Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apabila kita berbicara tentang pernikahan, maka dapatlah kita memandangnya


dari dua sisi. Dimana pernikahan merupakan sebuah perintah agama, sedangkan di sisi
lain adalah satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama. Dri sudut
pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan, saat itu pula dia bukan hanya
melaksanakan perintah agama, namun juga memiliki keinginan untuk memenuhi
kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus dilakukan.
Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis juga
sebenarnya harus dipenuhi. Agama Islam juga telah menetapkan bahwa satu-satunya jalan
untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahan.
Pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati lagi
kandungan makna yang ada dalam penikahan maupun permasalahannya.
Dalam Al-Quran telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga membawa
kedamaian dalam hidup seseorang. Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya
sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks. Namun lebih dari itu, pernikahan juga
menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun
surga dunia di dalamnya. Semua hal itu akan terjadi apabila sebuah pernikahan dilakukan
dengan cara yang sesuai dengan Syariah Islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka timbul beberapa permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini,yaitu tentang :
1. Definisi pernikahan,
2. Tujuan pernikahan dalam Islam,
3. Hukum pernikahan dalam Islam,
4. Syarat dan Rukun Pernikahan,
5. Usia ideal pernikahan.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui makna dari pernikahan,
2. Untuk mengetahui tujuan pernikahan dalam Islam,
3. Untuk memahami hukum pernikahan dalam Islam,
4. Untuk mengetahui syarat dan rukun pernikahan,
5. Untuk mengetahui usia ideal dalam pernikahan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Nikah
Pengertian Nikah menurut bahasa ialah berkumpul menjadi satu (fathul Mu’in),
segala sesuatu yang berkumpul jadi satu disebut nikah. Jika ada dua pohon yang di-stak,
itupun disebut nikah. Namun pengertian nikah menurut syara’ (Undang-Undang Agama
Islam) ialah akad yang mengandung unsur diperbolehkannya melakukan persetubuhan
dengan menggunakan lafadz nikah atau tazwij.1
Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada BAB I
DASAR PERKAWINAN Pasal 1 dinyatakan bahwa : “Perkawinan ialaha ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”.2
Menikah termasuk perintah Allah dan Rasul-Nya, barang siapa yang menuruti
perintah Allah dan Rasul-Nya masuk dalam kategori ibadah, memperoleh pahala dan
Ridho-Nya, dan barang siapa yang menikah dengan niat beribadah (mengikuti perintah-
Nya) tentu memperoleh pahala. Menikah termasuk dalam perintah Allah, jelas dalam
firman-Nya :
       
           
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki
dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin
Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha
luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.3
Firman-Nya :
        
          
 
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.4
Sabda Rasulullah SAW :

1
Fatihuddin Abul Yasin, Risalah Hukum Nikah, Surabaya, Terbit Terang, 2006, hlm. 10
2
Beni Ahmad Saebani, Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Bandung, Pustaka Setia, 2011, hlm.
30
3
QS. An-Nur : 32
4
QS Ar-Rum : 21

2
Artinya : Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu hendaklah
menikah, sebab menikah akan lebih menundukkan pandangan dan
lebih menjaga kehormatan. Namun jika belum mampu, hendaklah
berpuasa, karena puasa akan menjadi perisai baginya. (HR Bukhari
Muslim)5

Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan


membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
bukan mahram. Sesuai dengan firman Allah :
          
        
          
Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.6
Nikah adalah asas hidup yang paling utama dalam pergaulan atau embrio
bangunan masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu
jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan,
melainkan dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu
kaum dengan kaum lain dan perkenalan itu akan menjadi jalan interelasi antara satu
kaum dan yang lainnya.
Pada hakikatnya, akad nikah adalah pertalian yang teguh dan kuat dalam
hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya,
melainkan antara dua keluarga. Dari baiknya pergaulan antara si istri dengan
suaminya, kasih mengasihi, berpindahlah kebaikan itu kepada semua keluarga kedua
belah pihak sehingga mereka menjadi integral dalam segala urusan sesamanya dalam
menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan
pernikahan, seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
B. Tujuan Pernikahan dalam Islam

