Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN MATERNITAS

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU ABORTUS DAN ENDOMETRIOSIS”

Kelompok 5 :

Anne Silvana 183110242

Ayu Syuraya Asfia 183110245

Rafel Dwi Pangga 183110267

Tasya Aulia Putri 183110275

2.C

DOSEN PEMBIMBING:

Ns.Hj.Elvia Metti,M.Kep,Sp.Kep.Mat

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidaya-nya kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ibu Abortus”. Dalam
penyusunan makalah ini, penyusun tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih pada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga penyusun
dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun sendiri maupun kepada pembaca umumnya, makalah ini memiliki
kelebihan dan kekurangan sehingga penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran kepada
pembaca yang sifatnya membangun.

Padang, 14 Februari 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………….…………1

Daftar Isi……………………………………………………………...…...2

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang..........................................................................................3

B.Rumusan Masalah.....................................................................................4

C.Tujuan Penulisan.......................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

“ABOTUS”

A. Pengertian........................................................................................5
B. Etiologi............................................................................................5
C. Patofisiologi....................................................................................8
D. Tanda dan Gejala............................................................................8
E. Klasifikasi......................................................................................10
F. Manifestasi Klinis..........................................................................12
G. Pemeriksaan Penunjang.................................................................13
H. Penatalaksanaan.............................................................................13
I. Komplikasi.....................................................................................15
“ENDOMTERIOSIS”
A. Pengertian......................................................................................17
B. Etiologi..........................................................................................17
C. Manifestasi Klinis..........................................................................17
D. Patofisiologi...................................................................................18
E. Pemeriksaan Penunjang.................................................................19
F. Penatalaksanaan.............................................................................20
G. Komplikasi.....................................................................................20

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN..................21

2
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………28

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...29

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan
derajat kesehatan masyarakat. Angka kematian ibu menggambarkan jumlah wanita
yang meninggal dari suatu penyebabkematian terkait dengan gangguan kehamilan
atau penyebab lainnya (Kemenkes RI,2016). Kematian ibu terbanyak di sebabkan
oleh perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan, pada kehamilan
muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus (Prawirohardjo,2014).
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum
janin mampu hidup diluar kandungan. Abortus yang terjadi pada kehamilan dapat di
bagi beberapa klasifikasi antara lain yaitu, abortus insipiens, abortus komplit, abortus
inkomplit,abortus infeksious, missed abortus, abortus habitualis dan abortus imminens
(Mochtar, 2012).
Abortus Imminiens adalah keadaan dimana perdarahan berasal dari intrauteri
yang timbul sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu, tanpa pengeluaran hasil
konsepsi. Dalam kondisi seperti ini, Kehamilan masih mungkin berlanjut atau
dipertahankan (Prawirohardjo,2014).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan abortus dan endometriosis ?

2. Apa saja etiologi dari masalah ibu abortus dan endometriosis ?

3. Bagaimana patofisiologi pada ibu abortus dan endometriosis ?

4. Apa saja tanda dan gejala pada ibu abortus dan endometriosis ?

5. Apa klasifikasi pada ibu abortus dan endometriosis ?

6. Apa saja manifestasi klinis pada ibu abortus dan endometriosis ?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada ibu abortus dan endometriosis ?

8. Bagaimana penatalaksaan pada ibu abortus dan endometriosis ?

9. Apa saja komplikasi pada ibu abortus dan endometriosis ?

4
10. Apa faktor resiko / predisposisi yang berhubungan dengan terjadinya abortus dan
endometriosis ?

11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada ibu abortus dan endometriosis ?

A. TUJUAN

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan abortus dan endometriosis.

2. Mengetahui etiologi pada ibu abortus dan endometriosis.

3. Mengetahui patofisiologi pada ibu abortus. dan endometriosis.

4. Mengetahui tanda dan gejala pada ibu abortus dan endometriosis.

5. Mengetahui klasifikasi pada ibu abortus dan endometriosis.

6. Mengetahui manifestasi klinis pada ibu abortus dan endometriosis.

7. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada ibu abortus dan endometriosis.

8. Mengetahui penatalaksaan pada ibu abortus dan endometriosis.

9. Mengetahui komplikasi pada ibu abortus dan endometriosis.

10. Mengetahui resiko pada ibu abortus dan endometriosis.

11. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada ibu abortus dan endometriosis .

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ABORTUS

A. PENGERTIAN

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum


janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohadjo,2014).
Abortus adalah terhentinya kehamilan sebelum janin mampu hidup diluar
kandungan pada umur kurang dari 20 minggu (Nugroho, 2012). Abortus yang
berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontus, sedangkan abortus yang
terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus
provokatus ini dibagi kedalam 2 kelompok yaitu :
a. Abortus provokatus medisinalis yaitu bila didasarkan pada pertimbangan
dokter untuk menyelamatkan ibu.
b. Abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan dengan
sengaja tidak terindikasi medis yang dapat membahayakan keselamatan
jiwa pasien (unsafe abortion).

