Anda di halaman 1dari 4

PEMAHAMAN ENTITAS DAN LINGKUNGANNYA

1. Komunikasi dengan Auditor Pendahulu (Setelah Penunjukan)

Menurut PSA no. 16 auditor pendahulu adalah auditor yang telah melaporkan laporan keuangan auditan
terkini atau telah mengadakan perikatan untuk melaksanakan namun belum menyelesaikan audit
laporan keuangan kemudian dan telah mengundurkan diri, bertahan untuk menunggu penunjukan
kembali, atau telah diberitahu bahwa jasanya telah, atau mungkin akan, dihentikan. Auditor pengganti
adalah auditor yang sedang mempertimbangkan untuk menerima perikatan untuk mengaudit laporan
keuangan, namun belum melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu. Auditor pengganti harus
meminta keterangan yang spesifik dan masuk akal kepada auditor pendahulu mengenai masalah-
masalah yang menurut keyakinan auditor pengganti akan membantu dalam memutuskan penerimaan
atau penolakan perikatan. Hal-hal yang dimintakan keterangan harus mencakup:

a. Informasi yang kemungkinan berkaitan dengan integritas manajemen.

b. Ketidaksepakatan dengan manajemen mengenai penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau
soal-soal signifikan yang serupa.

c. Komunikasi dengan komite audit atau pihak lain dengan kewenangan dan tanggung jawab setara
tentang kecurangan, unsur pelanggaran hukum oleh klien, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan
pengendalian intern.

d. Pemahaman auditor pendahulu tentang alasan penggantian auditor.

Auditor pengganti harus memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk memberikan basis memadai
guna menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang menjadi objek perikatan auditnya, termasuk
penilaian konsistensi penerapan prinsip akuntansi. Bukti audit yang digunakan untuk menganalisis
dampak saldo awal atas laporan keuangan tahun berjalan dan konsistensi prinsip akuntansi merupakan
masalah pertimbangan profesional. Bukti audit tersebut dapat mencakup laporan keuangan auditan
yang dilaporkan oleh auditor pendahulu dalam laporannya, hasil permintaan keterangan auditor
pendahulu, hasil review yang dilakukan oleh auditor pengganti terhadap kertas kerja auditor pendahulu,
dan prosedur audit yang dilaksanakan terhadap transaksi tahun berjalan yang dapat memberikan bukti
tentang saldo awal atau konsistensi.

2. Pelaksanaan Prosedur Analitik

Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari evaluasi terhadap
informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan
yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan.
Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang
mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data. Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah
bahwa hubungan yang masuk akal di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika
timbul kondisi yang sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam
hubungan ini mencakup antara lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi,
perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji (SA 329). Prosedur analitik digunakan dengan tujuan
sebagai berikut:

a. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya.

b. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang berhubungan
dengan saldo akun atau jenis transaksi.

c. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit.

Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang dihitung dari
jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor. Auditor
mengembangkan harapan tersebut dengan mengidentifikasi dan menggunakan hubungan yang masuk
akal, yang secara pantas diharapkan terjadi berdasarkan pemahaman auditor mengenai klien dan
industrinya. Berikut ini adalah contoh sumber informasi yang digunakan dalam mengembangkan
harapan:

a. Informasi keuangan periode sebelumnya yang dapat diperbandingkan dengan memperhatikan


perubahan yang diketahui.

b. Hasil yang diantisipasikan, misalnya anggaran atau prakiraan termasuk ekstrapolasi dari data interim
atau tahunan.

c. Hubungan antara unsur-unsur informasi keuangan dalam satu periode.

d. Informasi industri bidang usaha Mien, misalnya informasi laba bruto.

e. Hubungan informasi keuangan dengan informasi nonkeuangan yang relevan.

3. Pertimbangan akan Pengendalian Internal

SA Seksi 110 (PSA No. 01) Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen, menyatakan bahwa "Auditor
bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan
memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan dan kecurangan."

