Anda di halaman 1dari 10

TEKNIK PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN TES HASIL BELAJAR

Fitrisa Syelitiar, Desmikar, Elvi Sukaisih

Dosen Pengampu: Aan Putra, M.Pd

Jurusan Tadris Matematika


Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci
A. Pendahuluan
Pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sitematis dan
sitematik, yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik dan
peserta didik. Dalam proses pembelajaran, pendidik akan mengatur seluruh
rangkaian kegiatan belajar, termasuk proses dan hasil belajar yang diperoleh
oleh peserta didik.
Pada dasarnya pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta
didik dalam proses belajar agar mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan
yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut perlu adanya
evaluasi yang harus dilakukam agar tujuan pembelajaran tercapai dengan
optimal.
Tes merupakan cara untuk mengevaluasi sekaligus mengetahui tingkat
pencapaian peserta didik pada proses belajar. Dalam melakukan evaluasi
guna melihat capaian hasil belajar yang diperoleh peserta didik. Seorang guru
hendaknya memahami dengan baik bagaimana cara maupun teknik
penyusunan tes dan pelaksaan tes hasil belajar dalam proses pembelajaran.
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang adalah: (1)
Bagaimana ciri tes hasil belajar yang baik; (2) Bagaimana prinsip-prinsip
dasar dalam penyusunan tes hasil belajar; (3) Bagaimana bentuk tes hasil
belajar dan teknik penyusunannya; (4) Bagaimana teknik pelaksanaan tes
hasil belajar.
Adapun tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui ciri-ciri tes hasil belajar
yang baik, mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam penyusunan tes hasil
belajar, mengetahui bentuk-bentuk tes hasil belajar dan teknik
penyusunannya, dan mengetahui teknik pelaksanaan tes hasil belajar.

1
B. Pembahasan
1. Ciri-ciri Tes Hasil Belajar yang Baik
Tes hasil belajar merupakan salah satu jenis tes yang digunakan untuk
mengukur perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik, setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran.
Ada empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil
belajar, sehingga tes tersebut bisa dinyatakan sebagai tes yang baik, yaitu:
1) Valid, tes hasil belajar dapat dinyatakan valid apabila tes hasil belajar
tersebut dengan secara tepat, benar, shahih telah dapat mengukur atau
mengungkap hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik,
setelah mereka menempuh proses belajar-mengajar dalam jangka
waktu tertentu.
2) Realibel, sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan realiabel apabila
hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes
tersebut secara berulangkali terhadap subyek yang sama, senantiasa
menunjukkan hasil yang tetap sama dan sifatnya stabil.
3) Obyektif, sebuah tes hasil belajar dapat dikatakan sebagai tes hasil
belajar yang obyektif. Apabila tes tersebut disusun dan dilaksanakan
“menurut apa adanya”.
4) Praktis dan ekonomis, bersifat praktis mengandung pengertian bahwa
tes hasil belajar tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah. Bersifat
ekonomis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut
tidak memakan waktu yang panjang dan tidak memerlukan tenaga
serta biaya yang banyak. 1

2. Prinsip-prinsip Dasar dalam Penyusunan Tes Hasil Belajar


Ada beberapa prinsip dasar dalam penyusunan test hasil belajar yaitu
sebagai berikut:

1
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press,2009), h. 93-
97

2
1) Tes belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
2) Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang
representif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan.
3) Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat
bervariasi
4) Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaanya untuk
memperoleh hasil yang diinginkan.
5) Tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan.
6) Tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat untuk mencari
informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan
cara mengajar guru itu sendiri.2

3. Bentuk-bentuk Tes Hasil Belajar dan Teknik Penyusunannya


1) Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
a. Pengertian Test Uraian
Test uraian (essay test), yang juga sering dikenal dengan istilah
tes subyektif (subjectif test), adalah salah satu jenis test hasil
belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan
berikut ini.
a) Berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki
jawaban berupa uraian/paparan kalimat panjang.
b) Bentuk pertanyaan menuntut testee untuk memberikan
penjelasan/komentar.
c) Jumlah soalnya terbatas.
d) umumnya diawali dengan kata jelaskan, mengapa, bagaimana,
uraikan.
b. Penggolongan Test Uraian

2
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja
Rosdakarya), h.

