Anda di halaman 1dari 18

DASAR HUKUM DAN LEMBAGA

PEMBERANTASAN KORUPSI

Pendidikan Anti Korupsi Dan Narkoba

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

Nama : Metha Kurnia Putra (NIM 201721090)

Yudha Andryana (NIM 201721101)

Dosen : Sarifuddin, S. Pd.I, M. Si.

Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah

 Jl. Raya Dramaga KM. 7, Bogor Barat

Kota Bogor
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................5
A. Pengertian.............................................................................................................5
B. Pendapat Ahli.......................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................7
A. Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi..................................................................7
B. Lembaga Pemberantas Korupsi di Indonesia........................................................8
1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)..............................................................8
2. Kejaksaan Republik Indonesia...........................................................................9
C. Lembaga Pemerintah yang lain...........................................................................11
D. Lembaga pemberantasan korupsi non pemerintah:..............................................14
1. ICW (Indonesian Coruption Watch).................................................................14
2. MTI (Masyarakat Transparansi Indonesia).......................................................14
3. TII (Tranparency International Indonesian)......................................................15
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................16
A. Kesimpulan........................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah terbesar Negara ini yang dianggap hambatan yang paling
susah diberantas adalah tindak pidana korupsi. Hal inilah yang merupakan
masalah terbesar Negara ini. Korupsi secara langsung maupun tidak langsung
membawa pengaruh yang begitu besar terhadap kelangsungan kehidupan rakyat
Indonesia. Sebagian besar rakyat Indonesia adalah rakyat “miskin”. Sedangkan
oknum-oknum itu seenaknya merampas hak rakyat. Dalam hal ini pemerintah
bekerja keras mencari penyelesaian masalah ini. Oleh karena itu dibentuklah
lembaga-lembaga pemberantasan korupsi.

Sejarah pemberantasan korupsi yang cukup panjang di Indonesia


menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi memang membuntuhkan penanganan
yang ekstra keras dan membutuhkan kemauan politik yang besar dan serius dari
pemerintah yang berkuasa. Pemberantasn korupsi itu sendiri tercermin dari
peraturan perundang-undangan yang dilahirkan pada periode pemerintahan
tertentu. Lahirnya undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai
pemberantasan tinadak pidana korupsi sesungguhnya tidaklah cukup untuk
menunjukkan keseriusan atau komitmen pemerintah. Perlu lebih dari sekedar
melahirkan suatu peraturan perundang-undangan, yaitu menerapkan ketentuan
yang diatur dalam undang-undang dengan cara mendorong aparat penegak hukum
yang berwenang untuk memberantas korupsi dengan cara-cara yang tegas, berani,
dan tidak pandang bulu.

Keberadaaan undang-undang pemberantasan korupsi hanyalah satu dari sekian


banyak upaya memberantas korupsi dengan sungguh-sungguh. Disamping
peraturan perundang-undangan yang kuat, juga diperlukan kesadaran masyarakat
dalam memberantas korupsi. Kesadaran masyarakat hanya dapat timbul apabila
masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman akan hakikat tindak
pindana korupsi yang diatur dalam undang-undang. Untuk itu sosialisasi undang-
undang pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya mengenai delik korupsi
yang diatur di dalamnya, perlu dilakukam secara simultan dan konsisten.
Pengetahuan masyarakat akan delik korupsi mutlak diperlukan menginat
ketidaktahuan akan adanya peraturan perundang-undangan tidak dapat dijadikan
alasan untuk mengindar dari tanggung jawab hukum.

Di era reformasi, usaha-usaha  pemberantasan korupsi dimulai oleh BJ.


Habibie dengan mengeluarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Pembentukan berbagai komisi dan badan baru seperti Komisi
Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga
Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun ditengah semangat menggebu-gebu
untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review
(Peninjauan Kembali) Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan
logika membentrukannya ke Undang-Undang No. 31 Tahun 1999. Nasib serupa
dialami oleh KPKPN, dengan dibemtuknya komisi pemberantasan korupsi, tugas
KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan
menguap.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja dasar hukum tindak pidana korupsi?


