Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................2
D. Sistematika Penulisan................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Pengertian Salat Jenazah dan Hukumnya..................................................................3
B. Dasar Hukum Salat Jenazah......................................................................................3
C. Syarat Salat Jenazah..................................................................................................5
D. Rukun Salat Jenazah..................................................................................................6
E. Kaifiat (tatacara) Salat Jenazah.................................................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................................11
A. Kesimpulan.............................................................................................................11
B. Saran-saran..............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seringkali kita sebagai umat Islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai
makhluk yang paling sempurna yaitu salat, atau terkadang tau tentang kewajiban
tetapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukan. Dalam istilah lain salat adalah
suatu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-
perbuatan tertentu disertai ucapan-ucapan tertentu dengan syarat-syarat tertentu
pula. Istilah salat ini tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh bahasa di
atas, karena didalamnya mengandung doa-doa, baik yang berupa permohonan,
rahmat, ampunan dan lain sebagainya.

Salah satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan di tengah-tengah


masyarakat adalah kajian masalah salat jenazah, kita memandang dari aspek teori
salat jenazah merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika
dibayangkan bahkan kita menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita
melihat dari aspek praktek masih banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan
dimasyarakat dalam masalah pengurusan jenazah. Untuk itu dalam makalah ini
mengangkat sebuah tema yang berkaitan dengan menyalatkan jenazah dengan
tujuan sebagai pandangan bagaimana seharusnya menyalatkan jenazah dengan
baik dan benar. Kemudian dalam makalah ini juga membahas bagaimana
pengertian salat jenazah itu sendiri, syarat dan rukunnya termasuk kaifiat
(tatacara) dalam salat jenazah.
2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini adalah
sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud salat jenazah?


2. Apa saja syarat salat jenazah?
3. Apa saja rukun salat jenazah?
4. Bagaimana kaifiat (tatacara) salat jenazah?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan


penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan apakah yang dimaksud dengan salat jenazah


2. Menjelaskan apa saja yang menjadi syarat salat jenazah
3. Menjelaskan apa saja yang menjadi rukun salat jenazah
4. Mengetahui kaifiat (tatacara) salat jenazah

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah adalah sebagai berikut:

Bagian Pembuka

a) Sampul

b) Kata pengantar

c) Daftar isi

Tubuh Tulisan

a) BAB 1 (Pendahuluan)

1.1) Latar belakang

1.2) Rumusan permasalahan

1.3) Tujuan penulisan makalah


3

1.4) Sistematika penulisan

b) BAB 2 (Pembahasan materi)

c) BAB 3 (Kesimpulan dan saran)

Bagian Akhir

a) Daftar pustaka
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Salat Jenazah dan Hukumnya

Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat
jenazah ini adalah fardhu kifayah, artinya apabila sebagian kaum muslimin telah
melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia maka
tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan
pengurusan jenazah tersebut1.

B. Dasar Hukum Salat Jenazah


Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik,
kemudian disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah
itu hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis
Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam:

“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam. Bersabda,
“Salatkanlah olehmu orang-orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan
salatlah kamu di belakang orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.”
(HR. At Tabrani).

Juga hadis Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam:

“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal
dalam keadaan berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi Shallallahu Alaihi
Wasalam. Maka Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam menanyakan apakah ia
1
. Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri. Hlm.94
5

meninggalkan kelebihan harta untuk membayar hutangnya. Jika dikatakan orang


bahwa ia meninggalkan harta untuk membayarnya, maka beliau akan menyalati
jenazah itu. Jika tidak beliau akan memesankan kepada kaum muslimin,
“Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota tubuhnya saja
yang dapat ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang harus
dimandikan, dikafani, dan disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat Nabi
Shallallahu Alaihi Wasalam, yang menyalatkan tangan Abdurrahman yang
dijatuhkan oleh seekor burung. Mereka mengenal tangan Abdurrahman dengan
melihat cincinnya.

Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi tampak
tanda-tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti jenazah
biasa. Tetapi jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hidup, maka tidak
perlu disalatkan. Jadi, yang wajib disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu
manusia yang hidup, memiliki roh sekalipun masih dalam kandungan.

Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh
dimandikan, dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasalam pernah menyuruh Ali bin Abi Talib memandikan ayahnya dan
mengkafaninya saja tanpa menyalatkan. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’la juga
menegaskan sebagai berikut :

“Dan janganlah engkau sekali-kali menyalatkan jenazah seseorang diantara


mereka yang mati (dalam keadaan kufur kepada Allah dan Rasul Nya) dan jangan
engkau berdiri dikuburnya...” (QS. At Taubah : 84)

Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam peperangan
melawan orang kafir untuk meninggikan agama Allah Subhanahu Wa Ta’la maka
ia tidak dimandikan dan tidak pula disalatkan, hanyalah dikafani dengan
pakaiannya yang berlumuran darahnya, kemudian dimakamkan. Imam Syafi’i
berkata dalam kitabnya al Umm bahwa telah diterima berita seolah-olah ia
6

disaksikan secara mutawatir bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam tidak


menyalatkan korban-korban perang uhud.

Dalam salat jenazah disunatkan membentuk tiga shaf yang masing-masing


terdiri dari dua orang minimal dan dalam shaf lurus. Imam ahmad berkata, “jika
jumlah pengikutnya sedikit, lebih baik mereka dibagi tiga shaf.“ Selanjutnya ia
berkata, “jika mereka hanya terdiri dari empat orang, maka dijadikan dua shaf
yang masing-masing shaf terdiri dari dua orang, kalau dibentuk tiga shaf
hukumnya makruh, karena ada shaf yang hanya terdiri dari satu orang.”
Disunatkan pula dalam salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.

C. Syarat Salat Jenazah

Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya
tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut
sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya, seperti :

1. Beragama Islam
2. Sudah baligh dan berakal
3. Suci dari hadis atau najis
4. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat
5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita
auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan
6. Menghadap kiblat (Samsuri, 1998: 29).

Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena salat
jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan
menurut golongan Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-
waktu terlarang. Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang
makruh melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan
saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan membusuk.
7

D. Rukun Salat Jenazah

1. Niat melaksanakan salat jenazah


2. Berdiri bagi yang mampu.
Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka tidak sah menyalatkan
jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada uzur. Dalam kitab
al Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika sedang
berkendaraan, karena itu menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”.
Imam Syafi’i juga berpendapat demikian, termasuk Abu Hanifah dan Abu
Saur tanpa ada menentangnya. Disunatkan menggenggam tangan kiri
dengan tangan kanan pada saat berdiri sebagaimana yang dilakukan salat
fardu biasa.
3. Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi
Shallallahu Alaihi Wasalam.

“Dari jabir r.a bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam. menyalatkan


Najasi (raja Habsyi), maka beliau membaca takbir empat kali.” (HR.
Bukhari dan Muslim).

Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh


kebanyakan ulama dari para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam
dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir dalam salat jenazah itu
sebanyak empat kali, demikian juga pendapat Syafi’i, Sufyan, Ahmad,
Ibnul Mubarak, dan Ishak.

4. Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi
Shallallahu Alaihi Wasalam.

5. Membaca salawat atas Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasalam,


dilanjutkan dengan takbir ketiga. Membaca surat al Fatihah dan salawat
Nabi dalam jenazah, sebaiknya dengan cara sirri (lirih). Jumhur ulama
berpendapat bahwa, baik membaca al Fatihah atau membaca salawat Nabi,
berdoa serta memberi salam disunatkan secara sirri kecuali bagi imam,
8

maka baginya sunat jahar pada takbir dan taslim untuk pemberitahuan
kepada makmum. Membaca salawat sekurang-kurangnya dengan
mengucapkan Allahumma shalli ‘ala Muhammad itu sudah cukup.
Sedangkan yang lebih utama adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh
nabi sebagai berikut :