3
Sebagai salah satu jenis test hasil belajar, test uraian dapat di
bedakan menjadi dua golongan, yaitu : test uraian bentuk bebas
atau terbuka dan test uraian bentuk terbatas.
a) Uraian Bebas (terbuka)
Pada test uraian bentuk terbuka, yaitu tes yang
menghendaki jawaban dari testee sepenuhnya.
b) Uraian Terbatas
Pada tes uraian bentuk terbatas, jawaban yang dikehendaki
muncul dari testee adalah jawaban yang sifatnya sudah lebih
terarah (dibatasi).3
c. Ketepatan Penggunaan Tes Uraian
Tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu pengukur
hasil belajar, tepat dipergunakan apabila pembuatan soal (guru,
dosen, panitia ujian dan lain-lain) disamping ingin mengungkap
daya ingat dan pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang
ditanyakan dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap
kemampuan testee dalam memahami berbagai macam konsep
berikut aplikasinya. Kecuali itu, tes subyektif ini lebih tepat
dipergunakan apabila jumlah testee terbatas.
d. Petunjuk Operasional dalam Penyusunan Tes Uraian
Beberapa petunjuk operasional yang dapat dijadikan pedoman
dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, antara lain:
a) Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, diusahakan agar
butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari
materi pelajaran yang telah diajarkan, atau telah diperintahkan
kepada testee untuk mempelajarinya.
b) Untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh testee
(misalnya: menyontek atau bertanya kepada testee lainnya),
hendaknya susunan kalimat soal dibuat berlainan dengan

3
Zainal Arifin,Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementrian Agama RI, 2012) h. 137

4
susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran atau
bahan lain yang dirninta untuk mempelajarinya.
c) Setelah butir-butir soal tes uraian dibuat, hendaknya segera
disusun dan dirumuskan secara tegas, bagaimana atau seperti
apakah seharusnya jawaban yang dikehendaki oleh tester
sebagai jawaban yang betul.
d) Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya
pertanyaan-pertanyaan jangan dibuat seragam, melainkan
dibuat secara bervariasi.
e) Kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat dan
jelas, sehingga mudah dipahami oleh testee.
f) Hendaknya di kemukakan pedoman dalam menjawab tes.4
2) Tes Hasil Belajar Bentuk Objektif
a. Pengertian test objektif.
Tes objektif yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban
pendek, yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab oleh
testee dengan cara memilih salah satu diantara beberapa
kemungkinan jawaban pada masing-masing item, atau menuliskan
jawaban berupa kata maupun symbol pada tempat yang telah
disediakan.
b. Penggolongan Tes Objektif
Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes objektif dapat
dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
a) Tes Objektif Bentuk benar-salah (true-False test)
b) Tes Objektif bentuk menjodohkan (Matching test)
c) Tes Objektif bentuk melengkapi(Completion test)
d) Tes Objektif bentuk isian (Fill in test)
e) Tes Objektif bentuk pilihan ganda (Multiple Choice item test).
c. Petunjuk Operasional dalam Penyusunan Tes Objektif

4
Ibid, h. 106

5
Beberapa petunjuk operasional yang dapat dijadikan pedoman
dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, antara lain:
a) Untuk dapat menyusun butir-butir soal tes obyektif yang
bermutu tinggi, pembuat soal tes (dalam hal ini guru, dosen
dan lain-lain) harus membiasakan diri dan sering berlatih,
sehingga dari waktu ke waktu ia akan dapat merancang dan
menyusun butir-butir soal tes obyektif dengan lebih baik dan
lebih sempurna.
b) Setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyektif itu
selesai dipergunakan, hendaknya dilakukan penganalisisan
item, dengan tujuan dapat mengidentifikasi butir-butir item
mana yang sudah termasuk dalam kategori "baik" dan butir-
butir item mana yang masih termasuk dalam kategori "kurang
baik" dan "tidak baik".
c) Dalam rangka mencegah timbulnya kerja sama yang tidak
sehat di antara testee, perlu disiapkan terlebih dahulu suatu
sanksi bagi testee yang curang.
d) Dalam menyusun kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau
istilah-istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana,
ringkas, jelas dan mudah dipahami oleh testee.
e) Untuk mencegah terjadinya silang pendapat atau perdebatan
antara testee dengan tester, dalam menyusun butir-butir soal tes
obyektif hendaknya diusahakan sungguh-sungguh agar tidak
ada butir-butir yang dapat menghasilkan penafsiran ganda atau
kerancuan dalam pemberian jawabannya.
f) Usahakan agar tidak terjadi kesalahan ketik atau kesalahan
cetak, sehingga tidak mengganggu konsentrasi testee dalam
memberikan jawaban soal.