2. Apa saja lembaga-lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Setelah membaca makalah ini kita dapat mengetahui apa saja dasar hukum
pemberantasan korupsi dan lembaga-lembaga yang menangani korupsi di
Indonesia. Serta bagaimana lembaga-lembaga tersebut melakukan penanganan
terhadap korupsi di Negara kita yang harus kita atasi bersama agar perjuangan kita
untuk menciptakan good govermance di Indonesia dapat terwujud.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah
tindakan pejabat publik, baik poitisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang
terlibat dalam tindakan itu yang secara wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan
keuntungan sepihak.1

Dasar hukum adalah norma hukum yang menjadi landasan bagi setiap
tindakan hukum oleh subyek hukum baik orang perorangan ataupun yang
berbentuk badan hukum. Dasar hukum pemberantasan korupsi adalah hukum-
hukum yang melandasi tindak pidana korupsi dan pemberantasan tindak pidana
korupsi.

Lembaga pemberantasan korupsi adalah lembaga-lebaga yang menangani


persoalan kasus korupsi baik perseorangan maupun kelompok yang merugikan
negara.

B. Pendapat Ahli

a. The Lexicon Webster Dictionary


Korupsi merupakan keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dan kebusukan,
dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan
yang menghina atau memfitnah.2

b. Mubyarto
Korupsi adalah suatu masalah politik lebih dari pada ekonomi yang
menyentuh keabsahan (legitimasi) pemerintah di mata generasi muda, kaum elite
terdidik dan para pegawai pada umumnya. Akibat yang ditimbulkan dari korupsi
1 https://id.m Wikipedia.org/wiki/Korupsi pada tanggal 24 April 2017 pukul 15.00
2 https://seputarpendidikan.com/2017/01/10-pengertian-korupsi-menurut-para-ahli
ini ialah berkurangnya dukungan pada pemerintah dari kelompok elite di tingkat
provinsi dan kabupaten. 3

c.  Robert Kiltgaard
Korupsi merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi
jabatannya dalam negara, dimana untuk memperoleh keuntungan status atau uang
yang menyangkut diri pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri),
atau melanggar peraturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi.4

d. Gunnar Myrdal
Korupsi adalah suatu masalah dalam pemerintahan karena kebiasaan
melakukan penyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan membongkar korupsi
dan tindakan-tindakan penghukuman terhadap pelanggar.5

e. Syeh Hussein Alatas


Korupsi adalah subordinasi kepentingan umum dibawah kepentingan pribadi
yang mencakup pelanggaran norma, tugas dan kesejahteraan umum, yang
dilakukan dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan, akan
akibat yang diderita oleh rakyat.6

f. Dalam UU No.31 Tahun 1999


Korupsi adalah seseorang yang dengan sengaja melawan hukum untuk
melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian untuk negara.7

3 Ibid.
4 Ibid.
5 Ibid.
6 Ibid.
7 http://hukumonline.com/pusatdata/detail/1371/nprt/38/undangundang-nomor-31-tahun-1999 pada tanggal
24 April 2017 pukul 15.00
BAB III PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi

1. UU no. 20 tahun 2001 juncto Nomer 31 Tahun 1999 Tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.8
Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi, tidak hanya merugikan
keuangan negara tapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak siosial dan
ekonimi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu di
golongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar
biasa. Selain itu untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman
penafsiran hukum dan memberikan perlindugan terhadap hak-hak sosial dan
ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak
pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas UU no.31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. UU no. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas KKN.
3. UU no. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
4. UU no. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
5. Ketetapan MPR no. X/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang
bersih dan bebas KKN.
6. UU no. 25 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang.
7. UU no. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
(KPK).
8. Intruksi Presiden Republik Indonesia no. 5 tahun 2004 tentang percepatan
pemberantasan korupsi.