5
Fatihuddin Abul Yasin, Risalah Hukum Nikah, Surabaya, Terbit Terang, 2006, hlm. 11
6
QS. An-Nisa : 3

3
Tujuan dan niat menikah bukan untuk kepuasan lahir batin belaka, juga bukan
bertujuan ikut-ikutan, apalagi menikah hanya bertujuan libido seks atau tendensi lain.
Menikah dengan niata seperti ini tidak memperoleh pahala, kecuali Allah akan
merendahkan hidup mereka.
Tujuan utama menikah ialah untuk beribadah kepada Allah. Disebut
beribadah kepada Allah karena anda menikah atas dorongan mengikuti perintah
Allah dan Rasul-Nya, lihat firman-Nya :
...   
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu ...(QS.
An-Nur : 32)
Sabda Rasulullah SAW :

...ُ‫ب َم ْن اِ ْستَطَاع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءة فَ ْليَتَزَ َّوج‬


ِ ‫يا َ َم ْع َش َر ال َّشبَا‬
Artinya : Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu hendaklah
menikah ...(HR. Imam Bukhari Muslim)7
Bila mana dalam hati terselip niat mengikuti perintah-Nya, mengikuti seruan
dua pedoman diatas, maka kaki dan hati sudah di jalur ibadah, segala apa yang
dilakukan dalam pernikahan bahkan meramas jemari istri (Qurratul ‘Uyun) diganjar
dengan pahala yang tak terhingga, apalagi bekerja untuk anak istri, pahala itu
melimpah ruah menyelimuti keluarga sakinah itu.
Sebaliknya jika tujuannya untuk kepentingan duniawi semisal harta, karena
kecantikannya, keturunan ningrat, jabatan, kekuasaan seseorang atau penghasilan
seseorang, maka Allah akan membuat rendah dan terhina keluarga anda di mata
Allah. Pernikahan seperti ini mutlak tidak ada kebahagiaan yang hakiki, hanya
fatamorgana yang terbatas sekali. Okelah harta mudah datang dengan menikahi
orang kaya, namun sisi lain kadang mereka tidak mengerti sama dengan
mendatangkan berbagai masalah lain yang memmperuncing masalah intern
keluarga.
Sabda Rasulullah SAW :
“Barangsiapa yang mengawini wanita karena hartanya,Allah tidak akan
memberikan kecuali kemiskinan : barangsiapa yang mengawini karena
kecantikannya Allah tidak akan memberikan kecuali kerendahan.....” (HR. Imam
Abu Naim ;melalui Abbas ra.)
Sabda Rasulullah SAW :
“Janganlah kalian mengawini wanita karena kecantikannya, mungkin
karena kecantikannya itu bisa mencelakakan.....” (HR. Ibnu Majah, Imam Baihaqi,
dan Imam Bazar.)
Pernikahan mempunyai tujuan yang luhur, dimana agar suami istri
melaksanakan Syariat Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah
tangga berdasarkan Syariat Islam ialah wajib.
7
Fatihuddin Abul Yasin, Risalah Hukum Nikah, Surabaya, Terbit Terang, 2006, hlm. 13

4
Pernikahan juga bertujuan untuk mengembangkan Bani Adam. Dan yang
terpenting dari pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha
mencari dan membentuk generasi yang berkualitas. Yaitu mencari anak yang shalih
dan bertaqwa kepada Allah SWT . Tentunya keturunan yang shalih tidak akan
diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
C. Hukum Pernikahan dalam Islam
Pada dasarnya hukum pernikahan adalah mubah (boleh). Semua orang boleh
menikah, namun karena pertimbangan keadaan, hukum dasar itu bisa berubah sesuai
dengan hukum lima yang ada dalam Islam.
1. Wajib
Seseorang wajib menikah bila mana sudah memiliki kemampuan lahir
batin melangsungkan pernikahan dan membawa bahtera rumah tangga
selayaknya. Bila tidak menikah dimungkinkan dirinya lebih jauh melakukan
kemaksiatan dan kedzaliman, karena menjaga diri dari barang haram
hukumnya wajib.
Sabda Rasulullah SAW :