Menurut Prawihardjo (2014) klasifikasi abortus berdasarkan gambaran klinis


diantaranya :

a. Abortus Imminens adalah keadaan dimana perdarahan berasal dari


intrauteri yang timbul sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu, tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Dalam kondisi seperti ini, kehamilan masih
mungkin berlanjut atau dipertahankan.
b. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan
tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses
pengeluaran.
c. Abortus komplit adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh
hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri.

6
d. Abortus Inkomplit adalah perdarahn pada kehamilan muda dimana
sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis
servikalis dan masih ada yang tertinggal.
e. Missed Abortion (Retensi Janin Mati) adalah perdarahan pada kehamilan
muda disertai dengan resistensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8
minggu atau lebih.
f. Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turuut
g. Abortus Infeksiousus adalah abortus yang disertai infeksi pada alat
genitalia
h. Abortus Septik adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredarah darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).

B. ETIOLOGI

Menurut Prawiroharjo (2014) abortus dapat disehabkan oleh :


a. Faktor Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kriotip embrio.
Kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada awal kehamilan
Kalainan sitogenetik embrio biasanya berupa ancuploidi yang disebabkan oleh
kejadian sporadik. Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana
terjadi fertilisasi ovum nomal haploid oleh 2 sperma (dispermi sebagai
mckanisme patologi primer). Trisomi timbul sebagai akibat dari
nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan kariotip
normal. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16,
dengan kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi. Semua kromosom trisomi
berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1.
Sindroma tumer merupakan penyebab 20-259% kelainan sitogenctik pada
abortus. Kelainan lain umunya berhubungan dengan fertilisasi abnormal
(tetraploidi, triploidi). Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus akibat
kelainan kromosom, dimana terjadinya kelainan pada fase sangat awal
sebelum proses pembelahan. Struktur kromosom merupakan kelainan kategori

7
ketiga. Kelainan struktural terjadi pada sekitar 3% kelainan sitogenik pada
abortus. Ini menunjukkan bahwa kelainan struktur kromosom sering
diturunkan dari ibunya. Kelainan struktural kromosom pada pria bisa
berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa
mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran.

b. Faktor Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyabab komplikasi obstetrik,
seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Penyebab
terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-
80%), kemudian uterus bikomis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa
mernyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara
10-30% pada perempuan usia reproduksi. Sindroma Asherman bisa
menyebabkan gangguan tempat inplantasi serta pasokan darah pada pemukaan
endometrium. Risiko abortus antara 25-80%, tergantung pada beratnya
ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan
histerosalpingografi (HSG) dan ultrasonografi.

c. Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus, Erythematosus (SLE) dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibody spefisik yang
didapati perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan di antara pasien
SLE sekitar 10%.
d. Penyebab infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak
1971, ketika DeFerost dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian
abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa
jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain :
1. Bakteri
a. Listeria monositogenis
b. Klamidia trakomatis
c. Ureaplasma urealitikum
d. Mikoplasma hominis

8
e. Bakterila vaginosis
2. Vinus
a. Sitomegalovirus
b. Rubella
c. Herpes simpleks virus (HSV)
d. Human immunodeficieney virus (HIV)
e. Parvoviras
3. Parasit
a. Toksoplasmosis gondii
b. Plasmodium Palciparum
4. Spirokacta
a. Troponema pallidum

e. Faktor lingkungan
Diperkirakan 1-10% malfomasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,
atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Sigaret rokok diketahui
mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui
mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.
Karbon monoksida juga menununkan pasokan oksigen ibu dan janin serta
memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada system sirkulasi
fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat
terjadinya abartus.
f. Faktor hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kchamilan dini bergantung pada koordinasi yang
baik sistem pengaturan hormon maternal.
1. Diabetes Mellitus
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko abortusnya
tidak lebih jelek dari perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi
perempuan diabetes dengan kadar HbAlc tinggi pada trimester pertama,
risiko abortus dan malformasi abortus meningkat. Diabetes jenis insulin
dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2-3 kali
lipat mengalami abortus
2. Kadar progesterone yang rendah
3. Defek fase luteal

9
g. Faktor Hematologis
Pada kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Pada kehamilan terjadi
hiperkoagulasi dikarenakan :
1. Peningkatan kadar faktor prokoagulan
2. Penununan faktor antikougulan
3. Penurunan aktivitas fibrinolitik

C. PATOFISIOLOGI

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis dan neckrosis di
jaringan sekitar. Ovum menjadi terlepas, hal ini menicu kontraksi uterus yang
menyebabkan ekspulsi. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda
asing tersebut, apabila kantung dibuka akan dijumpai janin kecil yang mengalami
maserasi dan dikelilingi oleh cairan, jika janin tidak tampak didalam kantung
discbut blighted ovum. Mola kerneosa atau darah adalah suatu ovum yang
dikelilingi oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi,
dengan villi korionik ang telah berdegenerasi tersebar di antara kapsul. Rongga
kecil didalam yang terisi cairan tampak menipis dan terdistorsi akibat dinding
bekuan darah lama dan tebal (Cunningham, 2012).