8 Chatrina Darul Rosikah dan Dessy Marliani Listianingsih, Pendidikan Antikorupsi, Jakarta: Sinar Grafika,
2016, Hal.116.
9. Peraturan pemerintah no. 71 tahun 2000 tentang cara pelaksanaan peran serta
serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
10. Peraturan pemerintah no. 63 tahun 2005 tentan sistem manajemen sumber
daya manusia KPK.
11. Lembaga Negara/ Pemerintah dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

B. Lembaga Pemberantas Korupsi di Indonesia

Pemberantasan korupsi bisa berjalan jika ada lembaga negara yang


melaksanakannya. Di Indonesia, sedikitnya ada 3 lembaga besar yang berwenang
mengangani masalah korupsi. Lembaga itu adalah :

1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Komisi Pemberantasan Korupsi atau biasa disingkat KPK adalah lembaga


Negara yang khusus menangani pemberantasan korupsi. KPK lahir berdasarkan
Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana  Korupsi.
Pasal 6 UU No. 30 tahun 2002 tentang tugas dan kewenangan dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi,9 yaitu :
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi;
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

9 Chatrina Darul Rosikah dan Dessy Marliani Listianingsih, Hal.158.


Pada Pasal 7, dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi;
b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi;
c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasaan tindak pidana
korupsi kepada instansi terkait;
d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan tindak pidana korupsi dan;
e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi

2. Kejaksaan Republik Indonesia

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan


kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
undang-undang. Lembaga ini diatur dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai
tugas dan wewenang :
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik
f. Kepolisian Negara Republik Indonesia
Kepolisian Negara Republik Indonesia  diatur dalam Undang-Undang No. 2
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tugas pokok
Kepolisian adalah:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum; dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Dalam bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia
berwenang untuk :

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;


b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan;
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana;
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta
l. Menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan
kepada penuntut umum; dan mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung jawab.

C. Lembaga Pemerintah yang lain

Selain 3 lembaga diatas beberapa lembaga antikorupsi yang pernah dibentuk


selama kurun waktu tahun 1967-2008 oleh pemerintah adalah sebagai berikut: 

1. Nama Tim: Tim Pemberantas Korupsi


Jenis peraturan:  Keppres 228/1967 tertanggal 2 Desember 1967. 
Pelaksana: Mayjen Sutopo Juwono, Laksda Sudomo, Komodor Saleh
Basarah, Brigjen Pol Soebekti, Jaksa Agung Muda Priyatna Abdurrasjid
SH dan Kusnun SH Satgas:unsur kejaksaan, ke-4 angkatan, ahli ekonomi,
keuangan dan perbankan, pers dan kesatuan-kesatuan aksi. 
Tugas/Sasaran: Membantu pemerintah memberantas korupsi dengan
tindakan bersifat refresif maupun preventif. 

2. Nama Tim: Komisi empat


Jenis peraturan: Keppres 12/1970 tertanggal 31 Januari 1970. 
Pelaksana: :Komisi ini terdiri 4 orang: Wilopo SH (ketua merangkap
anggota), IJ Kasimo, Anwar Tjokroaminoto, Prof Ir Johannes, Mayjen
Sutopo Juwono (Ketua Bakin) sebagai sekretaris. 
Tugas/Sasaran: Menghubungi penjabat atau instansi pemerintah, swasta,
sipil atau militer. Memeriksa dokumen-dokumen administrasi pemerintah,
swasta, dan lain-lain. Minta bantuan pada aparatur negara pusat dan
daerah. 
Hasil: Setelah bekerja 5 bulan, tugas Komisi IV selesai dengan
menghasilkan pertimbangan: 
a.    Laporan dan saran-saran agar kegiatan Jaksa Agung dan TPK
diperkuat dengan tenaga-tenaga ahli yang berpengalaman dan penuntut
umum harus bertindak tegas tanpa pandang bulu. 
b.    Masalah Pertamina, tidak pernah bayar pajak sejak tahun 1958-1963.
Dan juga mengenai Pertamina mempunyai 3 anak perusahaan, dimana hal
ini bertentangan dengan UU No 19/1960. 
c.    Masalah penebangan hutan yang harus disertai penanaman kembali. 
d.    Tahun 1970, Bulog defisit Rp 12,871 milyar. 
e.    Penyederhanaan struktur dan administrasi negara. Tiap pejabat atasan
harus memperhatikan agar semua peraturan dipegang teguh agar tidak
terjadi penyelewengan. 
3. Nama Tim: Komite Anti Korupsi (KAK)
Jenis Peraturan :Keppres 12/1970 tertanggal 31 Januari 1970 
Pelaksana :Angkatan 66 yaitu: Akbar Tandjung, Mishael Setiawan, Thoby
Mutis, Jacob Kendang, Imam Waluyo, Tutu TW Soerowijono, Agus Jun
Batuta, M Surachman, Alwi Nurdin, Lucas Luntungan, Asmara Nababan,
Sjahrir, Amir Karamoy, E Pesik, Vitue, Mengadang Napitupulu, dan
Chaidir Makarim. 
Tugas/Sasaran: Kegiatan diskusi dengan pimpinan-pimpinan partai politik
dan bertemu dengan presiden Soeharto menanyakan masalah korupsi.
Catatan:KAK dibubarkan tanggal 15 Agustus 1970 setelah bekerja 2
bulan. 