Artinya : Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu


hendaklah menikah, sebab menikah akan lebih
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan.
Namun jika belum mampu, hendaklah berpuasa, karena
puasa akan menjadi perisai baginya. (HR Bukhari
Muslim)
2. Sunnah
Bila mana seseorang mampu memenuhi kebutuhan lahir batin, bisa
memberi maskawin atau kebutuhan lain, sementara dia masih kuasa menahan
godaan nafsu untuk bertahan di jalan yang benar tanpa tergoda ke jalan yang
haram, bagi dia hukumnya sunat menikah, dan masih dianjurkan lebih baik
menikah, karena menikah lebih mampu menjaga kehormatan diri dan
agamanya.
Sabda Rasulullah SAW :

5
Artinya : Jika seorang hamba telah menikah, maka sungguh ia telah
menyempurnakan setengah dari agamanya. Hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dalam menjaga sisa(nya).(HR.
Thabrani)
3. Makruh
Bilamana seseorang belum mampu memikul biaya hidup berkeluarga
serta, tidak seberapa butuh untuk melampiaskan libido seks karena
kelemahannya, orang seperti ini makruh menikah. Atau karena pernikahannya
menghancurkan diri sendiri disebabkan kurang kesiapan lahir batin,atau justru
menyengsarakan pihak wanita segi lahir batin, karena standar hadist Rasul,
ialah seruan nikah bilamana anda mampu, bilamana tidak mampu secara tidak
langsung belum dalam seruan hadist itu.
Firman Allah SWT :
        

Artinya : Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah
hendaklah mereka menjaga kesucian (diri)nya, sehingga
Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. (QS.
An-Nur : 33).
4. Haram

Bilamana anda mutlak tidak mampu memenuhi


kebutuhan lahir batin istri seperti kebutuhan batin dan
materi, dan anda tidak mampu memenuhi kebutuhan itu,
serta anda tahu dengan pernikahan ini semakin
menyengsarakan pihak wanita, haram menikahinya.

5. Mubah

Seseorang diperbolehkan kawin bilamana tidak ada


halangan untuk menikah,juga tidak ada bahaya lain bilamana
tidak menikah. Dia punya potensi “mampu” memenuhi
kebutuhan lahir batin, namun dia masih bisa membawa diri
lebih baik dan masih ada seumpama, sesuatu yang lebih baik
dikejar daripada menikah dulu.

Posisi seperti ini berubah sunnah bila ada kemampuan


memenuhi kebutuhan lahir batin istri jika dia menikah, dan

6
tidak menikah tidak membayangkan dirinya ; jika
membahayakan dirinya, dia wajib menikah.8

D. Syarat dan Rukun Pernikahan

Setiap perbuatan hukum harus memenuhi dua unsur yaitu rukun dan syarat.
Rukun ialah unsur pokok (tiang) dalam setiap perbuatan hukum. Sedangkan syarat
ialah unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Jika kedua unsur ini tidak
terpenuhi maka perbuatan itu dianggap tidak sah menurut hukum. Rukun juga bisa
diartikan dengan sesuatu yang mesti ada sebagai penentu sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan tersebut.
Seperti membasuh muka untuk wudlu’ dan takbirotul ihrom untuk sholat, atau
adanya calon pengantin laki-laki dan perempuan dalam perkawinan.
Tentang jumlah rukun nikah ini para Imam Madzhab berbeda pendapat dalam
menentukanya. Imam Malik mengatakan rukun nikah itu ada lima macam, yaitu :
wali dari pihak perempuan, mahar (mas kawin), calon pengantin laki-laki, calon
pengantin perempuan, dan sighat akad nikah. Imam Syafi’i juga menyebutkan lima,
yaitu calon pengantin laki-laki, calon pengantin perempuan, wali, dua orang saksi
dan sighat akad nikah.
Sedangkan menurut para ulama madhzab Hanafiyah menyebutkan rukun
nikah itu hanya ada satu yaitu ijab dan qobul (akad yang dilakukan oleh pihak wali
perempuan dan calon pengantin laki-laki). Sedang menurut segolongan ulama yang
lain menyebutkan rukun nikah ada empat, yaitu : sighat (ijab dan qobul), calon
pengantin perempuan, calon pengantin laki-laki, dan wali dari pihak calon pengantin
perempuan.
Dalam KHI, tentang rukun nikah ini disebutkan dalam Pasal 14 yaitu ”untuk
melaksanakan perkawinan harus ada : calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang
saksi dan ijab serta qabul.
Dari uraian diatas, jumhur ulama telah sepakat bahwa rukun perkawinan
terdiri atas :
1. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan,
2. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita,
3. Adanya dua orang saksi,
4. Adanya sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang di ucapkan oleh wali atau
wakilnya dari pihak perempuan dan dijawab oleh calon pengantin laki-
laki.
Syarat perkawinan merupakan dasar sah tidaknya suatu perkawinan. Apabila
syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya
segala hak dan kewajiban sebagai suami istri. Adapun syarat-syarat yang harus
terpenuhi dari perkawinan antara lain yaitu :
1. Calon suami dengan syarat-syarat :
 Beragama Islam
 Laki-laki