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua
secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8
sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak
dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan febih
dari 14 minggu hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum
menembus desidua terlalu dalam. Pada abortus tahap lanjut, terdapat beberapa
kermungkinan hasil. Janin yang tertahan dapat mengalami maserasi. Tulang-
tulang kolaps dan abdomen kembung oleh cairan yang mengandung darah. Kulit
melunak dan terkelupas meninggalkan dermis. Organ-organ dalam mengalami
degenerasi dan nekrosis (Manuaba, 2013).

D. WOC

10
E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari abortus menurut Prawirohardjo (2014), Kusmiyati (2009)


adalah sebagai berikut :

a. Abortus Imminens
1) Perdarahan pervaginaan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu
2) Merasakan mules sedikit atau ada keluhan sama sekali
3) Nyeri keram ringan yang mirip dengan menstruasi atau nyeri penggang
bawah
4) Pada pemeriksaan didapatkan ostium uterimasih tertutup besarnya
uterus sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan positif
b. Abortus Insipiens
1) Penderita akan merasa mules karena komntraksi yang sering dan kuat
2) Perdarahan ringan hingga sedang, kadang-kadang keluar gumpalan.
3) Serviks membuka
4) Besar uterus sesuai dengan usia kehamilan
5) Tes urin kehamilan masih positif
6) Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih
sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin
masih jelas namun kurang normal, biasanya terlihatpenipisan serviks
atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta
dari dinding uterus.
c. Abortus Komplit
1) Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan
2) Osteum uteri telah menutup
3) Uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit
4) Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan
5) Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif 7-1o hari setelah
abortus
d. Abortus Inkomplit
1) Perdarahan sedang hingga banyak
2) Serviks terbuka karena masih ada benda didalam uterus
3) Besar uterus sesuai usia kehamilan
4) Kram atau nyeri perut bagian bawah dan terasa mules-mules
5) Hasil konsepsi keluar sebagian dan test kehamilan masih positif
6) Pada pemeriksaan USG terlihat saja plasenta tidak utuh lagi, terlihat
kantong kehamilan tidak utuh lagi dan terlihat masih ada sisa jaringan
dalam cavum uteri.
e. Missed Abortion
1) Penderita biasanya tidak merasakan keluhan apapun
2) Pada kehamilan diatas 14 minggu samapai 20 minggu penderita
merasakan rahimnya semakin mengecil
3) Perdarahan tidak ada, ostium uteri tertutup dan dijumpai amenorea

11
4) Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative setelah satu
minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan
5) Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil,
kantong gestasi yang mengecil, bentuknya tidak beraturan dan
gambaran fetus yang tidak ada tanfa-tanda kehidupan

Tanda- tanda kemungkinan keguguran

a. Perdarahan yang disertai kejang/nyeri pada bagian tengah perut bawah


b. Nyeri bertambah prahfan berlanjutterus selama lebih dari sehari. Hubungi
petugaskesehatan bila rasa nyeri tak disertai keluarnya bercak darah
c. Perdarahn cukupbanyak, seperti saat mengalami menstruasi. Bisa jadi hanya
berupa bercaktapi berlanjut terus selama lebih dari 3 hari.
(Yohana dkk,2011)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Tes urin akan positif untuk hCG, namun tanpa peningkatan progresif dalam
level serum
b. Tidak adanya, atau rendahnya, serum hCG akan mengindkasikan aborsi
menyeluruh, sementara tingkat lebih tinggi dapat mengindikasikan abors tidak
sempurna.
c. Tes USG akan memperlihatkan uterus kosong atau produk parsial konsepsi
yang tertinggal dalam uterus dan tidak terdeteksinya detak jantung janin di
aborsi akhir.
d. Pemeriksaan kromosom akan dilakukan untuk menentukan seandainya
abnormalitas kromosom seperti aneuploidy : hilangnya atau berlebihnya
kromosom C mengakibatkan aborsi (khususnya aborsi berulang)
e. Gangguan endokrin akan mengungkapkan level abnormal tiroid atau glukosa
f. Kondisi imun mengindikasikan lupus atau antibodi-antibodi lainnya
g. Pemeriksaan fisik untuk menunjukkan ketidakmampuan serviks atau anomaly
steruktural dalam serviks atau uteru, seperti polip atau fibroid yang akan
merusak janin atau mengakibatkan keguguran .
(Jhonson,2014).