4. Nama Tim: OPSTIB


Jenis Peraturan: Inpres 9/1977 
Pelaksana: Koordinator pelaksana: MenPAN 
Tingkat Pusat: Pelaksana Operasional: Pangkopkamtib 
Ketua I: Kapolri 
Ketua II: Jaksa Agung dengan para Irjen 
Tingkat Daerah:
Pelaksana Operasional: Laksusda 
Ketua I: Kadapol 
KetuaII: Kejati dan para Irwilda. 
Tugas/Sasaran: 
Sasaran Opstib pada mulanya mengadakan pembersihan pungutan liar di
jalan-jalan. Kemudian diperluas meliputi penertiban uang siluman di
pelabuhan-pelabuhan dan pungutan resmi namun tidak sah menurut
hukum. Sejak Agustus 1977, sasaran penertiban beralih dari jalan raya ke
aparat pemerintah daerah dan departemen. 
Hasil:
Hasil yang diperoleh Opstib dari juli 1977 hingga Maret 1981, ditangani
1.127 perkara yang melibatkan 8.026 orang dengan beberapa kasus besar
yaitu: Kasus Korupsi di Markas Besar Polri dengan uang yang
diselewengkan sebesar Rp 4,8 milyar. Kasus Pluit, Endang Wijaya yang
berhasil mengambil uang negara sebesar Rp 22 milyar. Kasus Arthaloka
yang diketahui tanggal 11 Agustus 1978 mengenai ketidakberesan tanah
dan penyalahgunaan uang dropping pembangunan gedung Arthaloka Rp
957.193.129 oleh PT MRE, sebuah perusahaan real estate. 

5. Nama Tim: Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) dihidupkan lagi.


Namun Keppres mengenai TPK ini tidak pernah terwujud.
Pelaksana: MenPAN Sumarlin, Pangkopkamtib Sudomo, Ketua MA
Mudjono SH, Menteri Kehakiman Ali Said, Jaksa Agung Ismail Saleh,
dan Kapolri Jenderal (Pol) Awaluddin Djamin MPA. 

6. Nama Tim: Tim Gabungan Antikorupsi


Jenis Peraturan: Mengacu pada UU No 31/1999 tentang Komisi
Antikorupsi PP No 19 Th 2000. 
Pelaksana: Ketua: Andi Andojo Soetjipto, Didukung 25 orang anggota
termasuk anggota kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Jaksa yang
masih aktif serta aktivis kemasyarakatan. 
Tugas/Sasaran: Mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani
Kejaksaan Agung. 

7. Nama Tim: Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) 


Jenis Peraturan: 
•    UU RI nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
•    Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
•    PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
•    UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang
Bersih dan Bebas Dari KKN
•    UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
•    UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
•    UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun
2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
•    PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
•    PP RI No. 109 Tahun 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Tugas/Sasaran: Mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani
Kejaksaan Agung.