8
Fatihuddin Abul Yasin, Risalah Hukum Nikah, Surabaya, Terbit Terang, 2006, hlm. 15

7
 Jelas orangnya (bukan khuntha / muskhil)
 Dapat memberikan persetujuan
 Tidak terdapat halangan melakukan perkawinan
2. Calon istri dengan syarat-syarat :
 Beragama, meskipun yahudi atau nashrani
 Perempuan (bukan khuntha / mushkil)
 Jelas orangnya
 Dapat dimintai persetujuannya
 Tidak terdapat halangan melakukan perkawinan
3. Wali nikah dengan syarat-syarat :
 Laki-laki
 Dewasa
 Mempunyai hak perwalian
4. Saksi nikah dalam perkawinan harus memenuhi beberapa syarat berikut
ini :
 Minimal dua orang laki-laki
 Hadir dalam ijab qabul
 Dapat mengerti maksud akad
 beragama islam
 bersikap adil
 dewasa
5. Ijab qobul dengan syarat-syarat
 dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti kedua belah pihak
(pelaku akad dan penerima aqad dan saksi).

 singkat hendaknyamenggunakan ucapan yangmenunjukkan waktu


lampau atau salah seorang menggunakan kalimat yang menunjukkan
waktu lampausedang lainnya dengan kalimat yang mennjukkan waktu
yang akan datang.
E. Usia Ideal Menikah dalam Islam
Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab II pasal 2
disebutkan bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqqan
gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Karena pernikahan itu ibadah maka berkaitan
erat dengan segala syarat dan rukun yang merupakan salah satu
kewajiban yang harus terpenuhi sebelum pelaksanaan akad nikah
dan akan berjalan tertib dalam pelaksanaannya.

Salah satu persyaratan yang sering menjadi perbincangan masyarakat akhir-


akhir ini adalah batas usia pernikahan. Hal ini sering muncul seiring dengan
bermunculannya kasus-kasus yang menjadi sorotan media di berbagai daerah, seperti
pernikahan yang dilakukan oleh Syeh Puji terhadap anak dibawah umur beberapa
waktu yang lalu. Permasalahannya adalah berapa batas usia pernikahan dalam
undang-undang di Indonesia? Untuk menjawabnya tentu kita perlu merujuk pada
ketentuan perundangan yang berkaitan dengan masalah tersebut.