G. PENATALAKSANAAN

a. Penilaian awal
1) Keadaan umum pasien
2) Tanda-tanda syok ( pucat,berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik
<90 mmHg, nadi > 112x/menit )

12
3) Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah,
adanya cairan bebas dalam kavum pelvis ; pikirkan kemungkinan
kehamilan ektopik yang terganggu.
4) Tanda-tanda infeksi atau sepsis (demam tinggi, sekret berbau
pervaginaan,nyeri perut bawah, dinding perut tegang, dehidrasi,
gelisah atau pingsan)
5) Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksanakan
pada fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan
stabilisasi)
b. Penanganan Spesifik
1) Abortus Imminens
a. Tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah baring
secara total. Anita hamil yang mengalami abortus immuniens harus
brdrest sampai perdarahannya benar-benar berhenti. Pergerakkan atau
aktifitas fisik dapat merangsang terjadianya kontraksi otot-otot rahim.
Setelah perdarahan berhenti, pasien dapat mencoba aktifitas fisik
bertahap dari yang ringan seperti belajar duduk, berdiri kemudian
berjalan perlahan-lahan sampai benar-benar tidak perdarahan selama
24 jam ke depan.
b. Anjurkan tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau
melakukan hubungan seksual.
c. Bila perdarahan :
a) Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian
ulang bila terjadi perdarahan lagi.
b) Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan/USG).
Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil
ektopik atau mola)
c) Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantauan
hanya dilakukan melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan
ginekologik.
2) Abortus Insipiens
a. Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi
Bila usia gestai 16 imnggu, evakuasi dilakukan dengan perlatan
Aspirasi Vakum Manual (AVM) setelah bbagian-bagian janin
dikeluarkan. Bila usia gertasi 16 minggu, evakuasi dilakukan
dengan prosedur Dilatasi dan Kurerase (D&K).
b. Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau
usia gestasi lebih besar dari 16 minggu lakukan tindakan
pendahuluan dengan :
a) Infus Oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai
dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikkan hingga 40
tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus
hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi.

13
b) Ergometrin 0,2 mg IM yang diulanggi 15 menit
kemudian
c) Miroprostol 400 gr per oral dan apabila masih
diperlukan, dapat diulangi dengan dosis yang sama
setelah 4 jam dari dosis awal.
c. Hasil konsepsi yang tersisa dlam kavum uteri dapat dikeluarkan
dengan AVM atau D&K (hati-hati resiko perforasi)
3) Abortus Inkomplit
a. Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi
setiap komplikasi (perdarahan hebta, syok, infeksi/sepsis)
b. Hasil konsepsi yang terperangakp pada serviks disertai
perdarahan hingga ukuran sedang dapat dilakukan sevara
digital atau cunam cavum. Setelah itu evaluasi perdarahan :
a) Bila perdarah berhenti beri ergometrin 0,2 mg IM atau
miroprostol 400 mg peroral
b) Bila perdarahan terus berlangsung evakuasi sisa hasil
konsepsi dengan AVM atau D&K (pilihan tergantng
dari usia gestasi, pembukaan serviks dan keberadaan
bagian-bagian janin)
c. Bila tidak ada tanda tanda infeksi, beri antibiotic profilaksis
(ampisilin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)
d. Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1 g dan metronidazol 500 mg
setiap 8 jam
e. Bila ber jadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16
minggu, segera lakukan evakuasi dengan AVM.
f. Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg per
hari selama 2 minggu (anemia sedang ) atau transfusi darah
(anemia berat).
4) Abortus Komplit
a. Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet Ergometrin 3 x
1 tablet/hari untuk 3 hari
b. Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet.
Sulfat ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu disertai dengan
anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar,
ikan, daging, telur). Untuk anemia berat berikan transfusi
darah.
c. Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberi
antibiotik atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi
antibiotik profilaksis.
5) Abortus Infeksiosus
a. Kasus ini berisiko tinggi untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas
kesehatan setempat tidak mempunyai fasilitas yang memadai
rujuk pasein kerumah sakit.

14
b. Sebelum merujuk pasien lakukan restorasi cairan yang hilang
dengan NS atau RL melalui infus dan berikan antibiotik
(misalnya : ampisilin 1 mg dan metronidazol 500 mg)
c. Jika ada riwayat abortus tidak aman, beri ATS dan TT
d. Pada fasilitas kesehatan yang lengkap, dengan perlindungan
antibiotik berspektrum luas dan upaya stabilisasi hingga
kondisi pasien memadai, dpat melakukan pengosongan uterus
sesegera mungkin (lakukan secara berhati-hati kerna tingginya
kejadian perforasi pada kondisi ini)
6) Missed Abortion
Missed abortion seharusnya ditangani dirumah sakit atas
pertimbangan:
a) Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga
proseduur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan resiko
perforasi lebih tinggi.
b) Pada umumnya kanalis servisis dlam keadaan tertutup sehingga
perlu tindakan dilaasi dengan batang laminaria selama 12 jam.
c) Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang
berlanjt dengan gangguan pembekuan darah.
(Prawirohardjo, 2014)
c. Penatalaksanaan Pascaabortus
Untuk mencegah abortus berulang. Pada pasien yang telah mengalami abortus,
dianjurka melakukan pemeriksaan TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus, dan Herpes Virus) lewat pengambilan darah. Terapi
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan laboraturium tersebut.
(Mochtar, 2012)

H. KOMPLIKASI

a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hipperetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan
teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan
tergantung dari luas dan bentuk perforasi , penjahitan luka perforasi atau perlu
histerektomi.
c. Infeksi dalam uterus dan adneksa
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus, tetapi
biasanya didapatkan pada abortus inkomplit yang berkaitan reat dengan
abortus yang tidak aman.

