Anda di halaman 1dari 21

Dalam pembangunan suatu proyek konstruksi

gedung khususnya gedung berlantai banyak yang


memiliki basement, terdapat dua metode
konstruksi yang dapat dilakukan yaitu metode
konstruksi tradisional dan metode konstruksi top-
down.

Metode konstruksi yang tradisional dikenal pula


sebagai metode bottom-up. Dengan menggunakan
metode ini, proses konstruksi dimulai pada
penggalian tanah sampai kedalaman tertentu,
kemudian secara berurutan dilakukan pekerjaan
pondasi, basement dan diikuti dengan konstruksi
lantai-lantai di atasnya. Dengan demikian
pekerjaan konstruksi dilakukan secara berurutan
dari bawah ke atas.
Dengan berkembangnya metode konstruksi
sekarang ini, pembangunan suatu gedung
yang memiliki basement dapat dipercepat
dengan menggunakan metode konstruksi top-
down. Dengan menggunakan metode top-
down, penggalian tanah untuk area basement
dilakukan setelah menyelesaikan pekerjaan
pondasi. Bersamaan dengan pekerjaan
basement dapat dilakukan pekerjaan struktur
pada lantai-lantai di atas tanah. Dengan
demikian akan terjadi proses konstruksi yang
bersamaan ke arah atas dan bawah.
Pada proses penggalian tanah untuk area
basement, kemungkinan akan terjadi
kelongsoran tanah. Untuk menghindari hal itu
maka diperlukan dinding diafragma yang
menjaga stabilitas tanah selama proses
penggalian berlangsung. Dinding diafragma
dapat bersifat temporer maupun permanen.
Pada metode top-down dinding diafragma dapat
dibuat permanen sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai dinding basement.
Metode konstruksi top-down adalah suatu metode
dalam melakukan pekerjaan konstruksi suatu
bangunan gedung yang memiliki basement
dimana proses pekerjaan basement (yang
merupakan pekerjaan konstruksi di bawah tanah)
dilakukan bersamaan dengan pekerjaan konstruksi
di atas tanah.

Dinding diafragma adalah sekat yang masuk ke


dalam tanah yang dibuat untuk mencegah
kelongsorannya selama penggalian dilaksanakan.
Metoda pelaksanaan Diafragma Wall
A.      Persiapan.
Persiapan diperlukan agar pada pelaksanaan utama diafragma wall dapat
berjalan dengan baik dan lancar sehingga waktu penyelesaian pekerjaan
dapat sesuai jadwal dengan kualitas yang baik. Beberapa hal berikut
adalah yang menyangkut kegiatan persiapan.
1.Melakukan marking area yang akan dikerjakan diafragma wall.

2.Jika pada proses marking sudah benar dan mendapat persetujuan pihak
yang terkait pada proyek tersebut, maka dilanjutkan dengan
membuat guide line, yaitu mengali pada area marking dengan kedalam
sekitar 100 cm dan memberikan perkuatan dengan  beton mutu rendah
( K125) dengan tebal 20 – 30 cm.  Guide line ini diperlukan agar alat
pengali  ( yaitu mesin Grab ) dapat mudah mengikuti alur galian yang
ditentukan
 
3. Menentukan tempat pembuatan tulangan besi (reinforcement) jika
diafragma wall dilakukan metoda cor in situ, atau menentukan tempat
perletakan untuk pemakaian precast sistem.
4.   Menentukan tempat pencampuran antara air dan bentonite. Campuran
ini akan dialirkan pada galian diafragma wall untuk menghindari
terjadinya keruntuhan galian.
5.  Karena pekerjaan diaframa wall ini biasanya diikuti dengan pondasi
yang memakai bor pile maka harus ditentukan juga urutan kerja antara
pekerjaan diafragma wall dan bor pile agar selalu silmultan.
6.  Peralatan terkait harus sudah tersedia dilapangan. Alat tersebut
seperti : Mobil Crane minimal 2 buah ( 1 untuk pengalian diafragma wall
dan 1 untuk bor pile ), Mesin Grab, Mesin Bor , Casing bor pile, pompa air
untuk sirkulasi campuran bentonite , ultra sonic sonding dan peralatan
lain yang terkait pekerjaan tulangan besi (reinforcement ).
 