D. Lembaga pemberantasan korupsi non pemerintah:

1. ICW (Indonesian Coruption Watch)


Visi ICW: Menguatnya posisi tawar rakyat untuk mengontrol Negara dan
turut serta dalam keputusan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
demokratis, bebas dari korupsi, berkeadilan ekonomi, social, serta gender.
Misi ICW: Memperjuangkan terwujudnya system politik, hukum, ekonomi,
dan birokrasi yang bersih dari korupsi dan berlandaskan keadilan social dan
gender. Memperkuat partisipasi rakyat dalam proses pengambilan dan
pengawasan kebijakan publik.

2. MTI (Masyarakat Transparansi Indonesia)


Visi MTI: Menjadi pelopor terwujudnya system integritas nasional dengan
mendorong praktik-praktik yang bersih dan sehat di bidang bisnis, pemerintahan,
dan masyarakat dalam arti seluas-luasnya.
Misi MTI: Mensosialisasikan pengertian dan hakikat transparansi pada
masyarakat luas dan menanamkan keyakinan tentang pentingnya transparansi
dalam berbagai bidang kehidupan. Melakukan berbagai penelitian dan pengkajian
mengenai segala hal yangberkaitan dengan transparansi. Menyelenggarakan
pertemuan-pertemuan dalam berbagai bentuk untuk mengkaji dan merumuskan
strategi pelaksanaan transpartasi di bidang hukum, politik, sosial-budaya,
ekonomi bisnis, dan hankam.

3. TII (Tranparency International Indonesian)

Visi TII: Meningkatnya transparansi, efisiensi dan demokrasi pengelolaan sumber


daya ekonomi, birokrasi dan politik untuk kemakmuran seluruh rakyat.
Misi TII: Mendorong pembentukan pulau-pulau integritas di semua sektor
strategis denganmembangun aliansi dengan kelompok strategis. Menumbuhkan
kesadaran publik akan pentignya tata kelola sumber keuangan negara yang bersih
dan baik. Berperan aktif dalam upaya mendorong terciptanya birokrasi yang
efektif dan efisien dalam rangka mendorong kebijakan publik yang transparan dan
partisipatif. Mendorong terciptanya iklim usaha yang bersih, transparan dan
akuntabel. Melakukan pengukuran terhadap kinerja pemberantasan korupsi.
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan    

Untuk dapat mewujudkan good govermance di Indonesia maka yang perlu


dilakukan membenahi masalah korupsi dengan cara membuat dasar hukum yang
kuat lebih dahulu,program pemberantasannya harus di jalankan secara sistematis
dan terintegrasi, melakukan upaya pencegahan, misalnya dengan mengganti
sumber daya manusia yang tdak baik dalam pemerintahan, terutama yg menjadi
anggota lembaga pemberantas korupsinya.

B. Saran

Jalankan semua fungsi antikorupsi yang dibentuk dan ganti semua sumber
daya manusia yang tidak baik dalam pemerintahan serta berikan sanksi yang dapat
membuat para koruptor jera dan membuat pejabat lain takut untuk melakukan
korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Jur Andi. 2005. Pemberantasan Korupsi. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada.
Kansil, C.S.1993. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Baharudin Lopa. 2001. Kejahatan Korupsi dan Penegakkan Hukum. Penerbit
Buku Kompas: Jakarta.

Peraturan Presiden No. 17 tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional.

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan.

Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/korupsi
http://jdih.lamsaneng.go.id/arsip-hukum/uu-nomor-20-tahun-2001
http://m.hukumonline.com
http://www.banyumaskab.go.id/read/15537/kinerja-lembaga-pemberantasan-
korupsi-di-indonesia
https://id.m Wikipedia.org/wiki/Korupsi
https://seputarpendidikan.com/2017/01/10-pengertian-korupsi-menurut-para-ahli
Chatrina Darul Rosikah dan Dessy Marliani Listianingsih, Pendidikan
Antikorupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2016

Anda mungkin juga menyukai