15
d. Syok
Syok abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok Hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).
(Puspita & Maryuni, 2013).

Dampak Psikologis pada pasien Abortus

Selain resiko fisik, wanita yang mengalami abortus juga akan mengalami resiko
psikologis seperti depresi, merasa tertekan, ragu-ragu dalam mengambil keputusan,
dan merasa tidak kuasa memutuskan (tidak berhak memilih). Kondisi ini disebut
WHO (1970) sebagai post abortion sydrome yang merupakan masalah kejiwaan, terjai
karena adnya sikpa mendua dalam melakukan aborsi tetapi terlanjur dilakukan
sehinggaakan menggunakan dua mekanisme pertahanan kejiwaan, yaitu represi dan
denial (menyangkal dan mengingkari diri). Gejalanya ditandai dengan merasa harga
diri rendah, malu, insomnia disertai dengan mimpi buruk, adanya sikap permusuhan
dan pengarahan kesalahan pada pria, sering menjerit, berputus asa, dan disertai
adanya usaha untuk bunuh diri (Puspita & Maryuni, 2013).

ENDOMETRITIS

A. PENGERTIAN

Endometritis adalah peradangan pada endometrium, yaitu bagian internal


membran mucus pada uterus, yang diakibatkan oleh infeksi bakteri. Biasanya infeksi
bakteri tersebut diperoleh via vagina saat kopulasi ataupun pada saat partus (Ball dan
Peters, 2004).

B. ETIOLOGI

Infeksi bakteri merupakan salah satu penyebab kejadian endometritis. Bakteri


yang bisa menyebabkan endometritis antara lain adalah Staphylococcus sp.,
Streptococcus sp., Klebsiela sp., Bacillus sp., Alkaligenes fecalis, Campylobacter
fetus, Trichomonas fetus, Corynebacterium pyogenes, Escherichia coli, dan
Fusobacterium necrophorum. Endometritis biasanya merupakan lanjutan dari
distokia dan/atau retensio placenta dan mungkin berhubungan dengan penurunan
tingkat involusi uteri pada waktu post partum. Hal ini biasanya berkaitan dengan
terjadinya persisten korpus luteum, karena mengarah pada kondisi self-perpetuating,
dimana tidak ada estrus untuk membantu membersihkan uterus. Selain itu,
pelaksanaan inseminasi buatan (IB) yang tidak memperhatikan kebersihan juga sangat
beresiko menjadi penyebab terjadinya endometritis (Ball dan Peters, 2004). Menurut
data dari Dirjennak (2008), tingkat kejadian endometritis di Indonesia cukup tinggi
yaitu sekitar 20 – 40%. Sebagian besar kasus terdeteksi bergantung variasi faktor
eksternal dan internal saat dilakukan metode diagnosa.

16
C. MANIFESTASI KLINIS

Endometritis dapat menyebabkan infertilitas yaitu berupa matinya embrio


karena infeksi bakteri, terjadinya kegagaan implantasi embrio pada uterus, dan
abortus. Endometritis menyebabkan penurunan kesuburan, memperpanjang calving
interval (CI), menurunkan nilai calving rate (CR), dan meningkatkan jumlah S/C
(service per conception) dalam jangka pendek. Sedangkan untuk jangka panjang,
endometritis dapat menyebabkan sterilitas (kemajiran) karena terjadinya perubahan
saluran reproduksi (Santosa 2002).

LeBlanc et al (2002a) mengidentifikasi endometritis klinis dengan melihat


adanya discharge purulent pada uterus atau ukuran diameter serviks sampai >7.5cm
setelah 20 hari setelah menghasilkan susu, atau dengan melihat adanya discharge
mukopurulen setelah 26 hari menghasilkan susu. Banyak kasus yang tidak
teridentifikasi tanpa adanya bantuan vaginoskopi. Sapi dengan endometritis klinis
antara 20 sampai 33 hari setelah menyusui menjadi 27% lebih lambat untuk bunting,
dan memiliki resiko 1.7 kali untuk mengalami kegagalan reproduksi dibandingkan
dengan sapi yang tidak menderita endometritis (Ball dan Peters, 2004).

D. PATOFISIOLOGI

Infeksi endometrium biasanya merupakan hasil dari infeksi ascending dari


saluran reproduksi bawah. Dari sisi patologi, endometritis dapat diklasifikasikan
menjadi akut dan kronis. Endometritis akut ditandai dengan adanya neutrofil diantara
sel kelenjar endometrium, sedangkan endometritis kronis ditandai dengan adanya sel
plasma dan limfosit diantara sel stroma endometrium. Prekursor terjadinya
endometritis akut adalah prosedur invasif gynekologi, penyakit inflamasi pada pelvis,
dan infeksi post partus. Endometritis kronis biasanya diikuti dengan retensi setelah
partus, aborsi, atau infeksi bakteri seperti chlamiydia, tuebrculosis, dan bacterial
vaginosis (Rivlin et al. 2016).