B. PELAKSANAAN
1.Seperti halnya pekerjaan dinding penahan pada umumnya maka step pertama
adalah melakukan penggalian. Penggalian dengan mengunakan mesin grab.Lebar
galian adalah setebal dinding diafragma antara 30 – 50 cm sedangkan panjang
galian adalah sekitar  5 meter. Kedalaman galian disesuaikan dengan kebutuhan
kedalaman basement.Misalnya untuk 2 basement maka kedalaman minimal adalah
10 meter.Bersamaan dengan melakukan pengalian ini harus juga dialirkan
campuran air + bentonite secara continue, agar tidak terjadi keruntuhan.Sebelum
rangkaian tulangan besi (reinforcement ) dimasukkan ( untuk cor insitu ) atau panel
precast masuk, harus dicek dulu dengan ultrasonic sonding untuk diketahui adanya
keruntuhan atau tidak.Sistem pengalian dilakukan secara selang-seling. (misalnya
galian diberi nomor 1,2, 3 dst maka pengalian pertama adalah nomor 1, pengalian
kedua adalah nomor 3 dst ).Hal ini dilakukan untuk meminimalkan terjadinya
keruntuhan pada dinding galian.
2.Pekerjaan rangkaian pembesian ( reinforcement ) harus disiapkan secara simultan
dengan penggalian, sehingga saat galian sudah siap maka rangkaian pembesian
juga sudah siap.( Karena galian hanya boleh dibiarkan maximal 2 x 24 ).Model
rangkaian tulangan adalah double reinforced ( tulangan rangkap ) yang berfungsi
menahan gaya geser dan momen lentur pada diafragma wall.Rangkaian pembesian
ini pada sisi-sisi tebalnya diberi end plate yang berfungsi untuk penyambung antar
diafragma wall.
 
3. Setelah pengecekan dengan ultrasonic dilakukan dan menunjukan tidak
ada keruntuhan pada dinding galian maka melangkah pada tahap
berikutnya yaitu :
3A. Untuk Cor In Situ.
-    Memasukkan rangkaian tulangan besi (reinforcement).Rangkaian
tulangan besi (reinforcement) pada sisi yang nantinya menjadi dinding
dalam basement dipasang juga terpal supaya tampilan diafragma wallnya
bisa bagus/rata.
-      Melakukan pengecoran dengan concrete pump sampai selesai.
3B. Untuk pemakaian dengan sistem precast maka setelah galian siap
langsung memasukan           panel Precast diafgrama wall.
Pada metode top-down, konstruksi dimulai pada
level yang kurang lebih sama dengan muka
tanah. Kemudian proses konstruksi akan berjalan
paralel antara struktur di bawah tanah dengan
struktur di atas tanah. Dalam mengerjakan
struktur di bawah tanah tersebut, dinding
diafragma memegang peranan yang penting
karena tidak hanya dimanfaatkan sebagai elemen
pembantu dalam proses konstruksi (yaitu untuk
mencegah kelongsoran tanah selama proses
penggalian) tetapi juga menjadi elemen struktur
bangunan yaitu dinding basement.
TAHAP 1
 Pada tahap ini dilakukan pembongkaran
dan pemindahan pondasi lama yang ada
di lokasi proyek dan dilakukan persiapan
permukaan tanah pada ketinggian yang
diinginkan.
 Kemudian dibuat retaining wall yang
temporer dan juga guide wall untuk
dinding diafragma.
TAHAP 2
 Dinding diafragma dibangun pada lokasi
basement yang direncanakan.
 Pekerjaan pondasi pile mulai dilakukan dan
diikuti dengan pemasangan kolom baja
preform.
TAHAP 3
 Pembuatan dinding ekstension ke dinding
diafragma yang telah dibuat dan diisi
sebagai pengganti retaining wall sementara
yang dicabut kembali.
TAHAP 4
 Penggalian telah mencapai di bawah lantai
B
 Sementara penggalian dilakukan, dibangun
pula kolom-kolom struktur atas dan lantai
C, D, dst.
TAHAP 5

Penggalian selanjutnya berada di bawah lantai


E yang mana lantainya dicetak pada tanah
bersamaan dengan detail drainase yang
diperlukan.
Berdasarkan proses pelaksanaan konstruksi di
atas, terlihat bahwa dinding diafragma
memiliki peranan yang sangat penting dimana
tidak hanya digunakan sebagai elemen
temporer yang membantu mencegah terjadinya
kelongsoran tetapi juga digunakan sebagai
elemen yang permanen yaitu dinding
basement.

Anda mungkin juga menyukai