6
g) Hendaknya diberikan pedoman secara jelas dan tegas dalam
mengisi tes.5

4. Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar


1) Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis
Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu dikemukakan sebagai berikut:
a. Dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapatkan
ketenangan, ruangan tempat berlangsungnya tes dipilih jauh dari
keraiman, kebisingan, dan dipasang papan pemberitahuan
b. Ruangan tes harus cukup longgar, tempat duduk diatur dengan
jarak.
c. Ruangan tes sebaiknya memiliki sistem pencahayaan dan
pertukaran udara yang baik.
d. Jika tidak tersedia meja tulis atau kursi, hendaknya sudah disiapkan
alas tulis pengganti.
e. Testee mengerjakan soal secara bersamaan
f. Dalam mengawasi testee, pengawas hendaknya berperilaku wajar.
g. Sebelum tes, hendaknya ditentukan sanksi bagi testee yang curang.
h. Sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang
harus ditandatangani oleh seluruh peserta tes.
i. Jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya testee diminta
untuk menghentikan pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan
ruangan tes.
j. Untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan dikemudian hari,
pada Berita Acara Pelaksanaan Tes harus dituliskan secara lengkap,
berapa orang testee yang hadir dan siapa yang tidak hadir, dengan
menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor ujian,
nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-

5
Ibid, h. 136-137

7
penyimpangan atau kelainan-kelainan harus dicatat dalam berita
acara pelaksanaan tes tersebut.

2) Teknik Pelaksanaan Tes Lisan


Beberapa petunjuk dibawah ini dapat dipergunakan sebagai
pegangan dalam pelaksanaan tes lisan, yaitu:
a. Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah
melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan
kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat
diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi
maupun konstruksinya.
b. Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes
lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman jawaban
betulnya.
c. Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah
seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan
harus sudah dapat ditentukan di saat masing-masing testee selesai
dites.
d. Tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan
sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi
diskusi.
e. Dalam rangka menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip
keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu, tester
hendaknya jangan sekali-kali "memancing-mancing" dengan kata-
kata, kalimat-kalimat atau kode-kode tertentu yang sifatnya
menolong testee tertentu alasan "kasihan" atau karena tester
menaruh "rasa simpati" kepada testee yang ada dihadapinya itu.
f. Tes lisan harus berlangsung secara wajar.
g. Sekalipun acapkali sulit untuk dapat diwujudkan, namun sebaiknya
tester mempunyai pedoman yang pasti, berapa lama atau berapa

8
waktu yang disediakan bagi tiap peserta tes dalam menjawab soal-
soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut.
h. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya
dibuat bervariasi.
i. Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung
secara individual (satu demi satu).

3) Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan


Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf
kompetensi yang bersifat keterampilan, dimana penilaiannya dilakukan
terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee
setelah melaksanakan tugas tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh tester, yaitu:
a. Tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh
testee dalam menyelesaikan yang telah ditentukan.
b. Agar dapat dicapai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya
tester jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi
testee yang sedang mengerjakan tugas tersebut.
c. Dalam mengamati tester yang sedang melaksanakan tugas itu,
hendaknya tester telah menyiapkan instrumen berupa lembar penilaian
yang di dalamnya telah ditentukan hal-hal apa sajakah yang harus
diamati dan diberikan penilaian.6

C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri tes hasil
belajar yang baik itu valid, reliabel, obyektif, praktis dan ekonomis. Prinsip
dasar dalam penyusunan tes adalah mengukur secara jelas hasil belajar,
merupakan sampel yang representative, bervariasi, desainnya sesuai
kegunaan, memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan dan mengandung unsur

6
Ibid, h.156

9
diagnosis. Bentuk-bentuk tes hasil belajar matematika adalah bentuk uraian
dan bentuk objektif. Adapun teknik pelaksanan tes hasil belajar dapat
dilaksanakan dengan teknik tes tertulis, lisan, dan perbuatan.

DAFTAR PUSTAKA

Sudijono, Anas. (2009). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali


Press.
Purwanto, Ngalim. (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementrian Agama RI.

10

Anda mungkin juga menyukai