Pada saat involusi uterus, >90% sapi memiliki mikroorganisme di dalam


uterusnya selama 2 minggu pertama, 78% antara hari ke-16 sampai 30, 50% antara
hari ke- 31 sampai 45, dan 9% antara hari ke-45 sampai 60. Sebagian besar bakteri ini
merupakan kontaminan dari lingkungan dan akan dibersihkan oleh uterus tanpa
merusak fertilitas. Penelitian menunjukkan T. pyogenes, Bacteroides spp, Clostridia
spp., Streptococcus spp., Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus spp adalah
bakteri yang sering ada pada kasus endometritis pada sapi. Tingginya level
progesteron akan menekan produksi mukus, kontraktilitas myometrium, sekresi

17
kelenjar uterus, dan aktivitas fagositosis dari neutrofil uterus sehingga pada masa ini
rentan adanya infeksi uterus (Ghanem et al. 2015). Pada kuda, bakteri yang paling
banyak diisolasi dari uterus adalah β-hemolytic streptococci dan Eschericia coli
(Rasmussen et al. 2015).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
F. PENATALAKSANAAN
G. KOMPLIKASI

BAB III

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

ABOTUS

1. Pengkajian

Pengkajian dengan pasien kasus abortus meliputi :


1) Identitas klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir/umur, jenis kelamin, pendidikan,
suku bangsa, pekerjaan, agama dan alamat rumah, nomor registrasi,
tanggal masuk rumah sakit.
2) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, mur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan
dengan klien.
3) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama : pada pasien dengan abortus, kemungkinan
pasien akan datang dengan keluhan utama perdarahan
pervagina disertai dengan keluarnya bekuan darah atau
jaringan, rasa nyeri atau keram pada perut.
b) Riwayat kesehatan dahulu : mencakupriwayat abortus yang
pernah dialami ibu selama hamil dan penyakit yang pernah
diderita pada masa lalu seperti DM, TBC, Hipertensi dll.
c) Riwayat kesehatan keluarga : mengkaji adalah anggota
keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti TBC, DM,
Hipertensi.
d) Riwayat haid : mengkaji siklus haid, warna, dan bau.
e) Riwayat obstetri : biasanya abortus paling sering terjadi pada
ibu yang mempunyai riwayat abortus sebelumnya.
(Pawirohardjo, 2010).

18
f) Riwayat persalinan : mengkaji tanggal persalinan, masalah
selama hamil.
g) Riwayat KB : meliputi kontrasepsi,jenis kontrasepsi yang
pernah digunakan , rencana kontrasepsi yang nanti akan
digunakan.
h) Riwayat perkawinan : biasanya terjadi pada wanita yang
menikah dibawah usia 20 tahun atau diatas 35 tahun.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : biasanya ibu dengan abortus yang mengalami
perdarahan keadaan umumnya rendah
b) TD : biasanya ibu dengan abortus tekanan darah normal :
120/80 mmHg / <120/90 mmHg
c) Nadi : biasanya ibu dengan abortus denyut nadi normal 40-
70x/menit dan jika terjadi syok hipovolemik denyut nadi
meningkat.
d) Nafas : biasanya ibu dengan abortus pernafasan normal 20-
30x/menit
e) Suhu : biasanya ibu dengan abortus suhu badan normal (36-
37,5 C) tapi jika ibu mengalami infeksi setelah abori maka suhu
badan meningkat.
f) BB : biasanya ibu dengan abortus terjadi peningkatan BB lebih
dari 0,5 kg/minggu.

1. inspeksi

a) Kepala : biasanya ibu dengan abortus tidak ada kelainan


b) Wajah : biasanya ibu dengan abortus ditemukan cloasma
gravidarum, kaji apakah wajah tampak pucat dan ada atau
tidaknya edema.
c) Mata : biasanya ibu dengan abortus yang pelu dikaji pada
bagian mata adalah simetris/tidak, konjungtiva anemis/tidak,
selera ikhterik/tidak.
d) Hidung : biasanya ibuhamil tidak ada kelainan.
e) Mulut :biasanya pada ibu dengan abortus yang perlu dikaji
pada bagian bibr adalah bibir kering/tidak, lidah kotor/tidak,
ada caries/tidak, stomatitis/tidak, bibir pucat/tidak. Akan
ditemukan mukosa bibir lembab.
f) Leher : biasanya ibu dengan abortus tidak ada kelainan
g) Thorax :
Paru – paru : Biasanya tidak ada kelainan
Jantung : Biasanya tidak ada kelainan
h) Payudara : biasanya akan ditemukan payudara membesar, lebih
padat dan lebih keras, puting menonjoldan areola menghitam

19
dan membesar dari 3 cm menjadi 5 cm sampai 6 cm,
permukaan pembuluuh darah menjadi lebih terlihat.
i) Abdomen : pada ibu hamil akan ditemukan umbilkus menonjol
keluar, dan membentuk suatu area gelap di dinding abdomen,
serta akanditemukan linea alba dan linea nigra. Pada ibu
tampak perut membesar.
j) Ekstremitas : Biasanya tidak ada kelainan

2. Auskultasi : pada minggu ke 7 denyut jantung janin dapat didteksi


dengan sonografi waktu nyata.

