai hanya di jumpai pada jenis struktur atap limasan dan yang sejenis.
Sedangkan struktur atap berbentuk pelana yang memiliki satu buah sambungan
bidang yaitu pada bagian atas tidak memiliki jurai tapi hanya memiliki bubungan.
Pada atap dengan model yang kompleks seperti limasan ,tenda, menara, joglo, apalagi
piramida akan terdapat banyak bidang atap dan sambungan bidang atap sehingga akan
memiliki jurai

Menurut bentuknya terdapat dua macam jurai:

1. Jurai dalam

Merupakan balok kayu yang diletakan miring menghadap kedalam. Jurai dalam ini
berfungsi sebagai pertemuan dan tumpuan antara balik gording dengan balok gording
lainnya serta dudukan papan talang. Kayu yang digunakan sebagai jurai dalam
berukuran 8/12 cm atau 8/14 cm. Pada jurai dalam biasanya diberi talang sebagai
tempat lewatnya air pada saat terjadi hujan.

2. Jurai Luar
Adalah sambungan bidang atap yang menonjol kearah luar. Pada jurai luar
biasanya diberikan genteng khusus yang disebut nok.

1.3.6 Kuda – Kuda

Konstruksi kuda-kuda adalah suatu batang yang berfungsi untuk mendukung


beban atap termasuk juga beratnya sendiri dan sekaligus dapat memberikan bentuk
atapnya. Kuda-kuda merupakan penyangga utama pada struktur atap dan termasuk
dalam klasifikasi struktur rangka batang atau framework atau truss. Umumnya
struktur kuda-kuda terbuat dari kayu, bambu, baja konvensional, beton bertulang dan
baja ringan (cold formed steel). Kuda-kuda kayu biasanya digunakan sebagai
pendukung atap dengan bentang maksimal sekitar 12 meter.
Kuda-kuda bambu pada umumnya mampu mendukung beban atap sampai 10
meter. Sedangkan kuda-kuda baja sebagai pendukung atap dapat mendukung beban
atap sampai dengan bentang 75 meter, seperti hanggar pesawat, stadion olah raga,
bangunan pabrik, dan lain-lain. Kuda-kuda dari beton bertulang dapat digunakan pada
atap dengan bentang sekitar 10 sampai 12 meter. Pada kuda-kuda dari baja atau kayu
diperlukan ikatan angin untuk memperkaku struktur kuda-kuda pada arah horizontal.

Pada dasarnya konstruksi kuda-kuda yang merupakan struktur rangka batang


terdiri dari rangkaian batang yang selalu membentuk bangun segitiga. Dengan
mempertimbangkan berat atap serta bahan dan bentuk penutupnya, maka konstruksi
kuda-kuda satu sama lian akan berbeda, tetapi susunan rangka batang harus
merupakan satu kesatuan bentuk yang kokoh yang nantinya mampu memikul beban
yang bekerja tanpa mengalami perubahan.

Kuda-kuda bisa diletakan diatas tembok, ring balok atau kolom selaku
tumpuannya. Kuda-kuda diperhitungkan mampu mendukung beban-beban atap dalam
satu luasan atap tentu yang berupa beban mati (yaitu berat penutup atap, reng, usuk,
gording, dan berat sendiri kuda-kuda), beban hidup (orang pada saat memasang atau
memperbaiki atap), beban air hujan serta beban angin.

1.4 Kuda – Kuda Kayu

Konstruksi kuda-kuda kayu umumnya merupakan suatu konstruksi penyangga


atau pendukung utama dari atap. Konstruksi kuda - kuda kayu mempunyai syarat
tidak boleh berubah bentuk, terutama jika sudah berfungsi. Beban penutup atap,
beban, beban hidup dan beban angin yang diterima konstruksi kuda-kuda kayu
tersebut murni menderita gaya aksial (tarik dan tekan) dan tidak terjdi momen lentur.
Namun dalam praktek biasanya terdapat penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan
- ketentuan diatas. Tetapi terjadinya penyimpangan-penyimpangan tersebut
diupayakan sekecil mungkin sehingga secara teknis dapat dipertanggung jawabkan.

Dimensi batang konstruksi kuda-kuda kayu ditentukan berdasarkan banyak


parameter diantaranya besar dan jenis batang yang timbul, jenis dan mutu kayu yang
digunakan dan alat sambung yang digunakan. Prinsip perencanaan dimensi batang
kuda-kuda adalah apakah tegangan yang ditimbul harus lebih kecil dari tegangan yang
diijinkan.
Pada konstruksi kuda-kuda kayu yang harus diperhatikan adalah daerah -
daerah sambungan, karena pada daerah tersebut merupakan titik telemah pada
konstruksi kuda-kuda kayu. Begel-begel (alat bantu sambungan) yang dipasang pada
sambungan konstruksi kuda-kuda kayu sangat berguna untuk membuat sambungan
pada titik buhul agar menjadi mantap kedudukanya. Dengan demikian diharapkan
tidak terdapat perubahan akibat pergeseran kedudukan tangka batang pada
sambungan.

Rangka batang konstruksi kuda-kuda kayu biasanya analisis statikanya


dianggap sebagai konstruksi statis tertentu yang ditumpu oleh tumpuan sendi dan rol.
Apabila akan diperlakukan sebagai konstruksi statis tak tentu, maka besarnya
pergeseran pada sambungan - sambungan diabaikan (Peraturan Konstruksi Kayu
Indonesia – PKKI 1961)

Anda mungkin juga menyukai