8
Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7
Undang-Undang No. 1 tahun 1974, yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur
19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. Bagi calon mempelai
yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana yang diatur
dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU No. 1 tahun 1974,9
Dalam khazanah ilmu fiqh ada sebagian para ulama tidak memberikan
batasan usia pernikahan, artinya berapapun usia calon pengantin tidak menghalangi
sahnya pernikahan, bahkan usia belum baligh sekalipun, hal inilah yang menjadi
dasar jaman dahulu ada yang disebut istilah kawin gantung. Namun mayoritas ulama
di dunia Islam sepakat mencantumkan pembatasan usia nikah sebagai dasar yang
dipakai di negara masing-masing.
Sabda Rasullullah SAW :

Artinya : Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu


hendaklah menikah, sebab menikah akan lebih
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan.
Namun jika belum mampu, hendaklah berpuasa, karena
puasa akan menjadi perisai baginya. (HR Bukhari
Muslim)
Jika dilihat dari hadist di atas , kemampuan merupakan faktor penentu
pernikahan menurut Islam. Lalu apa makna mampu disini? Sebagian ulama
mendefinisikan sebagai kemampuan memberi nafkah lahir dan batin ketika menikah.
Namun sebagian ulama memberi keringanan, yaitu kemampuan jima’ (berhubungan
suami istri. Sebab ketika menikah, secara otomatis dia akan tergerak untuk bekerja.
Jika dianalisis lebih jauh, peraturan batas usia perkawinan ini memiliki kaitan
yang cukup erat dengan masalah kependudukan. Denagn batasan umur dan kesan,
undang-undang perkawinan bermaksud merekayasa untuk tidak mengatakan
menahan laju perkawinan yang membawa akibat pada laju pertambahan penduduk.
Dengan demikian pengaturan tentang usia ini sebenarnya sesuai dengan
prinsip perkawinan yang menyatakan bahwa calon suami dan istri harus telah masak
jiwa dan raganya. Tujuannya adalah agar tujuan perkawinan untuk menciptakan
keluarga kekal dan bahagia secara baik dan sehat dapat diwujudkan. Kebalikannya
perkawinan di bawah umur atau sering diistilahkan dengan perkawinan dini seperti
yang telah ditetapkan oleh undang-undang semestinya dihindari karena membawa
efek yang kurang baik, terutama bagi pribadi yang melaksanakannya.

9
Beni Ahmad Saebani, Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Bandung, Pustaka Setia, 2011, hlm.
82

9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pernikahan dalam Islam ialah ibadah. Itu berarti jika dilaksanakan mendapat
pahala. Hal itu berlaku bila dalam sebuah pernikahan dilakukan dengan tujuan untuk
meraih Ridha Allah dengan menjalankan perintah-Nya.
Namun hal tersebut sepertinya sudah jarang ada di dunia nyata. Kebanyakan
mereka yang menikah ialah karena faktor cinta, dan kedepannya dilakukan dengan dasar
untuk memperoleh keturunan. Hal itu sah-sah saja. Akan tetapi akan jauh lebih baik jika
kita menjalankan pernikahan sesuai dengan syariah Islam, mulai saat persiapan
pernikahan hingga sampai saat membina rumah tangga. Dengan demikian kedepannya
akan dipenuhi keindahan rumah tangga bersama anak-anak shalih dan shalihah.
Sejalan dengan program pemerintah melalui pasal 7 UU No. 1 tahun 1974 yang
menetapkan batas usia pernikahan, alangkah baiknya jika kita patuhi. Hal ini
berpengaruh pada masa depan sebuah pernikahan. Jika kita masih dalam usia yang belum
cukup, maka mental kita juga belum siap untuk membina rumah tangga. Jadi alangkah
baiknya jika kita menikah dengan usia yang cukup sesuai pasal diatas dan juga
dilengkapi mental yang kuat untuk membangun bahtera rumah tangga.

10
DAFTAR PUSTAKA
Beni Ahmad Saebani, Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia,
Bandung, Pustaka Setia, 2011
Fatihuddin Abul Yasin, Risalah Hukum Nikah,
Surabaya, Terbit Terang, 2006
http://kua-rancah.blogspot.co.id/2012/07/batas-usia-pernikahan-dalam-undang.html?m=1

http://sakinahkita.blogspot.co.id/2016/01/berapa-usia-ideal-menikah-dalam-islam.html?m=1

http://www.asmaul-husna.com/2015/09/rukun-nikah-dan-syarat-nikah-
pernikahan.html?m=1

11

Anda mungkin juga menyukai