3. Perkusi : reflek patela

4. Pemeriksaan dalam :

a) Vagina : kaji cairan yang keluar, luka dan darah


b) Serviks : lihat apa ada cairan yang keluar, luka/lesi, kelunakan,
posisi dan tertutup atau terbuka.
c) Posisi uterus : kaji apakah posisinya anteversi atau retoversi

5) Pemeriksaan Penunjang
Reeder dkk (2011), merupakan pemeriksaan penunjang pada pasien
abortus yang dapat dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan kehamilan (serum atau urine) untuk
mengonfirmasi kehamilan
b) Pemeriksaan kadar hemoglobin (normal, perempuan : 12-16
g/dl, laki-laki 14-16 g/dl) atau hematoktrit (normal 37-43 %)
untuk mengetahui ada tidaknya anemia.
c) Pemeriksaan golongan darah dan faktor Rh (wanita Rh negatif
menerima imun globulin Rh belum mengalami sensitisasi)
d) Uji tapis untuk penyakit menular seksual : kultur atau
immunoassay gonorea dan chlamydia, Sifilis (VDRL,STS),
HIV, Virus Hepatitis B.
6) Data Sosial Ekonomi
Biasanya ibu dengan abortus terjadi pada wanita dengan golongan
ekonomi rendah dan pendidikan rendah.
7) Data Psikologi
Biasanya wanita yang mengalami abortus akan mengalami depresi,
merasa tertekan, ragu-ragu dalam mengambil keputusan , dan merasa
tidak kuasa memutuskan (tidak berhak memilih). Gejala ditandai
dengan merasa harga diri rendah, malu, insomnia disertai dengan
mimpi buruk, adanya sikap permusuhan dan pengarahan kesalahan

20
pria, sering menjerit, berputus asa, dan disertai adanyanusaha untuk
bunuh diri. (Puspita & Maryuni, 2013)

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

Menurut Reeder et al (2011), Nugroho (2011) vdiagnosa yang mungkin muncul


pada ibu dengan abortus adalah :
1) Resiko cedera berhubungan dengan perdarahan
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan
gerak
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan depresi
6) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
7) Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan kosnep diri
negatif.

3. Intervensi dan Implementasi Keperawatan

Diagnosa (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


Resiko cedera berhubungan Luaran Utama ; Tingkat Pencegahan Cedera ;
dengan perdarahan Cidera
1. Identifikasi area
Setelah dilakukan iintervensi lingkungan yang
berpotensi
keperawatan selama 3x24
menyebabkan cedera
jam diharapkan pasien ; 2. Sosialisasikan pasien
dan keluarga dengan
1. Kejadian Cidera lingkungan ruang
menurun rawat
2. Luka/lecet menurun 3. Sediakan alah kaki
3. Frekuensi nadi antislip
membaik 4. Pastikan barang-
4. Perdarahan menurun barang pribadi mudah
5. Tekanan darah dijangkau
membaik 5. Sediakan pispotatau
urinal untuk eliminasi
ditempat tidur
Nyeri akut berhubungan Luaran Utama ; Tingkat Manajemen Nyeri :
dengan agen cidera biologis nyeri
1. Identifikasi lokasi,
Setelah dilakukan iintervensi karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas ,
keperawatan selama 3x24
intensitas nyeri
jam diharapkan pasien ; 2. Identifikasi skala
nyeri

21
1. Keluhan nyeri 3. Berikan teknik
menurun nonfarmakologi untuk
2. Meringis menurun mengurangi rasa nyeri
3. Sikap protektif 4. Jelaskan strategi
menurun mengurangi rasa nyeri
4. Gelisah menurun 5. Kolaborasi pemberian
5. Kesulitan tidur analgetik
menurun
6. Frekunsi nadi
membaik
Hambatan mobilitas fisik Luaran Utama ; Mobilitas Dukungan Mobilitas :
berhubungan dengan Fisik
1. Identifikasi toleransi
program pembatasan gerak
Setelah dilakukan iintervensi fisik melakukan
keperawatan selama 3x24 pergerakan
jam diharapkan pasien ;
2. Monitor kondisi
1. Pergerakan umum selama
ekstremitas melakukan mobilisasi
meningkat
3. Libatkan keluarga
2. Kekuatan otot untuk membantu
meningkat pasien dalam
meningkatkan
3. Rentang gerak
pergerakkan
(ROM) meningkat
4. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini

5. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
Duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat
tidur, pindah dari
temapt tidur ke kursi)

ENDOMETRITIS

A. Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan Dahulu

22
Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah
pengolahan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan
sampah perkotaan.

2. Riwayat kesehatan sekarang

1) Dysmenore primer ataupun sekunder


2) Nyeri saat latihan fisik

3) Nyeri ovulasi

4) Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada
bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.

5) Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual

6) Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter

7) Menorrhagia

8) Feces berdarah

9) Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi

10) Konstipasi

3. Riwayat kesehatan keluarga

Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang


menderita endometriosis

4. Riwayat obstetri dan menstruasi

Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah


menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir
menstruasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

23
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan pada status kesehatan.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan menstruasi.