‫صلَيْتَ َعلَى اِ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى اَ ِل‬ َ ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما‬َ ‫اَللّهُ َّم‬
‫ار ْكتَ َعلَى اِ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى‬
َ َ‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َماب‬ِ َ‫اِب َْرا ِه ْي َم َوب‬
َّ َّ‫اَ ِل اِ ْب َرا ِه ْي َم فِى ْال َعالَ ِم ْينَ اِن‬
‫ك َح ِم ْي ُد َّم ِج ْي ٌد‬

Artinya :

“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga


Muhammad sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan
berilah berkah kepada Muhammad serta keluarga Muhammad
sebagaimana telah Engkau berikan kepada Ibrahim di antara seluruh
penduduk alam, sungguh engkau ya Allah Maha Terpuji lagi Maha
Mulia.”

6. Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.

Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam: “Jika kamu


menyalatkan jenazah, maka berdoalah untuknya dengan tulus ikhlas.”
(HR. Abu Dawud dan Baihaqi, juga Ibnu Hibban yang menyatakan
sahihnya).

Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang
lebih utama adalah membaca doa berikut :

ُ‫ف َع ْنهُ َواَ ْك ِر ْم نُ ُزلَهُ َو َو ِّس ْع َم ْد َخلَهُ َواَ ْغ ِس ْله‬ ُ ‫اَللّهُ َّم ا ْغفِرْ لَهُ َوارْ َح ْمهُ َوعَافِ ِه َوا ْع‬
ُ‫َس َواَ ْب ِد ْله‬
ِ ‫ق الثَّوْ بُاااْل َ ْبيَضُ ِمنَ ال َّدن‬ َّ َ‫ج َوبَ َر ٍد َونَقِّ ِه ِمنَ ْالخَ طَا يَا َك َمايُن‬
ٍ ‫بِ َما ٍء َوثَ ْل‬
9

‫َار ِه َواَ ْهاًل َخ ْيرًا ِم ْن اَ ْهلِ ِه َوزَ وْ ًجاخَ ْيرًا ِم ْن َزوْ ِج ِه َوقِ ِه‬
ِ ‫دَا ًراخَ ْيرًا ِم ْن د‬
)‫ار (رواه مسلم‬ Šِ َّ‫فِ ْتنَةَ ْالقَب ِْر َو َع َذابَاالن‬

Artinya :

“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah dia,
lapangkanlah tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju, dan
air embun. Sucikanlah dia dari dosa sebagaimana kain yang putih bila
disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat kediaman
yang lebih baik, begitu pun keluarga serta istrinya dengan yang lebih
berbakti, serta lindungilah dia dari bencana kubur dan siksa neraka.”
(HR. Muslim).

7. Membaca doa setelah takbir keempat

Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang


dijelaskan dalam hadis nabi Shallallahu Alaihi Wasalam riwayat Ahmad
dari Abdullah bin Abi Aufa :

“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalatkan dengan


membaca empat kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih
berdiri selama kira-kira antara dua takbir membaca doa. Kemudian
katanya, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam. Selalu melakukan
seperti ini terhadap jenazah.”

8. Mengucapkan Salam

Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali
Abu Hanifah yang mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri
hukumnya wajib, tetapi bukan termasuk rukun dengan alasan bahwa salat
jenazah termasuk salah satu macam salat dan untuk mengakhiri salat
adalah dengan membaca salam.
10

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan salam ketika salat jenazah


seperti salam waktu salat biasa, sekurang-kurangnya Assalamu’alikum,
tetapi Ahmad berpendapat membaca satu kali salam itu adalah sunah
dengan menghadapkan mukanya kesebelah kanan, boleh juga ke arah
depan berdasarkan perbuatan Rasulullah dan para sahabat. Mereka hanya
memberi salam hanya satu kali, tidak ada yang membantah pada waktu itu.
Imam Syafi’i berkata bahwa hukum mengucapkan salam dua kali adalah
sunah, yaitu dimulai dengan menghadapkan muka kesebelah kanan,
kemudian salam yang kedua kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin
menganggap bahwa salam yang kedua termasuk dzikir dan amalan yang
baik2.