Faktor-faktor risiko kecurangan tidak dapat dengan mudah disusun peringkatnya menurut pentingnya
atau digabungkan menjadi model prediksi yang efektif. Signifikan atau tidaknya faktor risiko adalah
sangat bervariasi. Beberapa faktor tersebut akan ada di entitas yang di dalamnya kondisi khusus tidak
menunjukkan adanya risiko salah saji material. Oleh karena itu, auditor harus menggunakan
pertimbangan profesional pada waktu mempertimbangkan faktor risiko secara individual atau secara
gabungan dan apakah terdapat pengendalian khusus untuk mengurangi risiko. Sebagai contoh, suatu
entitas mungkin tidak melakukan penyaringan karyawan baru yang memiliki akses ke aktiva yang
dicurigai rentan terhadap pencurian. Faktor ini, secara tunggal, mungkin tidak berdampak signifikan
terhadap penaksiran risiko salah saji material sebagai akibat dari kecurangan. Namun, jika faktor
tersebut digabung dengan kurangnya pengawasan oleh manajemen dan kurangnya pengamanan fisik
terhadap aktiva yang mudah dijual di pasar seperti sediaan dan aktiva tetap, gabungan dampak faktor-
faktor yang berkaitan tersebut dapat menjadi signifikan dalam penaksiran risiko.

SA Seksi 319 (PSA No. 69) Pertimbangan Pengendalian Intern dalam Audit atas Laporan Keuangan
mensyaratkan agar dalam merencanakan audit, auditor memperoleh pemahaman memadai tentang
pengendalian intern entitas atas pelaporan keuangan. Juga disebutkan bahwa pengetahuan tersebut
harus digunakan untuk mengidentifikasi tipe salah saji potensial, mempertimbangkan faktor-faktor yang
berdampak terhadap risiko salah saji material, dan mendesain pengujian substantif. Pemahaman
tersebut seringkali akan berdampak terhadap pertimbangan auditor tentang signifikan atau tidaknya
faktor risiko kecurangan. Di samping itu, pada waktu mempertimbangkan signifikan atau tidaknya faktor
risiko kecurangan, auditor dapat menentukan apakah terdapat pengendalian khusus yang mengurangi
risiko tersebut atau apakah kelemahan pengendalian tertentu dapat meningkatkan risiko tersebut.

4. Kebutuhan akan Supervisi

Kecurangan sering kali terjadi menyangkut hal berikut ini: (a) suatu tekanan atau suatu dorongan untuk
melakukan kecurangan, (b) suatu peluang yang dirasakan ada untuk melaksanakan kecurangan.
Meskipun tekanan dan peluang khusus untuk terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan dapat
berbeda dari kecurangan melalui perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva, dua kondisi tersebut
biasanya terjadi di kedua tipe kecurangan tersebut. Sebagai contoh, kecurangan dalam pelaporan
keuangan dapat dilakukan karena manajemen berada di bawah tekanan untuk mencapai target laba
yang tidak realistik. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat dilakukan karena individu yang
terlibat hidup di luar batas kemampuannya. Peluang dirasakan ada jika seorang individu yakin bahwa ia
dapat menghindari pengendalian intern (SA 316)

Kecurangan dapat disembunyikan dengan memalsukan dokumentasi, termasuk pemalsuan tanda


tangan. Sebagai contoh, manajemen yang melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan dapat
mencoba menyembunyikan salah saji dengan menciptakan faktur fiktif, karyawan atau manajemen yang
memperlakukan kas secara tidak semestinya dapat mencoba menyembunyikan tindakan pencurian
mereka dengan memalsu tanda tangan atau menciptakan pengesahan elektronik yang tidak sah di atas
dokumen otorisasi pengeluaran kas. Audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia jarang berkaitan dengan keaslian dokumentasi, atau auditor tidak
terlatih sebagai atau diharapkan sebagai seorang yang ahli dalam menguji keaslian seperti itu.

Kecurangan juga disembunyikan melalui kolusi di antara manajemen, karyawan atau pihak ketiga.
Sebagai contoh, melalui kolusi, bukti palsu bahwa pengendalian aktivitas telah dilaksanakan secara
efektif dapat disajikan kepada auditor. Contoh lain, auditor dapat menerima konfirmasi palsu dari pihak
ketiga yang melakukan kolusi dengan manajemen. Kolusi dapat menyebabkan auditor percaya bahwa
suatu bukti dapat meyakinkan, meskipun kenyataannya palsu.

Karena kemungkingan terjadinya kecurangan sangat tinggi, perusahaan menerapkan pengawasan yang
lebih ketat lagi. Semakin tinggi tingkat kecurangan yang terjadi dalam perusahaan, kebutuhan akan
supervisi juga akan semakin tinggi.

Anda mungkin juga menyukai