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Diagnosa (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


Nyeri berhubungan dengan Luaran Utama ; Tingkat Manajemen Hipovolemia ;
gangguan menstruasi, proses nyeri 6. Identifikasi lokasi,
penjalaran penyakit. Setelah dilakukan iintervensi karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
keperawatan selama 3x24
intensitas nyeri.
jam diharapkan pasien ; 7. Identifikasi skala
nyeri
6. Keluhan nyeri 8. Pantau respon nyeri
menurun. non verbal
7. Meringis menurun. 9. Monitor keberhasilan
8. Gelisah menurun. terapi komplementer
9. Kesulitan tidur yang sudah diberikan.
menurun 10. Monitor efek samping
10. Frekuensi nadi penggunaan
membaik analgetik.
11. Ajarkan monitor nyeri
secara mandiri.

Ansietas berhubungan Luaran Utama ; Tingkat Reduksi ansietas


dengan ancaman atau Ansietas 6. Identifikasi saat
perubahan pada status Setelah dilakukan iintervensi tingkat ansietas
berubah (mis :
kesehatan. keperawatan selama 3x24
kondisi, waktu,
jam diharapkan pasien ; stersor)
7. Identifikasi
7. Perilaku gelisah kemampuan
menurun mengambil keputusan
8. Perilaku tegang 8. Monitor tanda-tanda
menurun ansietas.
9. Konsentrasi membaik 9. Ajarkan teknik
10. Pola tidur membaik relaksasi.

Gangguan citra tubuh Luaran Utama ; Citra tubuh Promosi citra tubuh
berhubungan dengan Setelah dilakukan iintervensi 1. Identifikasi harapan
gangguan menstruasi. keperawatan selama 3x24 citra tubuh
berdasarkan tahap
jam diharapkan pasien ;
perkembangan

24
1. Verbalisasi perasaan 2. Diskusikan perubahan
negatif tentang tubuh dan fungsinya
perubahan tubuh 3. Latih fungsi tubuh
menurun yang dimilki
2. Verbalisasi perubahan 4. Latih peningkatan
gaya hidup menurun penampilan diri.
3. Fokus pada bagian
tubuh menurun
4. Hubungan sosial
membaik

BAB IV

PENUTUP

25
A. KESIMPULAN

Abotus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum
mampu hidup di luar rahim (belum viable), dengan kriteria usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat badan janin kurang 500 gram. Abortus adalah keluarnya
janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22
minggu dan beratnya kurang dari 500gr. Penyebab abortus yaitu faktor pertumbuhan
hasil konsepsi, Kelainan pada plasenta, Penyakit ibu, Kelainan yang terdapat dalam
rahim, Hubungan seksual yang berlebihan dan penyebab dari segi janin. Tanda dan
gejala pada abortus Imminen terdapat keterlambatan dating bulan, terdapat
perdarahan, disertai sakit perut atau mules, pada pemeriksaan dijumpai besarnya
rahim sama dengan umur kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim.
Endometriosis berasal dari kata endometrium, yaitu jaringan yang melapisi
dinding rahim. Endometriosis terjadi bila endometrium tumbuh di luar rahim. Lokasi
tumbuhnya beragam di rongga perut, seperti di ovarium, tuba falopii, jaringan yang
menunjang uterus, daerah di antara vagina dan rectum, juga di kandung kemih.
Endometriosis bukanlah suatu infeksi menular seksual, sehingga tidak ada
hubungannya dengan apakah seorang remaja pernah berhubungan seksual atau tidak.
Untuk memahami masalah endometriosis ini, kita perlu memahami siklus menstruasi.
Dalam setiap siklus menstruasi lapisan dinding rahim menebal dengan tumbuhnya
pembuluh darah dan jaringan, untuk mempersiapkan diri menerima sel telur yang
akan dilepaskan oleh indung telur yang terhubungkan dengan rahim oleh saluran yang
disebut tuba falopii atau saluran telur. Apabila telur yang sudah matang tersebut tidak
dibuahi oleh sel sperma, maka lapisan dinding rahim tadi luruh pada akhir siklus.
Lepasnya lapisan dinding rahim inilah yang disebut dengan peristiwa menstruasi.
Keseluruhan proses ini diatur oleh hormon, dan biasanya memerlukan waktu 28
sampai 30 hari sampai kembali lagi ke awal proses. Salah satu teori mengatakan
bahwa darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan
dari lapisan dinding rahim, sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar
rahim

DAFTAR PUSTAKA

26
Didik Tjindarbumi, Dkk. 2001. Pencegahan, Diagnosis Dini, Dan Pengobatan
Penyakit Kanker. Yayasan Kanker Indonesia : Jakarta.
Doengoes, M. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi, Egc : Jakarta. 2001.
Suzanne C. Smeltzer. Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner &amp; Suddarth. Edisi 8. Jakarta : Egc.
Baraero, Mary, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Reproduksi
& Seksualitas. Jakarta: EGC

27

Anda mungkin juga menyukai