E. Kaifiat (tatacara) Salat Jenazah

Setelah syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan salat jenazah


berdiri lurus di depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil membaca
takbiratul ihram. Letakkan tangan kanan di atas tangan kiri kemudian membaca
surat al Fatihah diikuti dengan takbir lagi dan membaca salawat Nabi, kemudian
takbir yang ketiga diikuti membaca doa kepada jenazah, lalu takbir keempat dan
berdoa lagi kemudian salam.

Beberapa kaifiat (tatacara) salat jenazah:

1. Apabila jenazah ada di depan tempat Salat


Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika
berjamaah dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki
maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika
perempuan maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan tengah-
tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih dari satu orang, boleh

2
. Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia. Hlm.168
11

disalatkan sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan ketentuan, jenazah


laki-laki diletakkan lebih dekat dengan imam dan jenazah perempuan lebih
dekat dengan arah kiblat, semuanya didepan imam dengan yang lebih
utama di dekatnya, kemudian disalatkan bersama-sama. Boleh juga
menyalatkan yang laki-laki terlebih dahulu, baru kemudian yang
perempuan.

2. Apabila jenazah ada di tempat yang jauh


Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang
jauh, yang disebut salat gaib. Cara melaksanakannya sama dengan
melaksanakan salat jenazah biasa dengan niat salat gaib dan wajib
menghadap kiblat. Ibnu Hazmin berkata bahwa jenazah gaib itu disalatkan
secara berjamaah. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam, telah
menyalatkan Raja Najasyi yang meninggal di Habsyi bersama sahabat
yang berdiri bersaf-saf. Ini merupakan Ijma yang tak di ingkari.

3. Apabila jenazah telah dikubur


Menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia
telah disalatkan sebelum dikubur3.

3
. Abidin, Slamet dan Moh. Suyono, Hlm,172
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan
umat muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum
melakukan salat jenazah ini adalah fardhu kifayah.
2. Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan
baik, maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa
menyalati jenazah itu hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati
jenazah berdasarkan hadis Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam: Dari Ibnu
Umar r.a. bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam bersabda, “Salatkanlah
olehmu orang-orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan
salatlah kamu di belakang orang yang mengucapkan kalimat Lailaha
illallah.”
3. Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya
tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat
tersebut sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya.
Syarat-syaratnya adalah: beragama Islam, sudah baligh dan berakal, suci
dari hadis atau najis suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat,
menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita
auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan,
menghadap kiblat.
4. Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca
takbir empat kali, membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasalam, Mendoakan jenazah, membaca
membaca doa setelah takbir ke empat, mengucapkan salam.
5. Kaifiat (tatacara) salat jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat
Salat, Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam
13

jika berjamaah dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-
laki maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika
perempuan maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan tengah-
tengah badan jenazah. Apabila jenazah ada di tempat yang jauh. Seseorang
boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang disebut
salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur, menyalatkan jenazah di atas
kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum dikubur.

B. Saran-saran

1. Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini


pemakalah berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian
dan mempersiapkan diri untuk menyanbut kematian itu.
2. Pemakalah juga berharap dengan adanya pembahasan ini dapat dijadikan
pembelajaran bagi guru pendidikan Islam untuk mendidik dan
memberitahukan pada siswa sejak dini bagaimana cara menyalati jenazah
dengan baik.
3. Dan juga kepada seluruh umat muslim dalam memperlakukan jenazah
hendaknya benar-benar memperhatikan aturan-aturan Islam yang berlaku
agar ia diterima di sisi Allah.
14

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.

Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.

Samuri, M. 1998. Penuntun Shalat lengkap. Surabaya: Apollo Lestari

Anda mungkin juga menyukai